Pukul 19.00.
Abian hari ini tidak lembur.Lelaki itu sangat bersemangat untuk segera pulang, tidak sabar bertemu istri tercintanya. Entah mengapa semenjak Alia datang ke tempat kerjanya, Abian menjadi sangat merindukan Alia. Terpikirkan olehnya memberi hadiah untuk Alia. Seingat Abian, dirinya jarang sekali memberi kejutan.“Ini waktu yang tepat memberi hadiah untuk Alia,” gumamnya saat menuruni lift menuju parkir mobil.Sebelum pulang ke apartemen. Abian mengunjungi suatu tempat. Tangannya hendak membuka pintu mobil, namun ditarik oleh seseorang secara tiba-tiba.“Kamu menghindariku?” terka seorang wanita dengan nada agak tinggi dan kesal.Abian hampir ingin memaki orang itu karena perbuatan tidak sopan. Tetapi, Abian paham pemilik suara itu, tidak lain adalah Adeline. Abian pun menahan kesabaran.Merusak mood saja!"Dia menghilang." "Tunggu, menghilang?" "Ya. Terakhir aku bertemu dengannya tampak begitu stres dan depresi." Topik pembicaraan menjadi serius. "Depresi? Itu tidak bisa dibiarkan. Dia bisa melakukan hal yang aneh saat di fase titik terendahnya. Misella benar-benar wanita gila. Tidak segan untuk menyakiti diri sendiri." Marsha menjeda perkataannya. "Oke, aku akan mengirimmu pesan, beberapa tempat yang Misella dikunjungi ketika sedang depresi." Alia menunggu pesan dari Marsha, namun keburu Abian menghampirinya. Alia langsung mematikan panggilan itu dan menyimpan ponselnya. *** Fahmi mencari Misella hingga larut malam. Tadi pagi saat berbicara dengan Fahmi, Misella tampak kacau. Kedua netranya sembab dan suaranya seperti orang linglung. Fahmi sadar akan kesalahan fatalnya, tapi nafsu itu tidak bisa ia kendalikan. Mencari dari tempat satu ke tempat lain, tidak juga menemukan. Fahmi tampak frustasi. Dia meremas rambutnya sendiri. "Aaarrghhh … kamu pergi ke mana, Misella?" Fahmi m
"Bagaimana jika masih tidak ketemu? Jika kamu tidak berhasil menemukan Misella apa mau kamu menceraikannya dan kehilangan semua yang kamu miliki saat ini?" tantang Robert untuk memastikan jika ucapan Fahmi bisa dipegang. "Aku janji, Pa. Besok pasti ketemu. Aku mau istirahat dulu." Fahmi pun berjalan ke kamarnya. Ia mengistirahatkan tubuhnya seraya bergumam sendiri. "Ke mana kamu pergi, sih, Misella? Bisa tidak untuk tidak membuatku kehilangan harta yang selama ini sudah aku gunakan? Kamu harus terus bersamaku." Gumamannya itu membuat Fahmi mengantuk hingga tertidur. *** Kesalahan fatal Fahmi membuatnya cemas dan khawatir soal harta yang selama ini sudah dia gunakan untuk wanita selingkuhannya itu. Fahmi tidak akan mengira jika semua ini akan diketahui oleh Misella. Padahal, Fahmi sudah menutupnya rapat-rapat agar keluarga Misella tidak akan mengetahui kebenaran yang sedang ia lakukan di belakang Misella. Alarm pun berbunyi, hal itu membangunkan Fahmi yang masih mengantuk. Dia pu
"Sudah aku bilang, jangan terlalu jauh untuk ikut campur masalah mereka. Biarkan mereka menangani masalah mereka dengan cara mereka sendiri. Aku hanya tidak suka ternyata kamu masih berkomunikasi dengan mantan suamimu."Abian pun melepaskan tangannya, dia segera berdiri untuk mencuci muka dan bersikat gigi."Jika aku tidak boleh berkomunikasi dengan mantan suamiku. Lantas, bagaimana kamu bisa akrab dengan dokter baru itu? Dia memang cantik, dambaan semua pria." Alia menyerang balik apa yang tengah suaminya itu hadapi.Memang benar, Adeline menyukai Abian. Tetapi itu tidak membuat Alia untuk membalas dendam atas tindakan yang Alia lakukan. Hanya kebetulan saja Fahmi dan Misella sedang tertimpa masalah dan Alia memberikan sedikit informasi tentang Misella pada Fahmi.Abian pun menghentikan langkahnya. Dia berbalik untuk menghadap istrinya yang masih di atas kasur dengan keadaan duduk. Abian masih berdi
Fahmi yakin, jika tempat ini tujuan Misella. Pasti Misella berada di sana! *** Misella duduk sendiri di tengah sepinya pengunjung. Menikmati pasir putih dan air laut yang menghempas dirinya. Bagian bawah bajunya telah basah. Tidak sedikit air laut yang menyiprat mengenai wajahnya, membuat Misella selalu menutup muka jika air laut datang untuk menyapa. Kedua tangan Misella meremas-remas pasir yang terkena air laut hingga membuat buku-buku jemari tangannya memutih karena kuatnya remasan itu. Misella sangat kesal pada diri sendiri. Dia merasa hancur. Dunianya sudah tak berkeping mengingat perbuatan yang suaminya lakukan di belakangnya. Apakah ini balasan untuk Misella karena dulu telah merebut Fahmi dari Alia? Misella yakin, jika ini perasaan yang Alia rasakan dulu saat dirinya merasa bangga dan bahagia saat Fahmi memilihnya dan menceraikan Alia karena Fahmi telah berselingkuh dengannya. Dan teman-temannya pun tidak ada yang mendekati dirinya. Semuanya telah menjauh dan pergi dari k
