Selepas kepergian Mas Yadi, aku masih bergeming di tempat semula memperhatikan ekspresi kedua anakku yang terlihat amat terpukul setelah ayahnya dibawa kembali oleh polisi. Mereka terus menangis dan tersedu-sedu membuat hatiku teriris, bahwa fakta mereka memang sangat mencintai ayahnya, ya, aku bisa memaklumi hal itu. Wajar seorang anak menyayangi orang tua mereka.Aku tahu persis bahwa, meski aku menahannya di penjara, tak lama lagi ia pasti bisa melepaskan diri, apalagi sistem hukum yang sudah mulai terbalik dan materialistis. Dengan membayar denda ia akan dibebaskan dan melenggang santai. Aku tahu pasti itu akan terjadi, karenanya, selagi ia ditahan, kali ini, aku akan sungguh memanfaatkan situasi.Aku hendak beranjak ke kamar ketika Imel menghampiri dan menyentuh jemariku, ia meluruhkan diri dan bersimpuh."Mama, akhirilah ini, kami lelah, jika akhirnya Mama dan Papa bercerai kami akan ikhlas," ujarnya sambil terisak."Aku tahu, kalian sungguh mencintai Papa kalian, aku tak bis
Kupikir aku akan mendapat pembelaan atau setidaknya kata kata lembut yang menyejukkan dari bibir mertuaku, tapi sia-sia saja, dia terus menghujat dan menyalahkanku.Dia merasa bahwa putranya adalah suami yang sempurna sedangkan aku hanya wanita yang tidak tahu diri dan benalu yang merugikan."Aku tahu semua yang kau lakukan selama ini, bagaimana pun aku juga purnawirawan TNI yang masih koneksi, kau sungguh keterlaluan," desisnya sambil membenahi kacamatanya."Aku melakukan itu untuk mengungkap kejahatan Mas Yadi, aku hanya ingin ia sadar dan berhenti berbuat nekat, Pak," jawabku pelan."Kau hanya cari pembenaran atas sakit hatimu yang menjadi korban perselingkuhan! Alih-alih sibuk membesarkan sakit hati, harusnya kau fokus saja pada rumah dan kesehatan mental anak-anakmu, kasihan mereka, setiap kali datang kemari mereka selalu menangis.""Apakah mereka sering menemui Bapak di sini?" tanyaku sambil menatapnya sedang ia terlihat salah tingkah dan mengalihkan pandangannya."Kau tak tah
**Sepulangnya dari rumah ayah Mertua dan Ibuku, aku langsung memutuskan untuk menemui Novita di rumahnya.Kuparkirkan mobil di depan rumah dengan halaman yang asri dan masih satu kompleks dengan bekas rumah dinasku dulu. Kuketuk pintu dan terdengar langkah kaki mendekat kemudian daun pintu terbuka dan alangkah terkejutnya Novita, melihat kedatanganku."I-ibu ada apa Ibu di sini?"tanyanya dengan ekspresi ketakutan."Aku ingin membicarakan sesuatu," ujarku sambil menabrak setengah dadanya dan langsung duduk di sofa.Aku tidak peduli bagaimana penilaiannya tentang kesopananku, yang pasti aku sedang sangat marah dan benar-benar ingin memberinya sebuah pelajaran."A-ada apa ya, mencari saya malam-malam begini?""Saya penasaran dengan sesuatu, jadi langsung datang menemuiku.""Apa yang ingin Ibu bicarakan?" tanyanya takut-takut "Kamu disuruh Suryadi untuk menuruti semua kemauannya, dibayar berapa?""Enggak, Bu.""Jangan bohong!""S-saya hanya ....""Teganya kamu mengkhianati saya, pa
Hari ini, aku dan Novita saling berjanji untuk pergi ke kantor polisi untuk memberi keterangan. Setelah berkendara lima belas menit akhirnya sampailah kami di depan Polrestabes dan aku langsung memarkirkan mobil.Kami menuju ruang yang sudah ditentukan dan ketika melewati koridor aku berpapasan dengan ayah mertua dan dua orang yang mengikuti, mendorongkan kursi roda.Jujur, ada situasi canggung