Share

menjelang

Penulis: Ria Abdullah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

❤️❤️

.,.

Menjelang magrib, mobil Ajudan Mas Yadi memasuki gerbang besar perkebunan kami, hamparan sawah dan kebun teh di atas bukit menyambut kedatanganku.

Sebenarnya itu pemandangan yang menyejukkan tapi bagiku bagai diletakkan bara api yang menyala.

Tak lama mobil berhenti di depan teras dan kulihat mereka sedang bercengkerama sambil menikmati teh dan tertawa ceria.

"Si jalang itu bahkan tidak ragu, menikmati hak orang lain. Alangkah senangnya dia tertawa dan bergelayut di pelukan suami orang!"

Pintu mobil kubanting kencang dan melihatku datang dengan pandangan mata yang penuh dengan sorot kemarahan, Mas Yadi langsung berdiri.

"Ada apa, kamu ke sini?" ujarnya setengah membentak.

Aku tertawa sinis mendengarnya.

Jangan lupa! aku membawa pistol yang kuselipkan di belakang rokku. Begini-begini aku pernah mengikuti pelatihan bertahan bagi Ibu-ibu istri TNI.

Sedikit dia menyentil harga diriku, maka aku akan menembak simpanan binalnya itu.

"Kau lupa ini perkebunan siapa?"

"Tentu kebunku!" sentaknya tegas.

"Berani sekali kau mengakui aset anak-anak sebagai milikmu! Ingat Imelda tahun depan sudah berhak atas asetnya!"

Wanita pengemis itu seakan tahu bahwa kapan pun aku bisa menyergapnya, sehingga dia segera bangkit dan buru-buru berdiri di belakang suamiku.

"Apa maumu?!" Kali raut wajahnya serta urat lehernya menegang.

Aku sejujurnya takut dengan pembawaan suamiku yang seram seperti itu, suatu pukulan darinya mungkin aku bisa pingsan seketika, tapi jika aku tidak memberanikan diri seperti ini maka posisiku akan semakin tidak menguntungkan dan semua harta benda kami akan digeret oleh pelakor itu.

"A-aku datang ke sini untuk memastikan bahwa kau berdua tidak menikmati vila ini," jawabku dengan suara bergetar.

"Memangnya kenapa? Mau kujual pun kau tidak bisa melarangku, uang yang kau pakai sebagian adalah uangku," jawabnya santai.

Tentu saja napasku tersengal-sengal, dadaku panas dan mau meledak mendengar ucapan santainya yang sebagian mempermalukanku di depan wanita itu. Aku yakin dalam hati Kartika sedang tertawa jahat.

"Oh, ya, kalo begitu aku mau lihat sejauh apa seseorang yang mau menjual aset tanpa surat surat."

Aku merangsek masuk ke dalam vila lalu segera naik ke lantai dua, ketika kubuka pintu kamar, alangkah sedih hati ini mendapati tempat tidur yang sudah berantakan, bau dan aroma pergumulan masih tertinggal di sana.

"Semalam mereka pasti ...."

Air mataku jatuh, tapi segera kuseka, kulihat ada pakaian tidur wanita itu berserakan di di sisi ranjang, lalu beberapa pakaian ganti teronggok begitu saja di sofa tanpa dilipat.

Kuambil semua dan kulempar dari lantai dua dan jatuh ke ruang tengah di mana ada perapian sebagai penghangat di sana.

Kututup pintu kamar lalu kukunci, begitu juga kamar kamar lain, dapur, gudang, berikut juga pintu belakang. Semua kunci kumasukkan ke dalam tasku.

"Apa yang kau lakukan?" ujarnya dengan tatapan tajam.

"Keluar dari villa ini, beraninya kau membawa istri barumu ke sini," geramku.

"Ajudan, ambil kunci dari dalam tasnya," perintah Mas Yadi.

Kopral Hendra maju ke arahku dan bersiap merebut tas selempang yang kukenakan.

