Share

100. Pesan Bu Fatma

Penulis: Diganti Mawaddah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Mama akan menghubungi adik almarhum papanya Nuri supaya bisa datang ke Jakarta Minggu depan. Dia akan menjadi wali nikahnya.” Bu Fatma berkata lagi.

“Baik, Ma,” sahut Daniel.

“Mama bahagia sekali akhirnya Nuri akan punya kehidupan baru. Tolong jaga dan cintai dia sepenuh hatimu hingga maut memisahkan kalian, Nak. Berjanjilah kamu akan melakukannya.” Patah-patah Bu Fatma mengucapkan kalimat barusan.

Wanita separuh baya tersebut sejak tadi sudah menangis karena bahagia. Ia tak sanggup menahan air matanya. Sungguh bahagia sekali ia mendengar kabar ini.

Nura yang berada di dekatnya, ikut menyeka ujung mata. Ia sedari tadi memang tak ikut bicara, tapi mengetahui bahwa kakaknya akan segara menikah membuatnya ikut menangis. Bahagia sekaligus terharu.

Mereka menyudahi panggilan tersebut karena Bu Fatma harus segara menghubungi adik almarhum suaminya.

Begitu sambungan terputus, Daniel refleks menghela napas lega.

“Kenapa?” Nuri tertawa melihatnya.

“Berasa lagi sidang skripsi. Sangat men
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Arif Zaif
andai semua mertua kek bu widya ,aman dunia
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   101. Kenekatan Bu Widya

    Hari senin siang. Warung bakso Nuri ramai seperti biasa. Ia dan Ardi sibuk melayani pembeli dan mengerjakan ini itu. Sementara Nuri terus bekerja, tanggal pernikahannya kian dekat. “Sibuk terus ya Ndoro Nuri.” Kalimat Udin yang baru datang hanya dianggap angin lalu oleh Nuri.Ia tak punya waktu luang untuk melayani godaan dari Udin. Namun sayangnya Udin bukanlah manusia yang mudah putus asa, ia terus tetap berusaha menggoda Nuri bagaimanapun caranya. Pantang mundur sebelum menang, itulah motonya. Entah menang melawan siapa. Udin juga sebenarnya pelanggan, tetapi karena tingkahnya ia jadi diberi nomor kesekian oleh Nuri. Wanita itu lebih memilih melayani terlebih dahulu pembeli yang lain dibanding Udin. Hal itu membuat Udin keki dan duduk begitu saja dengan tampang sebal. Ardi yang menyaksikannya tertawa. Karena kasihan pada Udin, lelaki itu pun membawakan segelas es the manis guna menyegarkan hati Udin yang sekarang lagi panas. “Yang sabar, Din. Namanya juga calon Nyonya Agung, pa

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   102. Restu dati Bu Cici

    “Pak Dika hidup atau mati, sih? Kenapa lama banget angkat telfon saya?” omel Tika begitu panggilannya dijawab oleh Dika yang langsung meminta maaf. “Ya, maaf. Namanya lagi sibuk.” Dika melihat ponselnya. Masih terhubung, tapi kenapa Tika diam? “Ya udah, besok pas saya pulang, saya belikan kamu cilok sepuluh ribu sebagai tanda permintaan maaf.”“Dimana-mana minta maaf itu pake bunga, Pak. Bukan cilok!!” kesal Tika. Andai Dika ada di hadapannya pasti ia akan mencubit ginjal Dika. Lalu menjualnya supaya dia kaya raya.“Lho, jangan salah. Ini bunganya spesial.”“Bunga apa, Pak? Bunga bank, ya?” tebak Tika. Matanya berbinar bahagia. Jika Dika memberinya bunga bank, itu kan bisa sekalian jadi maskawin mereka. Yang artinya Tika dan Dika akan ... Tika berjoget ria saat pemikirannya benar.“Bunga kamboja!!” sembur Dika yang tertawa puas. Bahkan sampai memegangi perutnya. Ia bisa membayangkan wajah Tika yang cemberut dengan tangan di pinggang. Ah, membuat perempuan itu kesal ternyata sangat me