dan sedikit bimbang di hatiku, apakah aku aka menyapanya atau tidak, namun mengingat pertengkaran kami kemarin, kurasa aku tak perlu banyak bicara."Sakinah, kamu mau apa lagi kemari?""Aku sedang ada urusan," jawabku singkat."Asal kamu tahu, aku datang menjaminkan Suryadi.""Bagus, Pak. Semoga berhasil.""Aku ingatkan sekali lagi ....""Tidak usah diingatkan saya selalu ingat, saya akan kalah dan anda menang, saya sendirian dan Anda memiliki dukungan, iya, kan?" sindirku sambil tersenyum dan berlalu.Aku tak mau buang waktu, bicara dengannya lebih lama lagi merugikan tiap detik dalam hidupku
Dari serangkaian peristiwa yang terjadi hingga berurusan berkali kali ke kantor polisi, aku sepertinya memang butuh seseorang untuk mendampingi dan membelaku. Aku harus memikirkan mulai sekarang untuk membayar tim kuasa hukum. Namun, akan ada biaya yang harus aku keluarkan, sedangkan tabunganku mulai memprihatinkan.Seperti hari ini, aku harus ke kantor polisi untuk memenuhi panggilan tahap kedua. Entah apa yang akan terjadi di sana.Aku tahu, aku punya bisnis, namun seperti yang kita ketahui, rezeki itu tak bisa ditebak atau ditargetkan, meski berusaha keras, tetap saja banyaknya uang yang datang ditentukan oleh kemurahan hati Tuhan.Aku juga lelah, khawatir berusaha sekuat tenaga dan hasilnya gagal, aku akan lebih kecewa dan kecewa lagi.Seperti hari ini, aku harus ke kantor polisi lagi untuk memenuhi panggilan tahap kedua untuk memberi keterangan pada penyidik, mereka bilang semakin cepat proses penyidikan dan mendapatkan bukti maka akan semakin cepat kasus ini disidangkan."Sesa
"Jangan terlalu banyak bercanda, nanti orang yang lewat akan mengetahui bahwa sebenarnya kamu bukan orang yang tegas," ujarku sambil tertawa."Ketegasan ada tempatnya, aku tak mungkin akan bersikap serius dan tegas pada wanita anggun sepertimu, akh juga salut karena kau menjelma jadi nyonya yang terlihat disegani.""Hentikan candaanmu, yang lama lama terdengar berupa olokan," balasku menepuk punggung tangannya."Siapa bilang mengolok, kau saja terlalu mudah salah paham," jawabnya."Begini, aku mau pamit dulu ya, kalo ada panggilan atau apa saja, silakan hubungi nomorku," ujarku sambil bagkit dan mengenakan tas."Maaf ya, aku tak bisa mengantarmu karena tumpukan tugas dan tanggung jawab.""Oh tidak usah, aku akan baik-baik saja, lagipula kamu harus bekerja.""Aku berharap kita bisa lebih sering berjumpa," balasnya menyunggingkan senyum khas."Ya, tentu. Selama aku berurusan di sini, aku akan terhubung denganmu.""Kalo begitu, aku akan selalu membantumu," ucapnya sambil mengulurkan ta
Ya, proses terus bergulir, setiap perkembangan yang terjadi, Didit selalu mengabarkanku. Ia juga banyak membantuku dalam mengarahkan cara memberikan keterangan terhadap pertanyaan pertanyaan polisi yang menjebak dan bisa membuat aku yang jadinya akan dihukum.Aku sangat beruntung, sahabatku itu hadir di saat terbaik dan meringankan langkahku, setidaknya setelah orang orang tahu aku terhubung dengannya, gangguan dan teror sedikit berkurang.Selagi duduk santai di sofa ruang tamu, tiba-tiba telepon berdering dan aku segera bangkit untuk mengambil ponselku dan menggeser tombol hijau."Halo, Assalamualaikum," sapaku."Waalaikumsalam Apa kabar Sakinah?" tanya suara khas dari seberang sana."Oh, Pak Polisi rupanya," gumamku sambil tersenyum kecil."Kenapa tiba-tiba kau berkata formal aku jadi merinding," ujarnya sambil tertawa."Aku senang karena kamu selalu membuatku tertawa, aku sungguh butuh hiburan akhir akhir ini," balasku. "Oh ya, ada kabar apa menelponku?""Begini, kami susah berkoo
