"Kamu ngapain aja sampe gak sempet masak? Padahal udah aku kasih uang buat belanja biar hemat! Kalo beli terus, ya, boros nanti!" Emosi Dika masih bisa dikontrol. "Atau kamu terlalu sibuk balesin pesan sama teleponan? Sama nomor yang sengaja gak kamu kasih nama itu?" tuding Dika yang sukses membuat Fara mati kutu.
Segala praduga hadir di pikiran Fara, ia tak menyangka apa yang ia sembunyikan selama ini akan terbongkar secepat ini.
"Kamu heran kenapa aku bisa tau?" tanya Dika, karena melihat Fara yang tak kunjung menjawab.
"Jangan bilang Ayah buka-buka HP Ibu?" Fara memastikan.
"Loh, emangnya kenapa? Salah? Enggak, 'kan? Aku buka HP istri aku sendiri, kok!" jawab Dika pongah.
Fara menunduk, susah payah ia menelan salivanya. Ia bingung harus menjawab apa.
"Buat apa juga kamu chat-an sama dia? Aku tahu, kok, kalo dia juga udah punya anak istri. Kamu jangan jadi pelakor," tuding Dika tajam.
Ucapan Dika itu langsung membuat Fara mendongak.
"Satu lagi, Ayah minta Ibu jangan berhubungan lagi sama temen Ibu itu. Kalo masih berhubungan, Ayah gak segan buat kasi tahu keluarganya," ancam Dika yang sukses membuat Fara membeku di tempat.Setelah berbicara seperti itu, Dika segera menghabiskan sarapannya dan berangkat bekerja. Fara mencium punggung tangan suaminya meskipun dalam hatinya sungguh ia merasa enggan.Fara segera membersihkan rumah selepas keberangkatan suaminya. Dimulai dari membereskan bekas makan Dika, sampai merendam pakaian kotor. Fara yang sedang menuangkan detergen liquid ke dalam ember dikejutkan dengan kedatangan Reza."Bu ...," ucapnya sambil mengucek-ngucek matanya."Duuh, Eza bikin Ibu kaget aja," kata Fara. "Eza mau sarapan?" tawarnya.Reza mengangguk kecil mengiyakan tawaran ibunya. Fara tersenyum melihat Reza yang masih sesekali menguap. Dilapnya tangan yang masih basah ke bagian belakang bajunya. "Cuci muka dulu, yuk?" ajak Fara menggandeng Reza.Dengan mata
"Selagi kamu belum mengakuinya, jangan harap aku bakal lepasin!" bisik Dika yang membuat bulu kuduk Fara berdiri.Fara berfikir sejenak sambil sesekali meringis, karena rupanya Dika tak main-main dengan ucapannya. Akhirnya dengan penuh perhitungan, Fara pun mengangguk.Melihat Fara mengangguk, justru malah membuat Dika murka. Dihempaskannya Fara ke atas kasur dengan kasar, kemudian ia mengacak rambutnya frustasi. Sebenarnya Dika sudah berjaga-jaga jika jawaban Fara menyakiti hatinya. Namun, melihat langsung kenyataan yang ada di depan mata ternyata lebih menyakitkan. "Kenapa, sih, sekarang kamu jadi pembangkang gini?" tanya Dika kesal.Fara yang dihempaskan oleh Dika secara spontan itu memantul dan hampir mengenai Reza. Segera ia duduk lalu mengelus lengannya, yang tentu saja masih menyisakan lukisan tangan Dika yang berwarna merah karena cekalan yang cukup lama lagi kuat.Air mata pun masih saja saling berlomba turun ke pipi Fara yang mulus meskipun usia
"Kakak diem aja? Gak ngelawan?" cecar Raisa tak habis fikir. "Kasih tahu Bapak aja, ya?" usul Raisa. "Jangan!" sanggah Fara cepat sambil menggeleng. Risa menatap wajah cantik kakaknya yang tak terkikis oleh usia. Sosok yang selalu menolongnya saat ia sedang kesusahan, yang tak pernah marah padanya meskipun Raisa melakukan kesalahan. Raisa tak rela jika kakaknya diperlakukan seperti itu. "Tapi ini udh termasuk KDRT, Kak!" paksa Raisa. "Kakak tahu, tapi ini gak semudah yang kamu bayangin, Sa," ucap Fara. Lalu pikirannya menerawang ke masa enam belas tahun yang lalu, saat mereka masih melakukan Long Distance Relationship. Raisa yang mendesak Fara supaya ia bercerita tentang masa lalunya, diangguki oleh Fara. *** Saat itu, hari sedang hujan lebat, Fara sedang berada di kamar menemani Raisa kecil belajar. Tiba-tiba saja pintu depan diketuk, dan tak lama terdengar suara pintu terbuka. Samar-samar terdengar Pak Adi, Bapak Fara sedang berbincang-binca
