Semakin hari, Andre semakin gencar mendekati Fara. Ada saja alasan yang membuatnya bisa berdekatan dengan sang pujaan hati. "Kak, Reza udah ngerjain tugas dari sekolah?" tanya Andre sambil menggandeng Nuri.
"Udah," jawab Fara yang sedang melipat pakaian.
"Nuri ngambek, nih, Kak, katanya gak mau ngerjain tugasnya sama aku, maunya sama Kak Fara," ujar Andre.
Fara menghentikan aktivitasnya dan menatap Nuri yang baru saja selesai menangis. Matanya yang sembab dan hidungnya yang memerah, membuat Fara merasa iba. "Ya udah, sini sama tante ngerjain tugasnya," ajak Fara, yang kemudian berdiri dan menggandeng tangan Nuri menuju teras depan, dan duduk lesehan.
"Reza ke mana, Kak?" tanya Andre yang mengekor dari belakang.
"Lagi tidur di kamar," kata Fara mulai mengajari Nuri.
Andre sengaja duduk tak terlalu jauh dari Fara dan Nuri, agar ia bisa leluasa memandangi wajah Fara yang cantik. Fara yang sedikit membungkuk saat mengajari Nuri menulis, membuat belahan dadanya tak sengaja tertangkap oleh penglihatan Andre.
Fara yang mengenakan kaos V-neck tidak sadar, jika dirinya sedang diperhatikan. Ekor mata Andre tak berhenti menatap pemandangan yang begitu menggairahkan, terlihat dari jakunnya yang naik turun menelan saliva.
Merasa diperhatikan, Fara menoleh pada Andre yang tertangkap basah sedang memandanginya. Fara segera tersadar, apa yang membuat Andre begitu intense melihatnya. Segera ia menaikkan kaosnya, dan seketika itu juga Andre tersadar.
"Aku masuk dulu, Kak," ujar Andre terburu-buru melangkah.Malam hari, saat Dika sudah pulang bekerja, Fara mengungkapkan jika ia ingin mengontrak rumah.
"Kita ngontrak aja, yuk, Yah?" ajak Fara melihat suaminya sedang bersantai di kasur."Tiba-tiba gitu sih, Bu?" Dika yang sedang memainkan gawainya menoleh pada Fara dengan tatapan menyelidik.
"Gak enak, Yah, numpang terus. Nanti kita gak punya apa-apa karena di sini udah difasilitasi," kilah Fara mencari alasan.
Dika berfikir sejenak. "Hmm ... Bener juga, sih, Bu. Ya udah, Minggu besok Ayah cari yang deket-deket sini," sahut Dika setuju.
"Makasih, Yah," ucap Fara tersenyum. Dika kembali memainkan gawainya, sedangkan Fara berniat ke kamar mandi.
Saat melintasi dapur, Fara berpapasan dengan Andre yang sedang membuat kopi. "Ngopi, Kak," tawar Andre sambil mengaduk kopi hitamnya.
"Nggak, makasih!" ketus Fara teringat kejadian tadi sore.
***
Hari Minggu yang dijanjikan Dika tiba, ia mengajak Fara dan Reza untuk mencari kontrakan. Lelah seharian berkeliling menggunakan motor, Dika, Fara, dan Reza pulang dengan tangan hampa, karena tidak berhasil mendapatkan kontrakan yang cocok.
"Besok-besok kita cari lagi, ya?" bujuk Dika melihat Fara murung, sedangkan sang istri hanya mengangguk, kemudian masuk ke rumah menggandeng Reza, karena matahari sudah sampai ke peraduannya.
Sudah pukul delapan malam, tetapi Dika belum juga masuk ke rumah. Fara yang khawatir, berinisiatif menelepon Dika. Sambungan telepon terhubung, bertepatan dengan pintu kamar yang terbuka. "Ayah udah nemu kontrakannya, Bu!" seru Dika antusias.
Mata Fara pun tampak berbinar. "Di mana, Yah, kontrakannya?" tanya Fara tak sabar.
"Besok juga kamu tahu," sahut Dika penuh teka-teki.
Hari ini, Dika izin tak masuk kerja, karena akan pindah ke kontrakan yang baru. Senyuman tak pernah lepas dari bibir Fara sejak semalam. Ia bahagia karena bisa terlepas dari adik ipar yang tak sopan seperti Andre.