"Sedikit saja kamu menyentuh saya, saya akan membuatmu menyesal!" teriakku membuat pria itu mundur.

"Hei, jalang, kau pasti sedang merayakan kebahagiaanmu dengan suamiku, dan baju-baju ini dia belikan dari hasil mencuri sapiku, aku mengharamkan tiap sen yang kalian nikmati."

Aku menggeram lalu memungut semua pakaian itu lantas melemparnya ke perapian, api membesar dan melahap semua pakaian ganti wanita itu, sedang Mas Yadi menatap kejadian itu nanar.

Wanita itu terkesiap dan berpura pura menangis di hadapan suamiku, hingga membuat amarah Mas Yadi jadi memuncak.

Tiba tiba dia mendekat dan lantas melayangkan sebuah pukulan yang langsung membuatku oleng dan tersungkur, aku rasakan sudut bibirku mengeluarkan cairan rasa besi, rambutku berantakan dan aku yakin saat ini wajahku membekas gambar tangannya.

Sebuah sekop khusus mengangkat abu perapian berdiri tak jauh dariku, maka dengan mengumpulkan sekuat tenaga aku bangkit lalu meraihnya.

"Kamu memukulku, tampaknya kamu menguji kemampuanku, Mas." Aku mendelik sambil bersiap melayangkan sekop.

"Ajudan!" Orang yang disebut maju dan hendak menghalau aksiku.

"Jangan ikut campur kamu, Pak Hendra, meski kamu bukan bawahan saya, tapi tidak ibakah kamu melihat kesengsaraan saya?!"

"Bu, biar saya antar Ibu pulang."

"Tidak, sebelum mereka keluar dari tempat ini!" jeritku nyaris kehabisan tenaga, mulutku berdarah dan air mataku berderai.

Ini memalukan tapi sudah terlanjur terjadi.

"Aku tidak akan keluar!" tegas Mas Yadi.

Aku tak punya cara lagi, hingga tiba tiba kuraih ponsel di dalam tas dan bersiap merekam aksi pertengkaran kami.

"Ini akan menjadi bukti tambahan, aku akan menyerahkan ke pihak berwenang. Aku juga tak akan menahan lagi, akan kuberi tahu anak-anak sikap jahatmu, Mas."

"Hentikan itu!"

"Keluar dari vila ini!" Aku tak kalah sengitnya.

"Kau suruh aku kemana? Hah!"

bentaknya sambil menggenggam tangan Kartika.

"Masa bodoh! Kemana kau akan pergi, Mas, tidur di mana saja, di gubuk, di kandang atau di rumah warga asal jangan di sini." Aku tersedu-sedu meluapkan kesedihanku, rasanya tak sanggup kutahan air mata dan sensasi sakit di tenggorokanku akibat menahan diri.

Di masih bergeming di tempatnya.

"Atau ... kamu memang susah tidak memikirkan sudut pandang anak-anak setelah ini?" ancamku lagi masih memegang ponsel di salah satu tangan dan sekop di tangan yang lain.

Ah, posisiku ....

"Baiklah!" Ia menggandeng tangan istri barunya melenggang menabrak dan melewatiku.

"Hatiku hancur ya allah, berkeping-keping dan tak berbentuk lagi." Aku membatin sedang air mata ini tak henti-hentinya meluncur.

"Tunggu! sebelum itu ... kau harus kembalikan uang sapiku!"

Mas Yadi mendengkus sambil membalikkan badannya.

"Kamu menyimpan dan mengelola beberapa kali lipat uang yang kuambil. Lagi pula uangnya sudah habis."

"Delapan juta, satu malam?!" Aku melotot padanya.

"Aku sudah membaginya ...."

"Pada siapa? Anak tirimu, berani sekali kau mencuri uang anakku lalu memberinya ke anak si jalang ini ...."

