Aku kembali ke rumah, aku kembali dengan hati setengah gembira. Tadinya, aku akan tidur saja, namun kurasa aku tak boleh membuang banyak waktu.Pukul sebelas malam, aku meluncur menuju rumah dinas yang baru kutempati selama tiga tahun sebagai Ibu Dandim. Kuncinya kubawa dan ketika melewati pos penjagaan aku memberi tahu petugas bahwa akan mengambil sisa barang yang tertinggal.Mereka sempat bertanya, apakah aku butuh pengawalan namun kutolak dengan senyum ramah."Tidak usah, saya cuma mau ambil sisa pakaian dan perhiasan rumah.""Kalo begitu kenapa tidak menunggu besok pagi?""Saya tidak sempat karena sibuk, ditambah lagi saya sering lupa."Mereka memberi hormat dan aku melanjutkan masuk ke dalam komplek.Kugeser gerbang, lalu menuju pintu depan dan memasukkan kunci. Aku hendak mengambil pedang yang kugunakan tempo hari untuk melindungi diri, pedang itu sempat menggores tangan salah seorang tentara yang berusaha menyakitiku."Alhamdulillah, masih ada di sini," gumamku sambil menatap
Setelah mengantar kantung darah ke bagian perawat aku segera menuju kamar Mas Yadi untuk menjenguk dan memastikan keadaannya.Kubuka pintu kamarnya dan mendapati pria itu sedang terbaring lemah dengan wajah kuyu, kelihatannya setelah meringkuk lama di tahanan, dia sedikit kehilangan berat badan."Apa kabar, Mas?"Ia menoleh lemah, memandangku tanpa menjawab "Aku membawa dua kantung darah untuk menambahkan stok darah yang sudah habis untukmu," ujarku."Terima kasih." Agaknya kekakuan wajahnya sudah membaik. "Apakah kamu susah bisa bergerak?Kelihatannya, moodmu juga sedang buruk, Mas, jadi aku akan pergi saja. Jangan lupa makan dan obatmu," ujarku sambil berlalu."Tidak bisakah gugatanmu diakhiri saja? Aku hanya ingin bertahan hidup dengan apa yang tersisa dariku, dan aku tak akan mengubah harta dan hakmu," katanya pelan membuatku menghentikan langkahku.Memang benar semua orang bertahan dengan apa yang tersisa dari diri mereka. Dan aku tak bisa memungkiri bahwa dia juga sedang berus
Alangkah terkejut diri ini mendapati bahwa 99,8 persen hasil tes adalah sama. Aku seolah mendapat kartu as yang akan kugunakan untuk membungkam semua orang.Namun, alih-alih menahan Heri, aku akan gunakan hasil tes ini sebagai alat untuk menekannya dan memaksanya bicara jujur, selain itu aku juga akan menekan ayahnya Letnan Heri--Kolonel William---agar tidak mengabulkan permintaan keringanan dari Mas Yadi. Aku yakin dengan menyodorkan bukti yang memberatkan anaknya, tak ada seorang dia akan mulai berpikir panjang.Andai ia memutuskan tidak membelaku dan tetap meringankan Mas Yadi, maka karier dan hidup anaknya akan berakhir, bahkan Letnan Heri juga akan membusuk dalam waktu lama di penjara. Kadang terlintas keheranan dalam pikiranku, betapa berani dan jauhnya langkah yang kuambil untuk memperjuangkan tekadku. Aku sudah mengorbankan banyak hal untuk mendapat keadilan. Maka, aku tak bisa menyerah di tengah jalan atau kabur dan tidak lantang bersuara seperti pengecut. Aku harus teta
Terdengar keriuhan dari petugas mengerumuni Mas Yadi, dia dibopong dan di bawah ke mobil khusus pasir .Di saat bersamaan para hakim yang memberi keputusan tadi keluar juga dan langsung menyaksikan drama pemindahan Mas Yadi ke rumah sakit. Setelahnya, mereka terlihat saling berbisik dan berembuk."Nyonya Sakinah, anda ingin langsung pulang atau mau ikut ambulance ke rumah sakit. tanya salah seorang hakim."Tidak usah, saya ada urusan, Pak.""Sepertinya Anda memang sudah menjaga jarak ya, Bu?""Sebisanya ingin begitu," jawabkku."Tapi ini, bagaimana jika.kami perlu ibu untuk ikut dengan kami, karena ibu adalah keluarganya, dan jika membutuhkan operasi, kami pasti minta tanda tangan ibu." Tiba tiba petugas medis menimpali percakapan kami."Kalo begitu silakan jalan duluan, saya akan ikut dengan mobil saya..Mobil itu pun bergegas meninggalkan markas militer dan langsung kuikuti dari belakang.Setelah sampai di rumah sakit, Mas yadi diturunkan lalu dibawa ke ke unit gawat darurat unt