Sampai suatu hari, Fara diminta datang ke Jakarta, untuk dikenalkan pada keluarga Dika. Fara pun mengutarakan permintaan Dika kepada orang tuanya. Namun Bu Anis, ibu Fara, terlihat keberatan jika Fara pergi ke ibukota."Tenang, Bu, Fara gak bakal Bapak izinin pergi sendiri, apa kata orang nanti? Bapak ikut ke sana buat nemenin Fara, sebagai perwakilan keluarga. Lagian Fara juga belum tahu di mana alamat pastinya," ujar Pak Adi mencoba meyakinkan istrinya.Bu Anis tampak menimbang-nimbang ucapan suaminya. "Kapan rencana kalian berangkat? Nanti Ibu cariin oleh-oleh buat calon besan," wajah Bu Anis berangsur seperti semula."Kata Bang Dika, sih, kalo bisa minggu ini, Bu," ujar Fara."Ya udah kalo gitu, besok Ibu cari oleh-olehnya," sahut Bu Anis sambil berlalu ke dapur.***Hari yang ditunggu-tunggu oleh Fara pun tiba, sedari tadi pagi, Fara dan Pak Adi bersiap ke Jakarta dibantu Bu Anis."Kami berangkat, Bu," pamit Pak Adi pada istrinya
"Asiik, beneran ya, Yah?" sahut Reza kegirangan, yang sukses membuat Fara dan Raisa berpandangan, tak percaya atas apa yang mereka dengar.Ketika sambungan telepon terputus, Raisa langsung menoleh kearah Fara. "Beneran, Kak, Kak Dika bakal kesini?" tanya Raisa.Fara mengangkat bahu tanda tak tahu. "Liat aja nanti," celetuknya.Menjelang malam, hawa panas yang sedari siang setia menemani, masih saja terasa. Meskipun baling-baling kipas sudah berputar kencang, tetap saja tak bisa mengusir rasa panas yang menyerang tubuh."Tiap hari panas kayak gini, ya, Sa?" tanya Fara sambil mencepol rambutnya kemudian meraih kipas tangan yang tergeletak di dekat TV."Ya ... gitu deh, Kak!" sahut Raisa menyuapkan cemilan ke mulutnya.Fara terus saja mengibaskan kipas ke wajahnya. "Masih mending di Jakarta ya, berarti," ungkap Fara."Wajarlah, Kak, disini 'kan daerah industri, banyak pabrik, jadi suhunya ya diatas rata-rata," jelas Raisa dengan mulut ya
Mata Fara mengisyaratkan supaya Raisa membuka pintu. Dengan malas, Raisa beranjak, dan membuka pintu."Kak Dika?" ucap Raisa.Dika yang datang dengan pakaian casual-nya terlihat menenteng sebuah kantong plastik bertuliskan nama salah satu gerai ayam goreng terkemuka yang berlogo orang tua memakai kaca mata dan berdasi pita.Raisa kaget karena yang mengetuk pintu kontrakan adalah Dika. Untungnya Raisa bisa dengan cepat mengendalikan dirinya. "Eh, Kak Dika. Masuk, Kak," ujar Risa mempersilakan kakak iparnya masuk.Setelah masuk, Dika langsung disambut oleh Reza. Apalagi setelah ia melihat ayahnya membawa ayam yang ingin ia makan."Horeee, Ayah bawain ayam. Tante gak usah minta!" ketus Reza sambil menatap Raisa. Ia terkekeh melihat tingkah laku keponakannya.Sebetulnya, Raisa sudah tahu jika Dika akan datang, tapi ia tak menyangka Dika akan datang secepat ini. Itulah sebabnya ia menolak saat Reza mengajaknya pergi keluar. Raisa melirik Fa