"Hentikan menyebutnya jalang atau aku akan menggunting bibirmu!"

"Lantas apa sebutan baginya, Kartika Suryadi kah, si Nyonya istri Komandan?" Aku berteriak histeris membuat Kopral Hendra melangkah dan membantuku berdiri tegak.

Mas Yadi menggeram dengan cengkeraman tangan lalu meninju pintu dengan keras hingga menimbulkan suara berdebum yang memekakkan telinga.

"Kalo kau terus begini aku akan meninggalkanmu!" ancamnya.

"Sebelum kau meninggalkanku, aku telah lebih dulu menghancurkanmu, Mas, laporanku sudah kuserahkan ke markas daerah, kau akan menerima akibatnya. Tinggal pilih sekarang, kau tinggal gundik ini atau tamatlah kariermu!"

"Aku tak peduli!" Itu teriakan emosinya yang terakhir kudengar hingga tiba-tiba telingaku berdenging, tubuhku lemas karena belum makan seharian, lalu semuanya gelap.

Next lebih sakit hati lagi.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
laki-laki GOBLOOOOOOOOOOK Perwira Angkatan Darat jadi kayak gelandangan nggak punya otak dan MALU hanya dengan wanita DAJJAL
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Karma : Kupermalukan di Akad Nikahnya    pagi pagi

    Pagi-pagi sekali suara mesin mobil Mas Yadi menderu dan berhenti di depan rumah, aku yang masih mengenakan mukena setelah salat Subuh dan membaca Alquran, mengintipnya dari jendela dan melihatnya terburu-buru masuk ke dalam rumah.Baru saja hendak keluar ke ruang tamu tiba-tiba suamiku membuka pintu kamar dan kami hampir bertabrakan di ambangnya.Dia menyingkirkan bahuku dan melewatiku tanpa kata sedikit pun, dan akupun enggan banyak bicara selain menunggu apa yang ingin dia ungkapkan.Dia membuka laci meja mengambil beberapa kertas miliknya, lalu membuka pintu lemari dan terlihat mencari sesuatu,aku berdiri saja sambil menyimak apa yang hendak dia lakukan."Seragamku mana? Kenapa tidak disiapkan?" Dia memasang nada suara seolah-olah tidak terjadi sesuatu."Mana aku tahu kalau Mas akan pulang ke rumah dan meminta disiapkan seragam, bukankah sekarang segalanya sudah berbeda?""Apa maksudmu?" Dia mendongak dengan tatapan berkilat."Ya mungkin saja ... Istri baru Mas akan mengambil alih

  • Karma : Kupermalukan di Akad Nikahnya    lancang

    *Seiring kepergian Novita, kubalikkan badan menuju ke kamar namun ketika aku menghadap cermin di depan bufet lebam di sudut bibirku sangat nyata terlihat bekasnya. Meski ditutupin dengan bedak, atau dengan berbagai alasan, tetap luka itu terlihat sebagai bekas tamparan. Memalukan sekali!Untungnya, setelah kepergiannya malam kemarin, pria licik itu meminta Kopral Hendra untuk menungguiku siuman dan mengantarku pulang.Yang membuat sedih adalah mengapa Mas Yadi tidak Iba sedikitpun melihatku tersungkur dan berdarah, sebaliknya ia melenggang santai meninggalkanku bersama simpanannya.Pantaskah seorang istri yang sudah mendampingi dari susah dan tertatih-tatih hingga bisa sukses seperti sekarang, ditinggal begitu saja, terkapar pingsan bersama seorang ajudan?**Pukul dua siang,"Bu, apakah Ibu ada rencana minggu ini?"tanya Mbak Novita setelah memberi hormat, sekembalinya ia dari Kodim.Sebenarnya aku harus memanggilnya adik, tapi karena tidak enak dan menghargainya aku menyebut

