Home / Pernikahan / Kapan Kamu Menyentuhku? / 93. Mengganggu Dika

Share

93. Mengganggu Dika

Author: Diganti Mawaddah
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Ini sudah kali ketiga Tika menelpon Dika sampai Dika merasa geram. Pekerjaan laki-laki itu jadi terganggu karenanya dan dia tidak bisa mematikan teleponnya sebab tentu saja dia juga berkomunikasi dengan pihak kebun binatang tempatnya bekerja. Dia juga harus mengecek beberapa hal menggunakan handphone-nya.

"Kamu bisa nggak buat hari ini jangan ganggu dulu? Aku kan udah bilang lagi sibuk, Tika. Kalau pekerjaanku dah selesai, kamu boleh ngomong sepuasnya. Jangan sekarang." Sekuat tenaga Dika mencoba untuk menahan emosinya. Ternyata Tika memang tak seperti Nuri yang dewasa dan pengertian. Setelah menyadari semua ini, laki-laki itu merasa menyesal telah menyia-nyiakan Nuri demi perempuan kekanakan seperti Tika. Seandainya saja semua ini tak terjadi. Entah kenapa dada Dika mendadak merasa sesak mengingat semua pun dia juga merasa begitu merindukan mantan istrinya itu. Semua hal, dari tawa, senyum, perkataan, perlakuan, serta masakan Nuri. Hal itu semakin membuatnya sedih.

"Jadi kamu mau bi
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Arif Zaif
kapok tika di kawal terus ma Jimmy wkwkwk
goodnovel comment avatar
Mimin Rosmini
si Dika belum di ruqiyah ya.?nunggu dgn sabar aja kapan tuh buntelan sampah dibikin blangsak unlimited ...gemeees
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   94. SAH Dilamar

    Suara alunan musik lembut menjadi penggiring yang serasi dengan dinner romantis di restoran mewah. Interiornya mengusung konsep perpaduan antara Chinese dan Europe. Satu sisi interiornya terdapat kotak telepon merah khas London, juga miniatur bus merahnya. Tidak ketinggalan pula pohon-pohon buatan yang indah. Dirancang sedemikian rupa bak musim semi asli. Sementara di sini bagian lagi, lampion-lampion menggantung di atap-atap restoran. Ada pula tulisan-tulisan Chinese pada pada temboknya. Ilustrasi Tembok Besar Cina juga terpampang di sana. Menciptakan rasa seperti berada langsung di tempat tersebut. Nuri terpana menyaksikan keindahan restoran tersebut. Ia bahkan tak menyadari bila Daniel sedari tadi mengulum senyum karena melihat tingkahnya. Mereka berdua duduk di bagian dekat jendela. Daniel sengaja memilihnya supaya mereka bisa menikmati pemandangan malam kota. Satu per satu hidangan mulai berdatangan. Ada makanan khas Indonesia, apa pula makanan khas China dan Eropa sesuai te

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   95. Daniel Berdebat dengan Mamanya

    Bab 95Beberapa hari telah prosesi lamaran secara pribadi antara Daniel dan Nuri, akhirnya Bu Cici—ibunya Daniel—mengetahui bahwa putranya telah melamar Nuri. Ia tidak terima atas hal tersebut. Bisa-bisanya Daniel ingin menjadikan Nuri sebagai ibu sambung dari Luna. Dengan paras anaknya yang tampan serta kemampuan finansial yang mapan, semestinya Daniel bisa mendapatkan gadis lain di luaran sana. Gadis yang cantik dan tentu saja belum pernah menikah. Seperti Angel misalnyaNamun, Daniel malah lebih memilih Nuri yang notabenenya adalah seorang janda. Mau ditaruh di mana muka Bu Cici ketika teman-teman dan keluarga besarnya tahu bila putranya menikah lagi dengan janda? Itu sungguh memalukan dan tidak etis. Memang sih anaknya sudah duda, tapi duda berkelas. Harusnya bisa dong dapat yang vrigin. Banyak mungkin yang mau.Wanita separuh baya itu berusaha mencari waktu yang tepat untuk bicara empat mata dengan Daniel. Ia akan mulai bicara dan menasihati baik-baik. Jika anaknya tetap kukuh d

