Suara mobil berhenti di depan rumah, tak membuat wanita paruh baya yang melihat video di ponselnya itu untuk melihat atau sekedar melirik. Sama sekali tak berefek padanya, ia terlalu fokus.Ribuan kali wanita itu berdecak dan mencemooh. Kadang juga memberikan komentar julid atau menjatuhkan kegiatan itu. Namun, itu semua tak mampu menghapuskan rasa kesal dan sedih di hati yang sudah tumbuh sejak pertama kali ia melihat video itu.“Assalamualaykum, Dika pulang!” teriak Dika ketika ia sudah memasuki rumahnya. Bahkan hampir kesandung karpet yang berada di ruang tamu. “Hei, karpet, minggir dong! Udah tahu aku mau lewat.” Jadi kesal sendiri, padahal salahnya yang tak berhati-hati. Dika sudah terkena efek anak jaman sekarang, khas anak dua ribuan. Harus punya hal yang disalahkan biar enggak over thinking katanya. Dika tersenyum melihat punggung Mamanya yang tengah duduk bersantai di sofa ruang tamu. Kemudian berjalan perlahan mendekat langkahnya sengaja dibuat mengendap-ngendap. Padahal se
Kabar pernikahan Nuri benar-benar membuat Dika tak bisa berpikir jernih. Dia ingin mantan istrinya itu merasakan apa yang kini dia rasakan. Setidaknya, menurutnya begitu. Rasa sakit, kecewa serta kekalutan hatinya akan dirasakan Nuri ketika dia juga menikahi wanita lain.Tentu saja, Tika menjadi seseorang yang akan diperistri olehnya. Seseorang yang akan menggantikan Nuri di hatinya. Ah, entah hal ini bisa dikatakan demikian? Sedangkan sejak awal Dika menunjukkan ketidak tulusan mempersunting Tika, karena yang ada dalam hatinya balas dendam.Beberapa hari yang lalu Dika menyuruh seseorang untuk mencari keberadaan abang Tika di kampung. Dan saat ini pria dengan kemeja kotak-kotak berlengan panjang itu tengah duduk berhadapan dengan Dika. Dua saksi juga dihadirkan di sana. Dengan rasa penuh kemenangan, Dika menjabat yang pria yang menjadi wali nikah calon istrinya."Tunggu sebentar, Pak Dika, ini saya jelaskan dulu. Sepertinya untuk masnya ini, ini kali pertama menikahkan adiknya. Betul
Setelah keduanya dipenuhi oleh hasrat yang tak bisa ditahan lagi, Dika segera menggendong tubuh Tika dan ditidurjannya dengan penuh hati-hati. Dengan nafas keduanya yang saling memburu, saling berlomba ingin segera diluapkan, keduanya kembali bercumbu. Hingga di detik berikutnya tiba-tiba Tika merasa ada yang keluar di area kewanitaannya.Sontak saja Tika mendorong tubuh Dika yang sedang mencumbu di atasnya. Dika terkejut bukan main, bersamaan dengan itu cairan berwarna merah didapati di paha istrinya itu. Untuk beberapa saat Dika terdiam tak mengerti, sedang hasratnya yang menggebu menuntut segera dituntaskan.Tika segera bangun. Memastikan cairan apa yang keluar itu, hingga setelah mengetahuinya wanita itu beringsut bangun. Keterkejutan yang ditampakkan oleh Tika membuat Dika marah besar."Kamu lagi datang bulan?!" geram Dika dengan suara meninggi nyaris membentak.Tika menggeleng."Lalu ini apa?!""A-aku gak tahu. Aku bener-bener gak tahu." Tika terus menggelengkan kepalanya.Tika