  • Karma : Kupermalukan di Akad Nikahnya    lepas kendali

    Mendapatimu sudah masuk secara diam-diam ke dalam kamar, wanita itu terperanjat bukan main dan dan langsung mundur sambil menutup kedua tangan ke mulutnya."Ah, Mbak, a-anu ....""Jalang licik, apa kamu merasa sudah menjadi menjadi anggota Persit hanya dengan mencoba baju itu, atau ... kau tak sabar ingin segera menjadi nyonya?"Kuhidupkan ponsel, tatih rekaman video dan kuletakkan di atas bufet kamar."Kenapa kau menghentikan aksimu berlenggak lenggok di depan kaca, ayo lanjutkan," ujarku sambil menghampirinya sedang dia mundur teratur dengan sedikit gemetar."A-aku hanya penasaran ingin mencoba Mbak,"ujarnya pelan hampir tidak terdengar, "a-aku akan melepasnya." Ia berusaha membuka kancing baju itu."Tidak usah! kau memang pelacur jalang yang sangat ambisius, sudah merebut suamiku kini kau ingin merebut pakaian dan rumahku," geramku sementara video terus berjalan merekam kami." Sungguh Mbak, a-aku hanya ...." Belum selesai dia melanjutkan kata-katanya aku sudah menyerang rambut

  • Karma : Kupermalukan di Akad Nikahnya    mengejar keadilan

    Pagi sekali aku mendapat kabar bahwa Ibu atasan sangat kesal, dan dia memanggilku,"Kenapa? apakah karena aku tidak berkunsultasi dengannya dan langsung ke Pangdam sehingga dia dan suaminya kesal? Aku yakin Bapak Pangdam telah menegur mereka, dan mereka kesal karena di pertanyakan tanggung jawabnya pada bawahan?" batinku berfikir Dia menelepon membuatku cukup gugup untuk menggeser tombol hijau dan menjawab. Beliau tumben tidak seramah biasanya, intonasinya terdengar dingin dan seram."Halo, assalamualaikum, Ibu," sapaku perlahan."Walaikum salam.""Apa kabar Ibu?""Saya baik, saya ingin tanya sesuatu sama Adik, tapi saya akan menunggu adik datang ke rumah saja," ujarnya."Ya, Bu, izin untuk bisa menemui Ibu besok ya," pintaku."Saya saya tunggu pukul sembilan pagi."*Baru saja kututup ponsel tiba tiba mobil Pajero milik Mas Yadi berhenti di depan rumah. Mesin dimatikan dan pria yang kini kubenci itu masuk ke dalam rumah."Senang kan? aku harus disudutkan karena video yang kamu k

  • Karma : Kupermalukan di Akad Nikahnya    bertemu jalang

    Meluncur diantar ajudan Mas Yadi kembali dari rumah Ibu Danrem, kabarnya Mad Yadi sedang interogasi jadi kurasa hari ini dia tidak akan pulang.Mobil berjalan di lajur kiri dengan mulus, sedang aku menyandar di jok belakang sambil menerawang, hingga mobil kami berhenti di perempatan karena lampu merah.Suasana kota di siang hari sangat ramai, bunyi klakson kendaraan yang menumpuk di belakangku menyentakkan lamunan, hingga kusadari di sebelah kiri ada butik khusus yang menjual baju pegantin dengan display gaun gaun cantik yang indah dipandang."Kelak jika Imel atau Siska menikah, aku akan mengajak mereka kemari untuk mengepas baju pengantin," gumamku dalam hati sambil tersenyum kecil.Namun baru saja bergumam demikian, tiba tiba aku melihat si jalang, ya Kartika!Dia mengenakan blazer warna ungu dan rok yang membuatnya terlihat bagai Nyonya, sebuah topi bundar dengan pita menghias di kepala dan sepatu heels yang kutaksir dari brand ternama ia kenakan melengkapi penampilannya."Astaghfi

