Pagiku sudah begitu sempurna dengan mentari yang bersinar cerah dan senyum ceria anak-anak. Kami menikmati hidangan sarapan sambil berbagi cerita hingga Mas Yadi bergabung di meja kami.Anak-anak menyapa ayahnya, melabuhkan pelukan dan kecupan manja di pipi lalu berpamitan pergi. Tinggallah aku dan dia di meja dala kebisuan."Lakukan saja apa yang menurutmu benar tentang kedua anak ini," ujarnya."Memangnya apa yang menurutmu benar, sebagai ayah tirinya kau akan mengantar mereka ke dinas sosial atau panti asuhan?""Sepertinya itu akan merusak citraku di mata Kartika," ujarnya sambil mengesap kopinya."Jangan merusak pagiku dengan menyebut nama gundikmu, aku bisa geram," gumamku."Lakukan apa yang melegakan hatimu kalo begitu, Sakinah, aku akan menurut.""Aku yakin kau pasti punya modus dengan ini, lagipula siapa yang peduli bagaimana penilaian Kartika padamu," desisku sambil menyuapkan makanan ke mulut."Aku hanya ingin kau bahagia," jawabnya.Aku tertawa kecil mendengarnya. Apa? Ingi
Kutunggu Heri dan kekasih gelapnya menuntaskan kegiatan mereka dan meninggalkan tempat ini sambil menikmati pemandangan malam dari kaca gedung kamar yang kupesan.Sengaja kubiarkan pintu terbuka agar bisa melihat keadaan.Tepat satu jam berikutnya, pintu itu terbuka dan si wanita terlihat keluar, tak lama diikuti oleh pria itu yang mengantarnya ke pintu. Mereka berpelukan dan dan saling memberi ciuman perpisahan.Kujepret momen langka yang mungkin akan membuat istri dan orang tua Letnan Heri mendadak mati berdiri. Berselang dua menit wanita itu beranjak meninggalkan tempat itu."Wah, kebetulan sekali," gumamku yang sukses membuat dia membalikkan badan dan terkejut "Apa yang kamu lakukan di sini? Kamu menguntitku?""Buat, Apa? Aku sedang ada acara, dan kebetukan melihatmu datang.""Jangan coba-coba mengangguku," ancamnya sambil melotot."Sebaiknya kita masuk dan membicarakan hal ini, tak baik di lihat orang di koridor," ujarku sambil melenggang santai, masuk ke dalam kamarnya, dan
keesokan hari setelah memastikan semua ritual pagi anak-anak selesai dan mereka berangkat sekolah aku segera mempersiapkan diri untuk pergi ke tempat Kartika.Setelah mengenakan blazer dan mengambil tas aku segera meraih kunci mobil dan bersiap pergi.di saat yang bersamaan masjadi yang tengah membaca buku di ruang tamu nampak heran melihatku terburu-buru."Kamu ma kemana?'"Ada urusan.""Tidak bisakah kamu sehari saja di rumah?""Aku punya banyak urusan yang harus kutangani, sebelum orang lain mendahuluiku," jawabku yang seketika memmbuatnya bungkam."Jangan berusaha terlalu keras, Sakinah, kau akan lelah dan kesulitan," ujarnya."Selama ini aku sudah mengurusi diriku sendiri dan urusan rumah tangga tanpa bantuanmu, aku akan baik-baik saja," jawabku. "Kamu mau kemana?" ulangnya."Maaf aku bisa terlambat, aku pergi dulu," pamitku.*Sesampainya di bangunan besar yang diberi nama lembaga pemasyarakatan Sukajadi kuparkirkan mobil dan langsung masuk ke loby untuk mendaftar jika aku ingin