Kami beranjak melewati rombongan mertua dan Mas Yadi yang masih terbelalak melihat gestur percaya diri kami berdua. Sesampainya di kursi, Didit mempersilakan aku duduk sembari menunggu pembawa acara sidang mempersilakan kami masuk.Sidang pun dimulai dengan mempersilakan majelis hakim masuk, diikuti oleh kami dengan kuasa hukum masing-masing. Lalu Hakim anggota membacakan pendapat dan mencoba memberikan saran agar kami sebagai pihak tergugat dan penggugat saling damai dalam agenda mediasi mengingat kami pernah saling mencintai, memiliki dua oran anak dan mereka mengingatkan kembali makna dan hakikat sesungguhnya membina pernikahan."Saudara penggugat, Nyonya Sakinah, Apakah anda sudah yakin tetap ingin bercerai," tanya Hakim Ketua."Ya, saya yakin.""Dan kepada Anda Saudara Suryadi selaku pihak tergugat, sudahkah Anda menerima salinan berkas gugatan yang kami kirimkan ke alamat Anda?""Sudah."Setelah bertanya panjang lebar bagaimana pendapat kami masing-masing sebagai suami istri
Ketika mereka membalikkan badan, Kartika dan pria itu terkejut, bukan main kaget, sampai salha tingkah, sedang aku langsung menutup mulut dengan kedua tangan, menyembunyikan rasa terpana yang tidak terkira. Aku tak tahu apa harus marah atau menangis dengan pemandangan miris di depan sana, bersamaan dengan rasa iba pada Mas Yadi."Astaghfirullah, apa-apaan kamu Kartika?!' Mas yadi menggeram, mengepalkan tangan dan mendekat, ia maju dan bersiap memukul pria yang jadi pasangan selingkuh Kartika."Beraninya kau menggoda istriku," ujar Mas Yadi sambil melayangkan pukulan."Kau juga sedang bersama istriku, kau telah mempengaruhinya!" Balas pria yang jijik kusebut suami itu."Keterlaluan kau Didit, apa hubunganmu dengan istriku?""Tidakkah harusnya aku yang bertanya apa hubungan yang kau bangun dengan kantan istrimu?!" Mas Yadi membalikkan badan dan terkejut melihatku di belakangnya."Sakinah .....""Apa kau mau mengelak sekarang?" Pria jahat itu terkekeh sinis."Kartika teganya kamu, buru b
"Jadi kau izinkan aku pergi?""Begini saja, pergilah kau sendiri menemui istrimu aku akan memindahkan anak-anak bersama si Bibi ke perkebunan, anak buah Bendi akan mengawal mereka dan memastikan mereka selamat. Kurasa itu adalah jalan terbaik daripada harus mengikuti kau kesana kemari sementara mereka juga harus menjalani aktivitas belajar dan ujian mereka.""Kurasa masuk akal juga apa yang kau katakan, aku akan pergi kalau begitu," ujar pria itu sambil mengambil tasnya.Sebelum sempat keluar dari kamar, ia mendekat dan tanpa aba-aba dia mendaratkan sebuah kecupan hangat di keningku."Terima kasih masih menyimpan pakaianku," bisiknya lembut.Detik berikutnya, pria itu meninggalkanku begitu saja di dalam kamar ini, kamar yang dulu begitu penuh cinta dan aroma kerinduan. Aku jatuh terduduk di atas ranjang, meremas sprei yang dulu pernah menjadi saksi, betapa kami saling mencintai."Pada akhirnya sebagai suami, dia harus tetap bertanggung jawab kepada wanita yang sudah dia terima nika