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   96. Kesedihan Bu Widya

    Selepas mendengar kabar lamaran yang diterima Nuri, Bu Widya menelepon wanita itu beberapa hari kemudian. Ia ingin bertemu secara langsung dengan Nuri dan mengkonfirmasi apakah benar Nuri telah menerima lamaran dari Daniel ataukah tidak. Meski dalam hatinya merasa cemas dan sedih, Bu Widya harus tetap menguatkan diri. Hari ini ia bersiap-siap untuk bertemu Nuri di sebuah restoran. “Ndak papa Ibu pergi sendiri? Takutnya nanti kenapa-kenapa di jalan,” ujar Fitri, Asisten Rumah Tangga mereka. Bu Widya mengangguk singkat. “Gak papa, Fit. Ada pak sopir juga yang mengantar. Tolong nanti kalau Dika telepon ke rumah dan tanya saya di mana, bilang aja saya keluar buat arisan,” jelasnya kemudian. Fitri mengiyakan, lantas bergegas membawakan tas Bu Widya dan mengantar hingga depan. Wanita separuh baya yang selalu berpenampilan elegan dan berkelas itu hari ini wajahnya tampak sedikit pucat. Kendati demikian, pertemuan dengan Nuri tak bisa ia batalkan. Jadilah Bu Widya berangkat bersama sopir

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   97.

    Tiga hari berlalu sejak hari pertama Bu Widya pingsan dan jatuh sakit. Hingga kini pun wanita itu masih terbaring lesu di atas ranjang besar miliknya. Fitri tetap setia merawat dan sesekali mengajak Bu Widya mengobrol. Kadang juga ia harus bertanya terlebih dahulu kebohongan apa lagi yang harus dikatakan kepada Dika suka majikan mudanya itu tak terus bertanya perihal ibunya. Willy yang kini berada di Australia bersama keluarga kecilnya merasa khawatir pada keadaan ibunya. Sudah sepekan lebih berlalu, tetapi ibunya tak kunjung menelepon dan memberi kabar terbarunya. Jadilah di tengah kesibukannya yang sekarang Willy memutuskan untuk menghubungi sang ibu terlebih dahulu. “Bu, ada telepon masuk dan Pak Willy.” Fitri memberitahu Bu Widya soal telepon masuk tersebut. Bu Widya langsung memberikan kode pada Fitri untuk membantunya duduk menyandar di kepala ranjang. Ia lalu meminta ponselnya untuk menjawab panggilan dari Willy. Ia jelas lebih bisa bicara dengan Willy ketimbang Dika dalam

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   98. Nuri Menjenguk Bu Widya

    “Mama sakit apa? Kok sampe pucat banget gini?” Nuri meraih tangan Bu Widya, lalu sebelah tangan lainnya ditempelkan pada kening wanita itu. Tangannya terasa hangat. Itu berarti Bu Widya masih demam. Nuri turut sedih melihat kondisi Bu Widya. Ia sudah menganggap wanita separuh baya yang masih tampak cantik ini seperti ibunya sendiri. Ketika ia masih menjadi menantu di rumah ini, Bu Widya selalu memperlakukannya dengan baik. Tidak pernah bicara kasar atau membentak. Tidak pernah marah-marah atau disuruh-suruh. Ia amat sayang pada wanita di depannya ini. “Gak papa, Mama baik-baik aja.” Lagi-lagi Bu Widya berbohong. “Nuri minta maaf baru jenguk Mama. Nuri baru tau kalau Mama dari Udin. Mama kenapa bisa sampai sakit?” “Karena masalah itu, Sayang ….”Seketika kedua mata Nuri membulat. Ia sama sekali tak menyangka bila kabar itu bisa sampai membuat Bu Widya jatuh sakit begini. Ia merasa bersalah sekaligus tidak enak. Bu Widya jujur mengakui bahwa ia sakit karena perkara Nuri yang sudah