"Mas, sepertinya saya sudah selesai datang bulannya," bisik Nuri malu-malu di telinga suaminya, saat mereka tengah menikmati perjalanan pulang bulan madu dengan kereta api VIP. Sontak mata Daniel berbinar bahagia. "Beneran? Aduh, tahu gitu kita panjangin honeymoon-nya. Kalau udah di rumah, pasti direpotin Luna, mama dan Tante Mila." Daniel menggaruk tengkuknya. "Katanya besok sudah harus ke luar kota? Sampai di rumah nanti bisa. Jangan lupa kita pasang tulisan di depan pintu Tidak Boleh Diganggu atau bisa juga Awas, ada pengantin galak!" Daniel tertawa mendengar ucapan Nuri. Pria itu mencium tangan istrinya dengan begitu lembut. "Iya, sampai di rumah saja ya. Pakai baju yang seksi kemarin saya beliin di Bali itu," kata Daniel dengan kerlingan mata. "Justru saya mau gak pakai baju, Mas, ha ha ha... epp!" Daniel menutup mulut Nuri dengan cepat, agar tawa istrinya tidak semakin keras. Akhirnya mereka berdua tertawa sambil menutup mulut. Begitu sampai di stasiun Gambir, Daniel dan Nu
Nuri memang belum berpengalaman dalam urusan hubungan intim. Jangan nya bercinta, berciuman saja ia dengan Dika karena pria itu berada di bawah pengaruh obat perangsang. Namun, malam ini ia akan mempraktekkan gerakan yang ia ingat dari video panas yang pernah ia tonton. Saat masih bersama Dika, Nuri menonton video untuk belajar menyenangkan suami, tetapi Dika engga memyentuhnya, sehingga ilmu yang ia dapat sia-sia. Sekarang tiba ia mempraktikkan ilmu yang didapat. "Kenapa melihat saya seperti itu?" tanya Daniel heran. Nuri berjalan perlahan menghampiri suaminya di pinggir tempat tidur, begitu ia keluar dari kamar mandi; menyikat giginya. Ya, mereka berdua baru saja selesai makan dan Nuri tidak percaya diri jika nanti suaminya menciumnya, ada aroma amis yang tertinggal. "Suamiku, setelah aku melihat dari dekat seperti ini, ternyata suamiku ini tampan sekali." Nuri berdiri di depan Daniel, meletakkan kedua tangannya di pundak suaminya. Daniel pun tersenyum dengan rona merah di wajahn
"Tika, kamu ini gimana sih, kamar mandi ada banyak darah kotor. Sehabis kamu beresin pembalut, harusnya kamu guyur lagi semua lantai kamar mandi, siapa tahu ada yang tersisa! Jorok banget ya ampun, tolong deh!" Bu Widya mengomel saat Tika baru saja keluar kamar dengan tubuh yang lemas. Bagaimana tidak lemah, letih, dan lesu, darah haid terus keluar selama delapan hari ia menjadi istri Dika. Menguras semua tenaganya dan membuatnya tidak berdaya. "Ma, tapi saya udah siram tadi." Tika masih mencoba membela diri. "Kamu lihat saja sendiri di kamar mandi! Di rumah ini, hanya ada Mama dan kamu. Fitri keluar dan dia lagi solat. Masa iya setan buang darah kotor di kamar mandi saya! Sudah sana beresin dulu kamar mandinya!" Dengan gerakan kepala, Bu Widya meminta Tika masuk ke kamar mandi. Wanita itu menghempaskan bokongnya di sofa. Tangannya lincah mengibas di depan wajahnya. Sejak ada Tika di rumah, hawanya selalu gerah. Tidak betah berlama-lama di kamar. Mesikpun hujan, tetapi rasanya ingi
"Papa, dua oma kapan pulangnya sih? pusing Luna kalau Oma Cici sama Oma Mila," adu Luna saat pagi hari berada di kamar papanya. Hari ini papanya akan pergi ke Singapura selama empat hari dan dia pun harus pelatihan desain selama tiga hari, dari pagi sampai malam. Nuri dan Daniel menoleh serentak pada Luna. Nuri sedikit lega karena pertanyaan gadis itu mewakili rasa penasarannya. "Di rumah sudah ada Bunda Nuri, kenapa harus ada Oma Mila?" rengeknya lagi dengan kedua kaki yang ditarik ulur di atas karpet. "Papa bisa apa, Luna? Sabar ya. Gak boleh gitu juga. Oma kan di sini mungkin memang lagi senang di sini saja. Lagian opa juga lagi sibuk, oma gak ada teman. Tenang, oma gak selamanya tinggal di sini.""Ya pasti selamanya kalau selamanya gak nikah-nikah juga." Daniel duduk di samping putrinya yang nampak begitu BT. Tangannya mengusap rambut sang Putri dengan penuh sayang. "Sabar ya. Nanti juga oma pulang." "Tau ah!" Luna kembali menghentakkan kakinya, lalu melangkah keluar. Nuri ti