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   103. SAH Menjadi Istri Daniel

    Rumah sederhana milik mempelai wanita itu sudah sibuk dari sebelum subuh. Selain anggota dapur dan anggota depan, ada anggota rias yang tak kalah sibuk. Juri sudah di dandan sejak supaya subuh usai. Wanita itu memakai dirias tipis karena pernikahan itu tidak memakai adat, hanya ijab kabul saja alias menikah siri. Semuanya sibuk dengan urusan dan pekerjaan masing-masing. Jadi, suara berisik itu selain berasal dari kegiatan mereka, juga berasal dari mulut yang tiada henti mengoceh.“Nuri,” sapa Bude, adik ipar Papanya. Mereka sudah datang. Entah berapa lama perjalanan yang mereka tempuh untuk sampai di Jakarta dan kebetulan sekali waktunya pas sebelum akad nikah dimulai.“Pakle, Buklek. Sudah lama?” tanya Nuri sambil mencium punggung tangan kedua paruh baya itu. Ya, keduanya datang sebagai wali nikah Nuri juga sebagai sanak saudara yang sudah lama tidak bertemu. ”Yang lain mana?”“Yang lain sudah di depan sana, Nak.” Bukle membingkai wajah cantik Nuri. “Kamu cantik sekali, persis seper

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   104. Dika yang Patah Hati

    Suara mobil berhenti di depan rumah, tak membuat wanita paruh baya yang melihat video di ponselnya itu untuk melihat atau sekedar melirik. Sama sekali tak berefek padanya, ia terlalu fokus.Ribuan kali wanita itu berdecak dan mencemooh. Kadang juga memberikan komentar julid atau menjatuhkan kegiatan itu. Namun, itu semua tak mampu menghapuskan rasa kesal dan sedih di hati yang sudah tumbuh sejak pertama kali ia melihat video itu.“Assalamualaykum, Dika pulang!” teriak Dika ketika ia sudah memasuki rumahnya. Bahkan hampir kesandung karpet yang berada di ruang tamu. “Hei, karpet, minggir dong! Udah tahu aku mau lewat.” Jadi kesal sendiri, padahal salahnya yang tak berhati-hati. Dika sudah terkena efek anak jaman sekarang, khas anak dua ribuan. Harus punya hal yang disalahkan biar enggak over thinking katanya. Dika tersenyum melihat punggung Mamanya yang tengah duduk bersantai di sofa ruang tamu. Kemudian berjalan perlahan mendekat langkahnya sengaja dibuat mengendap-ngendap. Padahal se

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   105. Membalas Sakit Hati

    Kabar pernikahan Nuri benar-benar membuat Dika tak bisa berpikir jernih. Dia ingin mantan istrinya itu merasakan apa yang kini dia rasakan. Setidaknya, menurutnya begitu. Rasa sakit, kecewa serta kekalutan hatinya akan dirasakan Nuri ketika dia juga menikahi wanita lain.Tentu saja, Tika menjadi seseorang yang akan diperistri olehnya. Seseorang yang akan menggantikan Nuri di hatinya. Ah, entah hal ini bisa dikatakan demikian? Sedangkan sejak awal Dika menunjukkan ketidak tulusan mempersunting Tika, karena yang ada dalam hatinya balas dendam.Beberapa hari yang lalu Dika menyuruh seseorang untuk mencari keberadaan abang Tika di kampung. Dan saat ini pria dengan kemeja kotak-kotak berlengan panjang itu tengah duduk berhadapan dengan Dika. Dua saksi juga dihadirkan di sana. Dengan rasa penuh kemenangan, Dika menjabat yang pria yang menjadi wali nikah calon istrinya."Tunggu sebentar, Pak Dika, ini saya jelaskan dulu. Sepertinya untuk masnya ini, ini kali pertama menikahkan adiknya. Betul