setelah membuatkan sarapan untuk anak-anak aku segera menuju ke kamar dan membuka laptop milikku untuk memeriksa hal-hal yang belum aku lakukan.Aku kenal seseorang yang menguasai dunia IT dan berprofesi sebagai hacker profesional. Aku berencana untuk mengirimkan email dan meminta bantuannya untuk melacak siapa pemilik ponsel yang kemarin aku dapatkan dari menekan tombol redial di telepon rumah.Beruntungnya dia segera membalas email dan merespon pertanyaanku serta bersedia membantu untuk menemukan kaki tangan dari Mas Yadi.[Itu nomornya berada tak jauh dari rumah dinasmu ] balas kenalanku itu.[Sungguhkah? mohon dicek, siapa ] pintaku.[Mudah-mudahan aku bisa melacak nomor ini terdaftar atas nama siapa, kita berharap saja semoga nama yang didaftarkan adalah nama yang valid dan memiliki alamat lengkap.][Aku akan menunggu kabar baik darimu, terima kasih sebelumnya.][Aku akan mengirimkan email jika sudah ketemu hasilnya, semoga bisa cepat ][Ya, terima kasih. Aku akan menunggu ] ba
[Siapa orangnya?] balasku dengan rasa penasaran.[Kartu itu terdaftar atas nama Alicia angraini,] balasnya.[Aku tidak kenal siapa itu Alicia] jawabku.[Coba diingat-ingat, lokasi dari pemilik nomor ini tidak jauh dari rumah dinasmu yang dulu]Tentu mendapatkan mendapatkan kabar semacam itu aku menjadi berpikir panjang dan bingung Siapa kiranya orang yang tinggal di sekitar rumahku dan bekerjasama dengan Mas Yadi dan menjadi kaki tangannya.Aku tidak habis fikir, dan yang lebih mengherankan lagi seingatku tidak ada yang bernama Alicia Anggraini sebagai anggota Persit yang tinggal di sekitaran komplek rumah dinas TNI.Ataukah itu hanya nama palsu? Tapi mana mungkin bisa mendaftarkan nomor kartu ponsel tanpa nomor induk kependudukan dan kartu keluarga, tentu hal ini membuatku semakin penasaran dan ingin tahu siapa sebenarnya Alicia itu.Ataukah nama Alicia adalah nama anak dari tetangga-tetanggaku itu? aku akan menelpon dan bertanya kepada anak-anakku mungkin ada teman sebayanya ada yan
Aku menuju ke mobil dengan tertatih tatih, sebagian anggota tubuh ini gemetar dan leherku sakit dan napasku sempat sesak beberapa saat. Dengan sisa rasa syok dan tegang, kuhempaskan diri di jok mobil dan tak sabar diri ini memeriksa dokumen yang sudah kurebut dari Hendra.Setelah diperhatikan, ternyata itu adalah surat tanah warisan dari orang tuanya, dan uang tunai senilai 20 juta. Ternyata, Mas Yadi memang cerdik ia sudah memperhitungkan langkah sebelum hendak menikah kedua kalinya. Aku kagum sekaligus kecewa, juga kecewa pada diri sendiri mengapa begitu lemah dan teledor hingga tak bisa menjaga keutuhan keluarga.Harusnya, dari awal aku tak pernah membantu Kartika, harusnya aku tak perlu akrab dan sampai kera mengajaknya ke rumah. Aku tak tahu bahwa pada akhirnya mereka akan saling jatuh cinta dan mengkhianatiku. Begitu pun Kartika, setelah bersuamikan Mas Yadi, wanita itu jadi berani, bukan saja berani menunjukkan diri tapi juga berani datang dan mengkronfrontasi kami. Ah, rupany
Selepas kepergian Mas Yadi, aku masih bergeming di tempat semula memperhatikan ekspresi kedua anakku yang terlihat amat terpukul setelah ayahnya dibawa kembali oleh polisi. Mereka terus menangis dan tersedu-sedu membuat hatiku teriris, bahwa fakta mereka memang sangat mencintai ayahnya, ya, aku bisa memaklumi hal itu. Wajar seorang anak menyayangi orang tua mereka.Aku tahu persis bahwa, meski aku menahannya di penjara, tak lama lagi ia pasti bisa melepaskan diri, apalagi sistem hukum yang sudah mulai terbalik dan materialistis. Dengan membayar denda ia akan dibebaskan dan melenggang santai. Aku tahu pasti itu akan terjadi, karenanya, selagi ia ditahan, kali ini, aku akan sungguh memanfaatkan situasi.Aku hendak beranjak ke kamar ketika Imel menghampiri dan menyentuh jemariku, ia meluruhkan diri dan bersimpuh."Mama, akhirilah ini, kami lelah, jika akhirnya Mama dan Papa bercerai kami akan ikhlas," ujarnya sambil terisak."Aku tahu, kalian sungguh mencintai Papa kalian, aku tak bis