  • Karma : Kupermalukan di Akad Nikahnya    kena amukan

    "Turunkan aku di tepi jalan saja, Mas," pinta Kartika kepada Mas Yadi."Aku nggak mau turunkan kamu di sembarangan tempat, setelah Hendra mengantarkan kami, kamu bisa diantar pulang," kata Mas Yadi sambil menggenggam tangannya.Kira-kira jika wanita lain ada di posisiku, menatap suami mereka duduk dekat dan berpegangan tangan, apa yang akan terjadi."Enak aja, nggak bisa Mas, si Om harus menjemput anak-anak ke sekolahnya," balasku menyela percakapan Mas Yadi."Kamu terus menerus menyela, Sakinah," ucap Mas Yadi sewot."Apa kalian saja yang boleh bicara dan aku tidak boleh?!" balasku sengit membuat ajudan kami hanya menggelengkan kepala saja."Bukan begitu Sakinah, kamu sudah tahu aku tidak mungkin membawa Kartika ke markas.""Kenapa? Mas takut? Mas khawatir akan ditampar oleh Komandan, sebegitu pengecutkah?" Aku sinis dan tertawa."Entah kenapa mulutmu begitu kasar, Sakinah." ia menunjukkan wajah tak suka."Ya ampun, kamu mengomentari kata-kataku sementara aksimu yang memalukan itu,

  • Karma : Kupermalukan di Akad Nikahnya    puas atau belum

    *Aku kembali ke rumah, ketika hari sudah mulai petang, anak-anak yang sedang duduk di ruang tv menikmati tayangan dari layar datar tersebut terlihat membalikkan badan ketika aku menutup pintu rumah."Mama, mama baru pulang ya?" tanya Siska padaku sambil berdiri dan menyambutku."Iya, sayang Mama buru pulang, capek banget," ujarku sambil menjatuhkan diri di sofa dekat mereka."Memangnya akhir-akhir ini Mama ngurusin apa sih? Mama kelihatan kurus dan mata Mama berkantung hitam, adakah hal yang serius yang sedang Mama pikirkan?" tanya si Kakak menimpali ucapan adiknya."Iya, ada hal serius, dan ini beneran serius.""Apaan, Ma?" Si Adik lebih penasaran sekarang."Mama ingin bicara, tapi mama mohon kalian untuk mengendalikan diri agar hal ini bisa diselesaikan dengan kepala dingin," pintaku berhati-hati."Apa Ma? Ayo dong, kita bakal mati penasaran kalo gini," kata Siska tak sabar."Sebenarnya Papa diam-diam menikah lagi," kataku lirih."Apa?!" Kedua anakku terbelalak dan menyebut itu ham

  • Karma : Kupermalukan di Akad Nikahnya    ada cara

    **"Tahan!" Siska berteriak amat kencang membuat kami menghentikan langkah kami."Stop! semua! Tante, kalau Tante masih punya akal, silakan angkat kaki dari tempat ini, Tante sadar 'kan kalau ini bukan rumah, Tante," ujarnya setengah panik sambil memegang Kakaknya."Ini juga bukan rumah kalian," jawabnya menggeram."Setidaknya, kami berhak ada disini, kalau Tante memang masih waras, Tante tidak akan datang dan memaksa orang lain untuk bercerai dengan suaminya," kata Imel sambil menunjuknya.Wanita itu sesaat terlihat ragu dengan gerakannya sendiri, baik aku maupun dia kami sama-sama tidak mampu menahan nafas yang memburu karena emosi."Percuma bertengkar seperti ini, Papa yang akan menjatuhkan pilihan dan memutuskan untuk hidup dengan siapa, jadi hentikan."Aku menatap sorot mata Siska dengan penuh keheranan, tidak biasanya dia bersikap begitu tenang seperti hari ini, aku mencoba memberi isyarat apa maksud dari yang dia lakukan sekarang, namun hanya ditanggapi dengan menggeleng.Wani

