"Perkampungan apa?" tanya Rafael.
"Aku juga belum tahu apa namanya tapi kampung itu belum pernah kita datangi karena dosen Budi bilang itu banyak misteri yang harus dipecahkan." Jawabku.
Aku dan mereka pergi dari kafe itu. Kami pulang bersama. Saat pagi hari temanku semua sudah berada di depan rumah aku. Mereka sudah menunggu dan ingin pergi bersama dengan aku.
"Kalian semua ada di sini?" tanyaku.
"Benar, kami ingin menunggu kamu dan ingin pergi ke kampus bersama. Apa kau sudah siap?" tanya Rafael.
"Sudah, ayo kita pergi nanti kita terlambat kalau lama." Kataku.
"Ayo kita pergi sekarang!" Kata Daffa.
"Bagaimanamana kemarin kamu senang tidak makan dengan kami semua?" tanya Rafael.
"Senang sekali, terima kasih sudah menegakkan aku pergi ke sana." Kataku.
"Tidak masalah, justru kami sangat senang kamu bisa bergabung karena sekarang kamu selalu sibuk di rumah dan tidak bisa diajak ke luar. Apa yang kamu lakukan, Ayuna?" tanya Daffa.
"Aku sedang orang tua aku, mereka sedang mulai usaha yang baru jadi aku ikut menangani juga. Supaya tau saja bagaimana rasanya." Jawabku.
"Begitu, aku pikir kamu tidak ingin sering berkumpul dengan kami." kata Rafael.
"Tidak mungkin itu, aku senang dengan kalian semua." Kataku.
"Benarkah?" tanya Daffa.
"Tentu saja, kenapa kalian berpikir seperti itu?" tanyaku.
"Tidak, hanya saja kami selalu kesepian saat kamu tidak ikut bergabung dengan kami. Itu saja." Kata Rafael.
"Kalian bisa saja, tidak mungkin kesepian karena kita selalu bertemu setiap hari di kampus. Ayo kita ke rumah Vita dan Ilham!" Kataku.
"Ayo!" Kata Daffa sambil tidak semamgat.
"Kenapa tidak semangat?" tanyaku.
"Tidak apa apa, hanya saja.." Kata Rafael.
"Hanya saja apa?" tanyaku.
"Tidak ada, ayo kita ke rumah mereka berdua!" Kata Rafael.
"Benar, nanti mereka pergi kalau kita lama sampai di sana." kata Daffa.
"Benar, kalian berdua." Kataku.
Kami pergi ke rumah Vita.
"Ayo kita pergi ke kampus, Vita!" Kataku.
"Ayo, aku senang sekali kamu mengantar aku ke kampus. Daffa, apa kamu sudah sarapan?" tanya Vita.
"Sudah." Jawab Daffa sambil tidak semangat.
"Aku juga sudah tapi kalau kamu belum sarapan. Aku kena mengajak kamu sarapan bersama di kantin kampus." Kata Vita.
"Tidak perlu, aku sudah kenyang." Kata Daffa.
Kami pergi ke rumah Ilham.
"Ilham, ayo kita pergi ke kampus!" Kataku.
"Ayo, Ayuna." kata Ilham.
"Cepat masuk, jangan lama." Akta Rafael.
"Baik, Rafael." Kata Ilham.
"Kenapa kamu begitu?" tanyaku.
"Tidak apa apa, aku hanya takut terlambat saja ini sudah hampir jam 10." Kata Rafael.
"Benar Ayuna, kita nanti terlambat." Kata Daffa.
"Begitu, ayo kita jalan ke ke kampus. Semua sudah ada di mobil, bukan?" tanyaku.
"Benar Ayuna, Ayo kita pergi!" Kata Rafael.
"Terima kasih sudah membawa aku juga, Rafael." kata Ilham.
"Tenang saja, tidak masalah." Kata rafael
Kami pergi ke kampus dengan cepat dan saat perjalanan kami melihat ada basuh. Dan baru itu menghampiri mobil Rafael.
"Aku takut sekali dengan badan." Kata Vita.
"Apa kamu sangat takut? Tenaga Vita, aku ada di sini." kata Ilham.