Kupikir aku akan mendapat pembelaan atau setidaknya kata kata lembut yang menyejukkan dari bibir mertuaku, tapi sia-sia saja, dia terus menghujat dan menyalahkanku.Dia merasa bahwa putranya adalah suami yang sempurna sedangkan aku hanya wanita yang tidak tahu diri dan benalu yang merugikan."Aku tahu semua yang kau lakukan selama ini, bagaimana pun aku juga purnawirawan TNI yang masih koneksi, kau sungguh keterlaluan," desisnya sambil membenahi kacamatanya."Aku melakukan itu untuk mengungkap kejahatan Mas Yadi, aku hanya ingin ia sadar dan berhenti berbuat nekat, Pak," jawabku pelan."Kau hanya cari pembenaran atas sakit hatimu yang menjadi korban perselingkuhan! Alih-alih sibuk membesarkan sakit hati, harusnya kau fokus saja pada rumah dan kesehatan mental anak-anakmu, kasihan mereka, setiap kali datang kemari mereka selalu menangis.""Apakah mereka sering menemui Bapak di sini?" tanyaku sambil menatapnya sedang ia terlihat salah tingkah dan mengalihkan pandangannya."Kau tak tah
Ketika mereka membalikkan badan, Kartika dan pria itu terkejut, bukan main kaget, sampai salha tingkah, sedang aku langsung menutup mulut dengan kedua tangan, menyembunyikan rasa terpana yang tidak terkira. Aku tak tahu apa harus marah atau menangis dengan pemandangan miris di depan sana, bersamaan dengan rasa iba pada Mas Yadi."Astaghfirullah, apa-apaan kamu Kartika?!' Mas yadi menggeram, mengepalkan tangan dan mendekat, ia maju dan bersiap memukul pria yang jadi pasangan selingkuh Kartika."Beraninya kau menggoda istriku," ujar Mas Yadi sambil melayangkan pukulan."Kau juga sedang bersama istriku, kau telah mempengaruhinya!" Balas pria yang jijik kusebut suami itu."Keterlaluan kau Didit, apa hubunganmu dengan istriku?""Tidakkah harusnya aku yang bertanya apa hubungan yang kau bangun dengan kantan istrimu?!" Mas Yadi membalikkan badan dan terkejut melihatku di belakangnya."Sakinah .....""Apa kau mau mengelak sekarang?" Pria jahat itu terkekeh sinis."Kartika teganya kamu, buru b
"Jadi kau izinkan aku pergi?""Begini saja, pergilah kau sendiri menemui istrimu aku akan memindahkan anak-anak bersama si Bibi ke perkebunan, anak buah Bendi akan mengawal mereka dan memastikan mereka selamat. Kurasa itu adalah jalan terbaik daripada harus mengikuti kau kesana kemari sementara mereka juga harus menjalani aktivitas belajar dan ujian mereka.""Kurasa masuk akal juga apa yang kau katakan, aku akan pergi kalau begitu," ujar pria itu sambil mengambil tasnya.Sebelum sempat keluar dari kamar, ia mendekat dan tanpa aba-aba dia mendaratkan sebuah kecupan hangat di keningku."Terima kasih masih menyimpan pakaianku," bisiknya lembut.Detik berikutnya, pria itu meninggalkanku begitu saja di dalam kamar ini, kamar yang dulu begitu penuh cinta dan aroma kerinduan. Aku jatuh terduduk di atas ranjang, meremas sprei yang dulu pernah menjadi saksi, betapa kami saling mencintai."Pada akhirnya sebagai suami, dia harus tetap bertanggung jawab kepada wanita yang sudah dia terima nika