Sesampainya di depan rumah berlantai dua milik kami, Bendi memasukkan mobilnya ke garasi dan langsung menurunkan rolling door garasi dengan rapat.Aku dan Mas Didit saling pandang namun tak berani banyak bertanya, dia lalu meminta Imel untuk menarik cat mobil yang merupakan tempelan untuk membantunya sehingga mobil yang tadi berwarna biru gelap sudah berubah menjadi putih.Setelah selesai ia mengganti pakaiannya dan masuk kembali ke mobil."Kamu gak mampir dulu?" tanya Imel."Aku harus pergi, sebelum polisi tahu bahwa kekacauan di tol tadi adalah perbuatanku," balasnya."Kau akan baik-baik saja?" untuk pertama kalinya pria itu terlihat mengkhawatirkan orang."Iya, Pak, saya akan baik baik saja.""Oh, aku lupa kau punya banyak pengawal," balas Mas Yadi.Pria itu hanya menggeleng pelan sambil tersenyum lalu berpamitan denganku dan anak perempuanku."Hati-hati ya," ujar Imel."Kenapa kau tidak menambahkan kata sayang di belakang kalimat hati-hati?" tanya pemuda itu mengulum senyum mem
"Itu Papa!" Seru anakku gembira dia membuka mobil dan langsung berlari ke arah papanya.Anak gadisku begitu gembira dan langsung menghambur memeluk papanya, pria itu juga bahagia dan langsung memeluk putrinya."Akhirnya Papa kelur juga, aku rindu," kata Imel, "tapi kenapa tangan dan kaki papa? Kenapa Papa jalannya pincang?"Tanya Imel yang mengomentari gerakan tubuh Mas Yadi, untungnya dia tak tahu bahwa pria itu habis tertembak dua minggu lalu."Apa kabar, Mas?" Sapaku sambil mengulurkan tangan menyalaminya, tanpa kuduga ia memelukku lalu menepuk belakang punggungku perlahan."Alhamdulillah aku baik sekarang," jawabnya tersenyum, sedang aku terbengong dengan sikapnya."Oh be-begitu ya, ba-baguslah." Sial, aku gugup dan canggung, sementara Bendi dan Imel saling melirik dan tersenyum."Kalo begitu ayo kita pulang," ajak Bendi."Lho, kamu siapa?" tanya Mas Yadi pada Bendi."Dia adalah orang yang sudah menolongku dan Imel dari penyekapan Mas, dia juga sering menjengukku ke rumah sakit d
Setelah mengambil semua surat menyurat yang sudah dibuat ulang dari kantor kuasa hukum kami, aku segera mengajak Bendi untuk pergi menjemput Mas Suryadi ke gerbang Rutan Pondok kopi.Mobil kami meluncur di jalan aspal yang mulus lalu berputar di lingkar Selatan dan menuju pinggir kota dimana pusat lembaga pemasyarakatan itu berada."Kamu yakin bahwa papa akan keluar jam 1 siang?""Iya mah begitu informasi yang aku dengar dari Pak Efendy dan petugas sipir yang menelponku," balasnya."Mudah-mudahan lancar ya," gumamku sembari berharap semoga berita tentang kebebasan Mas Yadi bukan hanya lobi semata antara polisi dan TNI, sementara pada kenyataannya hal itu tidak pernah terjadi."Apa semuanya akan aman bendi?""Kita harus tetap waspada nyonya, anda pun sekarang berada dalam incaran," balasnya."Apa? Apa maksudnya?""Lihat mobil Chevrolet hitam yang sedang mengikuti di belakang kita? Sejak dari rumah sakit tadi mobil itu terus mengikuti dan mengawasi, aku rasa mereka memang sudah mengi
Kubenahi rambut dan wajahku yang berantakan, aku merutuk karena pria itu menyakiti rahangku, demi Tuhan aku akan bersumpah bahwa dia akan membayarnya.Kini aku harus mencatat daftar panjang orang-orang yang akan aku tuntut dengan pembalasan. Ada William, Didit, Heri, dan sinoembuat masalah Kartika. Mereka bertiga sahabat yang harus dihancurkan.Tiba tiba muncul sesuatu dalam benakku, ide untuk mengadu domba mereka semua dan membuat mereka saling berselisih paham dan saling mencurigai. Perlahan kepercayaan satu sama lain akan tergerus dan hancur tak bersisa, lalu setelahnya, kuhancurkan mereka semua secara hukum juga.Tapi sejujurnya aku pun belum tahu akan memulai dari mana, sulit menentukan mana orang yang benar-benar bisa dipercaya dan mana yang tidak, mana yang tulus dan mana yang hanya modus, mana yang kawan mana yang berpura-pura menjadi kawan lalu menusuk."Aku harus segera menghubungi pengacaraku," batinku sambil meraih ponselku.Tak lama sambungan terhubung, pria yang sudah
