Aku benar-benar mewujudkan rencanaku untuk liburan keluarga di villa kami yang baru. Sekolah Aldrin pun sedang libur jadi kami memang menikmati waktu untuk kumpul bersama. Villa baru kami bukan di pantai tapi daerah pegunungan, vila ini dibeli setahun yang lalu tapi aku baru punya kesempatan untuk menggunakannya berlibur.Dari sini aku tetap memantau sampai mana Darwis melakukan tugas-tugasnya. Rencana ini harus berhasil agar aku bisa menjauhkan Ariel dari Sandrina tanpa harus mengatakan kebenarannya. Rahasia masa lalu ini akan menyakiti Sandrina dan aku tidak mau itu terjadi. Walaupun ketika kecil dulu aku membuatnya jauh dariku aku tidak ingin dia tahu jika ayah kandungnya adalah seorang bejat yang kini tertarik padanya.“Mom, apa kita akan jalan-jalan ke kebun teh ? kata dad, dad punya kejutan untukku dan Al.” Sandrina tiba-tiba ada di belakangku dan memelukku hangat. Perlahan aku melepas lengannya yang melingkar di pinggangku.“Daddy mana ? Mom juga penasaran apa yang akan dad ber
Derap kuda mereka tidak terdengar lagi, aku menatap dengan cemas dari kejauhan. Al memeluk lenganku dengan erat, pasti dia juga mencemaskan kakak dan ayahnya. Aku mengambil ponsel di sakuku ingin menelpon pengurus villa tapi justru panggilan dari Sandrina yang terlihat.“Ada apa,San?” tanyaku dengan cemas. Terdengar nafas memburu Sandrina di ujung sana.“Mom, tolong telpon ambulans dad terjatuh dan terluka, dad tidak sadarkan diri,Mom!” seru Sandrina panik, lututku terasa lemas dan Al mencoba menahanku.“Bu, ada apa?” tanya Al yang melihatku gemetar dan memucat. Aku belum menjawabnya, aku hanya mencoba mencari kontak siapapun juga yang bisa menelpon ambulans untuk suamiku. Aku hanya bisa mengingat pengurus vila ini dan menelponnya segera setelah Sandrina memutus telponnya.“Pak Ardi tolong telponkan saya ambulans suami saya terjatuh dan terluka, saat ini bapak tidak sadarkan diri, tolong secepatnya,pak!” aku merasakan Al melingkarkan lengannya di pinggangku. Wajahnya juga terlihat ce
Darwis tengah menjalankan rencananya malam ini dengan menjebak Ben alias Ariel di sebuah hotel dengan kedok pesta kecil para model. Lima model bayaran menggelar pesta dan mengundang berbagai orang yang biasa clubbing di tempat Ben. Salah seorang di antaranya adalah seorang ‘Lady Escort’ yang akan menjebak Ben di tempat tidur.Aku menerima laporan Darwis yang mengatakan jika Ben sudah dalam pengaruh minuman dan obat, kamera pun sudah siap dipasang di dalam kamar gadis itu. Aku tersenyum licik, aku tengah berdiri bersama iblis, menggunakan cara yang sama seperti dulu Ariel menghancurkanku di sebuah tempat tidur. Tidak … Aku tidak melakukan ini semata ingin menghancurkan Ariel tapi hanya ingin menyelamatkan putriku Sandrina.Aku tidak bisa mengatakan kebenaran dari rahasia itu, aku tidak ingin jika Sandrina tahu jika dia adalah anak dari hasil perkosaan. Tidak ada jalan lain bagiku untuk menjauhkannya dari Ariel dengan cara yang licik juga. ‘Ku raih tangan mas Andy, air mataku jatuh, aku
