*Happy Reading*
"Gimana gue gak gusar, Nurbaeti! Air ketuban si Intan tiba-tiba pecah di sini!"
Apa?!
Brak!
Saking kagetnya aku mendengar penuturan si Nurhayati. Aku pun sontak berdiri dengan cepat dari kursi yang kududuki, hingga membuat kursi tersebut langsung terjungkal karenanya.
"Apa, Nur? Ketuban Intan pecah? Kalau begitu si Intan udah mau lahiran, dong?" seruku tanpa sadar.
"Iya, makanya lo buruan ke--"
"Mama?!" seru Bella tiba-tiba. Seraya bangkit dari duduknya, dan lari begitu saja dari foodcourt tersebut
"Eh, Bella? Tunggu!"
Aduh! Nih bocah gak sabaran banget, dah!
Demi tak ingin kehilangan Bella, aku pun bergegas mengejarnya. Tapi--
"Nur, ada apa?" Langkahku pun langsung terhenti karena Ammar tiba-tiba mencekal tanganku.
Ugh ... nih bule mau apa lagi, coba? Ini aku lagi buru-buru, lho. Pake segal ngalangin lagi. Kalau aku sampai kehilangan Bella gimana? Bisa di gorok Pak Dika nanti.
*Happy Reading*Akhirnya, setelah drama alot di Mall dan menjadi bulan-bulanan Intan sepanjang perjalanan ketika merasa kontraksi.Di sinilah aku sekarang, di depan Ruang bersalin, menunggui si geblek Intan bejuang melahirkan anak pertamanya.Pertama? Ya iyalah, kalian gak lupa, kan, kalau Bella itu bukan anak kandung Intan. Dia anak sambung Intan, dari suami dudanya yang kini tengah mondar-mandir kek setrikaan di depan Ruang bersalin dengan gusar.Ya, ya, ya, aku tahu tuh Pak Duda yang kini sudah tidak Duda lagi, cemas nungguin persalinan istrinya. Tapi, tahu gak, sih? Justru kelakuannya yang kek gitu tuh bikin aku yang ngelihat makin pusing di buatnya.Udah mah dari tadi juga udah pusing di jambakin Intan selama ngerasain mules di perjalanan. Sekarang tambah pusing liatin tuh Pak Duda mondar mandir kek bandul buat hipnotis.Duh, Pak Duda. Bisa anteng dikit gak, sih?Kalau emang khawatir sama Intan, kenapa gak nemen
*Happy reading*"Nur, Masuk?!"Aku langsung berjengit kaget, saat mendengar seruan Bang Al yang lantang sekali, di sertai tatapan garang disela kegiatannya mencengkram kerah kemeja Ammar.Ya, Allah. Aku salah apalagi ya? Perasaan aku gak ngapa-ngapain, lho. Cuma pulang dari Rumah sakit, dan ini pum belum jam sepuluh malam. Kenapa Abangku semarah itu? Salahku di mana?"Nur?!"Sekali lagi Bang Al berseru tegas. Saat belum mendapat jawaban dariku."Masuk ke Rumah se-ka-rang!" Seakan aku tidak mengerti titahnya, dia pun mengulanginya, bahkan dengan baik mengejanya.Duh, gusti. Abang aku salah makan kali, ya?"Nur?!""I-iya, Bang."Sebelum aku kena amukan Bang Al juga, aku pun segera menyahut meski sambil tergagap."Ta-tapi, itu Pak Ammar ja-jangan di apa-apain, Bang. Kasian," imbuhku tanpa sadar, sukses mendapat delikan tajam dari Bang Al setelahnya."Kamu belain dia, Nur?!"Aduh Gusti, salah ngom
*Happy Reading*"Apa?!"Aku langsung menutup telingaku. Saat Mak Kanjeng berseru lantang setelah mendengar pengakuan Ammar barusan.Et, dah! Itu suara apa toak masjid, ya?"Jadi? Elo yang bikin si Ammar ghosting gue, Al?"Hah? Apaan? Ghosting? Ya ampun ... bukan begitu kali, Mak!"Ghosting?" beo Bang Al bingung.Nah, kan? Bang Al yang pinternya kebangetan aja. Sampe bingung denger ucapan Mak Kanjeng. Soalnya ... gak sinkron, gaes!"Iya, abis nih bocah janji mau dateng minta si Nur dengan cara layak. Eh, nih bocah malah ngilang tanpa kabar. Itu bukannya sama aja dia ghosting Emak. Iya kan?"Uhm ... Ada benarnya juga, sih. Yee kan? Kasusnya sama."Ternyata elo sebabnya, Al?" Mak kanjeng masih mengomeli Bang Al dengan menggebu.Entah karena tidak bisa menjawab, atau kesulitan mencerna ucapan Mak Kanjeng. Bang Al pun menggaruk tengkuknya dengan kening berlipat dalam."Kenapa sih,