Kedatangan orang itu memang mengejutkan, dia yang pernah melayani keluargaku dengan baik dan sempat berkonflik denganku karena membela Suryadi kini sudah berdiri di sini menyapa sopan lalu mengambil tempat duduk."Apa kabar Ibu?""Baik, Hendra, aku tak pernah menyangka kau akan datang, entah harus senang atau heran, tapi aku bersyukur atau kemurahan hatimu," balasku pelan."Saya merasa prihatin atas kabar yang terdengar terakhir kali, terlebih mengetahui bahwa Ibu yang sedang hamil disakiti," jawabnya."Terima kasih atas perhatianmu, bagaimana kabar istri anakmu?" tanyaku."Baik, Nyonya.""Oh, syukurlah."Sesaaat suasana menjadi hening dan kaku, aku dan Hendra sama sama diam, tak tahu harus membahas apa."Bagaimana kabar Letkol Suryadi sekarang?""Dia masih ditahan di kantor polisi," balasku."Bukannya beliau sudah bebas?""Iya, tapi ditahan lagi, itu juga karena aku," jawabku menerawang jauh."Pak Yadi tidaklah jahat, dia hanya salah langka karena menyukai Nyonya Kartika, Tapi saya
"Aku kenal seorang polisi korup, dia cukup dekat dengan Kapolda, jika Nyonya mau, mungkin aku bisa menjaminkan Suryadi dengan menemuinya." Pria itu terlihat memicingkan mata meminta pendapatku."Itu ide bagus, tidakkah mereka curiga kenapa seorang preman mau menjamin Suryadi?""Kenapa tidak, memangnya Anda pikir aku akan menggunakan identitas asli, sebagai seseorang yang kerap menjadi buruan polisi, Aku tidak bisa hidup tanpa menggandakan identitas Nyonya," bisiknya sambil tertawa miring."Kau benar, kadang aku pun ngeri dengan berurusan denganmu, salah langkah atau kurang uang selembar saja resikonya jauh lebih mengerikan daripada penjara," balasku tertawa."Sebetulnya aku melakukan bisnis ini demi uang namun ada beberapa hal yang tidak aku lakukan untuk keuntungan semata," jawabnya sambil mengedarkan pandangan ke segala arah."Jika begitu, lakukan apa yang menurutmu baik," balasku.Tiba tiba dari monitor kamera koridor yang terlihat dari balik panel kaca kamarku, kami dapat mel
"Tante ... aku cariin Tante sejak pertama kali Tante gak pulang, kemana aja," ujarnya sambil menangis."Aku ada masalah dengan Papamu," jawabku."Papa?" Gadis itu langsung menghentikan tangisannya dan nampak amat terkejut."Iya, dia yang sudah membuatku terbaring di sini, nyaris melumpuhkan dan membunuhku," "Ta-tapi kenapa? Bukankah Tante istrinya Papa, lalu kenapa bisa begitu?""Entahlah, hanya dia dan Allah yang tahu.""Aku menyayangi Tante seperti Mamaku, kenapa Papa harus berbuat setega itu?""Memang dia bilang apa denganmu tentangku?""Dia bilang Tante ssakit, tapi aku curiga karena Imel dan Siska ikut menghilang sannpergi dari rumah, balasnya mengusap air mata."Mungkin kita tak bisa serumah lagi, Nak,," ujarku sambil menggenggam tangannya."Kenapa, Tante sama Papa mau cerai?""Iya, dia bahkan hendak memenjarakannaku tanpa alasan andai tidak ada yang turun tangan menegaskan masalah ini, sekali aku minta maaf karena kita tak akan bersama lagi," balasku sambil mengusap wajahnya