Aku memandang jauh keluar jendela, melihat hiruk pikuk jalanan yang terlihat mengecil dari atas sini. Berkali-kali aku menghela nafas yang terasa sesak, dalam hati kecilku aku merasa seperti ibu-ibu jahat di sinetron yang sanggup berbuat apa saja untuk menjatuhkan musuhnya. Namun, aku punya alasan yang kuat, aku hanya seorang ibu yang ingin melindungi anaknya dengan cara apapun.Ini hari ketujuh aku menemani mas Andy di sini dan sepertinya aku harus pulang, ada beberapa proyek besar yang aku harus tangani langsung. Walaupun berat hati aku meninggalkan mas Andy dengan pengawasan dokter serta perawatan suster yang sudah aku bayar lebih untuk memberikan pelayanan yang terbaik.‘Flora sudah menemui nona Sandrina semalam, nona Sandrina juga sudah melihat foto-foto itu. Apa lagi selanjutnya?’ pesan Darwis masuk ke ponselku.‘Kita tunggu perkembangannya, aku akan pulang hari ini.’ ketikku cepat.Kakiku melangkah mendekati mas Andy yang masih terbaring koma, ku belai wajahnya dan ku kecup m
Aku merangkul Sandrina keluar dari ruang meeting dan bisa merasakan kepedihan hatinya yang sedang patah hati. “Pengkhianatan” Ben rupanya mampu membuat Sandrina menjauhi laki-laki itu, aku senang hasil rekayasa Darwis ini berjalan sesuai dengan rencana. Namun, aku tidak bisa berhenti begitu saja, firasatku mengatakan jika Ben tidak akan tinggal diam dan aku harus bisa membujuk segera agar Sandrina mau bertunangan dengan Rico secepatnya.“Mom, San ke mari buat kasih laporan hotel kita aka nada kerja sama dengan sebuah event skala daerah tentang promo kegiatan suatu komunitas dengan pemda terkait pariwisata. Acara mereka akan berlangsung di hotel kita selama sepekan.” Sandrina menyodorkanku sebuah map dengan beberapa lembar kertas beirisi proposal dan rincian kegiatan. Aku hanya membacanya sekilas saja dan menutupnya kembali.“Mom percayakan ini kepadamu, kau yang menentukan semua keputusannya dan Mom hanya ingin melihat hotel kita ikut berhasil menyelenggarakan kegiatan itu. Ingat semu
Aku mendengar penjelasan dokter mengenai kondisi mas Andy dengan seksama lewat telpon. Belum ada perubahan yang berarti bagi kondisinya, aku merasa tekanan di pundakku semakin berat tanpa kehadiran mas Andy di sisiku. Ingin rasanya menyerah dan melepaskan semua tapi urung ku lakukan karena ibu Adriana pasti tidak menginginkan aku menyerah sekarang.Sambungan internasional itu sudah selesai, aku hanya bisa menghela nafas dan menunggu keajaiban terjadi pada suamiku. Aku hanya bisa menunggu waktu dimana mas Andy akan bangun dan pulih seperti sedia kala. Tak bisa ku pungkiri jika hati kecilku ini merindukannya, sangat merindukannya.Ketukan di pintu kantorku mengembalikan kesadaranku, aku menyeru masuk dan menunggu siapa yang ingin menemuiku.“Hey, Rico apa ada hal yang penting sampai kau datang ke sini?” aku tersenyum lebar pada anak muda di depanku ini, yaah aku masih berharap jika Sandrina mau mengubah pendiriannya untuk menerima Rico sebagai pendamping hidupnya.“Saya butuh tanda tang
Aku tersentak kaget mendengar putriku mengatakan hal yang tidak sopan di telingaku. Wajahku mengeras dan segera mendekatinya, aku menyentak lengannya untuk memintanya berdiri dengan paksa. Aroma alkohol dari badannya menyeruak hingga menusuk perutku.“Apa kamu bilang? Apa yang kamu barusan bilang hah?!” desisku tertahan, jemariku gemetar memegangi lengannya. Dari sudut sana Budi tengah bersiap dengan segala kemungkinan yang terjadi.“Mom gak dengar San bilang apa tadi? San bilang perbuatan Mom yang memfitnah Ben itu sangat menjijikan!”Plaaak ….!Tanpa sadar kuayunkan telapak tanganku dengan keras lalu melepas lengan Sandrina hingga terhempas di sofa. Anak itu sama sekali tidak tampak terkejut, atau kesakitan, dia mungkin sudah tahu dan bersiap dengan konsekuensi kata-katanya.“Ikut aku pulang sekarang!” tekanku pada Sandrina yang terlihat mengusap pipinya serta merapikan rambutnya, matanya memerah dengan sorot amarah bercampur kecewa.“Tidak, Sandrina tidak mau pulang! San tidak perc