Namun, senyuman Fara seketika pudar kala mengetahui mereka hanya pindah ke sebelah rumah Rita, yang kebetulan dikontrakkan. "Ibu seneng kan, kita pindah ke sini? Jadi, kan, gak jauh-jauh dari Rita. Kasian juga Reza kalau kita pindahnya jauh, harus pindah sekolah," tutur Dika yang tak menyadari perubahan air muka Fara.
Ketika Dika menoleh, barulah Fara berpura-pura tersenyum. "Iya, Yah, kasian Reza," sahut Fara.
Rita yang hari ini harus bekerja, tidak bisa membantu kakaknya pindahan. "Nanti Papa bantuin Bang Dika pindahan, ya!" pesan Rita sebelum pergi bekerja.
Andre yang masih setengah sadar itu langsung terlonjak, mendengar kabar Fara akan pindah.
"Pindah ke mana, Ma?" tanya Andre gusar."Gak jauh, kok, Pa, ke rumah sebelah." sahut Rita seraya menenteng tas kerjanya dan berlalu pergi. Ucapan Rita bagaikan angin sejuk yang menerpa wajahnya. Ia bahagia karena tak akan kehilangan jejak Fara.
Andre segera bangkit dari tempat tidur, lalu menuju meja makan untuk mengisi perutnya sebelum membantu sang ipar pindahan. Setelah perutnya terisi, ia kemudian menghampiri iparnya.
"Butuh bantuan gak, Bang?" seloroh Andre yang muncul dari balik pintu kamar."Yaelah, Bro, jam segini baru bangun? Rejeki dipatok ayam, entar!" timpal Dika. "Dah, buruan bantuin!" sambungnya.
Peluh sudah membasahi wajah kedua pria yang terpaut usia hanya lima tahun itu. "Bu, aku mau bantuin Ayah, boleh?" tanya Reza melihat ayahnya sedang beres-beres. "Nuri juga, Tante!" seru Nuri pada Fara.
"Boleh, tapi ganti baju dulu, ya?" sahut Fara lembut.
Andre yang mendengar percakapan mereka, berhenti membereskan barang dan melihat ke sumber suara. Andre terpukau melihat kecantikan Fara, apalagi hari ini ia mengenakan blouse pendek. Tak ketinggalan celana jeans yang selalu ia pakai, ditambah dengan flat shoes.
Bibir mungilnya yang selalu disapu lipstik berwarna nude, dan rambut yang digerai, menambah aura kecantikan yang terpancar dari dirinya.
"Bro! Malah bengong!" seru Dika melihat adik iparnya melamun.
"Eh, iya … apa, Bang?" tanya Andre gelagapan.
"Ayo bantuin, bukannya malah bengong! Tuh lihat, masih banyak yang belum dipindahin," seru Dika berdecak sebal.
"Hehe … iya, Bang, maaf!" ujar Andre menggaruk kepalanya yang tak gatal.
Andre merutuki dirinya yang kepergok oleh Dika sedang memperhatikan Fara. Sedangkan Fara merasa jengkel saat sadar bahwa ia tengah diperhatikan. Ia segera masuk ke dalam, karena tak ingin bersitatap lagi dengan Andre.
Melihat Andre dan juga Dika tengah sibuk memindahkan barang, beberapa warga sekitar terlihat berdatangan untuk membantu Dika pindahan. Apalagi setelah Fara datang, seolah menjadi magnet yang menarik warga untuk ikut membantu.
Sikap Fara yang ramah membuat warga senang bertetangga dengannya. Berbeda dengan Rita yang memang jarang bersosialisasi karena kesibukannya.
"Neng Fara, kok, pindah, sih? Bukannya udah enak di rumah Neng Rita?" tanya Mang Udin, penjual bubur yang biasa mangkal tak jauh dari rumah Rita, yang kelihatannya baru sampai.
"Biar bisa mikir, Mang," sahut Fara menggantung kalimatnya.
"Mikir? Mikir apaan atuh neng Fara?" tanya Mang Udin lagi, bingung.
"Mikir barang-barang atuh, Mang. Kalo ngontrak rumah kan nanti ada aja barang yang dibeli, jadi punya barang, kan?" papar Fara kemudian.