Sesampainya di depan rumah berlantai dua milik kami, Bendi memasukkan mobilnya ke garasi dan langsung menurunkan rolling door garasi dengan rapat.Aku dan Mas Didit saling pandang namun tak berani banyak bertanya, dia lalu meminta Imel untuk menarik cat mobil yang merupakan tempelan untuk membantunya sehingga mobil yang tadi berwarna biru gelap sudah berubah menjadi putih.Setelah selesai ia mengganti pakaiannya dan masuk kembali ke mobil."Kamu gak mampir dulu?" tanya Imel."Aku harus pergi, sebelum polisi tahu bahwa kekacauan di tol tadi adalah perbuatanku," balasnya."Kau akan baik-baik saja?" untuk pertama kalinya pria itu terlihat mengkhawatirkan orang."Iya, Pak, saya akan baik baik saja.""Oh, aku lupa kau punya banyak pengawal," balas Mas Yadi.Pria itu hanya menggeleng pelan sambil tersenyum lalu berpamitan denganku dan anak perempuanku."Hati-hati ya," ujar Imel."Kenapa kau tidak menambahkan kata sayang di belakang kalimat hati-hati?" tanya pemuda itu mengulum senyum mem
"Itu Papa!" Seru anakku gembira dia membuka mobil dan langsung berlari ke arah papanya.Anak gadisku begitu gembira dan langsung menghambur memeluk papanya, pria itu juga bahagia dan langsung memeluk putrinya."Akhirnya Papa kelur juga, aku rindu," kata Imel, "tapi kenapa tangan dan kaki papa? Kenapa Papa jalannya pincang?"Tanya Imel yang mengomentari gerakan tubuh Mas Yadi, untungnya dia tak tahu bahwa pria itu habis tertembak dua minggu lalu."Apa kabar, Mas?" Sapaku sambil mengulurkan tangan menyalaminya, tanpa kuduga ia memelukku lalu menepuk belakang punggungku perlahan."Alhamdulillah aku baik sekarang," jawabnya tersenyum, sedang aku terbengong dengan sikapnya."Oh be-begitu ya, ba-baguslah." Sial, aku gugup dan canggung, sementara Bendi dan Imel saling melirik dan tersenyum."Kalo begitu ayo kita pulang," ajak Bendi."Lho, kamu siapa?" tanya Mas Yadi pada Bendi."Dia adalah orang yang sudah menolongku dan Imel dari penyekapan Mas, dia juga sering menjengukku ke rumah sakit d
Setelah mengambil semua surat menyurat yang sudah dibuat ulang dari kantor kuasa hukum kami, aku segera mengajak Bendi untuk pergi menjemput Mas Suryadi ke gerbang Rutan Pondok kopi.Mobil kami meluncur di jalan aspal yang mulus lalu berputar di lingkar Selatan dan menuju pinggir kota dimana pusat lembaga pemasyarakatan itu berada."Kamu yakin bahwa papa akan keluar jam 1 siang?""Iya mah begitu informasi yang aku dengar dari Pak Efendy dan petugas sipir yang menelponku," balasnya."Mudah-mudahan lancar ya," gumamku sembari berharap semoga berita tentang kebebasan Mas Yadi bukan hanya lobi semata antara polisi dan TNI, sementara pada kenyataannya hal itu tidak pernah terjadi."Apa semuanya akan aman bendi?""Kita harus tetap waspada nyonya, anda pun sekarang berada dalam incaran," balasnya."Apa? Apa maksudnya?""Lihat mobil Chevrolet hitam yang sedang mengikuti di belakang kita? Sejak dari rumah sakit tadi mobil itu terus mengikuti dan mengawasi, aku rasa mereka memang sudah mengi
Kubenahi rambut dan wajahku yang berantakan, aku merutuk karena pria itu menyakiti rahangku, demi Tuhan aku akan bersumpah bahwa dia akan membayarnya.Kini aku harus mencatat daftar panjang orang-orang yang akan aku tuntut dengan pembalasan. Ada William, Didit, Heri, dan sinoembuat masalah Kartika. Mereka bertiga sahabat yang harus dihancurkan.Tiba tiba muncul sesuatu dalam benakku, ide untuk mengadu domba mereka semua dan membuat mereka saling berselisih paham dan saling mencurigai. Perlahan kepercayaan satu sama lain akan tergerus dan hancur tak bersisa, lalu setelahnya, kuhancurkan mereka semua secara hukum juga.Tapi sejujurnya aku pun belum tahu akan memulai dari mana, sulit menentukan mana orang yang benar-benar bisa dipercaya dan mana yang tidak, mana yang tulus dan mana yang hanya modus, mana yang kawan mana yang berpura-pura menjadi kawan lalu menusuk."Aku harus segera menghubungi pengacaraku," batinku sambil meraih ponselku.Tak lama sambungan terhubung, pria yang sudah