"Kenapa kamu ikut campur saja? Aku ingin berpegangan dengan Daffa. Aku takut sekali, Daffa." kata Vita memegang tangan Daffa.
"Kamu kenapa, Vita? Lepas tangan aku! Kamu terlalu berlebihan, tahu tidak?" tanya Daffa sambil melepaskan tangan Vita.
"Kenapa aku tidak boleh megang tangan kamu, Daffa?" tanya Vita.
"Tentu saja, aku tidak suka kamu selalu pegang tangan aku saja. Ini sungguh mengganggu aku. Kamu sedikit jauh dari aku." Kata Daffa.
"Apa ini sangat mengganggu kamu, Daffa?" tanya Vita.
"Tentu saja, aku tidak nyaman. Lebih baik kamu pegang tangan Ilham saja. Sepertinya dia sangat menginginkan itu." Kata Daffa.
"Tidak perlu nanti kamu tidak nyaman dengan itu." Kata Ilham.
"Tentu saja, kamu pikir kau ingin memegang tangan kamu?" tanya Vita.
"Aku mengerti, Vita." Kata Ilham.
"Jangan begitu, Vita. Kasihan ilham dia hanya ingin supaya kamu tidak takut itu saja." Kataku.
"Tidak perlu lebih baik aku tidak pegang tangan siapa pun." Kata Vita.
Di perjalanan kami terkena lampu merah.
"Ini sudah jam 10 dan kita terkena lampu merah. Ini sungguh menyebalkan sekali. Pasti kita akan terlambat sampai di kampus." Kata Rafael.
"Benar, Kita pasti akan dihukum oleh dosen Budi ini." Kata Daffa.
"Kita tunggu saja dan saat lampu menyala kita langsung cepat pergi." Kataku.
Lalu, kami melakukan perjalanan kembali dan sampai di kampus. Ternyata kami sudah terlambat dan dosen Budi sudah berada di kelas. Dia langsung memarahi kami.
"Kenapa kalian terlambat? Ini sudah lebih dari jam 10. Saya tidak suka dengan mahasiswa yang suka terlambat. Itu membuat saya tidak nyaman. Kalau saya hukum membersihkan ruangan yang kosong. Sekarang juga!" Kata dosen.
"Baik, pak Budi." Kata Daffa.
Kami pergi ke ruangan kosong itu dan di sana sangat kotor. Kami langsung membersihkan ruangan itu.
"Kotor sekali ini." Kata Vita.
"Kalau kamu tidak ingin terkena kotor, kamu di luar saja biar aku yang membersihkan ini semua." Kata Ilham.
"Kamu serius, Ilham?" tanya Vita.
"Tentu saja, kamu bisa ke luar." Kata Ilham.
Aku melihat bahwa Ilham sangat menyukai Vita. Bahkan dia menyuruh Vita ke luar supaya dia tidak terkena kotor. Lalu, Daffa dan Rafael melakukan hal yang sama.
"Kamu juga ke luar saja, Ayuna. Biar kita yang membersihkan ini semua. Kamu di sana saja." Kata Daffa.
"Benar nanti kamu terkena debu ini sangat membuat kamu sesak kalau tercium." Kata Rafael.
"Baik, terima kasih kalian berdua sungguh baik terhadap aku." Kataku.
"Tentu saja, apa pun untuk kamu Ayuna." Kata Rafael.
"Tidak masalah, Ayuna." Kata Daffa.
"Kalau begitu aku di luar kalau kalian butuh sesuatu bisa panggil aku saja." Kataku.
"Baik, kami akan melakukan itu." Kata Daffa.
"Ayuna, kamu kalau tersenyum cantik sekali tahu." Kata Rafael.
"Bisa saja kamu, Rafael." kataku sambil tersenyum.
"Benar kata aku juga." kata Rafael sambil tersenyum.
"Sudah, nanti kita tidak selesai juga karena terluka banyak bicara." Kataku.
"Baik, Ayuna." Kata Daffa.
Setelah selesai membersihkan ruangan itu, kami langsung pergi.
"Aku haus sekali, Ayuna." Kata Rafael.
"Aku juga, Ayuna." Kata Daffa.
