Share

Bab 9

last update Last Updated: 2024-03-06 21:30:02
Rasa perih menjalar di pipi sebelah kiriku, mungkin saat ini jika bisa kulihat wajahku sudah memerah menahan amarah. Kenapa lelaki tua itu bisa sampai menampar wajahku, apa dia tak berpikir dengan kata-katanya tadi yang menyulut ku untuk melakukan perlawanan padanya, tapi nyatanya dia sendiri tak terima aku katai seperti itu, padahal apa yang ku katakan tentang anaknya itulah yang sebenarnya.

Terasa ada sedikit cairan hangat dari sudut bibir, ternyata dampak dari kerasnya tamparan itu membuat bibirku sedikit sobek pantas saja terasa perih saat kuraba dengan ujung jemari.

"Astagfirullah, Nduk, kamu kenapa?" Ibu tergopoh-gopoh datang dari kamar pasti karena beliau mendengar keributan yang terjadi antara aku dan Pak Wahyu.

"Apa yang sudah Bapak lakukan terhadap anak saya? kenapa pipi Dina sampai memar dan bibirnya terluka seperti ini?" tanya Ibu tak terima.

"Anakmu ini sudah lancang mengata-ngatai Inggit anakku, makanya didiklah anakmu dengan baik agar dia bisa menghormati orang tua!" Jaw
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 10

    Tanpa membantah aku pun memencet nomor yang tertera dengan nama Abangku di ponsel yang kupegang, namun saat ku hubungi hanya operator yang menjawab jika saat ini Abangku tengah berada dalam panggilan lain, itu berarti saat ini ponselnya sedang dipakai Abangku menelpon dengan orang lain. Biarlah kucoba lagi nanti pikirku."Nomor bang Gagas sedang sibuk, Bu. Kelihatannya abang tengah teleponan dengan orang lain." Ucapku.Ibu mengangguk lemah. "Coba nanti kamu telpon lagi jika sudah agak lama ya, Din!""Baik, Bu." Jawabku singkat.Astagfirullah detak jam di dinding menyadarkan aku jika aku belum sholat dzuhur, karena drama dari keluarga dagelan itu aku sampai lupa menunaikan kewajibanku sebagai seorang muslimah."Dina sholat dulu ya, Bu. Ibu sudah sholat dzuhur?"Ibuku mengangguk, tanpa menoleh pun tanpa suara yang keluar untuk menyahuti pertanyaanku. Hatiku merasa terbebani jika melihat Ibu seperti itu seolah kekuatanku melemah, Ibu adalah semangatku selama ini dan jika beliau berduka m

    Last Updated : 2024-03-08
  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 11

    "Itukan bang Gagas ...?" gumamku."Gagas ...? kamu sudah pulang, Nak? kok tidak memberi tahu ibu kalau kamu pulang hari ini, kalau tahu pasti tadi ibu masakin makanan kesukaanmu, Gas." Ibu tergopoh-gopoh menghampiri bang Gagas, senyum lebar terpatri dari bibir ibu, wajahnya berbinar bahagia mendapati anak sulung lelakinya sudah kembali ke rumah dalam keadaan sehat walapiat.Namun tak kusangka Bang Gagas menepis halus rentangan tangan Ibu yang hendak memeluknya untuk sekedar menyalurkan rasa rindu seorang ibu pada anak lelakinya. Ibu berhenti lalu menurunkan tangannya tak jadi memeluk anak lelaki kesayangan yang tadi begitu di rinduinya.Seketika tak ada kata keluar dari keduanya, suasana mendadak hening hanya sesekali terdengar isakan Kak Inggit yang kini tengah duduk bersimpuh dilantai, dengan bahu bergetar terisak dalam tangisnya. Kini Ibu dan Bang Gagas hanya terdiam sesekali saling bertemu pandang, seolah mencari jawaban dari apa yang menjadi pertanyaan di pikiran masing-masing."

    Last Updated : 2024-03-08
  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 12

    "Kenapa Abang bisa sebodoh ini, mau-maunya dibohongi oleh para benalu itu. Lihatlah kulit mereka apakah ada yang mengeluh jika tengah sakit atau terkena penyakit gatal semacam iritasi dan sebagainya? buka matamu, Bang! Lihatlah Ibu, Abang bahkan tak menanyakan sama sekali sakit apa Ibu sampai harus berobat ke dokter, lihat kulit Ibu, Bang! Itu akibat kami harus—""Sudahlah, Mas. Tidak usah diperpanjang lagi, biarkan saja aku dan orang tuaku yang mengalah. Kami akan kembali tinggal di rumah kami, Mas."Kak Inggit secepatnya memotong perkataanku sebelum aku tuntas memaparkan kejadian sebenarnya kepada Bang Gagas, dia kembali bersandiwara agar lebih bisa meraih simpatik Abangku, agar dia dipandang sebagai malaikat oleh suaminya. Cuih ... dasar wanita ular bermuka dua, tak kusangka aku akan mempunyai ipar yang begitu jahat seperti Kak Inggit. Sayang sekali Abangku lelaki yang tadinya begitu baik dan begitu hormat kepada Ibu juga keluarga, bisa langsung berubah hanya karena fitnah jahat ya