*Happy Reading*"Ya ... ya ... kalau Nur sih ... terserah Abang sama Emak."Pletak!"Aduh!"Seketika aku pun mengaduh, saat mendapat jitakan pedas dari Mak Kanjeng, sedetik setelah aku menjawab.Duh, gusti ... punya emak begini banget, ya? Tangannya ringan banget kek permen kapas."Bener-bener lo, ya? Udah gue bela-belain biar lo dapet suara. Eh, jawaban lo malah kek gitu. Bikin usaha gue sia-sia aja lo! Dasar, oneng!"Ingat, ya! Ucapan seorang ibu itu adalah doa. Jadi ... sekarang kalian tahu kan, kenapa aku bisa se-oon ini? Lah, Emak aku sendiri ngomongnya begitu terus. Gimana gak beneran kejadian, coba?"Ya, terus, Nur harus jawab apa, Mak? Nur sendiri bingung harus jawab apa?" akuku kemudian, setengah kesal sama Mak Kanjeng."Bingung kenapa, lo? Bingung pilih yang mana? Ih, sok laku lo. Yang ngelamar aja cuma sebiji gini, masih aja bingung. Tinggal jawab ya atau enggak aja, repot banget lo Nur. Mu
*Happy Reading* Akhirnya, karena tahu tidak akan bisa melawan titah Mak Kanjeng. Aku pun pasrah dengan segala mau Emak-Emak doyan jitak itu. Daripada benjol, yee kan? Mending turuti aja udah. Nikah, nikah dah sama Ammar. Toh, gak ada ruginya ini. Malah lebihnya over load. Palingan Bang Al doang yang masih uring-uringan, karena masih gak rela nyerahin aku sama playboy cem si Ammar itu. Mungkin karena itu juga, akhirnya Mak Kanjeng pun mengubah keputusannya, yaitu memberi aku dan Ammar waktu lagi untuk saling mengenal. Kalau kata Emak sih, namanya taaruf. Tapi untukku, sama aja kayak pacaran. Orang jadinya aku sama Ammar sering banget berduaan kek orang pacaran. Bahkan, kadang di beberapa kesempatan, pergi berdua hingga malam. Nah, ini yang aku maksud di bab sebelumnya. Tentang salah kaprah arti dari taaruf di jaman sekarang. Untungnya, Ammar tidak se
*Happy Reading*"Alhamdulilah Ya Allah. Akhirnya lo sadar juga, Nur," seru Mak Kanjeng heboh, ketika melihat aku akhirnya membuka mata.Di mana aku?Sepertinya, aku tidak mengenal tempat ini. Tapi, bau antiseptic yang menyengat membuat aku yakin, jika saat ini aku pasti tengah berada di Rumah sakit, atau tempat medis sejenisnya.Aku kenapa?"Nur, apa yang kamu rasain? Ada sakit atau rasa gak nyaman? Ngomong coba sama Abang." Kali ini Bang Al yang bertanya, dengan raut wajah yang syarat akan kekhawatiran.Aku mengerjap sejenak, meredakan rasa pusing yang sebenarnya masih sedikit menggelayuti kepalaku. Seraya menatap Mak Kanjeng dan Bang Al secara bergantian.Aku baru sadar, ternyata mata Mak Kanjeng bengkak dan memerah. Apa Mak Kanjeng baru saja menangis hebat?"Nur?" Tak segera mendapat jawaban dariku. Bang Al kembali memanggil meminta ate
*Happy Reading*Sebenarnya, aku tidak terlalu punya banyak memory tentang Bapak. Bahkan, wajahnya saja, aku lupa.Entah itu karena aku tidak pernah melihat beliau selama ini. Atau, karena memang Mak Kanjeng dan Bang Al juga tak pernah menceritakan apapun soal Bapak padaku.Untuk alasannya sendiri. Jujur saja, aku tidak tahu, dan memang tidak pernah menanyakannya.Eh, pernah sih dulu. Dulu sekali saat aku masih sekolah dasar. Namun karena saat aku bertanya, raut wajah Mak Kanjeng langsung berubah sendu dan malah jadi sering menangis diam-diam. Aku pun jadi tidak berani bertanya lagi. Karena tak ingin melihat Mak Kanjeng sedih.Dulu, kukira itu karena Bapak Sebenarnya sudah tidak ada. Makanya Mak Kanjeng jadi sesedih itu. Tapi ternyata ....."Pergi dari sini, Pak! Jangan ganggu kami lagi! Khususnya Emak dan Nur. Karena Al gak akan biarin Bapak nyakitin mereka lagi!"