Mang Udin manggut-manggut, lalu pamit masuk ke kontrakan baru untuk membantu. Dika menghampiri Fara yang sama sekali belum menginjakkan kaki di kontrakan baru mereka. "Bu, ayo masuk," ajak Dika.
Fara pun terpaksa masuk, karena tangannya digandeng Dika. Ketika melintasi Andre, Fara melihat lelaki itu mengedipkan sebelah mata padanya. Fara terkejut mendapati kelakuan adik iparnya yang tak biasa itu. Fara berfikir, "Apa jangan-jangan dia ...."
Selesai beres-beres, Fara dan Dika meregangkan otot mereka, kemudian merebahkan tubuh di kasur lantai. Sedangkan Reza, anak itu sudah terlelap dari tadi. Rumah kontrakan yang sekarang memang tidak terlalu besar, tetapi Fara merasa nyaman dan senang. Terutama karena ia tidak akan sering berinteraksi dengan Andre lagi.
Rintik hujan yang turun pagi ini, membuat siapa saja enggan memulai aktifitas. Cuaca akhir-akhir ini memang sering hujan. Fara yang sudah siap akan mengantar Reza sekolah, dikejutkan oleh sebuah ketukan. Namun belum sempat ia beranjak, Dika muncul dari depan menggandeng Nuri."Rita nitipin Nuri sama kamu, biar berangkat bareng sama Reza," ujar Dika.Tak perlu Fara tanyakan alasan mengapa Nuri bersamanya. Sudah tentu karena Rita yang mengutamakan karir ketimbang anak, atau karena Andre yang enggan bangun pagi dan masih bergelung di bawah selimut.Dika yang hari ini libur, baru mengetahui sifat adik dan iparnya. "Biar ayah aja, Bu, yang nganterin anak-anak," tawar Dika melihat cucian yang masih menggunung di dalam kamar mandi."Beneran, Yah?" tanya Fara dengan wajah sumringah. Jikalau ia tidak mengantarkan anak dan juga keponakannya sekolah, maka ia akan lebih cepat menyelesaikan setumpuk pekerjaan rumah tangganya."Iya, Bu, sekali-sekali," ujar Dika
"Kak Fara, besok titip Nuri, ya?"Begitu isi pesan yang dikirimkan oleh Rita pada Fara semalam. Seperti biasa, setiap pagi Nuri akan datang ke rumah Fara lengkap dengan seragam sekolahnya. Saat Rita yang hendak berangkat bekerja berpapasan dengan Fara, iparnya itu kemudian menyapa."Maaf, ya, Kak, ngerepotin terus," sesal Rita yang sedang menunggu ojek online-nya.Fara tersenyum, "Nyantai aja, Ta," ujar Fara."Ojek aku udah di depan, Kak. Aku berangkat dulu, ya?" pamit Rita.Sepeninggal Rita, Fara kembali ke dalam dan bersiap hendak mengantar anak-anak ke sekolah. Kali ini, Fara memakai tunik berwarna peach, yang dipadukan dengan celana jeans hitam.Fara tiba di sekolah saat sudah banyak wali murid yang datang. Anak-anak langsung masuk ke kelas, sedangkan Fara menuju kumpulan ibu-ibu yang sedang duduk di bangku, di bawah pohon rambutan."Mbak Fara, itu HP-nya bunyi terus dari tadi, rame banget notif-nya!" seloroh Cindy, wali murid yan
"Apaan ini, Bu?" tanya Dika masih tetap men-scroll layar HP Fara."Biar Ayah tahu kelakuan adik ipar Ayah selama ini," sahut Fara masih berusaha bersikap tenang.Dika tak menjawab, bola matanya masih bergerak ke kiri dan ke kanan, pertanda ia masih membaca pesan itu dengan seksama. Berulang kali ia baca, mencoba menyangkal dengan apa yang terjadi sebenarnya."Kamu gak usah sok kegatelan, Bu! Gak usah deketin Andre! Inget, Andre itu suami adik ipar kamu," sanggah Dika yang sukses membuat Fara mematung."Masa Andre tiba-tiba kirim pesan beginian, kalo gak dimulai? Ayah tahu siapa Andre, orang kecilnya aja Ayah tahu, kok!" seru Dika.Dika sebenarnya bingung hendak mempercayai siapa, istrinya atau iparnya. Ia sama sekali tak percaya jika Andre bisa berbuat seperti itu, karena selama ini ia dan Rita sangat baik pada keluarga kecilnya. Namun ia juga tak bisa mengabaikan Fara, karena Fara tak akan bertindak jika tak ada bukti.Fara tak