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   106. Darah Kotor yang Tak Kunjung Berhenti

    Setelah keduanya dipenuhi oleh hasrat yang tak bisa ditahan lagi, Dika segera menggendong tubuh Tika dan ditidurjannya dengan penuh hati-hati. Dengan nafas keduanya yang saling memburu, saling berlomba ingin segera diluapkan, keduanya kembali bercumbu. Hingga di detik berikutnya tiba-tiba Tika merasa ada yang keluar di area kewanitaannya.Sontak saja Tika mendorong tubuh Dika yang sedang mencumbu di atasnya. Dika terkejut bukan main, bersamaan dengan itu cairan berwarna merah didapati di paha istrinya itu. Untuk beberapa saat Dika terdiam tak mengerti, sedang hasratnya yang menggebu menuntut segera dituntaskan.Tika segera bangun. Memastikan cairan apa yang keluar itu, hingga setelah mengetahuinya wanita itu beringsut bangun. Keterkejutan yang ditampakkan oleh Tika membuat Dika marah besar."Kamu lagi datang bulan?!" geram Dika dengan suara meninggi nyaris membentak.Tika menggeleng."Lalu ini apa?!""A-aku gak tahu. Aku bener-bener gak tahu." Tika terus menggelengkan kepalanya.Tika

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   107. Nuri Pulang Honeymoon

    "Mas, sepertinya saya sudah selesai datang bulannya," bisik Nuri malu-malu di telinga suaminya, saat mereka tengah menikmati perjalanan pulang bulan madu dengan kereta api VIP. Sontak mata Daniel berbinar bahagia. "Beneran? Aduh, tahu gitu kita panjangin honeymoon-nya. Kalau udah di rumah, pasti direpotin Luna, mama dan Tante Mila." Daniel menggaruk tengkuknya. "Katanya besok sudah harus ke luar kota? Sampai di rumah nanti bisa. Jangan lupa kita pasang tulisan di depan pintu Tidak Boleh Diganggu atau bisa juga Awas, ada pengantin galak!" Daniel tertawa mendengar ucapan Nuri. Pria itu mencium tangan istrinya dengan begitu lembut. "Iya, sampai di rumah saja ya. Pakai baju yang seksi kemarin saya beliin di Bali itu," kata Daniel dengan kerlingan mata. "Justru saya mau gak pakai baju, Mas, ha ha ha... epp!" Daniel menutup mulut Nuri dengan cepat, agar tawa istrinya tidak semakin keras. Akhirnya mereka berdua tertawa sambil menutup mulut. Begitu sampai di stasiun Gambir, Daniel dan Nu

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   108. Malam Pertama Nuri (21+)

    Nuri memang belum berpengalaman dalam urusan hubungan intim. Jangan nya bercinta, berciuman saja ia dengan Dika karena pria itu berada di bawah pengaruh obat perangsang. Namun, malam ini ia akan mempraktekkan gerakan yang ia ingat dari video panas yang pernah ia tonton. Saat masih bersama Dika, Nuri menonton video untuk belajar menyenangkan suami, tetapi Dika engga memyentuhnya, sehingga ilmu yang ia dapat sia-sia. Sekarang tiba ia mempraktikkan ilmu yang didapat. "Kenapa melihat saya seperti itu?" tanya Daniel heran. Nuri berjalan perlahan menghampiri suaminya di pinggir tempat tidur, begitu ia keluar dari kamar mandi; menyikat giginya. Ya, mereka berdua baru saja selesai makan dan Nuri tidak percaya diri jika nanti suaminya menciumnya, ada aroma amis yang tertinggal. "Suamiku, setelah aku melihat dari dekat seperti ini, ternyata suamiku ini tampan sekali." Nuri berdiri di depan Daniel, meletakkan kedua tangannya di pundak suaminya. Daniel pun tersenyum dengan rona merah di wajahn