"Ibu udah pikirin mateng-mateng, Yah. Ibu juga udah telepon orang rumah, 'kan ada Raisa yang bisa bantuin jaga Arif," tutur Fara meyakinkan suaminya. "Jadi gimana, Yah, boleh engga?" tanya Fara meminta kepastian."Kapan interview-nya? Kalo jadi 'kan kita harus pulang kampung dulu buat anterin Arif, Bu," ujar Dika akhirnya setelah cukup lama terdiam.Fara menatap Arif yang sedang tidur pulas, dielusnya pucuk kepala sang anak, kemudian dicium pipinya yang sudah tak chuby lagi. Ada rasa kasihan yang menghinggapi hatinya. Tapi jika ia tak 'tega', maka kehidupan mereka tidak akan berkembang, begitu menurut Fara. Ia membuang nafas kasar, mencoba melepaskan sesuatu yang menghimpit dadanya."Kapan Ayah bisa anter? Kalo bisa sih, secepatnya," ujar Fara berfikir lagi. "Rita cuma bilang, sesiapnya aku aja, baru ke kantor, gitu," imbuhnya.Dika mengerutkan kening tanda sedang berfikir. "Lusa, bisa kayaknya, Bu." Lalu meminum kopi yang sudah disediakan oleh Fara sejak
"Bu, Ayah gak perpanjang sewa kontrakan," ujar Dika sore itu saat baru pulang bekerja. Dika yang merasakan penat seusai bekerja, merebahkan tubuhnya di atas lantai beralaskan karpet tipis."Loh, kenapa, Yah? Kan Ibu udah betah di sini," tanya Fara sambil meletakkan segelas kopi hitam untuk sang suami yang baru saja ia buat. Kopi hitam panas itu ia letakkan di samping tembok yang warna catnya baru berubah saat mereka menghuni kontrakan ini."Gak kenapa-napa, kok, Bu." Dika enggan mengungkapkan alasan kepindahan mereka."Kok, Ayah gak bilang sama Ibu, sih, kalo kita gak bakal perpanjang sewa?" raut kekecewaan terukir jelas di wajah cantik Fara."Maaf, ya, Ayah pikir daripada kita ngontrak, lebih baik uangnya untuk biaya pendidikan Reza," papar Dika, lalu menyesap kopi hitamnya.Fara kini hanya diam tanpa berkomentar. Ia sebenarnya sudah merasa nyaman dan betah tinggal di kontrakan yang sekarang mereka tempati. Namun, Fara juga tak mungkin membantah a
"Ibu udah pikirin mateng-mateng, Yah. Ibu juga udah telepon orang rumah, 'kan ada Raisa yang bisa bantuin jaga Arif," tutur Fara meyakinkan suaminya. "Jadi gimana, Yah, boleh engga?" tanya Fara meminta kepastian."Kapan interview-nya? Kalo jadi 'kan kita harus pulang kampung dulu buat anterin Arif, Bu," ujar Dika akhirnya setelah cukup lama terdiam.Fara menatap Arif yang sedang tidur pulas, dielusnya pucuk kepala sang anak, kemudian dicium pipinya yang sudah tak chuby lagi. Ada rasa kasihan yang menghinggapi hatinya. Tapi jika ia tak 'tega', maka kehidupan mereka tidak akan berkembang, begitu menurut Fara. Ia membuang nafas kasar, mencoba melepaskan sesuatu yang menghimpit dadanya."Kapan Ayah bisa anter? Kalo bisa sih, secepatnya," ujar Fara berfikir lagi. "Rita cuma bilang, sesiapnya aku aja, baru ke kantor, gitu," imbuhnya.Dika mengerutkan kening tanda sedang berfikir. "Lusa, bisa kayaknya, Bu." Lalu meminum kopi yang sudah disediakan oleh Fara sejak
Mata Fara mengisyaratkan supaya Raisa membuka pintu. Dengan malas, Raisa beranjak, dan membuka pintu."Kak Dika?" ucap Raisa.Dika yang datang dengan pakaian casual-nya terlihat menenteng sebuah kantong plastik bertuliskan nama salah satu gerai ayam goreng terkemuka yang berlogo orang tua memakai kaca mata dan berdasi pita.Raisa kaget karena yang mengetuk pintu kontrakan adalah Dika. Untungnya Raisa bisa dengan cepat mengendalikan dirinya. "Eh, Kak Dika. Masuk, Kak," ujar Risa mempersilakan kakak iparnya masuk.Setelah masuk, Dika langsung disambut oleh Reza. Apalagi setelah ia melihat ayahnya membawa ayam yang ingin ia makan."Horeee, Ayah bawain ayam. Tante gak usah minta!" ketus Reza sambil menatap Raisa. Ia terkekeh melihat tingkah laku keponakannya.Sebetulnya, Raisa sudah tahu jika Dika akan datang, tapi ia tak menyangka Dika akan datang secepat ini. Itulah sebabnya ia menolak saat Reza mengajaknya pergi keluar. Raisa melirik Fa