Aku mengedarkan pandanganku, kepalaku masih berat dan pusing. Entah siapa yang mengangkatku sehingga aku sudah berada di tempat tidurku. Ingatanku samar-samar mulai kembali, villa itu, Sandrina yang aku siram air dan … ooh Tuhan … apakah aku sudah mengatakannya? Apa aku sudah sempat mengatakan siapa ayah kandungnya pada Sandrina?Perlahan aku bangun dan tampak Rico masuk membawakan aku segelas air putih dan beberapa butir suplemen vitamin.“Tante sudah bangun rupanya, apa Tante ingin ke rumah sakit memeriksakan diri?” tanyanya sambil menyodorkan air minum. Aku mengambilnya dan meneguknya beberapa kali.“Tidak perlu, Co. Oh ya, kenapa bisa kamu ada di sini dan siapa yang membawa Tante ke kamar?” aku meletakkan gelas itu, sejuknya air putih yang ku minum memberiku sedikit rasa segar.“Budi mengabari Rico ketika Tante sudah menemukan Sandrina dan membawanya pulang jadi Rico kemari untuk melihat keadaannya. Pas Rico tiba Tante sudah pingsan di lantai, kasihan Nenek sampai panik.”Aku meng
Aku berjalan beriringan bersama Sandrina, jemari kami saling tertaut dengan erat dan sesekali saling melemparkan tawa kecil ketika Sandrina berceletuk lelucon yang lucu. Jemariku semakin erat bertaut ketika kami sudah ada di ambang pintu kamar perawatan mas Andy. Sejenak kami saling memandang, aku tersenyum padanya dan mengelus kepalanya penuh kasih sayang.“Ayo kita jenguk ayahmu, semoga setelah ada dirimu di sini, Ayah akan sadar dan terbangun untuk kita.”Sandrina mengangguk mendengar ucapanku, lalu aku mendorong pintunya.Di sisi tempat tidur tampak ibuku yang tengah membaca buku, wajahnya mendongak dan berubah menjadi semringah setelah melihat kedatangan kami.“San Sayang …!” serunya dengan suara tertahan, ditutupnya segera buku itu dan bergegas menghampiri cucunya.“Kalian tidak mengabari ibu jika kalian akan datang, kalian tahu jika dokter tidak membolehkan ibu menggunakan ponsel pintar, mereka hanya membolehkan ibu memakai ponsel biasa yang katanya radiasinya lebih aman. Ibu s
Darwis melirikku sesaat dari kaca spion depan, tersirat kecemasan dalam tatapannya kepadaku dan Budi. Lalu aku menoleh pada Budi yang sedang memejamkan matanya, aku merasakan jika anak muda ini tengah meredam semua gejolak dalam hatinya. Perlahan aku meraih tangannya dan melihat buku-buku jemarinya yang memerah dan masih terdapat bercak darah.“Budi, Ariel … dia melompat dari atas balkon, dia mengakhiri nyawanya.” Aku menunggu respon Budi sesaat.“Dia sudah membayar nyawa mamaku dengan lunas ….” gumam Budi yang terdengar pelan di telingaku. Terlihat duka di wajahnya meskipun dari awal berkali-kali dia mengharapkan bisa melenyapkan Ariel dengan tangannya sendiri.“Apa kau baik-baik saja?” tanyaku lagi untuk memastikan, aku tak pernah melihat ekspresi Budi yang sekacau itu.“Aku baik-baik saja, Nyonya. Kurasa kita harus mengkhawatirkan Nona Sandrina.”Aku menghela napas, masih terngiang di telingaku saat Ariel meneriakkan ibu macam apa aku ini, yaah aku mungkin ibu terburuk di dunia. Ak
