Alia dan Abian berada di mobil menggunakan sopir pribadi, mereka berdua pergi ke toko pakaian. Mencari pakaian untuk hadir ke acara pernikahan Fahmi. Ya, Alia ingin tampil kece dan cantik di pesta pernikahan, mengenakan gaun pesta modern agar menjadi pusat perhatian. Gaun dengan desain model simpel dan elegan. Saat sampai di toko milik Designer terbaik di kota itu—mempunyai koleksi terbaru tak kalah cantik dengan koleksi lamanya. Keduanya di sambut ramah dan di sapa hangat oleh para pelayan. Ada salah satu pelayan yang menawarkan bantuan. “Ada yang bisa saya bantu, Kak?” “Saya ingin mencari gaun pesta dan setelan jas untuk suami saya,” jawab Alia memberi tahu ke pelayan. “Baik.” Pelayan sangat sopan. “Mau melihat gaun pesta terlebih dahulu? Kebetulan ada gaun cantik koleksi terbaru dari kami,” lanjutnya memberi tahu. “Boleh, deh,” putus Alia. “Mari silahkan.” Alia pun menggandeng lengan Abian dengan semangat, mengikuti langkah pelayan itu. Sepanjang langkah mata Alia mengedar
Tiffany tak peduli ucapan Misella. "Mama melakukan ini demi pernikahan kamu," pungkas Tiffany membela diri. Dia tidak kapok untuk kembali menekan panggilan ke nomor di kontaknya. Hampir semua nomor orang yang tersimpan di ponsul sudah dihubungi dan hanya beberapa saja yang menerima undangannya. "Hallo, Bu. Ini saya Tiffany, istri dari Pak Robert," sapa Tiffany dengan nada ceria dan semangat ketika panggilan sudah terhubung. Tiffany menelfon istri dari pemilik perusahaan yang pernah bekerja sama dengan perusahaan milik suaminya. "Oh, hallo ... Tiffany? Astaga! Sudah lama tidak berbincang denganmu," balas wanita bernama Carisa itu tak kalah semangat. Tiffany mengembangkan senyuman mendengar respon dari Carisa itu, ikut bersemangat dan terbawa suasana heboh. "Benar! Sudah lama tidak bertemu. Bagaimana kabar Anda?" "Tentu saja baik-baik saja!" jawab Carisa. "Oh, ya. Dengar-dengar putrimu sudah melahirkan?" "Benar sekali. Misella melahirkan seorang putri cantik, wajahnya mirip den
Di tengah malam. Fahmi melangkah pelan sambil memegang segelas anggur merah. Lelaki berkaos putih itu berdiri menikmati pemandangan kota Jakarta dari ketinggian di kaca besar dan lebar. Tangan kanan tenggelamkan di kantong celana, sedangkan tangan kiri memegang gelas anggur. Sesekali meneguk anggur itu sedikit demi sedikit. Senyuman tipis terlihat jelas. Suasana hatinya sedang happy. Rasanya tidak pernah menyangka. Kehidupan bagaikan roda berputar. Dulu Fahmi mengira dirinya akan jatuh miskin setelah bercerai. Siapa sangka setelah bercerai dan keluar dari penjara hidupnya berubah total! Tinggal di apartemen Belleza, apartemen khusus orang yang mampu dan berduit saja. Dering ponsel menandakan ada panggilan masuk. Fahmi menggerutu kesal karena merasa terganggu sekali disaat sedang menikmati keindahan kota di malam hari, namun mau tidak mau harus melihat siapa yang menelponnya. Lelaki itu memutar badan untuk mengambil ponsel yang masih menyala. Dengan cepat mengangkat panggilan itu,
Satu minggu kemudian .... Tibalah di hari H. Hari pelaksanaan pesta pernikahan yang telah ditunggu dan dinantikan. Dengan tema taman atau outdoor. Ya, lebih tepatnya di laksanakan di belakang apartemen Belleza, tersedia taman yang sangat luas. Kursi putih berjejer dan berbaris untuk para tamu menyaksikan pernikahan paling depan. Tidak hanya itu, ada kursi dengan meja bundar untuk duduk sambil menikmati makanan, minuman. Rerumputan hijau terlihat segar. Banyak dekorasi yang dihiasi bunga baby's breath, sehingga mempercantik tempat itu. Wedding welcome sign dari acrylic stand bertulis 'Welcome to the wedding of Misella and Fahmi' di samping pintu masuk. Di sebelah acrylic stand, ada foto prewedding Misella dan Fahmi sedang bergandengan tangan. Tersedia juga meja panjang khusus berisi minuman dan makanan diperuntukkan para tamu yang haus ditambah perut keroncong, mulai dari berbagai macam menu appetizer, main course, dan dessert. Semua tersedia di atas meja, tampak lezat dan sudah je