Bab terbaru

  • Karma : Kupermalukan di Akad Nikahnya    ketika

    Ketika mereka membalikkan badan, Kartika dan pria itu terkejut, bukan main kaget, sampai salha tingkah, sedang aku langsung menutup mulut dengan kedua tangan, menyembunyikan rasa terpana yang tidak terkira. Aku tak tahu apa harus marah atau menangis dengan pemandangan miris di depan sana, bersamaan dengan rasa iba pada Mas Yadi."Astaghfirullah, apa-apaan kamu Kartika?!' Mas yadi menggeram, mengepalkan tangan dan mendekat, ia maju dan bersiap memukul pria yang jadi pasangan selingkuh Kartika."Beraninya kau menggoda istriku," ujar Mas Yadi sambil melayangkan pukulan."Kau juga sedang bersama istriku, kau telah mempengaruhinya!" Balas pria yang jijik kusebut suami itu."Keterlaluan kau Didit, apa hubunganmu dengan istriku?""Tidakkah harusnya aku yang bertanya apa hubungan yang kau bangun dengan kantan istrimu?!" Mas Yadi membalikkan badan dan terkejut melihatku di belakangnya."Sakinah .....""Apa kau mau mengelak sekarang?" Pria jahat itu terkekeh sinis."Kartika teganya kamu, buru b

  • Karma : Kupermalukan di Akad Nikahnya    jadi

    "Jadi kau izinkan aku pergi?""Begini saja, pergilah kau sendiri menemui istrimu aku akan memindahkan anak-anak bersama si Bibi ke perkebunan, anak buah Bendi akan mengawal mereka dan memastikan mereka selamat. Kurasa itu adalah jalan terbaik daripada harus mengikuti kau kesana kemari sementara mereka juga harus menjalani aktivitas belajar dan ujian mereka.""Kurasa masuk akal juga apa yang kau katakan, aku akan pergi kalau begitu," ujar pria itu sambil mengambil tasnya.Sebelum sempat keluar dari kamar, ia mendekat dan tanpa aba-aba dia mendaratkan sebuah kecupan hangat di keningku."Terima kasih masih menyimpan pakaianku," bisiknya lembut.Detik berikutnya, pria itu meninggalkanku begitu saja di dalam kamar ini, kamar yang dulu begitu penuh cinta dan aroma kerinduan. Aku jatuh terduduk di atas ranjang, meremas sprei yang dulu pernah menjadi saksi, betapa kami saling mencintai."Pada akhirnya sebagai suami, dia harus tetap bertanggung jawab kepada wanita yang sudah dia terima nika

  • Karma : Kupermalukan di Akad Nikahnya    sesampainya di rumah

    Sesampainya di depan rumah berlantai dua milik kami, Bendi memasukkan mobilnya ke garasi dan langsung menurunkan rolling door garasi dengan rapat.Aku dan Mas Didit saling pandang namun tak berani banyak bertanya, dia lalu meminta Imel untuk menarik cat mobil yang merupakan tempelan untuk membantunya sehingga mobil yang tadi berwarna biru gelap sudah berubah menjadi putih.Setelah selesai ia mengganti pakaiannya dan masuk kembali ke mobil."Kamu gak mampir dulu?" tanya Imel."Aku harus pergi, sebelum polisi tahu bahwa kekacauan di tol tadi adalah perbuatanku," balasnya."Kau akan baik-baik saja?" untuk pertama kalinya pria itu terlihat mengkhawatirkan orang."Iya, Pak, saya akan baik baik saja.""Oh, aku lupa kau punya banyak pengawal," balas Mas Yadi.Pria itu hanya menggeleng pelan sambil tersenyum lalu berpamitan denganku dan anak perempuanku."Hati-hati ya," ujar Imel."Kenapa kau tidak menambahkan kata sayang di belakang kalimat hati-hati?" tanya pemuda itu mengulum senyum mem