*Happy Reading*"Jadi itu alasan Emak selama ini, memaksa Nur nikah muda?""Iya, Al," jawab Mak Kanjeng, sambil menunduk dalam. "Emak cuma berharap, saat Bapak kalian keluar penjara, Nur sudah nikah dan di bawa sama suaminya. Hingga Bapak kalian tidak bisa menemukan Nur, dan tidak menyakiti Nur lagi. Emak bener-bener takut kejadian dulu terulang lagi, Al. Emak gak kuat liat Nur di sakiti lagi."Mak Kanjeng terisak setelah menceritakan alasan dibalik pemaksaannya menyuruh aku cepat menikah selama ini.Bang Al yang mendengar hal itupun langsung mengusap wajah dengan kasar, dan terlihat kecewa sekali pada Emak.Tentu saja dia kecewa, karena ternyata selama ini Mak Kanjeng menyembunyikan rahasia sebesar ini darinya. Padahal, sejak Bapak tidak bersama kami, Bang Al lah yang mengambil alih tanggung jawab sebagai kepala Rumah tangga.Sejak Bapak di penjara karena penganiayan terhadap Emak Kanjeng. Bang Al bekerja keras, banting tulang membant
*Happy reading*"Jadi, anak itu kamu, Mas?" tanyaku tak percaya, setelah mendengar penuturan Ammar tentang kisah 12 tahun lalu yang lumayan bikin aku kepo selama ini."Iya, itu aku. Yang baru saja lepas dari para penculik, dan sengaja bersembunyi di keramaian Pasar Malam," akunya kemudian. Membuat aku tertegun setelahnya."Di ... culik?" Beoku tanpa sadar."Yups! Aku memang habis di culik waktu itu, makanya tampilanku kumel dan ... kelaparan sekali," jawabnya lugas, seraya mengelus perut ratanya dengan penuh drama.Kalau begitu, wajar sih dia aneh malam itu. Dia pasti masih waspada pada orang asing saat itu."Makanya aku gak bisa lupain malam itu, sayang. Karena kehadiran kamu itu benar-benar seperti malaikat untukku. Meski malaikatnya lumayan pelit."Seketika aku pun mencebik kesal, dan memukul dada bidangnya karena sindirannya barusan.Ammar malah tergelak renyah, sebelum menangkap tanganku dan menggengmnya
Sekeping masa lalu ...."Dek, kamu tunggu di sini sebentar, ya? Jangan ke mana-mana! Nanti ilang, repot abang nyariin kamu. Pokoknya, diem anteng di sini sampai Abang balik, okeh!" titah tegas Bang Al, yang aku angguki dengan antusias."Kalau ada yang gangguin, teriak aja. Sekenceng-kencengnya, nanti abang bakalan lari ke sini." Bang Al menambahkan, dengan ketegasan yang sama.Aku pun kembali mengangguk patuh."Iya, Abang. Nur ngerti. Udah sana, nanti antriannya makin panjang, kita pulangnya telat lagi. Nanti diomelin Emak sama Bapak," jawabku kemudian, seraya mengibaskan tangan menyuruh Bang Al pergi.Bukan pergi ninggalin aku. Tapi pergi untuk antri di tukang kerak telor untuk membelikan pesanan Emak juga Bapak.Itu syarat utama agar kami diijinkan datang ke Pasar Malam ini sama Bapak. Karenanya, aku pun tak mau sampai Bang Al kehabisan panganan itu, yang berakhir tamparan keras dari Bapak.Bapakku itu galak banget soalnya. Ka