    Last Updated : 2024-03-08
  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 13

    "Sabar ya, Din! Doakan saja Bang Gagas segera dibukakan kembali mata hatinya." Ucap Aisyah sahabatku satu-satunya.Ya setelah keluar dari rumah, aku di minta Aisyah untuk tinggal bersamanya, kebetulan Aisyah tinggal sendiri di rumah peninggalan almarhum kedua orang tuanya.Aku hanya bisa mengangguk lemah, tak kuasa melihat wajah sendu Ibu pasti beliau begitu sakit hati dengan perlakuan Abangku, namun kasih sayangnya sebagai seorang ibu mengalahkan rasa marah dan benci dalam hatinya.Ibu akhirnya ikut bersamaku, lagipula aku pun tak akan tega meninggalkan Ibu di rumah itu bersama orang-orang yang tidak menyukainya, bisa-bisa Ibu hanya akan dijadikan pelayan di rumahnya sendiri nanti. Apalagi setelah melihat perangai Bang Gagas yang begitu keterlaluan, hanya mendengarkan dari sebelah pihak saja tanpa mau mencari tahu dulu kebenarannya seperti apa.Seminggu sudah aku tinggal bersama Aisyah, rasanya sungkan lama-lama menumpang. Walaupun Aisyah tak pernah mempermasalahkannya, namun aku tet

    Last Updated : 2024-03-09
  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 14

    "Dia itu siapa sih, Mbak? laganya angkuh banget kalau tak ingat aku sangat memerlukan pekerjaan ini, sudah kutimpuk wajahnya pakai keranjang yang kubawa." Geramku kesal, ketika mengingat bagaimana cara lelaki itu membentakku tadi."Stttt ...!" Mbak Diah menempelkan jari telunjuk di bibirnya, kemudian menarik lenganku untuk mengikutinya kebelakang sambil membereskan obat yang kubawa, Mbak Diah bercerita jika lelaki itu bernama Bimo Rahardian anak dari pemilik apotek ini.Pak Bimo hanya sesekali datang ke apotek untuk memeriksa pembukuan keuangan atas perintah Pak Ardi Rahardian sang ayah, sedangkan pak Bimo sendiri memiliki perusahaan dibidang jasa, karena beliau tak tertarik sama sekali untuk meneruskan usaha yang digeluti oleh ayahnya dibidang kesehatan.Aku mengangguk faham. "Pantas saja dia begitu angkuh ya, Mbak. Rupanya dia orang berduit." Aku kembali mendengarkan cerita Mbak Diah sambil tanganku cekatan membereskan obat-obatan untuk diletakan ditempatnya."Sebenarnya dulu dia

    Last Updated : 2024-03-09
  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 15

    "Apakah Anda buta atau sengaja ingin mempermalukan aku di depan umum, Pak? lihatlah aku ini sudah jauh berada di pinggir, justru seharusnya aku yang berkata apakah ini jalan nenek moyangmu sampai kamu harus memaki orang yang jelas-jelas sudah dipinggiran seperti ini!" Balasku tak mau kalah.Enak saja dia menyalahkan aku, apa matanya buta sampai tak bisa melihat jika aku berada jauh dari jalur jalan raya itu? lelaki itu menatapku tajam, tapi aku tak gentar kutatap balik manik hitam itu untuk menjelaskan padanya jika aku bukanlah wanita yang bisa ia intimidasi seenaknya. Jika kemarin di tempat kerja aku hanya menunduk diam mendengar semua bentakannya, karena menghargai dia yang anak atasanku tapi tidak saat ini, diluar jam kerja aku adalah aku dan dia hanya seorang lelaki yang tidak kukenal sama sekali. Jangan harap aku diam saja saat aku diperlakukan seenak jidat nya."Sudah sana lewat saja, toh motorku tak menghalangi jalanmu, Tuan!" Sengaja ku tekankan kata tuan untuk menyindirnya.

