Terdengar keriuhan dari petugas mengerumuni Mas Yadi, dia dibopong dan di bawah ke mobil khusus pasir .Di saat bersamaan para hakim yang memberi keputusan tadi keluar juga dan langsung menyaksikan drama pemindahan Mas Yadi ke rumah sakit. Setelahnya, mereka terlihat saling berbisik dan berembuk."Nyonya Sakinah, anda ingin langsung pulang atau mau ikut ambulance ke rumah sakit. tanya salah seorang hakim."Tidak usah, saya ada urusan, Pak.""Sepertinya Anda memang sudah menjaga jarak ya, Bu?""Sebisanya ingin begitu," jawabkku."Tapi ini, bagaimana jika.kami perlu ibu untuk ikut dengan kami, karena ibu adalah keluarganya, dan jika membutuhkan operasi, kami pasti minta tanda tangan ibu." Tiba tiba petugas medis menimpali percakapan kami."Kalo begitu silakan jalan duluan, saya akan ikut dengan mobil saya..Mobil itu pun bergegas meninggalkan markas militer dan langsung kuikuti dari belakang.Setelah sampai di rumah sakit, Mas yadi diturunkan lalu dibawa ke ke unit gawat darurat unt
Pagiku sudah begitu sempurna dengan mentari yang bersinar cerah dan senyum ceria anak-anak. Kami menikmati hidangan sarapan sambil berbagi cerita hingga Mas Yadi bergabung di meja kami.Anak-anak menyapa ayahnya, melabuhkan pelukan dan kecupan manja di pipi lalu berpamitan pergi. Tinggallah aku dan dia di meja dala kebisuan."Lakukan saja apa yang menurutmu benar tentang kedua anak ini," ujarnya."Memangnya apa yang menurutmu benar, sebagai ayah tirinya kau akan mengantar mereka ke dinas sosial atau panti asuhan?""Sepertinya itu akan merusak citraku di mata Kartika," ujarnya sambil mengesap kopinya."Jangan merusak pagiku dengan menyebut nama gundikmu, aku bisa geram," gumamku."Lakukan apa yang melegakan hatimu kalo begitu, Sakinah, aku akan menurut.""Aku yakin kau pasti punya modus dengan ini, lagipula siapa yang peduli bagaimana penilaian Kartika padamu," desisku sambil menyuapkan makanan ke mulut."Aku hanya ingin kau bahagia," jawabnya.Aku tertawa kecil mendengarnya. Apa? Ingi
Kutunggu Heri dan kekasih gelapnya menuntaskan kegiatan mereka dan meninggalkan tempat ini sambil menikmati pemandangan malam dari kaca gedung kamar yang kupesan.Sengaja kubiarkan pintu terbuka agar bisa melihat keadaan.Tepat satu jam berikutnya, pintu itu terbuka dan si wanita terlihat keluar, tak lama diikuti oleh pria itu yang mengantarnya ke pintu. Mereka berpelukan dan dan saling memberi ciuman perpisahan.Kujepret momen langka yang mungkin akan membuat istri dan orang tua Letnan Heri mendadak mati berdiri. Berselang dua menit wanita itu beranjak meninggalkan tempat itu."Wah, kebetulan sekali," gumamku yang sukses membuat dia membalikkan badan dan terkejut "Apa yang kamu lakukan di sini? Kamu menguntitku?""Buat, Apa? Aku sedang ada acara, dan kebetukan melihatmu datang.""Jangan coba-coba mengangguku," ancamnya sambil melotot."Sebaiknya kita masuk dan membicarakan hal ini, tak baik di lihat orang di koridor," ujarku sambil melenggang santai, masuk ke dalam kamarnya, dan
keesokan hari setelah memastikan semua ritual pagi anak-anak selesai dan mereka berangkat sekolah aku segera mempersiapkan diri untuk pergi ke tempat Kartika.Setelah mengenakan blazer dan mengambil tas aku segera meraih kunci mobil dan bersiap pergi.di saat yang bersamaan masjadi yang tengah membaca buku di ruang tamu nampak heran melihatku terburu-buru."Kamu ma kemana?'"Ada urusan.""Tidak bisakah kamu sehari saja di rumah?""Aku punya banyak urusan yang harus kutangani, sebelum orang lain mendahuluiku," jawabku yang seketika memmbuatnya bungkam."Jangan berusaha terlalu keras, Sakinah, kau akan lelah dan kesulitan," ujarnya."Selama ini aku sudah mengurusi diriku sendiri dan urusan rumah tangga tanpa bantuanmu, aku akan baik-baik saja," jawabku. "Kamu mau kemana?" ulangnya."Maaf aku bisa terlambat, aku pergi dulu," pamitku.*Sesampainya di bangunan besar yang diberi nama lembaga pemasyarakatan Sukajadi kuparkirkan mobil dan langsung masuk ke loby untuk mendaftar jika aku ingin