"Baik, aku akan membelikan kalian minuman yang enak." Kataku.
"Asik, terima kasih Ayuna." Kata Rafael.
"Apa kamu juga ingin minuman, Ilham?" tanyaku.
"Boleh kalau kamu menawarkan aku." Kata Ilham.
"Tentu saja aku ini sedang menawarkan kamu minuman. Jadi aku akan memberikannya." Kataku.
"Terima Kasih, Ayuna!" Kata Ilham.
"Tidak masalah, aku sangat melakukan ini." Kataku.
Aku membeli minuman untuk mereka bertiga. Lalu, aku kembali ke tempat mereka.
"Ini minuman untuk kaliam semua. Ini juga untuk kamu, Vita." kataku sambil memberi mereka minuman.
"Terima kasih, Ayuna!" kata Daffa.
"Terima kasih, Ayuna!" kata Rafael.
"Terima kasih, Ayuna!" kata Vita dan Ilham.
"Sama sama, aku juga membeli untuk aku sendiri. Kita minum di sana saja." kataku.
"Benar, kita minum sambil duduk." Kata Daffa.
"Ini segar sekali." Kata Ilham.
"Menyebalkan sekali dosen Budi itu, masa menyuruh kita membersihkan ruangan yang tidak terpakai. Ini sangat aneh sekali." Kata Rafael.
"Kita masuk ke kelas sekarang juga." kataku."Baik, nanti dosen Budi bertanya lagi kepada kita." kata Rafael."Benar, sekali." acara Daffa."Vita, kita masuk ke kelas." Kata Ilham."Baik, aku ingin duduk." Kata Vita sambil terdengar lelah."Kenapa kamu seperti sehat lelah? Dari tadi aku, Rafael, dan Ilham yang membersihkan ruangan itu." Kata Daffa."Aku lelah karena aku tidak memakai baju yang terbaik." kata Vita sambil cemberut."Baju saja jadi masalah?" tanya Rafael."Tentu saja, aku itu sangat mengikuti tren masa kini. Jadi, tidak boleh ada yang menyaingi aku." Kata Vita."Berasa paling sempurna sekali padahal tidak terlalu bagus yang kamu pakai." Kata Rafael."Tentu saja bagus, kamu tidak tahu saja apa yang bagus saat ini." Kata Vita."Benarkah?" tanya Rafael."Tentu saja." Jawab Vita."Sudah, ayo kita masuk ke k
Mahasiswa informasi yang sudah menumpahkan minuman kepada baju Vita. Vita langsung memarahiku dia. Dan dia meminta maaf kepada Vita. "Sudah Vita aku memiliki baju ganti, kamu bisa memakai baju milik aku." kataku. "Bagus kalau begitu." Kata Vita. Aku mengambil baju ke tempat loker dan membawa kembali ke toilet. Vita ingin memakai baju aku. Dia berpikir dari pada memaksa baju basah lebih baik memakai pakaian aku. "Bagus juga pakaian kamu, Ayuna. Meski tidak semarak pakaian aku. Tapi terima kasih." kata Vita. "Tentu saja, aku seneng kamu ingin memakai baju aku." Kataku. "Dari pada pakai baju yang basah lebih baik pakai baju kamu, Ayuna." Kata Vita. "Ayo kita kembali ke kantin." Kataku. "Baik." kata Vita. Aku dan Vita kembali ke kantin dan aku mendengar Daffa dan Rafael sesang ribut lagi. Mereka bersaing tentang pelajaran dosen Ani. Mereka berpikir pendapat
Kami pergi ke mall dan bersenang bersama. Memainkan banyak permainan sampai puas. "Bagaimana dengan permainan ini? Apa kamu ingin bermain ini?" tanya Daffa. "Aku ingin mencobanya." kata Vita. "Aku tidak bertanya kepada kamu, aku bertanya kepada Ayuna. Kamu ingin, bukan?" tanya Daffa. "Aku.." kataku. "Udah kamu main permainan itu saja dengan aku?" tanya Rafael. Aku bingung ingin bermain apa karena adanya dan Rafael menawarkan permainan yang berbeda. Tapi aku tidak ingin membuat Vita marah kepada aku. Lebih baik aku bermain dengan Rafael. "Aku bermain permainan ini dengan kamu, Rafael." Kataku. "Kamu bermain dengan aku? Aku seneng sekali, ayo kita main." Kata Rafael. "Benar, ayo." Kataku. "Kenapa kamu tidak ingin bermain dengan aku? Ini permainan kesukaan kamu." Kata Daffa. "Aku sedang ingin bermain itu. Maaf nanti saja setelah aku selesai berma