BAB 7Yuda Hermawan.Ya, Fara ingat. "Dia, kan, dulu pernah suka sama aku," ujar Fara mengenang masa-masa sekolahnya dahulu. Yuda, seorang anak laki-laki yang dengan terang-terangan menyatakan cinta pada Fara, pada zaman SMA."Konfirm jangan, ya?" gumam Fara. "Konfirm aja, deh! Kan udah masa lalu juga," imbuhnya.Tangan Fara gatal untuk tak men-stalking profil Yuda. Fara baru tahu jika Yuda ternyata tinggal di Kota Metropolitan juga, sedangkan istri dan anaknya tinggal di kampung."Makin keren aja, dia sekarang," ujar Fara saat melihat foto-foto Yuda yang diunggah beberapa minggu lalu. Ternyata Yuda cukup aktif di sosial media membagikan kesehariannya.Pikiran Fara membawanya mengembara ke belasan tahun silam. Di mana ia dan Yuda sedang sayang-sayangnya, dan kisah kasih mereka harus kandas karena Yuda memilih melanjutkan pendidikan di Jakarta.Fara mengubah posisinya dari duduk menjadi tengkurap. Posisi seperti orang yang sedang dimab
"Pesan dari siapa?" tanya Dika dengan tatapan tajam.Fara yang ditatap seperti itu menjadi salah tingkah. Dengan cepat, Fara mencari alasan agar suaminya tak curiga."Dari Raisa, katanya besok dia mau ke sini, mumpung libur," kilah Fara dengan degupan jantung yang saling berpacu. Takut jika Dika sadar Fara telah berbohong.Dika menatap mata Fara intense. Ia bisa merasakan jika istrinya itu berbohong, tapi sayangnya kebohongannya itu tak terlihat. Dika tidak menemukan kebohongan dari sorot mata Fara."Ooh ...," singkat Dika lalu beranjak ke kamar mandi.Ketika pintu kamar mandi tertutup sempurna, barulah Fara bisa bernafas lega. Segera ia mengatur nafasnya agar kembali normal, lantas ia me-log out aplikasi birunya.Setelahnya, Fara pergi ke dapur untuk merebus air guna membuat kopi hitam kesukaan Dika. Dika tak akan mau meminum kopi dari air termos, 'kurang nikmat' katanya. Selesai urusan kopi sang suami, Fara gegas mengerjakan tugas rumah la
Fara terkejut ketika sang suami menantangnya untuk membuktikan kebenaran ucapannya. Wanita itu nyaris terbawa emosi. Namun, dengan cepat ia menguasai diri. "Siapa takut?" Akhirnya, mereka semua berkumpul di rumah Rita selepas Isya. Tak hanya keluarga Dika dan Andre, tetapi Lina, kakak mereka yang tinggal di Bekasi pun turut hadir setelah dihubungi Dika. "Macam sidang keluarga," batin Fara melihat orang-orang yang duduk melingkar di atas karpet yang terlihat masih baru. Sedangkan anak-anak disuruh bermain di kamar, karena fasilitasnya lumayan lengkap. Hening. Semua tampak sibuk dengn pikiran masing-masing. Andre yang duduk di sebelah Rita, tetap saja mencuri pandang pada Fara, dan tertangkap oleh penglihatan Lina. Lelaki itu masih belum mengetahui, untuk apa mereka berkumpul. "Ehm ...." Lina berdehem sebelum memulai berbicara, ia merasa memang ada yang harus diluruskan diantara adik-beradiknya. "Fara ... Dika bilang sama saya kalo Andre sering