Bab terbaru

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   121. Minta Cerai

    Setelah sekian lama menghubungi papanya, akhirnya panggilan itu diangkat juga oleh Daniel. "Luna, Sayang, ada apa?" suara Daniel berat, seperti orang baru saja bangun dari tidur. "Papa, Bunda pingsan di rumah. Sekarang ada di rumah sakit bersama Luna dan Bu guru. Kenapa Papa susah ditelepon. Ini masalahnya Bunda terus menangis. Bunda bilang papa jahat. Ada apa sih, Pa?" "Hah? A-apa? Nuri dirawat. Luna, apa bisa kamu berikan ponsel kamu pada bunda, Papa harus bicara dan Papa mohon, kamu keluar dari kamar perawatan ya, Nak. Karena ini pembicaraan orang dewasa.""Iya, Pa, sebentar, Luna kasih Bunda." Remaja itu berjalan masuk ke dalam bilik Nuri. Bunda sambungnya itu masih menangis sesegukan sejak tadi. Belum pernah sedetik pun berhenti. Bantalnya saja sampai basah. Suster membujuk untuk bercerita, tetapi Nuri memilih bungkam. "Bunda, ada telepon dari Papa." Luna berujar pelan. Lalu meletakkan ponselnya di samping Nuri. Remaja itu keluar dari ruang perawatan VIP. Masuk ke dalam lift

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   120. Wanita Siluman

    Nuri dilarikan ke rumah sakit oleh Luna, dibantu juga oleh guru homeschooling-nya. Bu Cici dan Bu Mila sedang keluar untuk jogging dan dua orang nenek itu tidak membawa ponsel. Jadilah Luna membawa Nuri ke rumah sakit dengan mobil sedan lama milik gurunya. Kunci pagar dan juga rumah, dititipkan Luna pada pembantu di sebelah rumahnya. Luna memberi tahu kan hal itu pada papanya. Remaja itu menghubungi papanya, tetapi tidak bisa. Ponsel Daniel memang masih mati. Lebih tepatnya dimatikan sengaja oleh Angel. "Papa ke mana sih? Ini masih pagi loh," gerutu remaja itu kesal. "Sabar, Luna. Papa kamu sedang meeting mungkin. Coba tinggalkan pesan saja. Bilang bunda kamu lagi di rumah sakit karena pingsan di kamar.""Oh, gitu, ya Bu. Ya sudah, saya tinggalkan pesan WA saja." Luna menurut saran darin gurunya. Ia pun mengetik dengan cepat pesan untuk sang Papa yang saat ini ternyata tengah mandi. Mobil yang dikendarai guru Luna berhenti di lobi IGD rumah sakit. Ia meminta tolong pada salah satu

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   119. Hancur

    "Kamu terlalu menganggap remeh aku, Mas Daniel. Apa kamu tidak tahu sedang mempermainkan perasaan siapa? Kamu nampak begitu tidak sudi padaku, bahkan menikahi janda dari kampung itu tanpa mengundangku. Ya ampun, padahal kamu duda, tetapi kenapa aku malah bucin berat sama kamu. Padahal kamu jelas tidak suka padaku. Baiklah, jika aku sudah ikuti aturan main kamu, maka kamu pun harus ikuti aturan main aku, Mas. Tuhan itu adil, membawa kamu padaku." Angel kembali mencium rakus bibir Daniel yang tidak sadarkan diri di bawah pengaruh obat perangsang dan juga obat tidur yang ia cekoki saat pria itu tak sadarkan diri. Tubuh telanjangnya benar-benar menyukai senjata milik Daniel yang berhasil mengobrak-abrik organ intimnya. Bercak darah perawan juga tercecer di seprei dan selimut mereka. Angel puas, bahkan amat sangat puas. Rencananya berhasil tanpa perlu ikut campur dari orang tua Daniel. Saat ia tahu Daniel sedang ada di Singapura, maka ia pun mendapatkan ide ini. Foto itu ia kirimkan pad