"Ayo kita pergi sekarang kalau begitu." kataku. Kami makan roti kurus spesial itu. "Benar kata kalau berdua, ini sangat enak. Aku suka sekali." kataku. "Apa aku bilang ini sangat enak, karena jarang yang memasak ini dengan saus yang berbeda." kata Rafael. "Benar, saus ini berbeda pasti ini rahasia dari enak makanan ini." kataku. "Benar sekali, kalau kamu suka kamu dapat memesan lagi. Apa kamu ingin memesan lagi, Vita?" tanya Ilham. "Tidak perlu, nanti aku bisa gendut jika makan dengan porsi yang banyak." kata Vita. "Tidak akan secepat itu, masa makan roti dua saja langsung gendut. Itu tidak masuk akal." kataku. "Tentu saja benar, itu karbohidrat jadi kita tidak boleh makan terlalu banyak." kata Vita. "Kamu benar, Vita. Kalau begitu biar kau saja yang memakan roti ini. Apa boleh?" tanyaku. "Tentu saja, kamu suka sekali Ayuna." Kata Rafael.
Ujian selesai dilaksanakan dan kami pergi ke kantin untuk makan siang bersama."Hari ini kita ingin makan apa?" tanya Daffa."Benar, Kita harus makan yang enak." Kata Rafael."Kenapa kalian terlihat sangat aneh?" tanya Vita."Tidak, apa yang aneh?" tanya Daffa."Benar Daffa, apa yang aneh dari kita?" tanya Rafael."Itu dia buktinya kalian menjadi kompak biasanya kalian selalu berbeda pendapat." kata Vita."Mungkin saja dia yang mengikuti aku." Kata Rafael."Apa? Kamu yang mengikuti aku." Kata Daffa."Sudah baru saja dibilang kompak ribut lagi." kataku."Bagaimana kalau kita makan bakso saja" tanya Ilham."Boleh, ide kamu bagus Ilham." akan Rafael."Benar, supaya kita menjadi segar." akan Daffa."Kalian setuju dengan ide dia?" tanya Vita."Memangnya kenapa? Ada yang salah dengan itu?" tanyaku."Tid
Saat sampai di kampus, Aku bertemu dengan Daffa dan Rafael. Daffa bilang bahwa makan malam dengan Vita akan dibatalkan."Lalu, Kenapa?" tanyaku."Tidak ada, aku hanya ingin kau tahu." Kata Daffa."Benar juga, untuk apa kamu memberitahukan hal tidak penting itu. Ayuna tidak tertarik dengan kisah kalian berdua." Kata Rafael."Kisah kami? Kami tidak memiliki hubungan apa pun hanya sebatas teman saja." Kata Daffa."Benarkah? Tapi Vita itu mencintai kamu, Daffa. Kamu seharusnya bersikap baik terhadap dia." Kata Rafael."Lalu, aku mencoba menjalani hubungan dengan orang yang tidak aku cintai. Itu tidak masuk akal dan ah aya akan menyakiti dia saja." Kata Daffa."Sudah itu adalah urusan Kalian berdua. Ayo kita masuk ke kelas sebentar lagi akan dimulai." Kataku."Benar juga." Kata Daffa.Aku dan mereka berdua masuk ke kelas dan Vita belum sampai di kelas kami."Kenapa Vita tidak a
Malam ini Daffa dan Vita sedang maka malam berdua. Kalau Ilham tahu, dia pasti akan sedih. Daffa memesan restoran yang bagus untuk Vita. "Selamat malam, Vita!" kata Daffa. "Selamat malam, Daffa!" Kata Vita "Malam ini kamu sangat berbeda." Kata Daffa. "Maksud kamu? Apa kamu ingin bilang kalau aku cantik malam ini?" tanya Vita. "Benar sekali." Kata Daffa. "Kamu bicara seperti itu pasti untuk menghibur aku, bukan?" tanya Vita. "Kamu memang mengerti apa yang akan aku lakukan. Apa dahulu aku belum berbicara apa pun." Kata Daffa. "Tentu saja, aku tahu. Tapi aku ingin mengucapkan terima kasih karena kamu telah bersedia makan malam dengan aku. Padahal kamu pasti tidak ingin melakukan ini. Maafkan aku sudah memaksa kamu." Kata Vita. "Sudah jangan meminta maaf karena kamu tidak salah." Kata Daffa. "Tetap saja aku merasa tidak enak terhadap kau, Daffa." kata Vita.