Wajah Nuri sudah memerah menahan tangis. Tidak, ia tidak boleh cengeng. Bukankah yang namanya manusia hidup, pasti ada saja ujiannya. Tidak akan mungkin mulus-mulus saja, lurus tanpa polisi tidur seperti jalan tol. Suami tampan, kaya, masih begitu gagah, sangat mencintainya, anak sambung yang baik dan manis, semua itu cukup baginya. Lalu mertua, bukankah mertua bisa menjadi duri dalam rumah tangga anaknya? Ya, berarti itulah ujian hidupnya.Jika saat masih berstatus istri Dika, ibu mertuanya sangat menyayanginya, sekarang, suaminya mencintainya, tetapi mertuanya tidak suka dengannya. Tidak Nuri, kamu jangan mudah mengalah. Kamu harus kuat! Batinnya menyemangati diri sendiri. Ah, iya, satu lagi ujian baru dalam rumah tangganya. Keperawanan yang tidak kunjung bisa ditembus. Apakah cacat? Masa jalan lahir bisa cacat? Sepulang Daniel nanti, mereka sudah berencana akan ke dokter jika suaminya itu belum juga bisa membobol keperawanannya. "Nuri, terima kasih untuk pekerjaan rumah tangga ha
Setelah sekian lama menghubungi papanya, akhirnya panggilan itu diangkat juga oleh Daniel. "Luna, Sayang, ada apa?" suara Daniel berat, seperti orang baru saja bangun dari tidur. "Papa, Bunda pingsan di rumah. Sekarang ada di rumah sakit bersama Luna dan Bu guru. Kenapa Papa susah ditelepon. Ini masalahnya Bunda terus menangis. Bunda bilang papa jahat. Ada apa sih, Pa?" "Hah? A-apa? Nuri dirawat. Luna, apa bisa kamu berikan ponsel kamu pada bunda, Papa harus bicara dan Papa mohon, kamu keluar dari kamar perawatan ya, Nak. Karena ini pembicaraan orang dewasa.""Iya, Pa, sebentar, Luna kasih Bunda." Remaja itu berjalan masuk ke dalam bilik Nuri. Bunda sambungnya itu masih menangis sesegukan sejak tadi. Belum pernah sedetik pun berhenti. Bantalnya saja sampai basah. Suster membujuk untuk bercerita, tetapi Nuri memilih bungkam. "Bunda, ada telepon dari Papa." Luna berujar pelan. Lalu meletakkan ponselnya di samping Nuri. Remaja itu keluar dari ruang perawatan VIP. Masuk ke dalam lift
Nuri dilarikan ke rumah sakit oleh Luna, dibantu juga oleh guru homeschooling-nya. Bu Cici dan Bu Mila sedang keluar untuk jogging dan dua orang nenek itu tidak membawa ponsel. Jadilah Luna membawa Nuri ke rumah sakit dengan mobil sedan lama milik gurunya. Kunci pagar dan juga rumah, dititipkan Luna pada pembantu di sebelah rumahnya. Luna memberi tahu kan hal itu pada papanya. Remaja itu menghubungi papanya, tetapi tidak bisa. Ponsel Daniel memang masih mati. Lebih tepatnya dimatikan sengaja oleh Angel. "Papa ke mana sih? Ini masih pagi loh," gerutu remaja itu kesal. "Sabar, Luna. Papa kamu sedang meeting mungkin. Coba tinggalkan pesan saja. Bilang bunda kamu lagi di rumah sakit karena pingsan di kamar.""Oh, gitu, ya Bu. Ya sudah, saya tinggalkan pesan WA saja." Luna menurut saran darin gurunya. Ia pun mengetik dengan cepat pesan untuk sang Papa yang saat ini ternyata tengah mandi. Mobil yang dikendarai guru Luna berhenti di lobi IGD rumah sakit. Ia meminta tolong pada salah satu