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   99. Rencana Ibu Mertua

    Bu Cici dan Tante Jamila yang tak menduga kedatangan Luna, jadi kikuk sendiri. Mereka terdiam dan saling pandang untuk beberapa saat. Lantas keduanya tertawa canggung untuk menutupi apa yang baru saja mereka bicarakan. “Oma Cici dan Oma Mila baru aja bicara soal itu kan?” ulang Luna sembari berjalan mendekat. “Enggak Sayang, Luna salah dengar. Oma Cici sama Oma Mila lagi bahas masalah arisan,” elak Bu Cici. Matanya menatap ke arah Jamila, meminta persetujuan. Langsung saja Jamila paham akan kode itu dan mengangguk-angguk tanda setuju.“Iya Luna, benar apa yang dikatakan omamu,” tambahnya berusaha menyakinkan. Luna hanya diam menandingi kedua omanya secara bergantian. Ia lalu tersenyum samar dan pamitan pergi. Remaja usia 16 tahun itu menuju dapur karena ia tujuan utamanya turun tadi. Ketika sudah kembali ke kamarnya dan membawa makanan, Luna merenungkan apa yang telah didengarnya. Ia memang tak begitu dengar apa yang dibicarakan para oma, tetapi jelas ia mendengar nama Nuri dan p

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   100. Pesan Bu Fatma

    “Mama akan menghubungi adik almarhum papanya Nuri supaya bisa datang ke Jakarta Minggu depan. Dia akan menjadi wali nikahnya.” Bu Fatma berkata lagi.“Baik, Ma,” sahut Daniel. “Mama bahagia sekali akhirnya Nuri akan punya kehidupan baru. Tolong jaga dan cintai dia sepenuh hatimu hingga maut memisahkan kalian, Nak. Berjanjilah kamu akan melakukannya.” Patah-patah Bu Fatma mengucapkan kalimat barusan. Wanita separuh baya tersebut sejak tadi sudah menangis karena bahagia. Ia tak sanggup menahan air matanya. Sungguh bahagia sekali ia mendengar kabar ini. Nura yang berada di dekatnya, ikut menyeka ujung mata. Ia sedari tadi memang tak ikut bicara, tapi mengetahui bahwa kakaknya akan segara menikah membuatnya ikut menangis. Bahagia sekaligus terharu. Mereka menyudahi panggilan tersebut karena Bu Fatma harus segara menghubungi adik almarhum suaminya. Begitu sambungan terputus, Daniel refleks menghela napas lega. “Kenapa?” Nuri tertawa melihatnya.“Berasa lagi sidang skripsi. Sangat men

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   101. Kenekatan Bu Widya

    Hari senin siang. Warung bakso Nuri ramai seperti biasa. Ia dan Ardi sibuk melayani pembeli dan mengerjakan ini itu. Sementara Nuri terus bekerja, tanggal pernikahannya kian dekat. “Sibuk terus ya Ndoro Nuri.” Kalimat Udin yang baru datang hanya dianggap angin lalu oleh Nuri.Ia tak punya waktu luang untuk melayani godaan dari Udin. Namun sayangnya Udin bukanlah manusia yang mudah putus asa, ia terus tetap berusaha menggoda Nuri bagaimanapun caranya. Pantang mundur sebelum menang, itulah motonya. Entah menang melawan siapa. Udin juga sebenarnya pelanggan, tetapi karena tingkahnya ia jadi diberi nomor kesekian oleh Nuri. Wanita itu lebih memilih melayani terlebih dahulu pembeli yang lain dibanding Udin. Hal itu membuat Udin keki dan duduk begitu saja dengan tampang sebal. Ardi yang menyaksikannya tertawa. Karena kasihan pada Udin, lelaki itu pun membawakan segelas es the manis guna menyegarkan hati Udin yang sekarang lagi panas. “Yang sabar, Din. Namanya juga calon Nyonya Agung, pa