    Last Updated : 2024-03-09
  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 16

    "Kak Inggit?" Gumamku.Wanita itu menatap lekat padaku, tak ada sapa apapun malahan kakak iparku itu seolah tak mengenaliku sama sekali."Mbak ini uangnya," lelaki yang di susul kak Inggit memberikan selembar uang kertas berwarna merah padaku."Mas ayok cepat, nanti kita terlambat!" Kak Inggit menggamit lengan lelaki itu kemudian menariknya untuk keluar dari apotek."Eh tunggu Sayang, kembaliannya belum," seru lelaki itu, menghentikan langkah Kak inggit yang terlihat tergesa-gesa. "Sudah biarkan saja untuk dia kembaliannya, anggap saja amal."Kak inggit menunjukku dengan dagunya, tepukan dari Mbak Diah mengembalikan kesadaranku seketika. Aku bergegas keluar menghampiri wanita yang bergelar kakak iparku itu, rasa penasaran yang bergelayut dari siang seolah terus menghantui. Aku tidak rela jika sampai Abangku dipermainkan oleh istrinya sendiri, apakah mungkin Kak inggit bermain belakang dari Bang Gagas, sedangkan demi perasaan wanita itu Abangku sampai tak perduli dengan perasaan Ibu

    Last Updated : 2024-03-10
  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 17

    "Abang ...!" Bang Gagas terlihat begitu marah, wajahnya sudah merah padam mungkin karena melihat wajah istrinya yang tampak bonyok dimana-mana, entah bagaimana wanita itu mendapatkan tambahan lebam diwajahnya, yang jelas itu bukan karena ulahku karena tadi aku hanya menamparnya dua kali dan itu tidak mungkin sampai membuat wajahnya separah itu."Jangan berpura-pura bodoh, Din! Kamu kan yang tadi membuat Mbakmu sampai babak belur seperti ini?" Sungut bang Gagas menudingkan jarinya di keningku."Memang aku menamparnya tadi, Bang, tapi tidak sampai—" Plak ..."Jangan pernah sekali lagi menyakiti istriku, apalagi sampai membuatnya babak belur seperti ini klau tidak ingin menyesal, Din!" Perih? panas? sakit? tentu saja! Tapi rasa sakit di pipi ini tidak ada apa-apanya dibandingkan rasa sakit pada gumpalan merah di dada ini yang terluka sangat dalam, lebih sakit rasanya ketimbang mendapatkan tamparan dari kakak sendiri yang selama ini selalu berlaku sopan dan penuh kasih terhadap siapapu

    Last Updated : 2024-03-10

Latest chapter

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 103

    "Dek ijinkan aku menjadi lelaki yang akan menggantikan Zaidan di hatimu, ijinkan aku menjadi ayah dari anakmu. Aku berjanji akan selalu membahagiakan kalian selama hidupku." Ucap lelaki itu sambil menatap padaku lekat.Lain sekali dengan Mas Zaidan, jangankan menatapku seperti itu hanya sekadar melirik pun ia begitu takut sepertinya. Ah memang keduanya begitu berbeda, laki-laki itu begitu soleh juga taat pada perintah agamanya, namun kini beliau telah tiada hanya menyisakan sesak di dada karena aku ditinggalkan pas lagi sayang-sayangnya.Lain lagi dengan laki-laki petakilan yang kini berada didepanku, walaupun di mataku dia seolah begitu slebor dan tak bisa menjaga pandangannya dari lawan jenis, namun aku tak tahu kedalaman hatinya seperti apa. Aku tak bisa menilai orang hanya dari covernya saja, asal kulihat jelek, berarti dia jelek. Tidak seperti itu juga, setiap manusia itu punya kekurangan dan kelebihannya tersendiri termasuk juga Mas Yaseer, namun entah kenapa hati ini tak bisa

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 102

    "Sudah ya, biarkan Zaidan istirahat dengan tenang di sana, agar langkahnya tidak berat untuk pulang menuju dunia keabadian."Aku akhirnya mengangguk mengiyakan kata-kata Bang Gagas, memang benar yang ia katakan, walau bagaimanapun aku harus mengikhlaskan kepergiannya suka ataupun tidak, semua kenyataan itu tak bisa lagi dipungkiri kebenarannya."Lalu bagaimana keadaan Uti saat ini, Bang?""Keadaan adiknya masih kritis saat ini, Dek. Kecelakaan itu begitu parah, bersyukurlah Allah masih menjaga dan melindungi mu. Entah amalan apa yng telah kamu lakukan sampai Allah begitu menyayangimu, Dek."Aku hanya terdiam mendengar penuturan Bang Gagas, dalam pikiranku hanya ada mereka berdua saat ini laki-laki yang telah pergi meninggalkanku untuk selamanya dan juga sahabatku Uti yang kini tengah kritis. Bagaimana aku akan mengatakan padanya nanti jika Mas Zaidan telah pergi lebih dulu meninggalkan kami saat ini."Bang, antar aku melihat Uti sekarang!" Pintaku pada Bang Gagas.Tanpa membantah Bang