  • Karma : Kupermalukan di Akad Nikahnya    itu papa

    "Itu Papa!" Seru anakku gembira dia membuka mobil dan langsung berlari ke arah papanya.Anak gadisku begitu gembira dan langsung menghambur memeluk papanya, pria itu juga bahagia dan langsung memeluk putrinya."Akhirnya Papa kelur juga, aku rindu," kata Imel, "tapi kenapa tangan dan kaki papa? Kenapa Papa jalannya pincang?"Tanya Imel yang mengomentari gerakan tubuh Mas Yadi, untungnya dia tak tahu bahwa pria itu habis tertembak dua minggu lalu."Apa kabar, Mas?" Sapaku sambil mengulurkan tangan menyalaminya, tanpa kuduga ia memelukku lalu menepuk belakang punggungku perlahan."Alhamdulillah aku baik sekarang," jawabnya tersenyum, sedang aku terbengong dengan sikapnya."Oh be-begitu ya, ba-baguslah." Sial, aku gugup dan canggung, sementara Bendi dan Imel saling melirik dan tersenyum."Kalo begitu ayo kita pulang," ajak Bendi."Lho, kamu siapa?" tanya Mas Yadi pada Bendi."Dia adalah orang yang sudah menolongku dan Imel dari penyekapan Mas, dia juga sering menjengukku ke rumah sakit d

  • Karma : Kupermalukan di Akad Nikahnya    tuan william

    Setelah mengambil semua surat menyurat yang sudah dibuat ulang dari kantor kuasa hukum kami, aku segera mengajak Bendi untuk pergi menjemput Mas Suryadi ke gerbang Rutan Pondok kopi.Mobil kami meluncur di jalan aspal yang mulus lalu berputar di lingkar Selatan dan menuju pinggir kota dimana pusat lembaga pemasyarakatan itu berada."Kamu yakin bahwa papa akan keluar jam 1 siang?""Iya mah begitu informasi yang aku dengar dari Pak Efendy dan petugas sipir yang menelponku," balasnya."Mudah-mudahan lancar ya," gumamku sembari berharap semoga berita tentang kebebasan Mas Yadi bukan hanya lobi semata antara polisi dan TNI, sementara pada kenyataannya hal itu tidak pernah terjadi."Apa semuanya akan aman bendi?""Kita harus tetap waspada nyonya, anda pun sekarang berada dalam incaran," balasnya."Apa? Apa maksudnya?""Lihat mobil Chevrolet hitam yang sedang mengikuti di belakang kita? Sejak dari rumah sakit tadi mobil itu terus mengikuti dan mengawasi, aku rasa mereka memang sudah mengi

  • Karma : Kupermalukan di Akad Nikahnya    kubenahi

    Kubenahi rambut dan wajahku yang berantakan, aku merutuk karena pria itu menyakiti rahangku, demi Tuhan aku akan bersumpah bahwa dia akan membayarnya.Kini aku harus mencatat daftar panjang orang-orang yang akan aku tuntut dengan pembalasan. Ada William, Didit, Heri, dan sinoembuat masalah Kartika. Mereka bertiga sahabat yang harus dihancurkan.Tiba tiba muncul sesuatu dalam benakku, ide untuk mengadu domba mereka semua dan membuat mereka saling berselisih paham dan saling mencurigai. Perlahan kepercayaan satu sama lain akan tergerus dan hancur tak bersisa, lalu setelahnya, kuhancurkan mereka semua secara hukum juga.Tapi sejujurnya aku pun belum tahu akan memulai dari mana, sulit menentukan mana orang yang benar-benar bisa dipercaya dan mana yang tidak, mana yang tulus dan mana yang hanya modus, mana yang kawan mana yang berpura-pura menjadi kawan lalu menusuk."Aku harus segera menghubungi pengacaraku," batinku sambil meraih ponselku.Tak lama sambungan terhubung, pria yang sudah