Latest chapter

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   121. Minta Cerai

    Setelah sekian lama menghubungi papanya, akhirnya panggilan itu diangkat juga oleh Daniel. "Luna, Sayang, ada apa?" suara Daniel berat, seperti orang baru saja bangun dari tidur. "Papa, Bunda pingsan di rumah. Sekarang ada di rumah sakit bersama Luna dan Bu guru. Kenapa Papa susah ditelepon. Ini masalahnya Bunda terus menangis. Bunda bilang papa jahat. Ada apa sih, Pa?" "Hah? A-apa? Nuri dirawat. Luna, apa bisa kamu berikan ponsel kamu pada bunda, Papa harus bicara dan Papa mohon, kamu keluar dari kamar perawatan ya, Nak. Karena ini pembicaraan orang dewasa.""Iya, Pa, sebentar, Luna kasih Bunda." Remaja itu berjalan masuk ke dalam bilik Nuri. Bunda sambungnya itu masih menangis sesegukan sejak tadi. Belum pernah sedetik pun berhenti. Bantalnya saja sampai basah. Suster membujuk untuk bercerita, tetapi Nuri memilih bungkam. "Bunda, ada telepon dari Papa." Luna berujar pelan. Lalu meletakkan ponselnya di samping Nuri. Remaja itu keluar dari ruang perawatan VIP. Masuk ke dalam lift

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   120. Wanita Siluman

    Nuri dilarikan ke rumah sakit oleh Luna, dibantu juga oleh guru homeschooling-nya. Bu Cici dan Bu Mila sedang keluar untuk jogging dan dua orang nenek itu tidak membawa ponsel. Jadilah Luna membawa Nuri ke rumah sakit dengan mobil sedan lama milik gurunya. Kunci pagar dan juga rumah, dititipkan Luna pada pembantu di sebelah rumahnya. Luna memberi tahu kan hal itu pada papanya. Remaja itu menghubungi papanya, tetapi tidak bisa. Ponsel Daniel memang masih mati. Lebih tepatnya dimatikan sengaja oleh Angel. "Papa ke mana sih? Ini masih pagi loh," gerutu remaja itu kesal. "Sabar, Luna. Papa kamu sedang meeting mungkin. Coba tinggalkan pesan saja. Bilang bunda kamu lagi di rumah sakit karena pingsan di kamar.""Oh, gitu, ya Bu. Ya sudah, saya tinggalkan pesan WA saja." Luna menurut saran darin gurunya. Ia pun mengetik dengan cepat pesan untuk sang Papa yang saat ini ternyata tengah mandi. Mobil yang dikendarai guru Luna berhenti di lobi IGD rumah sakit. Ia meminta tolong pada salah satu

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   119. Hancur

    "Kamu terlalu menganggap remeh aku, Mas Daniel. Apa kamu tidak tahu sedang mempermainkan perasaan siapa? Kamu nampak begitu tidak sudi padaku, bahkan menikahi janda dari kampung itu tanpa mengundangku. Ya ampun, padahal kamu duda, tetapi kenapa aku malah bucin berat sama kamu. Padahal kamu jelas tidak suka padaku. Baiklah, jika aku sudah ikuti aturan main kamu, maka kamu pun harus ikuti aturan main aku, Mas. Tuhan itu adil, membawa kamu padaku." Angel kembali mencium rakus bibir Daniel yang tidak sadarkan diri di bawah pengaruh obat perangsang dan juga obat tidur yang ia cekoki saat pria itu tak sadarkan diri. Tubuh telanjangnya benar-benar menyukai senjata milik Daniel yang berhasil mengobrak-abrik organ intimnya. Bercak darah perawan juga tercecer di seprei dan selimut mereka. Angel puas, bahkan amat sangat puas. Rencananya berhasil tanpa perlu ikut campur dari orang tua Daniel. Saat ia tahu Daniel sedang ada di Singapura, maka ia pun mendapatkan ide ini. Foto itu ia kirimkan pad