Hari ini aku pergi ke kampus dan bertemu dengan Rafael."Ayuna!" Kata Rafael."Rafael!" kataku."Kamu datang sendiri?" tanya Rafael."Benar karena aku membawa mobil." Kataku."Besok aku saja yang mengantar kamu ke kampus." kata Rafael."Tidak perlu." kataku."Harus." kata Rafael."Terserah kamu saja, kamu pasti akan datang ke rumah meski aku tidak membolehkan kamu datang." kataku."Itu kamu tahu. Ayo kita masuk ke kelas." kata Rafael."Tunggu dulu." kataku."Tunggu apa lagi?" tanya Rafael."Hari ini hari ujian sejarah kemarin sudah diumumkan di maling depan kampus. Bagaimana kalau kita ke depan kampus? Aku penasaran berapa nilai aku. Aku harap nilai aku tidak di bawah rata rata." Kataku."Apa? Nilai ujian sejarah kemarin sudah diumumkan." kata Rafael sambil terkejut."Kenapa kamu terkejut? Apa kamu takut dengan hasi
Saat itu, aku tahu alasan aku tidak ingin datang ke sini. Dan alasan aku mendadak meneteskan air mata sebab aku akan kehilangan orang yang aku cintai. Rasanya sangat sakit dan pedih sekali. Andai waktu bisa aku putar kembali. Aku akan menahan inilah semua supaya tidak terjadi. Aku sangat menyesal datang kemari. Aku hanya bisa menangis melihat Rafael menutup mata di sisi aku. Aku takut ini adalah kenyataan. Sampai aku tidak dapat berhenti meneteskan air mata. Lalu Nyai Sri bertanya kepada aku."Kenapa? Apa ini terlalu sakit untuk kamu? Ini tidak seberapa dengan apa yang aku rasakan?" tanya Nyai Sri sambil tersenyum."Kenapa? Apa salah aku?" tanyaku."Tidak ada." Jawab Nyai Sri.Lalu, semua teman aku tersadar juga."Rafael!" Kata Daffa sambil terkejut."Rafael! Kenapa?" tanya Vita sambil merasa heran."Rafael, ada apa ini?" tanya Ilham sambil terkejut."Kalian sudah sadar juga tapi
Semua warga kampung ini dan semua teman aku menuruti perkataan Nyai Sri. Aku tidak bisa melakukan apa pun untuk mencegah mereka semua. Lalu, Vita mendadak menyerang aku. Aku menahan dia sebab aku tidak ingin melukai dia. "Kendalikan diri kamu, Vita. Sadar! Ini aku Ayuna, teman kamu." kataku sambil menahan tangan Vita. "Lepaskan!" teriak Vita. "Tidak akan!" Kataku. "Lepaskan! Kamu berada berada di hati Daffa. Aku tidak akan membiarkan kamu hidup. Kamu selalu menjadi penghalang untuk hubungan aku dan Daffa." Kata Vita. "Apa? Ini masalah Daffa lagi!" Kataku. "Bagaimana anak pembawa perdamaian? Bagaimana rasanya saat sahabat kamu sendiri menginginkan kematian kamu." Kata Nyai Sri. "Saya yakin ini bukan keinginan Vita. Ini pasti dikendalikan oleh anda, Nyai Sri. Saya tidak akan mati begitu juga semua teman saya. Kami akan kembali ke tempat kami berasal. Apa salah saya?" tanyaku.