"Aku gak tahan lihat Fara, tubuhnya menggoda!" ucap Andre jujur. Saat mendengar pengakuan adik iparnya, dada Dika bergemuruh. Ia tak bisa menahan amarahnya pada lelaki yang mengaku tergoda oleh kecantikan dan juga kemolekan tubuh istrinya. Jika sekali lagi Andre memberikan shock terapi, bisa-bisa Risa tak sadarkan diri. "Kamu mau berubah, enggak?" tanya Lina tegas. Andre mengangguk. "Aku minta maaf, Kak," ujar Andre pada Lina. "Bukan ke saya, tapi ke Fara, Dika, sama Rita," ucap Lina, terlihat sekali ia ingin menyatukan keluarga adiknya. Sebagai anak tertua, ia mempunyai tanggung jawab menjaga kerukunan keluarga besarnya. Andre menatap Fara, kakinya mulai bergerak maju mendekati Fara. Namun, belum sampai ia ke hadapan Fara, Dika menghadangnya. "Gak usah deket-deket sama Fara!" seru Dika. "Aku minta maaf, Kak," ujar Andre pada Fara tanpa berjabat tangan. Tak ada kata yang terucap. Hening. Hanya isak tangis Rita yang terd
[Kalo kamu lagi sedih, hubungi aku aja.] Senyum Fara mengembang membaca balasan pesan yang kesekian dari Yuda. Hatinya yang hampir beku, seketika menghangat. Yuda bagai mood booster bagi Fara untuk saat ini. Ketika malam menyapa, Dika yang baru saja sampai di rumah, disuguhkan dengan pemandangan yang sangat indah. Istri dan anaknya yang sedang terlelap adalah lukisan yang paling indah yang Tuhan ciptakan untuknya. Fara terjaga ketika mendengar suara lemari terbuka. Didapatinya sang suami sedang berganti baju usai membersihkan diri. Fara terperanjat, dan segera bangun untuk membuatkan segelas kopi hitam panas. "Maaf, Ibu ketiduran," ucap Fara meletakkan gelas di atas karpet, kemudian duduk di sebelah Dika. Dika yang sedang meluruskan pinggangnya bangun. Ia terpana melihat Fara yang menurutnya begitu menarik malam ini. "Ayah juga lupa bilang, kalo hari ini lembur," sahut Dika menyesap kopinya, sambil matanya menatap Fara. Dika berfikir j
"Ibu udah pikirin mateng-mateng, Yah. Ibu juga udah telepon orang rumah, 'kan ada Raisa yang bisa bantuin jaga Arif," tutur Fara meyakinkan suaminya. "Jadi gimana, Yah, boleh engga?" tanya Fara meminta kepastian."Kapan interview-nya? Kalo jadi 'kan kita harus pulang kampung dulu buat anterin Arif, Bu," ujar Dika akhirnya setelah cukup lama terdiam.Fara menatap Arif yang sedang tidur pulas, dielusnya pucuk kepala sang anak, kemudian dicium pipinya yang sudah tak chuby lagi. Ada rasa kasihan yang menghinggapi hatinya. Tapi jika ia tak 'tega', maka kehidupan mereka tidak akan berkembang, begitu menurut Fara. Ia membuang nafas kasar, mencoba melepaskan sesuatu yang menghimpit dadanya."Kapan Ayah bisa anter? Kalo bisa sih, secepatnya," ujar Fara berfikir lagi. "Rita cuma bilang, sesiapnya aku aja, baru ke kantor, gitu," imbuhnya.Dika mengerutkan kening tanda sedang berfikir. "Lusa, bisa kayaknya, Bu." Lalu meminum kopi yang sudah disediakan oleh Fara sejak
Mata Fara mengisyaratkan supaya Raisa membuka pintu. Dengan malas, Raisa beranjak, dan membuka pintu."Kak Dika?" ucap Raisa.Dika yang datang dengan pakaian casual-nya terlihat menenteng sebuah kantong plastik bertuliskan nama salah satu gerai ayam goreng terkemuka yang berlogo orang tua memakai kaca mata dan berdasi pita.Raisa kaget karena yang mengetuk pintu kontrakan adalah Dika. Untungnya Raisa bisa dengan cepat mengendalikan dirinya. "Eh, Kak Dika. Masuk, Kak," ujar Risa mempersilakan kakak iparnya masuk.Setelah masuk, Dika langsung disambut oleh Reza. Apalagi setelah ia melihat ayahnya membawa ayam yang ingin ia makan."Horeee, Ayah bawain ayam. Tante gak usah minta!" ketus Reza sambil menatap Raisa. Ia terkekeh melihat tingkah laku keponakannya.Sebetulnya, Raisa sudah tahu jika Dika akan datang, tapi ia tak menyangka Dika akan datang secepat ini. Itulah sebabnya ia menolak saat Reza mengajaknya pergi keluar. Raisa melirik Fa