setelah membuatkan sarapan untuk anak-anak aku segera menuju ke kamar dan membuka laptop milikku untuk memeriksa hal-hal yang belum aku lakukan.Aku kenal seseorang yang menguasai dunia IT dan berprofesi sebagai hacker profesional. Aku berencana untuk mengirimkan email dan meminta bantuannya untuk melacak siapa pemilik ponsel yang kemarin aku dapatkan dari menekan tombol redial di telepon rumah.Beruntungnya dia segera membalas email dan merespon pertanyaanku serta bersedia membantu untuk menemukan kaki tangan dari Mas Yadi.[Itu nomornya berada tak jauh dari rumah dinasmu ] balas kenalanku itu.[Sungguhkah? mohon dicek, siapa ] pintaku.[Mudah-mudahan aku bisa melacak nomor ini terdaftar atas nama siapa, kita berharap saja semoga nama yang didaftarkan adalah nama yang valid dan memiliki alamat lengkap.][Aku akan menunggu kabar baik darimu, terima kasih sebelumnya.][Aku akan mengirimkan email jika sudah ketemu hasilnya, semoga bisa cepat ][Ya, terima kasih. Aku akan menunggu ] ba
[Siapa orangnya?] balasku dengan rasa penasaran.[Kartu itu terdaftar atas nama Alicia angraini,] balasnya.[Aku tidak kenal siapa itu Alicia] jawabku.[Coba diingat-ingat, lokasi dari pemilik nomor ini tidak jauh dari rumah dinasmu yang dulu]Tentu mendapatkan mendapatkan kabar semacam itu aku menjadi berpikir panjang dan bingung Siapa kiranya orang yang tinggal di sekitar rumahku dan bekerjasama dengan Mas Yadi dan menjadi kaki tangannya.Aku tidak habis fikir, dan yang lebih mengherankan lagi seingatku tidak ada yang bernama Alicia Anggraini sebagai anggota Persit yang tinggal di sekitaran komplek rumah dinas TNI.Ataukah itu hanya nama palsu? Tapi mana mungkin bisa mendaftarkan nomor kartu ponsel tanpa nomor induk kependudukan dan kartu keluarga, tentu hal ini membuatku semakin penasaran dan ingin tahu siapa sebenarnya Alicia itu.Ataukah nama Alicia adalah nama anak dari tetangga-tetanggaku itu? aku akan menelpon dan bertanya kepada anak-anakku mungkin ada teman sebayanya ada yan
Aku menuju ke mobil dengan tertatih tatih, sebagian anggota tubuh ini gemetar dan leherku sakit dan napasku sempat sesak beberapa saat. Dengan sisa rasa syok dan tegang, kuhempaskan diri di jok mobil dan tak sabar diri ini memeriksa dokumen yang sudah kurebut dari Hendra.Setelah diperhatikan, ternyata itu adalah surat tanah warisan dari orang tuanya, dan uang tunai senilai 20 juta. Ternyata, Mas Yadi memang cerdik ia sudah memperhitungkan langkah sebelum hendak menikah kedua kalinya. Aku kagum sekaligus kecewa, juga kecewa pada diri sendiri mengapa begitu lemah dan teledor hingga tak bisa menjaga keutuhan keluarga.Harusnya, dari awal aku tak pernah membantu Kartika, harusnya aku tak perlu akrab dan sampai kera mengajaknya ke rumah. Aku tak tahu bahwa pada akhirnya mereka akan saling jatuh cinta dan mengkhianatiku. Begitu pun Kartika, setelah bersuamikan Mas Yadi, wanita itu jadi berani, bukan saja berani menunjukkan diri tapi juga berani datang dan mengkronfrontasi kami. Ah, rupany
Selepas kepergian Mas Yadi, aku masih bergeming di tempat semula memperhatikan ekspresi kedua anakku yang terlihat amat terpukul setelah ayahnya dibawa kembali oleh polisi. Mereka terus menangis dan tersedu-sedu membuat hatiku teriris, bahwa fakta mereka memang sangat mencintai ayahnya, ya, aku bisa memaklumi hal itu. Wajar seorang anak menyayangi orang tua mereka.Aku tahu persis bahwa, meski aku menahannya di penjara, tak lama lagi ia pasti bisa melepaskan diri, apalagi sistem hukum yang sudah mulai terbalik dan materialistis. Dengan membayar denda ia akan dibebaskan dan melenggang santai. Aku tahu pasti itu akan terjadi, karenanya, selagi ia ditahan, kali ini, aku akan sungguh memanfaatkan situasi.Aku hendak beranjak ke kamar ketika Imel menghampiri dan menyentuh jemariku, ia meluruhkan diri dan bersimpuh."Mama, akhirilah ini, kami lelah, jika akhirnya Mama dan Papa bercerai kami akan ikhlas," ujarnya sambil terisak."Aku tahu, kalian sungguh mencintai Papa kalian, aku tak bis