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 101

    Ketika baru saja hendak terlelap kulirik Ibu terburu-buru keluar dari kamar, tapi kulihat Jingga masih di kereta bayinya terlelap tak merasa terganggu, sekali pun berada di rumah sakit dengan keadaan yang kurang nyaman. Mau kemana Ibu, kenapa beliau begitu terburu-buru? kulihat juga wajahnya begitu sendu seolah menyimpan sesuatu dariku saat ini.Ah ingin rasanya aku mengejarnya keluar, tapi bagaimana caranya kakiku saat ini sulit untuk sekedar ku geser saja. Lalu jika pun aku bisa keluar memakai kursi roda, bagaimana dengan Jingga siapa yang akan menjaganya di sini, sementara aku pergi mengejar Ibuku keluar."Suster bisa bantu saya keluar, saya ingin melihat keadaan calon suami saya suster. Saya mohon bantu saya kali ini saja." Mohon Ku, ketika ada suster datang hendak memeriksa keadaanku saat ini."Tapi, saya harus iz—""Jangan meminta izin pada siapapun, Sus! Saya yang akan bertanggung jawab jika ada apa-apa nanti, saya mohon bantu saya sus."Akhirnya dengan sedikit terpaksa suster

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 100

    "Dek, kamu sudah sadar? bagaimana keadaanmu sekarang?""Bagaimana keadaan Uti juga Mas Zaidan, Bang?" tanpa menjawab pertanyaan kakak ku, aku malah lebih ingin tahu bagaimana keadaan calon suami juga sahabatku Uti.Apakah mereka baik-baik saja sama sepertiku saat ini, atau malah sebaliknya?Bang Zaidan malah diam saja tanpa menjawab pertanyaanku, dia malah saling bertatapan dengan Ibu, seolah mengisyaratkan sesuatu."Bang ...! Kenapa tidak menjawab pertanyaanku, bagaimana keadaan Mas Zaidan juga Uti sekarang, apakah mereka baik-baik saja? jawablah jangan membuatku penasaran, Bang!" Bentakku kesal. "Bu ...! Apakah Ibu tahu bagaimana keadaan mereka sekarang?"Kembali kutanyakan pada Ibu, karena Abangku malah terus saja diam tak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya, untuk menjawab pertanyaanku.Karena mereka tetap saja diam membisu tak juga menjawab pertanyaanku, kupaksakan bangun walaupun kepala terasa berdenyut nyeri, namun saat hendak mengangkat kedua kakiku aku merasakan hal yan

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 99

    Kubuka mata perlahan, mengerjap-ngerjapkan kelopaknya karena silau oleh cahaya yang masuk kedalam iris mataku.Terbangun di hamparan padang rumput berwarna hijau, terasa teduh walaupun sinar mentari menyinari bumi.Kumpulan bunga liar kulihat begitu indah dengan warna-warni yang rupawan, membuat siapa pun betah berlama-lama menatapnya.Kutolehkan kepala kekiri dan kanan mencari siapa saja yang berada didekat sana, namun nihil tak kutemukan seorang pun dipadang rumput itu selain diriku sendiri.Beranjak bangun lalu melangkah pergi mencari, barang kali ada satu manusia yang bisa kutemui. Setelah berjalan beberapa waktu, akhirnya kulihat siluet orang yang tidak begitu asing dipenglihatanku, ya itu Mas zaidan calon suamiku. Namun mau kemana dia? berjalan maju tanpa menoleh sedikit pun padaku."Mas ... Mas Zaidan ...! Tunggu Dina, Mas!" Teriakku penuh harap.Akhirnya Mas Zaidan menoleh juga, wajahnya terlihat teduh seulas senyum hangat ia berikan padaku. Namun tak sepatah kata pun keluar d