Nyai Sri Pergi menuju tempat pintu gaib itu. Akhirnya Nyai Sri sampai di pintu gaib itu dan terus memanggil namamu adiknya. "Yanti!" teriak Nyai Sri sambil terus mencari adiknya. Lalu, mereka berdua bertemu. Seakan tidak percaya bahwa. Ini akan terjadi. Hari yang telah ditunggu oleh mereka berdua. "Kak Sri!" Kata Yani. "Kamu dari mana saja? Kakak telah mencari keberadaan kamu di setiap tempat. Kakak sedih kenapa kamu meninggalkan kakak dan ibu?" tanya Nyai Sri sambil meneteskan air mata. "Aku tidak tahan sedangkan semua perlakuan mereka semua terhadap aku. Aku lelah dan tidak tahu apa salah aku terhadap mereka semua." jawab Yanti sambil meneteskan air mata. "Seharusnya kamu cerita kepada kakak, kakak tidak akan membiarkan kamu dan ibu tersakiti. Meski kakak sendiri juga tersakiti. Kakak juga tidak tahu harus berbuat apa." Kata Nyai Sri sambil meneteskan air mata. "Tidak ada yang datang
Akhirnya kami semu asalkan di perbatasan kampung Lamuna ini. Setelah beberapa hari menelusuri hutan ini. Kami bersembunyi dari tempat perbatasan supaya Cokro Artomojo tidak mengetahui keberadaan kita semua."Jika tahu tempat ini, aku tidak akan berjalan menelusuri hutan yang sangat luas itu sampai merasa kelaparan dan juga kelelahan. Jarak dia ternyata begitu dekat dengan kita semua." Kata Vita."Benar, itu artinya dia selalu berada dekat dengan Nyai Sri." Kata Daffa."Mungkin saja kesalahan dia mengikat dia dengan Nyai Sri. Jadi, tempat mereka berada sangat dekat. Tapi anehnya kenapa Nyai Sri tidak dapat mengetahui keberadaan Cokro Artomojo itu?" tanya Ilham sambil merasa heran."Mungkin saja terlalu sakit untuk memikirkan keberadaan dia. Untuk ingat hal lain juga begitu menyakitkan." Jawabku."Itu benar, lebih baik kita menunggu keberadaan Cokro Artomojo dan kita langsung menangkap dia dengan sangat cepat." Kat
"Bagus itu." Kataku.Kami semua melanjutkan perjalanan dan menelusuri hutan. Tanpa tahu informasi tentang Cokro Artomojo, kami terus mencari dia. Setelah beberapa hari menelusuri hutan tidak menemukan yang bernama Cokro Artomojo. Sulit mencari dia, aku juga belum memimpikan seperti apa dia. Tapi aku tidak boleh menyerah sebab aku tidak memiliki pilihan lain."Bagaimana ini? Kita sudah menelusuri hutan ini tapi tetap belum menemukan Cokro Artomojo itu." Kata Vita sambil kelelahan."Benar ini, jika kita tidak mengetahui apa pun tentang dia. Bagaimana secara kita menemukan dia?" tanya Daffa."Kita harus terus mencari jangan putus asa." Jawab Ilham."Kalian pikir hanya kalian berdua yang merasa lelah? Aku, Ayuna dan Ilham juga merasakan hal yang sama. Tapi kami tidak mengeluh dan terus mencari." Kata Rafael."Itu memang sudah tugas kalian bertiga. Kami itu hanya membantu kalian saja." kata Daffa sambil marah.&