"Kamu terlalu menganggap remeh aku, Mas Daniel. Apa kamu tidak tahu sedang mempermainkan perasaan siapa? Kamu nampak begitu tidak sudi padaku, bahkan menikahi janda dari kampung itu tanpa mengundangku. Ya ampun, padahal kamu duda, tetapi kenapa aku malah bucin berat sama kamu. Padahal kamu jelas tidak suka padaku. Baiklah, jika aku sudah ikuti aturan main kamu, maka kamu pun harus ikuti aturan main aku, Mas. Tuhan itu adil, membawa kamu padaku." Angel kembali mencium rakus bibir Daniel yang tidak sadarkan diri di bawah pengaruh obat perangsang dan juga obat tidur yang ia cekoki saat pria itu tak sadarkan diri. Tubuh telanjangnya benar-benar menyukai senjata milik Daniel yang berhasil mengobrak-abrik organ intimnya. Bercak darah perawan juga tercecer di seprei dan selimut mereka. Angel puas, bahkan amat sangat puas. Rencananya berhasil tanpa perlu ikut campur dari orang tua Daniel. Saat ia tahu Daniel sedang ada di Singapura, maka ia pun mendapatkan ide ini. Foto itu ia kirimkan pad
Pukul dua siang, Nuri sudah diantar pulang ke rumah suaminya. Tidak lupa Bu Widya membelikan banyak vitamin untuk Nuri dan juga makanan. Bu Widya bahkan membelikan daster cantik untuk putrinya itu. Ya, bagi seorang Bu Widya, Nuri adalah putrinya. Jika putrinya tertekan, maka ia pun akan sangat sedih. Selagi Nuri tidak sampai di dipukul oleh mertua yang sombongnya gak tertolong itu, maka ia harus menahan diri. "Mama, terima kasih jalan-jalannya dan oleh-olehnya." Nuri begitu senang setelah meluapkan semua kesedihannya pada Bu Widya. Wanita paruh baya itu selalu mengerti dirinya. Bersikap begitu bijak dan tidak memanas-manasinya untuk durhaka pada suami atau mertua. Bu Widya hanya memintanya kuat dan juga memperjuangkan haknya. Jika sudah dianggap keterlaluan, maka ia harus bisa melawan. Bukan melawan tanda tidak hormat, tetapi untuk menyelamatkan mentalnya. "Iya, Sayang, Mama. Minggu depan Mama ke sini lagi ya. Kita ke salon. Hari ini gak keburu mau ke salon. Ingat pesan Mama ya, Can
"Ibu siapa?" tanya Bu Cici saat Bu Widya sudah berada di teras rumahnya. Wanita begitu jengah karena sejak kemarin ada saja saudara Nuri yang datang. Apakah wanita itu menceritakan pada keluarganya bahwa ia di sini diperlukan seperti pembantu? Tapi bukankah Nuri gak punya siapapun di Jakarta? "Saya adik ayahnya Nuri. Kebetulan sedang ada bisnis di sini. Saya mau ajak Nuri makan di luar. Apakah boleh, Bu?" Bu Cici memperhatikan Bu Widya yang tampilan glowing dengan emas yang ia pakai. Mulai dari gelang, cincin, kalung besar, jam tangan mahal, serta gamis yang dipakai Bu Widya adalah gamis seharga lima jutaan ke atas. "Baik, tapi Nuri tidak diijinkan keluar terlalu lama oleh suaminya. Itu pesan Daniel. Jadi sebelum jam dua siang, sudah kembali ya." "Baik, Bu, terima kasih atas pemaklumannya." "Nuri Sayang, kamu ganti baju dulu ya, Tante tunggu di sini saja gak papa.""Ah, itu sopir saya! Sini, Cep!" Pria dari luar pagar berlari untuk memberikan kunci mobil pada Bu Widya. Dengan ang
115. Dika benar-benar tidak bisa menahan emosinya sepulang dari menjenguk Nuri. Ibu Mertua Nuri tadi bahkan tidak mempersilakannya masuk dan malah mengomel, mengatakan urusan rumah tangga Nuri bukanlah urusannya, jadi Dika tidak perlu ikut campur. Bagaimana Dika bisa berdiam diri kalau melihat secara nyata Nuri diperlakukan buruk seperti itu? Mumpung Tika sedang sibuk menonton, Dika langsung menelepon adiknya, Willy, untuk mengabarkan apa yang dilihatnya di rumah Daniel tadi. Untung saja Willy langsung mengangkat teleponnya sehingga ia tidak perlu repot-repot menambah emosi. Setelah berbasa-basi sejenak, Dika pun mulai bercerita kepada Willy. Sang adik tentu saja terkejut mendengar apa yang terjadi kepada kakak iparnya itu. "Mas mau minta saran dari kamu, nih, WIil. Apa yang harus Mas lakuin sekarang? Rasanya nggak tega ngeliat Nuri dijadikan babu seperti itu," ujar Dika setelah selesai bercerita. "Duh, gimana, ya, Mas. Aku juga bingung. Gini aja, aku minta tolong Mas buat serin