Pagiku sudah begitu sempurna dengan mentari yang bersinar cerah dan senyum ceria anak-anak. Kami menikmati hidangan sarapan sambil berbagi cerita hingga Mas Yadi bergabung di meja kami.Anak-anak menyapa ayahnya, melabuhkan pelukan dan kecupan manja di pipi lalu berpamitan pergi. Tinggallah aku dan dia di meja dala kebisuan."Lakukan saja apa yang menurutmu benar tentang kedua anak ini," ujarnya."Memangnya apa yang menurutmu benar, sebagai ayah tirinya kau akan mengantar mereka ke dinas sosial atau panti asuhan?""Sepertinya itu akan merusak citraku di mata Kartika," ujarnya sambil mengesap kopinya."Jangan merusak pagiku dengan menyebut nama gundikmu, aku bisa geram," gumamku."Lakukan apa yang melegakan hatimu kalo begitu, Sakinah, aku akan menurut.""Aku yakin kau pasti punya modus dengan ini, lagipula siapa yang peduli bagaimana penilaian Kartika padamu," desisku sambil menyuapkan makanan ke mulut."Aku hanya ingin kau bahagia," jawabnya.Aku tertawa kecil mendengarnya. Apa? Ingi
Kutunggu Heri dan kekasih gelapnya menuntaskan kegiatan mereka dan meninggalkan tempat ini sambil menikmati pemandangan malam dari kaca gedung kamar yang kupesan.Sengaja kubiarkan pintu terbuka agar bisa melihat keadaan.Tepat satu jam berikutnya, pintu itu terbuka dan si wanita terlihat keluar, tak lama diikuti oleh pria itu yang mengantarnya ke pintu. Mereka berpelukan dan dan saling memberi ciuman perpisahan.Kujepret momen langka yang mungkin akan membuat istri dan orang tua Letnan Heri mendadak mati berdiri. Berselang dua menit wanita itu beranjak meninggalkan tempat itu."Wah, kebetulan sekali," gumamku yang sukses membuat dia membalikkan badan dan terkejut "Apa yang kamu lakukan di sini? Kamu menguntitku?""Buat, Apa? Aku sedang ada acara, dan kebetukan melihatmu datang.""Jangan coba-coba mengangguku," ancamnya sambil melotot."Sebaiknya kita masuk dan membicarakan hal ini, tak baik di lihat orang di koridor," ujarku sambil melenggang santai, masuk ke dalam kamarnya, dan
keesokan hari setelah memastikan semua ritual pagi anak-anak selesai dan mereka berangkat sekolah aku segera mempersiapkan diri untuk pergi ke tempat Kartika.Setelah mengenakan blazer dan mengambil tas aku segera meraih kunci mobil dan bersiap pergi.di saat yang bersamaan masjadi yang tengah membaca buku di ruang tamu nampak heran melihatku terburu-buru."Kamu ma kemana?'"Ada urusan.""Tidak bisakah kamu sehari saja di rumah?""Aku punya banyak urusan yang harus kutangani, sebelum orang lain mendahuluiku," jawabku yang seketika memmbuatnya bungkam."Jangan berusaha terlalu keras, Sakinah, kau akan lelah dan kesulitan," ujarnya."Selama ini aku sudah mengurusi diriku sendiri dan urusan rumah tangga tanpa bantuanmu, aku akan baik-baik saja," jawabku. "Kamu mau kemana?" ulangnya."Maaf aku bisa terlambat, aku pergi dulu," pamitku.*Sesampainya di bangunan besar yang diberi nama lembaga pemasyarakatan Sukajadi kuparkirkan mobil dan langsung masuk ke loby untuk mendaftar jika aku ingin
setelah membuatkan sarapan untuk anak-anak aku segera menuju ke kamar dan membuka laptop milikku untuk memeriksa hal-hal yang belum aku lakukan.Aku kenal seseorang yang menguasai dunia IT dan berprofesi sebagai hacker profesional. Aku berencana untuk mengirimkan email dan meminta bantuannya untuk melacak siapa pemilik ponsel yang kemarin aku dapatkan dari menekan tombol redial di telepon rumah.Beruntungnya dia segera membalas email dan merespon pertanyaanku serta bersedia membantu untuk menemukan kaki tangan dari Mas Yadi.[Itu nomornya berada tak jauh dari rumah dinasmu ] balas kenalanku itu.[Sungguhkah? mohon dicek, siapa ] pintaku.[Mudah-mudahan aku bisa melacak nomor ini terdaftar atas nama siapa, kita berharap saja semoga nama yang didaftarkan adalah nama yang valid dan memiliki alamat lengkap.][Aku akan menunggu kabar baik darimu, terima kasih sebelumnya.][Aku akan mengirimkan email jika sudah ketemu hasilnya, semoga bisa cepat ][Ya, terima kasih. Aku akan menunggu ] ba