Melihat istrinya sudah berada di tengah laut membuat Fahmi tanpa berpikir panjang langsung berlari menuju ke tengah laut. Melepaskan sepatunya dengan tergesa, jaket yang menutup tubuhnya dilepas asal. Fahmi langsung melebur ke dalam air laut yang saat itu ombaknya sedang tinggi. Fahmi menyadari jika semua ini karena kesalahannya yang telah mencoba selingkuh dari sang istri. Namun, rasa penasarannya akan perempuan lain membuatnya terus menerus ingin mencoba untuk menikmati apa yang tengah ia rasakan tanpa mempedulikan apa yang akan Misella rasakan dan alami, terlebih pada buah hati mereka yang belum mengetahui apa-apa. Terlebih, Kayla juga sebagai perempuan. Apa Fahmi tidak memikirkan bagaimana perasaannya nanti jika Kayla sudah tumbuh besar dan menikah dengan laki-laki yang dicintainya dan berakhir dengan diselingkuhi? Apa dia sendiri tidak hancur melihat rumah tangga anak yang dicintainya mengalami hal seperti itu?
Keadaan Misella tidak sedang baik-baik saja.Fahmi tahu bahwa istrinya sedang stres berat akibatnya. Misella pun menangis dalam dekapannya. Menangis keras dengan air mata mengalir deras ke pipi.Fahmi membiarkan itu terjadi, membiarkan Misella menumpahkan emosinya yang terpendam selama ini. Hanya saja, semua ini diselingi kata maaf yang terus terucap dari mulutnya."Aku minta maaf, Misella. Salahkan aku karena semua ini memang salahku." Menepuk pelan punggung Misella, Fahmi mengakui jika semua ini adalah salahnya.Fahmi langsung memakaikan jaket yang tadi dilepas asal pada Misella, dia langsung membawa Misella ke rumah sakit untuk mengecek kondisi tubuhnya. Fahmi khawatir pada apa yang akan terjadi pada Misella jika tidak diperiksakan ke rumah sakit.***Sesampainya di rumah sakit, Misella langsung dibawa ke UGD dan dilakukan pemeriksaan.Fahmi langsung menghubungi mertuanya jika sudah menemukan Misella dan saat ini sedang berada di rumah sakit. Fahmi tahu jika dirinya harus melakukan
Di dalam ruangan, Misella telah sadar dan Tiffany langsung memeluknya dengan perasaan cukup khawatir."Misella, apa yang kamu rasakan, Nak? Apa ada yang sakit?" Kedua netra Tiffany melihat bagian-bagian tubuh Misella, memeriksa apakah ada yang sakit atau tidak.Misella tersenyum samar. "Tidak, Ma. Semuanya baik-baik saja." Tangan kanan Misella mengusap lembut lengan mamanya."Bagaimana bisa baik-baik saja? Kamu hampir meninggalkan kami semua. Apa kamu tidak memikirkan Kayla? Dia masih membutuhkanmu, Misella."Pecah tangis Tiffany di hadapan sang putri. Emosi karena keadaan yang membuatnya tidak kuat. Melihat sang anak terbaring lemah di ranjang rumah sakit karena masalah dalam rumah tangganya. Tiffany yakin jika Misella juga menutupi apa yang sedang terjadi di dalam rumah tangganya.Misella tidak mungkin akan mengatakan apa yang sedang terjadi di dalam rumah tangganya. Dia tidak mau membuat kedua orang tuanya ikut membenci Fahmi.
Abian sangat muak dengan ucapan wanita yang ada di depannya ini. Ia tidak ingin berada di sini sebenarnya. Lebih baik makan dengan istri tercinta di rumah dibanding makan dengan wanita gila yang tidak tahu malu di restoran mewah ini."Apa saja akan aku makan. Kamu pilih saja!" jawab Abian dengan nada ketus dan wajah yang tidak enak dipandang.Melihat Wajah Abian malah membuat Adeline tersenyum. Merasa lucu dengan ekspresi yang Abian tunjukkan padanya. Meletakkan buku menu ke atas meja, Adeline langsung menumpukan kedua tangannya di atas meja dan tubuhnya sedikit condong ke arah depan."Kamu itu lucu, lho. Sangat menggemaskan dengan ekspresi seperti itu. Ekspresi marah-marahmu itu yang membuatku ingin terus bersamamu dan ingin memilikimu." Adeline menegakkan tubuhnya. Kedua tangan menyilang di depan dada. "Aku tahu sebenarnya kamu tidak segalak itu kalau sama perempuan. Kenapa sama diriku sangat galak dan terkesan jutek?"Mendapat pertanyaan itu membuat Abian menatap sinis pada Adeline