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   118. Semangat Baru

    Pukul dua siang, Nuri sudah diantar pulang ke rumah suaminya. Tidak lupa Bu Widya membelikan banyak vitamin untuk Nuri dan juga makanan. Bu Widya bahkan membelikan daster cantik untuk putrinya itu. Ya, bagi seorang Bu Widya, Nuri adalah putrinya. Jika putrinya tertekan, maka ia pun akan sangat sedih. Selagi Nuri tidak sampai di dipukul oleh mertua yang sombongnya gak tertolong itu, maka ia harus menahan diri. "Mama, terima kasih jalan-jalannya dan oleh-olehnya." Nuri begitu senang setelah meluapkan semua kesedihannya pada Bu Widya. Wanita paruh baya itu selalu mengerti dirinya. Bersikap begitu bijak dan tidak memanas-manasinya untuk durhaka pada suami atau mertua. Bu Widya hanya memintanya kuat dan juga memperjuangkan haknya. Jika sudah dianggap keterlaluan, maka ia harus bisa melawan. Bukan melawan tanda tidak hormat, tetapi untuk menyelamatkan mentalnya. "Iya, Sayang, Mama. Minggu depan Mama ke sini lagi ya. Kita ke salon. Hari ini gak keburu mau ke salon. Ingat pesan Mama ya, Can

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   117. Bu Widya ke Rumah Nuri

    "Ibu siapa?" tanya Bu Cici saat Bu Widya sudah berada di teras rumahnya. Wanita begitu jengah karena sejak kemarin ada saja saudara Nuri yang datang. Apakah wanita itu menceritakan pada keluarganya bahwa ia di sini diperlukan seperti pembantu? Tapi bukankah Nuri gak punya siapapun di Jakarta? "Saya adik ayahnya Nuri. Kebetulan sedang ada bisnis di sini. Saya mau ajak Nuri makan di luar. Apakah boleh, Bu?" Bu Cici memperhatikan Bu Widya yang tampilan glowing dengan emas yang ia pakai. Mulai dari gelang, cincin, kalung besar, jam tangan mahal, serta gamis yang dipakai Bu Widya adalah gamis seharga lima jutaan ke atas. "Baik, tapi Nuri tidak diijinkan keluar terlalu lama oleh suaminya. Itu pesan Daniel. Jadi sebelum jam dua siang, sudah kembali ya." "Baik, Bu, terima kasih atas pemaklumannya." "Nuri Sayang, kamu ganti baju dulu ya, Tante tunggu di sini saja gak papa.""Ah, itu sopir saya! Sini, Cep!" Pria dari luar pagar berlari untuk memberikan kunci mobil pada Bu Widya. Dengan ang

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   116. Darah Haid yang Tak Kunjung Berhenti

    115. Dika benar-benar tidak bisa menahan emosinya sepulang dari menjenguk Nuri. Ibu Mertua Nuri tadi bahkan tidak mempersilakannya masuk dan malah mengomel, mengatakan urusan rumah tangga Nuri bukanlah urusannya, jadi Dika tidak perlu ikut campur. Bagaimana Dika bisa berdiam diri kalau melihat secara nyata Nuri diperlakukan buruk seperti itu? Mumpung Tika sedang sibuk menonton, Dika langsung menelepon adiknya, Willy, untuk mengabarkan apa yang dilihatnya di rumah Daniel tadi. Untung saja Willy langsung mengangkat teleponnya sehingga ia tidak perlu repot-repot menambah emosi. Setelah berbasa-basi sejenak, Dika pun mulai bercerita kepada Willy. Sang adik tentu saja terkejut mendengar apa yang terjadi kepada kakak iparnya itu. "Mas mau minta saran dari kamu, nih, WIil. Apa yang harus Mas lakuin sekarang? Rasanya nggak tega ngeliat Nuri dijadikan babu seperti itu," ujar Dika setelah selesai bercerita. "Duh, gimana, ya, Mas. Aku juga bingung. Gini aja, aku minta tolong Mas buat serin