  • Karma : Kupermalukan di Akad Nikahnya    dia membesuk

    Kedatangan orang itu memang mengejutkan, dia yang pernah melayani keluargaku dengan baik dan sempat berkonflik denganku karena membela Suryadi kini sudah berdiri di sini menyapa sopan lalu mengambil tempat duduk."Apa kabar Ibu?""Baik, Hendra, aku tak pernah menyangka kau akan datang, entah harus senang atau heran, tapi aku bersyukur atau kemurahan hatimu," balasku pelan."Saya merasa prihatin atas kabar yang terdengar terakhir kali, terlebih mengetahui bahwa Ibu yang sedang hamil disakiti," jawabnya."Terima kasih atas perhatianmu, bagaimana kabar istri anakmu?" tanyaku."Baik, Nyonya.""Oh, syukurlah."Sesaaat suasana menjadi hening dan kaku, aku dan Hendra sama sama diam, tak tahu harus membahas apa."Bagaimana kabar Letkol Suryadi sekarang?""Dia masih ditahan di kantor polisi," balasku."Bukannya beliau sudah bebas?""Iya, tapi ditahan lagi, itu juga karena aku," jawabku menerawang jauh."Pak Yadi tidaklah jahat, dia hanya salah langka karena menyukai Nyonya Kartika, Tapi saya

  • Karma : Kupermalukan di Akad Nikahnya    jamin dia

    "Aku kenal seorang polisi korup, dia cukup dekat dengan Kapolda, jika Nyonya mau, mungkin aku bisa menjaminkan Suryadi dengan menemuinya." Pria itu terlihat memicingkan mata meminta pendapatku."Itu ide bagus, tidakkah mereka curiga kenapa seorang preman mau menjamin Suryadi?""Kenapa tidak, memangnya Anda pikir aku akan menggunakan identitas asli, sebagai seseorang yang kerap menjadi buruan polisi, Aku tidak bisa hidup tanpa menggandakan identitas Nyonya," bisiknya sambil tertawa miring."Kau benar, kadang aku pun ngeri dengan berurusan denganmu, salah langkah atau kurang uang selembar saja resikonya jauh lebih mengerikan daripada penjara," balasku tertawa."Sebetulnya aku melakukan bisnis ini demi uang namun ada beberapa hal yang tidak aku lakukan untuk keuntungan semata," jawabnya sambil mengedarkan pandangan ke segala arah."Jika begitu, lakukan apa yang menurutmu baik," balasku.Tiba tiba dari monitor kamera koridor yang terlihat dari balik panel kaca kamarku, kami dapat mel

  • Karma : Kupermalukan di Akad Nikahnya    Tante

    "Tante ... aku cariin Tante sejak pertama kali Tante gak pulang, kemana aja," ujarnya sambil menangis."Aku ada masalah dengan Papamu," jawabku."Papa?" Gadis itu langsung menghentikan tangisannya dan nampak amat terkejut."Iya, dia yang sudah membuatku terbaring di sini, nyaris melumpuhkan dan membunuhku," "Ta-tapi kenapa? Bukankah Tante istrinya Papa, lalu kenapa bisa begitu?""Entahlah, hanya dia dan Allah yang tahu.""Aku menyayangi Tante seperti Mamaku, kenapa Papa harus berbuat setega itu?""Memang dia bilang apa denganmu tentangku?""Dia bilang Tante ssakit, tapi aku curiga karena Imel dan Siska ikut menghilang sannpergi dari rumah, balasnya mengusap air mata."Mungkin kita tak bisa serumah lagi, Nak,," ujarku sambil menggenggam tangannya."Kenapa, Tante sama Papa mau cerai?""Iya, dia bahkan hendak memenjarakannaku tanpa alasan andai tidak ada yang turun tangan menegaskan masalah ini, sekali aku minta maaf karena kita tak akan bersama lagi," balasku sambil mengusap wajahnya

DMCA.com Protection Status