“Dari awal aku memang telah meragukanmu! Dan memang kau ingin mengacaukan semuanya di saat seperti ini, begitu besarnya dendammu padaku, Airin, hingga kau menghalangiku bersama gadis yang aku cintai!” Cengkraman tangan Ariel semakin kuat dan membuatku semakin tidak bisa bernapas. Dengan sisa-sisa kekuatan yang aku punya, jemariku berusaha menjangkau vas bunga di dekatku dan…Praaak…!Bunyi hantaman vas bunga di kepala Ariel terdengar seiring dengan erangan rasa sakit di kepalanya.“Hanya binatang yang sanggup mengawini keturunannya sendiri dan aku tidak akan membiarkan dirimu menikahi putri kandungmu, Ariel!” bentakku yang hampir menjerit. Aku bergegas mengambil berkas hasil tes DNA Sandrina dan Budi dan melemparkan ke arah wajahnya.“Vasektomi yang kau lakukan itu gagal, kau bukan hanya telah menghamili aku tapi juga seorang perempuan bernama Marcella!”Ariel memegangi kepalanya yang mengucurkan darah, wajah Ariel semakin pucat ketika aku menyebut nama Marcella. Jemarinya gemetar me
Aku meminta Darwis untuk menjemputku di salon, penampilanku hari ini tampil dengan sempurna untuk menghadiri pesta paling kunantikan selama ini. Kejatuhan Ariel! Betapa aku menunggu wajah pucat laki-laki itu ketika dia mengetahui jika bukan hanya Sandrina yang diingkarinya tetapi juga ada seorang anak laki-laki yang sedang menabur dendam padanya.“Anda sudah siap, Nyonya?” tanya Darwis memastikan kondisiku. Jemariku gemetar dan jelas terlihat oleh Darwis. Sesaat dia meraih jemariku dan menggenggamnya erat, mata elangnya menatap ke arahku. Baru kali ini Darwis melakukan kontak fisik denganku yang membuatku sedikit terkejut.“Tarik napas Anda dan bersikaplah lebih rileks, Anda akan baik-baik saja dan aman bersama kami, Nyonya.” Laki-laki itu berusaha menenangkanku dan seakan sedang mentransfer tenaganya aku merasakan kecemasanku berkurang. Aku mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Kemudian Darwis mempersilakan aku untuk naik dengan mobil mempelai perempuan menuju hotel di mana Arie
Aku kembali memastikan jika semua sudah siap, bukan… bukan pesta pernikahan ini, tetapi sesuatu yang lebih “meriah” dari pesta yang luar biasa ini. Malam kemarin aku sudah bertemu dengan Budi dan menanyakan kebenarannya secara langsung. Pemuda yang terlihat kuat, garang dan dingin itu menangis bersimpuh mengingat penderitaan ibunya yang diusir dari rumah orang tuanya karena hamil di luar nikah. Masih sedikit beruntung karena ibunya ditampung oleh pemilik panti sehingga perempuan itu bisa melahirkan dan sempat merawat Budi kecil hingga beberapa tahun.“Waktu itu umurku tujuh tahun, penyakit mama semakin parah, sehingga mama memutuskan untuk membawaku kepada laki-laki itu, menerimaku sebagai putranya. Tapi dia menyangkalnya dan mengatakan jika ibuku adalah seorang jal*ng.” Budi menghela napas, matanya mulai basah, kenangan itu begitu buruk dalam hatinya.“Setelah dia menghina mamaku habis-habisan dengan pongahnya dia mendorong kami ke tepi jalan. Ketika itu malam hujan deras dan mama se
Persiapan pernikahan Sandrina sudah nyaris rampung, aku datang untuk melihatnya meski hanya dari atas balkon hotel ini. Para kru WO hotel bekerja dengan keras dan penuh semangat untuk mewujudkan pernikahan “impian” ini. Walaupun, aku tahu akan berakhir seperti apa nanti pesta yang disebut-sebut sebagai wedding of the year. Aku juga tahu saat ini Rico dan pak Rudy sedang berusaha keras meredam para wartawan yang sudah mencium berita besar ini.Aku sendiri pun merinding jika membayangkan rencana yang akan kulakukan nanti. Semua perhatian sedang tertuju pada pernikahan akbar ini dan aku ibu dari calon mempelai wanita yang akan merusaknya.“Maaf, Bu, ada telepon dari pak Rico, Ibu diminta ke kantor pusat sekarang karena ada meeting penting.” Suara dari Vera sekretaris Sandrina memecah lamunanku.“Ouh … baiklah, tolong siapkan mobilnya,” pintaku pada gadis muda itu. Aku kembali menyapu seluruh ruangan melihat dekorasi yang indah dengan dominasi warna putih dan putih tulang. Indah … indah