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   115. Dika Menjenguk Nuri

    Dika tidak bisa melupakan kata-kata mamanya kemarin. Tentu saja tentang Nuri, bukan tentang Tika. Kalau hal yang berhubungan dengan Tika, Dika sudah tidak heran lagi. Ia sudah menyaksikan sendiri betapa menjengkelkannya sang istri. "Apakah aku harus datang sendiri untuk memastikannya?" Dika bertanya kepada dirinya sendiri. Tanpa bisa dipungkiri, Dika merasa iba kepada Nuri kalau memang mantan istrinya itu diperlakukan seperti babu oleh keluarga suaminya. Padahal saat masih menjadi istrinya dulu, setidaknya Dika tidak pernah melihat mamanya memperlakukan Nuri dengan buruk. "Iya, sepertinya aku memang harus datang ke sana," tekad Dika. Berbekal alibi mereka adalah ipar, Dika pun nekat ingin menemui Nuri di rumah Daniel. Ia sengaja tidak memberitahukan hal tersebut kepada ibunya, apalagi kepada Tika. Bisa-bisa Tika guling-guling di depannya kalau sampai ia meminta izin untuk hal yang satu itu. "Din, saya minta alamat Nuri dong!" pinta Dika ketika menemui Udin. "Loh, buat apa, Pak?"

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   114. Bertengkar dengan Mertua

    "Aduh, kenapa halaman depan masih banyak daun jatuh, ya, Nuri? Bukannya saya udah sempat nyuruh kamu bersihin, ya? Kalau sampai ada tamu penting yang datang bagaimana? Mereka bisa ilfeel melihatnya!" Mendapati pertanyaan seperti itu saat sedang sarapan, membuat Nuri kesusahan menelan air yang sudah masuk ke dalam mulutnya. Untung saja cairan itu tidak menyembur ke wajah Bu Cici. "Maaf, Ma. Saya sudah bersihkan halaman semalam, kok. Namanya juga ada pohon hidup, Ma. Wajar kalau ada daun yang jatuh lagi," jawab Nuri setelah berhasil menelan minumannya. "Berarti harusnya kamu inisiatif, dong, bersihin subuh-subuh. Jadi waktu saya bangun, halamannya sudah bersih. Saya kan jadi tidak perlu buang-buang waktu buat negur kamu." Nuri menghela napas panjang. Ingin membalas ucapan sang Mertua, tetapi malas berdebat. Alhasil, ia pun mengalah. "Baik, Ma. Setelah sarapan saya bersihkan halamannya.""Ya, udah, yang cepat sarapannya. Jangan sengaja lama-lamain karena malas mengurus rumah!" Nuri

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   113. Dika Mulai Solat

    Tika sedang berada di boncengan motor suaminya. Seperti biasa, Tika memeluk tubuh Dika terlalu erat, sehingga pria itu tidak nyaman. Napasnya terasa sesak, sehingga mengakibatkan Dika tidak fokus mengendarai motornya. Beberapa kali ia menabrak begitu saja polisi tidur, hingga Tika terguncang. "Mas, pelan dong!" protesnya. "Kamu juga jangan kuat-kuat peluk saya. Napas saya jadi sesak. Saya gak fokus bawa motor!" omel Dika balik. "Bukannya lelaki itu suka kalau dipeluk erat istri, ini malah protes!" Dika menghentikan motornya di pinggir trotoar. Lalu pria itu menoleh ke belakang dengan wajah marah. "Sekali lagi kamu balikin ucapan saya, kamu turun di jalan! Kita mau ke dokter, jadi jangan rusak suasana!" Tika terdiam sambil menunduk. Di dalam hatinya masih sangat kesal dengan Dika, tetapi justru ia juga semakin cinta. Apalagi setelah melihat senjata suaminya secara tidak sengaja yang seguede timun suri. Membayangkan benda itu masuk ke miliknya, membuat Tika bergetar, sekaligus bergi

DMCA.com Protection Status