Darwis tengah menjalankan rencananya malam ini dengan menjebak Ben alias Ariel di sebuah hotel dengan kedok pesta kecil para model. Lima model bayaran menggelar pesta dan mengundang berbagai orang yang biasa clubbing di tempat Ben. Salah seorang di antaranya adalah seorang ‘Lady Escort’ yang akan menjebak Ben di tempat tidur.Aku menerima laporan Darwis yang mengatakan jika Ben sudah dalam pengaruh minuman dan obat, kamera pun sudah siap dipasang di dalam kamar gadis itu. Aku tersenyum licik, aku tengah berdiri bersama iblis, menggunakan cara yang sama seperti dulu Ariel menghancurkanku di sebuah tempat tidur. Tidak … Aku tidak melakukan ini semata ingin menghancurkan Ariel tapi hanya ingin menyelamatkan putriku Sandrina.Aku tidak bisa mengatakan kebenaran dari rahasia itu, aku tidak ingin jika Sandrina tahu jika dia adalah anak dari hasil perkosaan. Tidak ada jalan lain bagiku untuk menjauhkannya dari Ariel dengan cara yang licik juga. ‘Ku raih tangan mas Andy, air mataku jatuh, aku
Aku memandang jauh keluar jendela, melihat hiruk pikuk jalanan yang terlihat mengecil dari atas sini. Berkali-kali aku menghela nafas yang terasa sesak, dalam hati kecilku aku merasa seperti ibu-ibu jahat di sinetron yang sanggup berbuat apa saja untuk menjatuhkan musuhnya. Namun, aku punya alasan yang kuat, aku hanya seorang ibu yang ingin melindungi anaknya dengan cara apapun.Ini hari ketujuh aku menemani mas Andy di sini dan sepertinya aku harus pulang, ada beberapa proyek besar yang aku harus tangani langsung. Walaupun berat hati aku meninggalkan mas Andy dengan pengawasan dokter serta perawatan suster yang sudah aku bayar lebih untuk memberikan pelayanan yang terbaik.‘Flora sudah menemui nona Sandrina semalam, nona Sandrina juga sudah melihat foto-foto itu. Apa lagi selanjutnya?’ pesan Darwis masuk ke ponselku.‘Kita tunggu perkembangannya, aku akan pulang hari ini.’ ketikku cepat.Kakiku melangkah mendekati mas Andy yang masih terbaring koma, ku belai wajahnya dan ku kecup m
Aku merangkul Sandrina keluar dari ruang meeting dan bisa merasakan kepedihan hatinya yang sedang patah hati. “Pengkhianatan” Ben rupanya mampu membuat Sandrina menjauhi laki-laki itu, aku senang hasil rekayasa Darwis ini berjalan sesuai dengan rencana. Namun, aku tidak bisa berhenti begitu saja, firasatku mengatakan jika Ben tidak akan tinggal diam dan aku harus bisa membujuk segera agar Sandrina mau bertunangan dengan Rico secepatnya.“Mom, San ke mari buat kasih laporan hotel kita aka nada kerja sama dengan sebuah event skala daerah tentang promo kegiatan suatu komunitas dengan pemda terkait pariwisata. Acara mereka akan berlangsung di hotel kita selama sepekan.” Sandrina menyodorkanku sebuah map dengan beberapa lembar kertas beirisi proposal dan rincian kegiatan. Aku hanya membacanya sekilas saja dan menutupnya kembali.“Mom percayakan ini kepadamu, kau yang menentukan semua keputusannya dan Mom hanya ingin melihat hotel kita ikut berhasil menyelenggarakan kegiatan itu. Ingat semu
Aku mendengar penjelasan dokter mengenai kondisi mas Andy dengan seksama lewat telpon. Belum ada perubahan yang berarti bagi kondisinya, aku merasa tekanan di pundakku semakin berat tanpa kehadiran mas Andy di sisiku. Ingin rasanya menyerah dan melepaskan semua tapi urung ku lakukan karena ibu Adriana pasti tidak menginginkan aku menyerah sekarang.Sambungan internasional itu sudah selesai, aku hanya bisa menghela nafas dan menunggu keajaiban terjadi pada suamiku. Aku hanya bisa menunggu waktu dimana mas Andy akan bangun dan pulih seperti sedia kala. Tak bisa ku pungkiri jika hati kecilku ini merindukannya, sangat merindukannya.Ketukan di pintu kantorku mengembalikan kesadaranku, aku menyeru masuk dan menunggu siapa yang ingin menemuiku.“Hey, Rico apa ada hal yang penting sampai kau datang ke sini?” aku tersenyum lebar pada anak muda di depanku ini, yaah aku masih berharap jika Sandrina mau mengubah pendiriannya untuk menerima Rico sebagai pendamping hidupnya.“Saya butuh tanda tang