"Oh, astaga!" Suara itu dari seorang wanita cantik tiba-tiba masuk ke dalam kamar. Dengan tepuk tangan hebohnya berjalan mendekati Misella yang sedang duduk di sofa panjang ditemani bridesmaids sambil menunggu acara pernikahan di mulai. Mata Misella langsung tertuju pada sang wanita itu. Kedua netra membulat sempurna melihat siapa yang datang. Siapa sangka yang masuk ke dalam kamarnya tanpa izin, ialah mantan sahabatnya dulu. "Bagaimana dia bisa masuk?!" celutuk Misella dalam hati. Misella sangat emosi kepada penjaga yang tidak bejus menjaga di depan pintu kamar agar tidak ada yang masuk ke dalam kamar kecuali keluarga. Langkah pelan wanita itu yang akan sampai di depannya—membuat Misella tidak mengedipkan mata sekalipun. Dia tampak syok dan dibuat terkejut dengan kedatangannya secara tiba-tiba. Di tengah rasa keterkejutan, ingatan masa lalu terputar di otak. Kenangan manis dan pahit. Kenangan manis saat tertawa lepas bersama sahabat. Kenangan pahit atas kejahatan yang pernah
Semua para tamu undangan sudah hadir. Mereka tampak antusias menunggu Misella dan Fahmi. Rasa penasaran bagaimana wajah cantik dari pengantin putri. Akhirnya yang ditunggu-tunggu telah tiba. Semua tamu bertepuk tangan meriah dan heboh saat mempelai wanita muncul bersama sang ayahnya. Sementara Fahmi sudah berdiri di sana sedari tadi, menunggu calon istri. Master of Ceremony atau sebagai pemandu sebuah acara dengan ceria mengiring acara. Apalagi saat Misella berjalan beriringan dengan Robert—ayah Misella. MC heboh sendiri ditambah suara tepuk tangan para tamu. Misella memakai Dreamy Gown penuh kilaun berwarna putih—membuatnya bak Putri sangat cantik, apalagi veil serasi dengan gaun. Gaun bagian leher terpotong membentuk V dengan model sabrina, dan gaun cantik itu memiliki bentuk mengambang bagian bawah. Hair style sanggul twisted dengan hiasan baby's breath flower. Beberapa anak rambut dibiarkan jatuh membuat kesan lebih anggun. Make up terlihat flawless dengan nuansa peach di bagi
"Astaga! Mengapa kamu sangat cantik!"Misella tersenyum ramah menanggapi pujian. "Terima kasih," ucapnya.Hanya beberapa orang saja yang tidak suka atas pernikahan mereka. Sorot mata penuh ketidaksukaan dan kebencian. Termasuk mantan sahabat Misella, wanita itu berkali-kali menyunggingkan senyuman miring. Tidak hanya Marsha, beberapa Dokter dari rumah sakit Fortis yang diundang tampak membenci kedua orang itu."Cium!"Teriakan keras menyuruh pasangan itu berciuman. Sontak orang lain ikut berteriak menginginkan Fahmi dan Misella berciuman di depan banyaknya para tamu."Cium! Cium! Cium!"Pipi Misella memerah seketika. Hah? Berciuman ditonton semua orang di acara pernikahan? Ah ... Misella sangat malu."Cepatlah cium mempelai wanitanya!"Akhirnya Fahmi dan Misella saling berhadapan dan tatapan. "Ayo lakukan," ucap Misella setengah berbisik."La-kukan apa?" tanya Misella. Suaranya terdengar lirih."Ayo ki
"Sedang apa kamu di sini?" Fahmi bertanya dingin usai mendekati Alia dengan wajah sungguh tidak enak untuk dilihat. Ya, Fahmi tak mengharapkan kehadiran Alia.Niat Tiffany mengusir Alia kian diurungkan, berdiri tegak di samping Misella. Sementara Misella memasang ekspresi tegang, menggertakan gigi, dan tangan mengepal kuat. Tak berkedip melihat pemandangan di depan mata.Persetan dengan mantan istrinya!"Huh! Bagaimana bisa dia ada di sini?! Pasti Mas Fahmi yang mengundangnya!" duga Misella dengan kesal setengah mati pada Fahmi, dia yakin seratus persen dugaan benar. "Tidak habis pikir! Aku tidak mau tahu. Wanita tidak tahu diri itu harus pergi sekarang!" batin Misella.Kaki Misella baru melangkah satu langkah, berhenti seketika ketika tangan besar milik Robert menahan. Dengan gelengan kecil bertanda Misella harus tetap berdiri di sana. "Aish ... Menyebalkan sekali!" sunggut Misella."Biarkan saja dulu mereka berbicara." Robert bersuara."Tapi, Pa ...." "Sudah, diam saja. Apa kamu