"Asiik, beneran ya, Yah?" sahut Reza kegirangan, yang sukses membuat Fara dan Raisa berpandangan, tak percaya atas apa yang mereka dengar.Ketika sambungan telepon terputus, Raisa langsung menoleh kearah Fara. "Beneran, Kak, Kak Dika bakal kesini?" tanya Raisa.Fara mengangkat bahu tanda tak tahu. "Liat aja nanti," celetuknya.Menjelang malam, hawa panas yang sedari siang setia menemani, masih saja terasa. Meskipun baling-baling kipas sudah berputar kencang, tetap saja tak bisa mengusir rasa panas yang menyerang tubuh."Tiap hari panas kayak gini, ya, Sa?" tanya Fara sambil mencepol rambutnya kemudian meraih kipas tangan yang tergeletak di dekat TV."Ya ... gitu deh, Kak!" sahut Raisa menyuapkan cemilan ke mulutnya.Fara terus saja mengibaskan kipas ke wajahnya. "Masih mending di Jakarta ya, berarti," ungkap Fara."Wajarlah, Kak, disini 'kan daerah industri, banyak pabrik, jadi suhunya ya diatas rata-rata," jelas Raisa dengan mulut ya
Sampai suatu hari, Fara diminta datang ke Jakarta, untuk dikenalkan pada keluarga Dika. Fara pun mengutarakan permintaan Dika kepada orang tuanya. Namun Bu Anis, ibu Fara, terlihat keberatan jika Fara pergi ke ibukota."Tenang, Bu, Fara gak bakal Bapak izinin pergi sendiri, apa kata orang nanti? Bapak ikut ke sana buat nemenin Fara, sebagai perwakilan keluarga. Lagian Fara juga belum tahu di mana alamat pastinya," ujar Pak Adi mencoba meyakinkan istrinya.Bu Anis tampak menimbang-nimbang ucapan suaminya. "Kapan rencana kalian berangkat? Nanti Ibu cariin oleh-oleh buat calon besan," wajah Bu Anis berangsur seperti semula."Kata Bang Dika, sih, kalo bisa minggu ini, Bu," ujar Fara."Ya udah kalo gitu, besok Ibu cari oleh-olehnya," sahut Bu Anis sambil berlalu ke dapur.***Hari yang ditunggu-tunggu oleh Fara pun tiba, sedari tadi pagi, Fara dan Pak Adi bersiap ke Jakarta dibantu Bu Anis."Kami berangkat, Bu," pamit Pak Adi pada istrinya
"Kakak diem aja? Gak ngelawan?" cecar Raisa tak habis fikir. "Kasih tahu Bapak aja, ya?" usul Raisa. "Jangan!" sanggah Fara cepat sambil menggeleng. Risa menatap wajah cantik kakaknya yang tak terkikis oleh usia. Sosok yang selalu menolongnya saat ia sedang kesusahan, yang tak pernah marah padanya meskipun Raisa melakukan kesalahan. Raisa tak rela jika kakaknya diperlakukan seperti itu. "Tapi ini udh termasuk KDRT, Kak!" paksa Raisa. "Kakak tahu, tapi ini gak semudah yang kamu bayangin, Sa," ucap Fara. Lalu pikirannya menerawang ke masa enam belas tahun yang lalu, saat mereka masih melakukan Long Distance Relationship. Raisa yang mendesak Fara supaya ia bercerita tentang masa lalunya, diangguki oleh Fara. *** Saat itu, hari sedang hujan lebat, Fara sedang berada di kamar menemani Raisa kecil belajar. Tiba-tiba saja pintu depan diketuk, dan tak lama terdengar suara pintu terbuka. Samar-samar terdengar Pak Adi, Bapak Fara sedang berbincang-binca