Aku tersentak kaget mendengar putriku mengatakan hal yang tidak sopan di telingaku. Wajahku mengeras dan segera mendekatinya, aku menyentak lengannya untuk memintanya berdiri dengan paksa. Aroma alkohol dari badannya menyeruak hingga menusuk perutku.“Apa kamu bilang? Apa yang kamu barusan bilang hah?!” desisku tertahan, jemariku gemetar memegangi lengannya. Dari sudut sana Budi tengah bersiap dengan segala kemungkinan yang terjadi.“Mom gak dengar San bilang apa tadi? San bilang perbuatan Mom yang memfitnah Ben itu sangat menjijikan!”Plaaak ….!Tanpa sadar kuayunkan telapak tanganku dengan keras lalu melepas lengan Sandrina hingga terhempas di sofa. Anak itu sama sekali tidak tampak terkejut, atau kesakitan, dia mungkin sudah tahu dan bersiap dengan konsekuensi kata-katanya.“Ikut aku pulang sekarang!” tekanku pada Sandrina yang terlihat mengusap pipinya serta merapikan rambutnya, matanya memerah dengan sorot amarah bercampur kecewa.“Tidak, Sandrina tidak mau pulang! San tidak perc
Aku mengedarkan pandanganku, kepalaku masih berat dan pusing. Entah siapa yang mengangkatku sehingga aku sudah berada di tempat tidurku. Ingatanku samar-samar mulai kembali, villa itu, Sandrina yang aku siram air dan … ooh Tuhan … apakah aku sudah mengatakannya? Apa aku sudah sempat mengatakan siapa ayah kandungnya pada Sandrina?Perlahan aku bangun dan tampak Rico masuk membawakan aku segelas air putih dan beberapa butir suplemen vitamin.“Tante sudah bangun rupanya, apa Tante ingin ke rumah sakit memeriksakan diri?” tanyanya sambil menyodorkan air minum. Aku mengambilnya dan meneguknya beberapa kali.“Tidak perlu, Co. Oh ya, kenapa bisa kamu ada di sini dan siapa yang membawa Tante ke kamar?” aku meletakkan gelas itu, sejuknya air putih yang ku minum memberiku sedikit rasa segar.“Budi mengabari Rico ketika Tante sudah menemukan Sandrina dan membawanya pulang jadi Rico kemari untuk melihat keadaannya. Pas Rico tiba Tante sudah pingsan di lantai, kasihan Nenek sampai panik.”Aku meng
Ponselku pun berdering, Ariel menelponku tanpa menunda waktu lagi. Aku mendengkus, dadaku sesak untuk menjawab panggilan ini.“Kenapa? Kau tidak percaya dengan apa yang kau ketahui barusan hingga kau sekejap ini menelponku?!” aku meninggikan suaraku, Budi melirikku dari kaca spion sesaat.“Yaa, kau perempuan yang punya segudang rencana dan bisa saja kau menipuku dengan berbagai alasan!” jawab Ariel tak kalah sengit.“Baik kita sebaiknya bertemu dan bicarakan hal ini, datang lah ke hotelku, aku menunggumu, Tuan Ariel!”Dengan gemas ku matikan ponselku, kepalaku berdenyut, aku harus mencoba menenangkan diri jika tidak aku akan kolaps lagi.“Budi, segera menuju hotel, aku ada janji penting!” seruku pada sopir muda itu.“Baik, Nyonya.” Budi menginjak pedal gas lebih dalam dan melajukan mobil ini lebih cepat. Aku harus punya kesiapan diri untuk menemui laki-laki itu.Semua rapat dan janji hari ini aku batalkan, semua data pribadi putriku telah kukumpulkan termasuk data pak Sanjaya yang seb
Aku harus memastikan jika penjagaan Sandrina di rumah benar-benar diperketat sehingga aku kembali sebelum jam makan malam dan berpikir kembali tentang tes DNA itu. Bagaimanapun caranya Ariel dan Sandrina harus menjalani tes itu agar Ariel bisa percaya jika San adalah putrinya.Kutelusuri satu demi satu laman internet penjelasan tentang vasektomi yang gagal. Kemungkinan gagalnya kontrasepsi itu sebesar tiga puluh persen di awal-awal bulan pemakainya. Mendadak aku merasa sangat sial dengan kemungkinan tiga puluh persen itu. Hanya sekali saja Ariel menyentuhku aku langsung mengandung Sandrina. Mungkin memang keputusan yang tepat untuk menikah dengan mendiang pak Sanjaya ketika itu sehingga Sandrina mendapat kehidupan yang sangat layak.“Mom! Apa-apaan di luar sana itu? Kenapa San gak bisa keluar? Sandrina ada janji dengan teman San malam ini, San harus pergi.” Sandrina berdiri tak jauh dariku dengan wajah cemberut.“Mom hanya melakukan yang terbaik buatmu, San. Untuk sementara waktu kamu