Dika tidak bisa melupakan kata-kata mamanya kemarin. Tentu saja tentang Nuri, bukan tentang Tika. Kalau hal yang berhubungan dengan Tika, Dika sudah tidak heran lagi. Ia sudah menyaksikan sendiri betapa menjengkelkannya sang istri. "Apakah aku harus datang sendiri untuk memastikannya?" Dika bertanya kepada dirinya sendiri. Tanpa bisa dipungkiri, Dika merasa iba kepada Nuri kalau memang mantan istrinya itu diperlakukan seperti babu oleh keluarga suaminya. Padahal saat masih menjadi istrinya dulu, setidaknya Dika tidak pernah melihat mamanya memperlakukan Nuri dengan buruk. "Iya, sepertinya aku memang harus datang ke sana," tekad Dika. Berbekal alibi mereka adalah ipar, Dika pun nekat ingin menemui Nuri di rumah Daniel. Ia sengaja tidak memberitahukan hal tersebut kepada ibunya, apalagi kepada Tika. Bisa-bisa Tika guling-guling di depannya kalau sampai ia meminta izin untuk hal yang satu itu. "Din, saya minta alamat Nuri dong!" pinta Dika ketika menemui Udin. "Loh, buat apa, Pak?"
"Aduh, kenapa halaman depan masih banyak daun jatuh, ya, Nuri? Bukannya saya udah sempat nyuruh kamu bersihin, ya? Kalau sampai ada tamu penting yang datang bagaimana? Mereka bisa ilfeel melihatnya!" Mendapati pertanyaan seperti itu saat sedang sarapan, membuat Nuri kesusahan menelan air yang sudah masuk ke dalam mulutnya. Untung saja cairan itu tidak menyembur ke wajah Bu Cici. "Maaf, Ma. Saya sudah bersihkan halaman semalam, kok. Namanya juga ada pohon hidup, Ma. Wajar kalau ada daun yang jatuh lagi," jawab Nuri setelah berhasil menelan minumannya. "Berarti harusnya kamu inisiatif, dong, bersihin subuh-subuh. Jadi waktu saya bangun, halamannya sudah bersih. Saya kan jadi tidak perlu buang-buang waktu buat negur kamu." Nuri menghela napas panjang. Ingin membalas ucapan sang Mertua, tetapi malas berdebat. Alhasil, ia pun mengalah. "Baik, Ma. Setelah sarapan saya bersihkan halamannya.""Ya, udah, yang cepat sarapannya. Jangan sengaja lama-lamain karena malas mengurus rumah!" Nuri
Tika sedang berada di boncengan motor suaminya. Seperti biasa, Tika memeluk tubuh Dika terlalu erat, sehingga pria itu tidak nyaman. Napasnya terasa sesak, sehingga mengakibatkan Dika tidak fokus mengendarai motornya. Beberapa kali ia menabrak begitu saja polisi tidur, hingga Tika terguncang. "Mas, pelan dong!" protesnya. "Kamu juga jangan kuat-kuat peluk saya. Napas saya jadi sesak. Saya gak fokus bawa motor!" omel Dika balik. "Bukannya lelaki itu suka kalau dipeluk erat istri, ini malah protes!" Dika menghentikan motornya di pinggir trotoar. Lalu pria itu menoleh ke belakang dengan wajah marah. "Sekali lagi kamu balikin ucapan saya, kamu turun di jalan! Kita mau ke dokter, jadi jangan rusak suasana!" Tika terdiam sambil menunduk. Di dalam hatinya masih sangat kesal dengan Dika, tetapi justru ia juga semakin cinta. Apalagi setelah melihat senjata suaminya secara tidak sengaja yang seguede timun suri. Membayangkan benda itu masuk ke miliknya, membuat Tika bergetar, sekaligus bergi