"Asiik, beneran ya, Yah?" sahut Reza kegirangan, yang sukses membuat Fara dan Raisa berpandangan, tak percaya atas apa yang mereka dengar.Ketika sambungan telepon terputus, Raisa langsung menoleh kearah Fara. "Beneran, Kak, Kak Dika bakal kesini?" tanya Raisa.Fara mengangkat bahu tanda tak tahu. "Liat aja nanti," celetuknya.Menjelang malam, hawa panas yang sedari siang setia menemani, masih saja terasa. Meskipun baling-baling kipas sudah berputar kencang, tetap saja tak bisa mengusir rasa panas yang menyerang tubuh."Tiap hari panas kayak gini, ya, Sa?" tanya Fara sambil mencepol rambutnya kemudian meraih kipas tangan yang tergeletak di dekat TV."Ya ... gitu deh, Kak!" sahut Raisa menyuapkan cemilan ke mulutnya.Fara terus saja mengibaskan kipas ke wajahnya. "Masih mending di Jakarta ya, berarti," ungkap Fara."Wajarlah, Kak, disini 'kan daerah industri, banyak pabrik, jadi suhunya ya diatas rata-rata," jelas Raisa dengan mulut ya
Sampai suatu hari, Fara diminta datang ke Jakarta, untuk dikenalkan pada keluarga Dika. Fara pun mengutarakan permintaan Dika kepada orang tuanya. Namun Bu Anis, ibu Fara, terlihat keberatan jika Fara pergi ke ibukota."Tenang, Bu, Fara gak bakal Bapak izinin pergi sendiri, apa kata orang nanti? Bapak ikut ke sana buat nemenin Fara, sebagai perwakilan keluarga. Lagian Fara juga belum tahu di mana alamat pastinya," ujar Pak Adi mencoba meyakinkan istrinya.Bu Anis tampak menimbang-nimbang ucapan suaminya. "Kapan rencana kalian berangkat? Nanti Ibu cariin oleh-oleh buat calon besan," wajah Bu Anis berangsur seperti semula."Kata Bang Dika, sih, kalo bisa minggu ini, Bu," ujar Fara."Ya udah kalo gitu, besok Ibu cari oleh-olehnya," sahut Bu Anis sambil berlalu ke dapur.***Hari yang ditunggu-tunggu oleh Fara pun tiba, sedari tadi pagi, Fara dan Pak Adi bersiap ke Jakarta dibantu Bu Anis."Kami berangkat, Bu," pamit Pak Adi pada istrinya
"Kakak diem aja? Gak ngelawan?" cecar Raisa tak habis fikir. "Kasih tahu Bapak aja, ya?" usul Raisa. "Jangan!" sanggah Fara cepat sambil menggeleng. Risa menatap wajah cantik kakaknya yang tak terkikis oleh usia. Sosok yang selalu menolongnya saat ia sedang kesusahan, yang tak pernah marah padanya meskipun Raisa melakukan kesalahan. Raisa tak rela jika kakaknya diperlakukan seperti itu. "Tapi ini udh termasuk KDRT, Kak!" paksa Raisa. "Kakak tahu, tapi ini gak semudah yang kamu bayangin, Sa," ucap Fara. Lalu pikirannya menerawang ke masa enam belas tahun yang lalu, saat mereka masih melakukan Long Distance Relationship. Raisa yang mendesak Fara supaya ia bercerita tentang masa lalunya, diangguki oleh Fara. *** Saat itu, hari sedang hujan lebat, Fara sedang berada di kamar menemani Raisa kecil belajar. Tiba-tiba saja pintu depan diketuk, dan tak lama terdengar suara pintu terbuka. Samar-samar terdengar Pak Adi, Bapak Fara sedang berbincang-binca