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 98

    Tiga Hari Jingga di rawat di rumah sakit, setelah memastikan tubuhnya benar-benar sehat akhirnya kami bisa membawanya pulang, Alhamdulillah dibalik ujian itu ada hikmah yang terselip begitu indah. Perlakuan Bang Gagas pada anakku itu kembali hangat. Terlihat sekali rasa sayangnya bertambah berkali-kali lipat, tak terpikir lagi dikepalanya untuk menyerahkan Jingga kepanti asuhan, atau pikiran buruk lainnya apapun itu dan itu teramat sangat ku syukuri.Segala doa dan harapanku telah Allah kabulkan, betapa besar kasih sayang-Mu pada umat mu ini ya Rabb. Karena Allah yang maha membolak-balikkan hati manusia, maka mudah baginya untuk melakukan hal itu jika memang Allah berkehendak.Kini setiap pagi sebelum ke kantor Bang Gagas selalu menyempatkan diri bermain dulu dengan Jingga walau sebentar saja. Pulang dari kantor pun tak pernah telat, katanya dia selalu rindu dengan anak gadisnya ini, MasyaAllah sungguh kuasa Allah begitu besar.Tok ...Tok ...Tok ..."Assalamualaikum."Hari minggu

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 97

    "Ayok jalan lagi! Kalau enggak, jawab pertanyaanku yang tadi siapa sebetulnya yang sakit, Dek? Kamu ataukah salah satu keluargamu?""Itu bukan ur—""Yas, sedang apa kamu dengan wanita itu ...?"Aku menatap sekilas ke arah suara yang rasanya tidak begitu asing, suara wanita paruh baya yang tadi membuat energiku terkuras, karena harus menahan emosi tingkat dewa menanggapi sikap absurdnya padaku."Ibu ... kenalkan ini Dina, Bu. Adik partner kerja, Yas di kantor."'Ibu ...? Jadi wanita setengah baya, yang bermulut pedas itu Ibunya Mas Yaseer, pantas saja anaknya tengil gak karuan ternyata ibunya saja memiliki tingkah yang tak kalah ajaib, dari putranya.' pikirku kesal.Ingin sebetulnya segera lari dari tempat itu, menghindari manusia-manusia yang hanya akan merusak moodku seharian. Ibu yang bermulut pedas juga julidh, lalu anak laki-lakinya yang tengil, slengean gak jelas. Sudah pasti hariku akan terus runyam, jika terus bersinggungan dengan manusia-manusia ajaib macam mereka ini."Jadi d

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 96

    "Apa kamu tidak melihat jalan pakai mata? kamu pikir jalanan ini punya nenek moyangmu, sampai seenaknya saja berjalan tidak memperhatikan jalanan didepanmu!" Bentaknya keras, menatap nyalang sambil menunjuk-nunjuk kearah wajahku."Maafkan say—""Ah awas minggir! Dasar wanita tidak berguna, tidak punya atittude baik. Pasti kamu sengaja menabrak ku untuk mengalihkan perhatianku, kan? kamu ini berniat mencuri dariku ya, heh?"Astagfirullah ... betapa terkejutnya aku mendengar bentakan wanita setengah baya yang kutabrak barusan, padahal aku sudah meminta maaf padanya, sudah berniat mau membantunya untuk kembali berdiri. Tapi tuduhannya padaku tidak main-main, bagaimana mungkin dia bilang aku tidak punya attitude jika dirinya saja berlaku seperti itu, lagipula jika aku berniat mencuri untuk apa aku berniat membantunya berdiri, kenapa tidak kuambil saja barangnya, lalu pergi kabur begitu saja dengan barang yang kucuri darinya. Benar-benar ibu-ibu yang sangat ajaib memang, perangainya sung

  • Kasur Lapuk Untuk Ibu   Bab 95

    "Din, aku akan menceraikan Aisyah setelah pengobatannya selesai, tolong tunggu aku sebentar lagi Din, ku mohon!""Apa maksudmu, Mas ...?"Tanya Aisyah menatap kearah kami, dua orang yang kini berada di depannya. Aku yang tidak mau kembali mendapatkan kesalahpahaman dari Aisyah, secepatnya menghampiri sahabatku kemudian mengusap bahunya lembut."Selesaikanlah masalah kalian, maaf aku tidak ingin ikut campur dan kembali terseret di dalamnya, Aish!"Tanpa menunggu jawaban Aisyah, aku segera kembali ke ruang tamu meninggalkan pasangan suami istri itu agar menyelesaikan berdua masalah mereka, aku tidak ingin lagi jika harus sampai terseret kedalam masalah besar diantara keduanya. "Kemana, Nak Aisyah sama suaminya, Nduk? apakah mereka sudah pulang?""Belum, Bu. Mereka ada di taman belakang." Jawabku sambil tetap menimang Jingga yang masih saja terdengar rewel."Jingga kenapa to, Nduk? nenek dengarkan dari tadi kok kamu tuh rewel terus, Nduk." Ucap ibuku terdengar khawatir.Ibu menghampiri

DMCA.com Protection Status