*Happy Reading*"Kenapa?""Pegel, sakit juga," sahutku dengan sedikit cemberut, seraya memijat-mijat betis kaki yang terasa mulai kebas.Ammar pun berdecak sebentar, sebelum kemudian berjongkok dihadapanku dan menyingkap sedikit Rok gaun bagian bawah.Setelahnya, Ammar pun mendesah panjang, sebelum kemudian membuka sepatu heels yang sedang aku kenakan."Aku kan udah bilang, jangan paksain kalau memang tidak biasa, jadinya lecet, nih," omelnya kemudian, sambil membantuku mengurut kakiku yang terasa ngilu."Sshhh ...." tanpa sadar, aku mendesis kesakitan karenanya. Membuat Ammar langsung menoleh ke arahku, dengan wajah masam sekali."Jangan coba-coba pakai benda ini lagi," geramnya seraya menjauhkan sepatuku dengan kasar ke sembarang tempat."Tapi, Mas. Itu satu paket sama gaunnya. Cantik juga bentukannya. Saya suka." Aku pun menyuarakan pro
*Happy Reading*Aku malu! Sumpah! Demi apa coba aku harus berhadapan langsung sama Si Tante kayak gini? Ammar nih emang resek banget! Tinggal jelasin aja padahal, apa susahnya? Malah nyuruh aku ngadepin Si Tante kek gini! Mau dia apa, coba? Mau lihat aku sama pacarnya ini jambak-jambakan?Lah? Mana bisa? Aku kan pake hijab. Si Tante pasti susah jambaknya. Sementara itu, rambut si Tante juga kelihatannya mahal. Jadi mana tega aku jambaknya.Terus ini aku harus kek mana sekarang?Masa malah main liat-liatan, sih? Nanti kalau baper, gimana?"Jadi, kamu cemburu sama saya, Nur?" tanya Si Tante akhirnya, setelah mengulas senyum manis sebelumnya."Eh, itu ... uhm ... bukan gitu juga, Tan. Tapi ... anu ... aduh, gimana ya jelasinnya?" sahutku asal, bingung harus menjawab bagaimana?"Gak papa, Tante ngerti, kok. Tapi, kamu gak usah takut ya, Nur. Tante bukan pacarnya Ammar, kok. Soalnya dia udah bucin akut sama kamu."Eh?
*Happy Reading*"Terima ... terima ... terima ...."Setelah Ammar menyelesaikan kata-kata lamaran, yang menurutnya tidak Romantis. Riuh dan tepuk seruan itu pun terdengar menghiasi ruangan tersebut. Membuat aku mengerjap pelan, sebelum kemudian memindai suasana sekitar yang ternyata lumayan ramai.Meski masih dalam keadaan remang, tapi aku sudah mulai bisa melihat beberapa orang hadir di sana, dengan beberapa orang yang sudah membidik aku dan Ammar. Salah satunya adalah Nurhayati, yang aku yakini pasti sedang membuat IG live.Ah, sialan. Jadi aku sedang dikerjain ceritanya. Kenapa aku gak ngeh, ya? Bodoh banget, ya?"Terima ... terima ... terima ...." Sorakan itu masih menghiasi, membuat aku kembali menatap Ammar yang masih berlutut satu kaki dihadapanku. Tentu saja dengan senyum yang belum luntur sedikit pun.Namun sayangnya, alih-alih menjawab ya, dengan haru yang biasa ditunjukan dalam sebuah sinetron. Aku lebih memilih menyuarakan pertan
*Happy Reading*"Sel, itu--""Ck, menyebalkan sekali," geram Sella tiba-tiba, sebelum menarik tanganku dan mengajak berlari. "Yuk, Kak!"Eh? Aku mau diajak kemana nih?Sebenarnya, aku belum bisa mencerna situasi ini dengan baik, tapi aku juga tidak bisa menolak ajakan Sella yang menarik tanganku tiba-tiba, dan mengajakku berlari begitu saja.Aku bahkan tidak tahu ke mana Sella akan membawaku. Meski masih di area Rumah sakit tempat Bapak dirawat, tetap saja aku tak hafal seluk beluk tempat ini.Penting ikuti aja Sella. Karena, bukannya dia sendiri yang bilang kalau sedang mendapat tugas menjagaku dari Fans Fanatik Ammar.Nah, aku rasa Sella saat ini sedang melaksanakan tugasnya itu. Karena wanita tadi memang terlihat sangat ingin membunuhku.Ngerih juga membayangkannya. Makanya aku nurut aja kemana Sella membawaku. Karena aku yakin, Sella tidak akan mungkin mencelakaiku."Ayo, kak. Cepat!" titah Sella disela pelarian kami