“Ibu tolong tunggu Airin di sana yaa, beberapa hari lagi Airin akan menyusul. Pastikan saja para perawat di sana dan para dokter memberikan pelayanan yang terbaik untuk mas Andy.” Aku membantu ibu berkemas untuk keberangkatannya menuju Singapore. Aku tidak membiarkannya untuk bertemu dengan Sandrina agar anak itu tidak bercerita apapun pada neneknya.“Tapi kok mendadak begini sih, Rin? Ibu jadi gak leluasa siap-siapnya.” Ibu mengansurkanku sehelai sweater yang biasa dipakai beliau ketika di London dulu.“Maaf, Bu. Sebenarnya Airin sudah dikasih tahu supaya salah satu dari anggota keluarga kita harus berada di sana tetapi Airin yang salah kasih jadwal ke bawahan Airin jadi ada beberapa jadwal Airin yang bentrok. Dalam waktu dekat Aldrin juga akan liburan dan dia juga mau menjenguk ayahnya.” Aku melirik sekilas ibu yang tampaknya mencoba menerima penjelasanku.Dalam waktu satu jam semua siap, aku dan Budi yang mengantarkan ibu langsung ke bandara. Di sana ibu akan dijemput bawahanku da
Darwis datang menghadap kepadaku dengan surat hasil tes DNA itu dan benar, Sandrina memang putri dari Ariel. Aku tersenyum puas melihat ini tetapi aku tidak akan menggunakannya langsung. Aku punya rencana untuk sebuah pesta perayaan. Sebuah pesta yang begitu ditunggu oleh Ariel.“Darwis, kita akan jalankan rencana B, biarkan semua berjalan seperti yang dikehendakinya, tetapi di malam sebelumnya, amankan Sandrina.”“Apa Anda yakin dengan ini? Apa Nona Sandrina akan baik-baik saja?”“Dia butuh suatu pelajaran penting, setelah kamu mendapatkannya bawa dia ke tempat ayahnya di Singapore dan aku akan menyusul.” Aku menjelaskan secara detail rencanaku kepada Darwis meskipun laki-laki itu beberapa kali terlihat mengernyitkan dahinya.“Nyonya, rencana Anda terdengar menyeramkan, terlebih Anda sedang mempertaruhkan putri Anda sendiri.” Darwis terdengar ragu, iya pastinya, siapapun yang mendengar ini pasti akan mengatakan aku gila. Aku seorang ibu yang nekat akan menikahkan putrinya dengan ayah
Aku harus memastikan jika penjagaan Sandrina di rumah benar-benar diperketat sehingga aku kembali sebelum jam makan malam dan berpikir kembali tentang tes DNA itu. Bagaimanapun caranya Ariel dan Sandrina harus menjalani tes itu agar Ariel bisa percaya jika San adalah putrinya.Kutelusuri satu demi satu laman internet penjelasan tentang vasektomi yang gagal. Kemungkinan gagalnya kontrasepsi itu sebesar tiga puluh persen di awal-awal bulan pemakainya. Mendadak aku merasa sangat sial dengan kemungkinan tiga puluh persen itu. Hanya sekali saja Ariel menyentuhku aku langsung mengandung Sandrina. Mungkin memang keputusan yang tepat untuk menikah dengan mendiang pak Sanjaya ketika itu sehingga Sandrina mendapat kehidupan yang sangat layak.“Mom! Apa-apaan di luar sana itu? Kenapa San gak bisa keluar? Sandrina ada janji dengan teman San malam ini, San harus pergi.” Sandrina berdiri tak jauh dariku dengan wajah cemberut.“Mom hanya melakukan yang terbaik buatmu, San. Untuk sementara waktu kamu