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   118. Semangat Baru

    Pukul dua siang, Nuri sudah diantar pulang ke rumah suaminya. Tidak lupa Bu Widya membelikan banyak vitamin untuk Nuri dan juga makanan. Bu Widya bahkan membelikan daster cantik untuk putrinya itu. Ya, bagi seorang Bu Widya, Nuri adalah putrinya. Jika putrinya tertekan, maka ia pun akan sangat sedih. Selagi Nuri tidak sampai di dipukul oleh mertua yang sombongnya gak tertolong itu, maka ia harus menahan diri. "Mama, terima kasih jalan-jalannya dan oleh-olehnya." Nuri begitu senang setelah meluapkan semua kesedihannya pada Bu Widya. Wanita paruh baya itu selalu mengerti dirinya. Bersikap begitu bijak dan tidak memanas-manasinya untuk durhaka pada suami atau mertua. Bu Widya hanya memintanya kuat dan juga memperjuangkan haknya. Jika sudah dianggap keterlaluan, maka ia harus bisa melawan. Bukan melawan tanda tidak hormat, tetapi untuk menyelamatkan mentalnya. "Iya, Sayang, Mama. Minggu depan Mama ke sini lagi ya. Kita ke salon. Hari ini gak keburu mau ke salon. Ingat pesan Mama ya, Can

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   117. Bu Widya ke Rumah Nuri

    "Ibu siapa?" tanya Bu Cici saat Bu Widya sudah berada di teras rumahnya. Wanita begitu jengah karena sejak kemarin ada saja saudara Nuri yang datang. Apakah wanita itu menceritakan pada keluarganya bahwa ia di sini diperlukan seperti pembantu? Tapi bukankah Nuri gak punya siapapun di Jakarta? "Saya adik ayahnya Nuri. Kebetulan sedang ada bisnis di sini. Saya mau ajak Nuri makan di luar. Apakah boleh, Bu?" Bu Cici memperhatikan Bu Widya yang tampilan glowing dengan emas yang ia pakai. Mulai dari gelang, cincin, kalung besar, jam tangan mahal, serta gamis yang dipakai Bu Widya adalah gamis seharga lima jutaan ke atas. "Baik, tapi Nuri tidak diijinkan keluar terlalu lama oleh suaminya. Itu pesan Daniel. Jadi sebelum jam dua siang, sudah kembali ya." "Baik, Bu, terima kasih atas pemaklumannya." "Nuri Sayang, kamu ganti baju dulu ya, Tante tunggu di sini saja gak papa.""Ah, itu sopir saya! Sini, Cep!" Pria dari luar pagar berlari untuk memberikan kunci mobil pada Bu Widya. Dengan ang

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   116. Darah Haid yang Tak Kunjung Berhenti

    115. Dika benar-benar tidak bisa menahan emosinya sepulang dari menjenguk Nuri. Ibu Mertua Nuri tadi bahkan tidak mempersilakannya masuk dan malah mengomel, mengatakan urusan rumah tangga Nuri bukanlah urusannya, jadi Dika tidak perlu ikut campur. Bagaimana Dika bisa berdiam diri kalau melihat secara nyata Nuri diperlakukan buruk seperti itu? Mumpung Tika sedang sibuk menonton, Dika langsung menelepon adiknya, Willy, untuk mengabarkan apa yang dilihatnya di rumah Daniel tadi. Untung saja Willy langsung mengangkat teleponnya sehingga ia tidak perlu repot-repot menambah emosi. Setelah berbasa-basi sejenak, Dika pun mulai bercerita kepada Willy. Sang adik tentu saja terkejut mendengar apa yang terjadi kepada kakak iparnya itu. "Mas mau minta saran dari kamu, nih, WIil. Apa yang harus Mas lakuin sekarang? Rasanya nggak tega ngeliat Nuri dijadikan babu seperti itu," ujar Dika setelah selesai bercerita. "Duh, gimana, ya, Mas. Aku juga bingung. Gini aja, aku minta tolong Mas buat serin