*Happy Reading*Setelah 2x24 jam tidak sadarkan diri, akibat pengaruh obat pasca operasi. Akhirnya Bapak pun siuman, dan membuka matanya.Alhamdulilah ....Kami semua pun kembali mengucap kalimat syukur penuh suka cita, sebelum kemudian Mak Kanjeng tiba-tiba melayangkan tamparan kerasnya pada Bapak, selepas Dokter pergi setelah mematikan Bapak sudah baik-baik saja.Beneran dah Emakku ini, kejamnya gak kaleng-kaleng. Orang baru siuman, masih sakit, masih lemah, bukannya disayang dan dapat perhatian khusus. Malah dapat tamparan telak.Tega bener!Bukan hanya itu, setelah menampar Emak pun dengan menggebu mengomeli Bapak, perihal permintaan konyolnya sebelum dibawa ke Rumah sakit.Apalagi? Tentu saja permintaan Bapak agar aku menikah saat itu juga, karena takut tidak bisa bangun lagi nanti."Makanya lo jan ngadi-ngadi. Lo tuh bukan Tuhan! Seenaknya aja sok tahu sama umur sendiri. Gara-gara lo! Gue gagal bikin pernikahan yang
*Happy Reading*Akhirnya, karena bingung mau jawab apa. Aku pun meminta waktu pada Mommy, untuk menunggu sampai Bapak pulih dulu.Toh, bagaimanapun Bapak adalah waliku. Jadi aku berharap dia juga bisa hadir nanti di resepsi pernikahanku dan Ammar.Bahkan kalau bisa, statusnya sudah kembali menjadi ayahku. Dengan kata lain sudah rujuk dengan Emak.Namun PR-nya adalah, kira-kira Emak mau tidak ya, menerima Bapak lagi?Memang, aku yakin dalam lubuk hati Emak, beliau pasti masih mencintai Bapak. Tetapi tidak bisa dipungkiri, luka yang sudah Bapak torehkan di sana juga banyak, bahkan tak terhitung lagi jumlahnya.Di mana-mana perkara memaafkan itu mudah, tapi untuk melupakan. Itu sulit, kawan! Dan belum tentu Emak bisa melupakan semua luka yang sudah Bapak berikan itu.Istimewanya, rasa sakit hati Emak bahkan sudah sampai tahap kecewa. Karenanya, kini aku hanya
*Happy Reading*"Jadi ... kamu adiknya Mas Ammar?" todongku akhirnya, setelah punya kesempatan bicara dengan si Mbak Barbie, atau yang ternyata punya nama Rusella.Tenang saja, aku sudah kenalan kok tadi sama Mommy-nya Ammar yang cantik itu. Sudah salim, sungkeman, cipika-cipiki, bahkan pelukan kek teletubies tadi bertiga dengan Mak Kanjeng juga.Nah, sekarang waktunya aku eksekusi nih bocah nakal, yang kemarenan ngerjain aku, dengan pura-pura ngelabrak.Apaan? Kukira dia beneran salah satu cem-ceman Ammar. Bikin aku insecure aja sama galau gara-gara punya saingat cem dia. Ternyata eh ternyata, mereka satu pabrik, gaes! Kan ngeselin, ya?Rusella, atau biasa dipanggil Sella, adalah salah satu adiknya Ammar, juga kembarannya Rusell. Selain mereka masih ada si Bungsu Anindya, yang saat ini masih duduk di bangku SMA.Iya! Mereka kembar sepasang. Cakep, deh! Nanti kalau aku sama Ammar punya anak, bakalan kembar juga gak, ya? Kalau kembar pasti ge