"Selagi kamu belum mengakuinya, jangan harap aku bakal lepasin!" bisik Dika yang membuat bulu kuduk Fara berdiri.Fara berfikir sejenak sambil sesekali meringis, karena rupanya Dika tak main-main dengan ucapannya. Akhirnya dengan penuh perhitungan, Fara pun mengangguk.Melihat Fara mengangguk, justru malah membuat Dika murka. Dihempaskannya Fara ke atas kasur dengan kasar, kemudian ia mengacak rambutnya frustasi. Sebenarnya Dika sudah berjaga-jaga jika jawaban Fara menyakiti hatinya. Namun, melihat langsung kenyataan yang ada di depan mata ternyata lebih menyakitkan. "Kenapa, sih, sekarang kamu jadi pembangkang gini?" tanya Dika kesal.Fara yang dihempaskan oleh Dika secara spontan itu memantul dan hampir mengenai Reza. Segera ia duduk lalu mengelus lengannya, yang tentu saja masih menyisakan lukisan tangan Dika yang berwarna merah karena cekalan yang cukup lama lagi kuat.Air mata pun masih saja saling berlomba turun ke pipi Fara yang mulus meskipun usia
"Satu lagi, Ayah minta Ibu jangan berhubungan lagi sama temen Ibu itu. Kalo masih berhubungan, Ayah gak segan buat kasi tahu keluarganya," ancam Dika yang sukses membuat Fara membeku di tempat.Setelah berbicara seperti itu, Dika segera menghabiskan sarapannya dan berangkat bekerja. Fara mencium punggung tangan suaminya meskipun dalam hatinya sungguh ia merasa enggan.Fara segera membersihkan rumah selepas keberangkatan suaminya. Dimulai dari membereskan bekas makan Dika, sampai merendam pakaian kotor. Fara yang sedang menuangkan detergen liquid ke dalam ember dikejutkan dengan kedatangan Reza."Bu ...," ucapnya sambil mengucek-ngucek matanya."Duuh, Eza bikin Ibu kaget aja," kata Fara. "Eza mau sarapan?" tawarnya.Reza mengangguk kecil mengiyakan tawaran ibunya. Fara tersenyum melihat Reza yang masih sesekali menguap. Dilapnya tangan yang masih basah ke bagian belakang bajunya. "Cuci muka dulu, yuk?" ajak Fara menggandeng Reza.Dengan mata
"Kamu ngapain aja sampe gak sempet masak? Padahal udah aku kasih uang buat belanja biar hemat! Kalo beli terus, ya, boros nanti!" Emosi Dika masih bisa dikontrol. "Atau kamu terlalu sibuk balesin pesan sama teleponan? Sama nomor yang sengaja gak kamu kasih nama itu?" tuding Dika yang sukses membuat Fara mati kutu.Segala praduga hadir di pikiran Fara, ia tak menyangka apa yang ia sembunyikan selama ini akan terbongkar secepat ini."Kamu heran kenapa aku bisa tau?" tanya Dika, karena melihat Fara yang tak kunjung menjawab."Jangan bilang Ayah buka-buka HP Ibu?" Fara memastikan."Loh, emangnya kenapa? Salah? Enggak, 'kan? Aku buka HP istri aku sendiri, kok!" jawab Dika pongah.Fara menunduk, susah payah ia menelan salivanya. Ia bingung harus menjawab apa."Buat apa juga kamu chat-an sama dia? Aku tahu, kok, kalo dia juga udah punya anak istri. Kamu jangan jadi pelakor," tuding Dika tajam.Ucapan Dika itu langsung membuat Fara mendongak.
Betapa terkejutnya Dika, ternyata nomor tak dikenal itu sering menghubungi Fara. "Banyak juga percakapan mereka. Aku harus cari tahu siapa si anonim itu!" geram Dika sambil mengepalkan tangan.Tak hanya aplikasi berlogo telepon, Dika juga mengecek aplikasi berwarna biru. Ternyata percakapan mereka berawal dari sana. Tak mau kecolongan, Dika segera men-stalking akun yang bernama Yuda Hermawan tersebut. Dika baru mengetahui ternyata Yuda adalah teman Fara semasa sekolah dahulu."Hhmm ... pinter banget nyembunyiinnya, Bu," gumam Dika yang masih mencari info seputar kedekatan istrinya dengan temannya itu.Dika segera mengirimi Yuda pesan melalui inbox, agar ia berhenti menghubungi Fara. Setelah memastikan pesan terkirim, Dika menghapusnya kembali. "Yang udah jadi milik aku, gak boleh dimiliki orang lain," lirih Dika kemudian menyimpan kembali ponsel Fara.Beberapa hari setelah Dika mengirimi inbox pada Yuda, Fara terlihat murung. Dika berfikir, mungkin Yuda m