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   115. Dika Menjenguk Nuri

    Dika tidak bisa melupakan kata-kata mamanya kemarin. Tentu saja tentang Nuri, bukan tentang Tika. Kalau hal yang berhubungan dengan Tika, Dika sudah tidak heran lagi. Ia sudah menyaksikan sendiri betapa menjengkelkannya sang istri. "Apakah aku harus datang sendiri untuk memastikannya?" Dika bertanya kepada dirinya sendiri. Tanpa bisa dipungkiri, Dika merasa iba kepada Nuri kalau memang mantan istrinya itu diperlakukan seperti babu oleh keluarga suaminya. Padahal saat masih menjadi istrinya dulu, setidaknya Dika tidak pernah melihat mamanya memperlakukan Nuri dengan buruk. "Iya, sepertinya aku memang harus datang ke sana," tekad Dika. Berbekal alibi mereka adalah ipar, Dika pun nekat ingin menemui Nuri di rumah Daniel. Ia sengaja tidak memberitahukan hal tersebut kepada ibunya, apalagi kepada Tika. Bisa-bisa Tika guling-guling di depannya kalau sampai ia meminta izin untuk hal yang satu itu. "Din, saya minta alamat Nuri dong!" pinta Dika ketika menemui Udin. "Loh, buat apa, Pak?"

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   114. Bertengkar dengan Mertua

    "Aduh, kenapa halaman depan masih banyak daun jatuh, ya, Nuri? Bukannya saya udah sempat nyuruh kamu bersihin, ya? Kalau sampai ada tamu penting yang datang bagaimana? Mereka bisa ilfeel melihatnya!" Mendapati pertanyaan seperti itu saat sedang sarapan, membuat Nuri kesusahan menelan air yang sudah masuk ke dalam mulutnya. Untung saja cairan itu tidak menyembur ke wajah Bu Cici. "Maaf, Ma. Saya sudah bersihkan halaman semalam, kok. Namanya juga ada pohon hidup, Ma. Wajar kalau ada daun yang jatuh lagi," jawab Nuri setelah berhasil menelan minumannya. "Berarti harusnya kamu inisiatif, dong, bersihin subuh-subuh. Jadi waktu saya bangun, halamannya sudah bersih. Saya kan jadi tidak perlu buang-buang waktu buat negur kamu." Nuri menghela napas panjang. Ingin membalas ucapan sang Mertua, tetapi malas berdebat. Alhasil, ia pun mengalah. "Baik, Ma. Setelah sarapan saya bersihkan halamannya.""Ya, udah, yang cepat sarapannya. Jangan sengaja lama-lamain karena malas mengurus rumah!" Nuri

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   113. Dika Mulai Solat

    Tika sedang berada di boncengan motor suaminya. Seperti biasa, Tika memeluk tubuh Dika terlalu erat, sehingga pria itu tidak nyaman. Napasnya terasa sesak, sehingga mengakibatkan Dika tidak fokus mengendarai motornya. Beberapa kali ia menabrak begitu saja polisi tidur, hingga Tika terguncang. "Mas, pelan dong!" protesnya. "Kamu juga jangan kuat-kuat peluk saya. Napas saya jadi sesak. Saya gak fokus bawa motor!" omel Dika balik. "Bukannya lelaki itu suka kalau dipeluk erat istri, ini malah protes!" Dika menghentikan motornya di pinggir trotoar. Lalu pria itu menoleh ke belakang dengan wajah marah. "Sekali lagi kamu balikin ucapan saya, kamu turun di jalan! Kita mau ke dokter, jadi jangan rusak suasana!" Tika terdiam sambil menunduk. Di dalam hatinya masih sangat kesal dengan Dika, tetapi justru ia juga semakin cinta. Apalagi setelah melihat senjata suaminya secara tidak sengaja yang seguede timun suri. Membayangkan benda itu masuk ke miliknya, membuat Tika bergetar, sekaligus bergi

DMCA.com Protection Status