Pada malam hari, kami semua tertidur. Aku mulai bermimpi lagi tentang sebuah tempat yang tak asing bagi aku. Tapi aku masih belum mengetahui tempat apa itu. Tempat itu dihuni oleh seorang pria tua yang entah berasal dari mana dan tidak diketahui siapa dia. Aku terus memperhatikan dia dengan teliti. Aku sangat penasaran siapa dia. Tidak biasanya mimpi aku tidak jelas sama sekali. Bahkan aku tidak tahu apa yang terjadi di dalam mimpi aku ini. Terasa Sangat berbeda dari Semua mimpi yang aku alami saat berada di kampung Lamuna ini. "Aku tidak boleh tertangkap oleh Nyai Sri atau mereka semua. Nyai Sri pasti menyuruh anak pembawa perdamaian itu untuk mencari aku. Tapi aku tidak bisa pergi dari tempat ini. Tempat ini seolah mengikat jiwa aku untuk tetap berada di tempat ini." Kata pria tua itu. Aku terus melihat wajah dia meski tidak jelas sama sekali. Aku terus memperhatikan dia. Tempat ini sungguh terasa tidak asing bagi aku. Tapi aku tetap tidak dapat mengingat tem
Saat sampai di kampung Lamuna, kami semua langsung bertemu dengan Nyai Sri. Dengan wajah yang terlihat sangat marah dan juga tatapan penuh kebencian. Nyai Sri mendekati Yudi, dan langsung memukul dia sampai Yudi tidak berdaya. Pertarungan yang begitu dahsyat terjadi. Nyai Sri tidak memberi ampun sedikit pun terhadap Yudi. Dengan penuh amarah dan dendam, Nyai Sri langsung tanpa henti menyiksa Yudi. Aku ingin sekali menghentikan pertarungan mereka berdua tapi aku sangat mengerti perasaan yang dialami oleh Nyai Sri. Rasa kesal, malu, sedih dan juga menderita menyatu dalam hati Nyai Sri. Dia sangat marah terhadap Yudi. Aku tidak bisa menghentikan pertarungan mereka berdua. Lalu, Yudi berbicara kepada aku."Ayo bertindak! Kenapa kamu diam saja? Sebagai anak pembawa perdamaian harus menghentikan pertarungan seperti ini. Jangan membiarkan ini terjadi. Dendam dan juga amarah akan semakin membesar dan juga tidak dapat terkendali." kata Yudi sambil berteriak kepada aku.&nbs
Pagi hari datang, aku terbangun dari tidur. Semua teman aku juga sudah bangun tidur."Ayuna, kamu sudah bangun?" tanya Rafael."Sudah." Jawabku."Apa kamu bermimpi lagi?" tanya Ilham.Aku tersenyum sebab setiap pagi Ilham selalu bertanya hal yang sama. Itu terdengar lucu sekali bagi aku."Kenapa kamu tersenyum? Apa ada yang lucu?" tanya Rafael."Tidak, hanya saja setiap pagi Ilham selalu saja bertanya hal yang sama. Apa aku bermimpi? Dan menang benar, aku bermimpi." Jawabku."Begitu, aku hnya ingin mengetahui saja mimpi kamu." Kata Ilham."Apa isi mimpi kamu, Ayuna?" tanya Daffa."Aku bermimpi tentang gadis kecil yang aku temui kemarin ternyata dia bernama Yanti. Dia adalah adil dari Nyai Sri." Jawabku."Benarkah?" tanya Vita sambil terkejut."Benar sekali, dahulu mereka tinggal bertiga dengan ibunya. Kasihan sekali hidup mereka sudah menjadi
Yudi kembali ke tempat duduk dan berbicara dengan pak Jaka."Bagaimana? Apakah yang dikatakan oleh Ning sih?" tanya pak Jaka."Maaf pak Jaka, acara ini masih belum selesai. Kita harus menunggu sebentar lagi." Jawab Yudi."Baik kalau begitu, saya akan menunggu Sri. Dia sangat cantik sampai saya merelakan waktu saya untuk menunggu dia. Padahal saya masih banyak urusan yang belum diselesaikan malam ini." Kata pak Jaka."Terima kasih, pak Jaka!" Kata Yudi.Akhirnya acara pertunjukan selesai, dan Sri dijebak oleh Ningsih."Sri, ikut aku!" Kata Ningsih."Maaf tapi aku ingin segera pulang. Aku sangat lelah sekali." Kata Nyai Sri."Sudah ikut saja, aku akan mempertemukan kamu dengan ibu kamu." Kata Ningsih."Apa kamu serius?" tanya Nyai Sri."Aku sangat serius, ayo ikut dengan aku!" jawab Ningsih."Baik, aku ilang mengikuti kamu." Kata Nyai Sri.