"Selagi kamu belum mengakuinya, jangan harap aku bakal lepasin!" bisik Dika yang membuat bulu kuduk Fara berdiri.Fara berfikir sejenak sambil sesekali meringis, karena rupanya Dika tak main-main dengan ucapannya. Akhirnya dengan penuh perhitungan, Fara pun mengangguk.Melihat Fara mengangguk, justru malah membuat Dika murka. Dihempaskannya Fara ke atas kasur dengan kasar, kemudian ia mengacak rambutnya frustasi. Sebenarnya Dika sudah berjaga-jaga jika jawaban Fara menyakiti hatinya. Namun, melihat langsung kenyataan yang ada di depan mata ternyata lebih menyakitkan. "Kenapa, sih, sekarang kamu jadi pembangkang gini?" tanya Dika kesal.Fara yang dihempaskan oleh Dika secara spontan itu memantul dan hampir mengenai Reza. Segera ia duduk lalu mengelus lengannya, yang tentu saja masih menyisakan lukisan tangan Dika yang berwarna merah karena cekalan yang cukup lama lagi kuat.Air mata pun masih saja saling berlomba turun ke pipi Fara yang mulus meskipun usia
"Satu lagi, Ayah minta Ibu jangan berhubungan lagi sama temen Ibu itu. Kalo masih berhubungan, Ayah gak segan buat kasi tahu keluarganya," ancam Dika yang sukses membuat Fara membeku di tempat.Setelah berbicara seperti itu, Dika segera menghabiskan sarapannya dan berangkat bekerja. Fara mencium punggung tangan suaminya meskipun dalam hatinya sungguh ia merasa enggan.Fara segera membersihkan rumah selepas keberangkatan suaminya. Dimulai dari membereskan bekas makan Dika, sampai merendam pakaian kotor. Fara yang sedang menuangkan detergen liquid ke dalam ember dikejutkan dengan kedatangan Reza."Bu ...," ucapnya sambil mengucek-ngucek matanya."Duuh, Eza bikin Ibu kaget aja," kata Fara. "Eza mau sarapan?" tawarnya.Reza mengangguk kecil mengiyakan tawaran ibunya. Fara tersenyum melihat Reza yang masih sesekali menguap. Dilapnya tangan yang masih basah ke bagian belakang bajunya. "Cuci muka dulu, yuk?" ajak Fara menggandeng Reza.Dengan mata
"Kamu ngapain aja sampe gak sempet masak? Padahal udah aku kasih uang buat belanja biar hemat! Kalo beli terus, ya, boros nanti!" Emosi Dika masih bisa dikontrol. "Atau kamu terlalu sibuk balesin pesan sama teleponan? Sama nomor yang sengaja gak kamu kasih nama itu?" tuding Dika yang sukses membuat Fara mati kutu.Segala praduga hadir di pikiran Fara, ia tak menyangka apa yang ia sembunyikan selama ini akan terbongkar secepat ini."Kamu heran kenapa aku bisa tau?" tanya Dika, karena melihat Fara yang tak kunjung menjawab."Jangan bilang Ayah buka-buka HP Ibu?" Fara memastikan."Loh, emangnya kenapa? Salah? Enggak, 'kan? Aku buka HP istri aku sendiri, kok!" jawab Dika pongah.Fara menunduk, susah payah ia menelan salivanya. Ia bingung harus menjawab apa."Buat apa juga kamu chat-an sama dia? Aku tahu, kok, kalo dia juga udah punya anak istri. Kamu jangan jadi pelakor," tuding Dika tajam.Ucapan Dika itu langsung membuat Fara mendongak.
Betapa terkejutnya Dika, ternyata nomor tak dikenal itu sering menghubungi Fara. "Banyak juga percakapan mereka. Aku harus cari tahu siapa si anonim itu!" geram Dika sambil mengepalkan tangan.Tak hanya aplikasi berlogo telepon, Dika juga mengecek aplikasi berwarna biru. Ternyata percakapan mereka berawal dari sana. Tak mau kecolongan, Dika segera men-stalking akun yang bernama Yuda Hermawan tersebut. Dika baru mengetahui ternyata Yuda adalah teman Fara semasa sekolah dahulu."Hhmm ... pinter banget nyembunyiinnya, Bu," gumam Dika yang masih mencari info seputar kedekatan istrinya dengan temannya itu.Dika segera mengirimi Yuda pesan melalui inbox, agar ia berhenti menghubungi Fara. Setelah memastikan pesan terkirim, Dika menghapusnya kembali. "Yang udah jadi milik aku, gak boleh dimiliki orang lain," lirih Dika kemudian menyimpan kembali ponsel Fara.Beberapa hari setelah Dika mengirimi inbox pada Yuda, Fara terlihat murung. Dika berfikir, mungkin Yuda m