Kedatangan orang itu memang mengejutkan, dia yang pernah melayani keluargaku dengan baik dan sempat berkonflik denganku karena membela Suryadi kini sudah berdiri di sini menyapa sopan lalu mengambil tempat duduk."Apa kabar Ibu?""Baik, Hendra, aku tak pernah menyangka kau akan datang, entah harus senang atau heran, tapi aku bersyukur atau kemurahan hatimu," balasku pelan."Saya merasa prihatin atas kabar yang terdengar terakhir kali, terlebih mengetahui bahwa Ibu yang sedang hamil disakiti," jawabnya."Terima kasih atas perhatianmu, bagaimana kabar istri anakmu?" tanyaku."Baik, Nyonya.""Oh, syukurlah."Sesaaat suasana menjadi hening dan kaku, aku dan Hendra sama sama diam, tak tahu harus membahas apa."Bagaimana kabar Letkol Suryadi sekarang?""Dia masih ditahan di kantor polisi," balasku."Bukannya beliau sudah bebas?""Iya, tapi ditahan lagi, itu juga karena aku," jawabku menerawang jauh."Pak Yadi tidaklah jahat, dia hanya salah langka karena menyukai Nyonya Kartika, Tapi saya
"Aku kenal seorang polisi korup, dia cukup dekat dengan Kapolda, jika Nyonya mau, mungkin aku bisa menjaminkan Suryadi dengan menemuinya." Pria itu terlihat memicingkan mata meminta pendapatku."Itu ide bagus, tidakkah mereka curiga kenapa seorang preman mau menjamin Suryadi?""Kenapa tidak, memangnya Anda pikir aku akan menggunakan identitas asli, sebagai seseorang yang kerap menjadi buruan polisi, Aku tidak bisa hidup tanpa menggandakan identitas Nyonya," bisiknya sambil tertawa miring."Kau benar, kadang aku pun ngeri dengan berurusan denganmu, salah langkah atau kurang uang selembar saja resikonya jauh lebih mengerikan daripada penjara," balasku tertawa."Sebetulnya aku melakukan bisnis ini demi uang namun ada beberapa hal yang tidak aku lakukan untuk keuntungan semata," jawabnya sambil mengedarkan pandangan ke segala arah."Jika begitu, lakukan apa yang menurutmu baik," balasku.Tiba tiba dari monitor kamera koridor yang terlihat dari balik panel kaca kamarku, kami dapat mel
"Tante ... aku cariin Tante sejak pertama kali Tante gak pulang, kemana aja," ujarnya sambil menangis."Aku ada masalah dengan Papamu," jawabku."Papa?" Gadis itu langsung menghentikan tangisannya dan nampak amat terkejut."Iya, dia yang sudah membuatku terbaring di sini, nyaris melumpuhkan dan membunuhku," "Ta-tapi kenapa? Bukankah Tante istrinya Papa, lalu kenapa bisa begitu?""Entahlah, hanya dia dan Allah yang tahu.""Aku menyayangi Tante seperti Mamaku, kenapa Papa harus berbuat setega itu?""Memang dia bilang apa denganmu tentangku?""Dia bilang Tante ssakit, tapi aku curiga karena Imel dan Siska ikut menghilang sannpergi dari rumah, balasnya mengusap air mata."Mungkin kita tak bisa serumah lagi, Nak,," ujarku sambil menggenggam tangannya."Kenapa, Tante sama Papa mau cerai?""Iya, dia bahkan hendak memenjarakannaku tanpa alasan andai tidak ada yang turun tangan menegaskan masalah ini, sekali aku minta maaf karena kita tak akan bersama lagi," balasku sambil mengusap wajahnya