Sampai di kampus, aku sudah ditunggu oleh Daffa, Rafael, Vita dan Ilham. Mereka adalah teman aku sejak saat SMA. Kami sudah bersahabat sangat dekat. Dan aku juga tidak menyangka akan satu universitas dengan mereka berempat.
"Ayuna!" Teriak Daffa.
"Daffa." kataku sambil menghampiri Daffa.
"Kenapa kamu terlambat datang? Semua orang sudah berada di kelas." Kata Daffa.
"Tadi aku terlambat bangun dan mengalami macet saat di perjalanan." Kataku.
"Begitu, aku sudah menduga itu." Kata Daffa.
"Ayo kita masuk ke kelas." Kataku.
Aku dan Daffa masuk ke kelas. Semua mahasiswi melihat ke arahku. Mereka pasti tidak suka aku berada didekat Daffa. Ada dua mahasiswa yang membicarakan sebuah kampung.
"Kamu tahu tidak ada sebuah kampung yang menakutkan dan berisi banyak keanehan yang terjadi. Di sana ada air putih menjadi merah seperti darah dan makanan juga berubah menjadi ulat bulu dan kaki seribu. Lalu, siang hari menjadi gelap seperti malam dan juga sebaliknya. Yang paling aneh ada suara yang tidak jelas dari mana asalnya." kata mahasiswa itu.
"Benarkah? Menakutkan sekali kampung itu, apa namanya?" tanya mahasiswa lain.
"Tidak tahu juga dam belum pernah ada orang yang sampai di kampung itu. Karena saat terjebak akan sulit kembali." Kata mahasiswa itu.
"Begitu." Kata mahasiswa lain.
Aku tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka berdua. Lalu, Daffa bilang kepada aku.
"Itu tidak mungkin, mereka masih saja percaya dengan hantu." Kata Daffa.
"Kamu benar, Daffa." kataku.
"Ayo ke kelas!" Kata Daffa.
"Apa aku harus bersama dengan kamu?" tanyaku.
"Maksud kamu apa, Ayuna?" tanya Daffa.
"Tidak, hanya aku merasa sedikit tidak enak saja berjalan dengan kamu." Jawabku.
"Kenapa begitu? Kamu itu sahabat aku, apa salahnya?" tanya Daffa.
"Kamu itu mahasiswa terhindar di kelas dan pandai bermain musik. Kamu juga idola semua mahasiswi di sini." Kataku.
"Apa aku idola kamu juga, Ayuna?" tanya Daffa.
"Apa? Kita itu teman masa aku mengidolakan teman aku sendiri." Kataku.
"Artinya kau tidak tampan menurut kamu." Kata Daffa.
"Tidak, bukan begitu. Kamu tampan karena kamu pria." Kataku sambil tersenyum.
"Hanya itu saja, tidak ada yang lebih." Kata Daffa.
"Maksudnya? Sudah, apa kamu sudah mengerjakan tugas kemarin?" tanyaku.
"Sudah, memangnya kamu belum mengerjakan tugas kamu?" tanya Daffa.
"Sudah tapi tinggal satu pertanyaan lagi. Ini sangat sulit jadi aku tidak tahu apa jawabannya." Jawabku.
"Kalau begitu aku akan mengajari kamu." Kata Daffa.
"Terima kasih, Daffa!" Kataku.
Saat aku belajar bersama dengan Daffa. Vita datang dan langsung ikut belajar dengan kami berdua.
"Aku juga belum mengerjakan tugas, Daffa." Kata Vita.
"Kamu pasti sengaja tidak mengerjakan tugas supaya dapat bertanya kepada aku." Kata Daffa.
"Memangnya salah bertanya kepada sahabat sendiri?" tanya Vita.
"Tidak juga, aku hanya aneh terhadap kamu. Tapi kamu selalu tidak mengerjakan tugas kuliah. Kenapa?" tanya Daffa.
"Aku hanya lupa." Kata Vita.
Ilham berbicara kepada Vita.
"Vita, aku bisa mengajari kamu pertanyaan itu." Kata Ilham.
"Tidak perlu, aku hanya ingin dengan Daffa." Kata Vita.
"Baik." Kata Ilham.
"Baik, terserah kamu saja." Kata Daffa.
Ilham terlihat sangat sedih dan aku menghampiri dia.
"Kamu kenapa, Ilham?" tanyaku.
"Aku bingung, Ayuna." Jawab Ilham.
"Bingung kenapa?" tanyaku.
"Aku menyukai Vita tapi aku rasa dia menyukai Daffa. Aku memang jauh dari Daffa. Dia tampan dan pintar. Sedangkan aku hanya pandai membuat puisi itu juga tidak akan bisa membuat Vita tertarik terhadap aku." kata Ilham sambil terlihat sedih.
"Kamu menyukai Vita?" tanyaku.
"Benar, Ayuna." Jawab Ilham.
"Kamu jangan pesimis, puisi kamu adalah puisi yang sangat indah aku saja tersentuh membacanya. Ini sangat bagus." Kataku.
"Terima kasih, Ayuna!" Kata Ilham.
"Tidak masalah, apa yang kamu rasakan dapat kamu ceritakan kepada aku. Kita ini sahabat, bukan?" tanyaku.
"Tentu saja, kita sahabat." jawab ilham sambil tersenyum.
"Kalau begitu, aku kembali ke tempat duduk aku dulu." Kataku.
Rafael datang ke kelas dan memberi aku sebuah gambar.
"Ini untuk kamu, Ayuna." kata Rafael sambil menaruh gambar di atas mejaku.
"Bagus sekali, gambarnya terlihat sangat cantik." Kataku.
"Tentu saja, ini seperti kamu Ayuna." kata Rafael sambil tersenyum.
"Kmau bisa saja, aku cantik. Terima kasih, Rafael!" Kataku.
"Santai saja, kalau kamu suka atau kan menggambarkan yang lebih bagus lagi." Kata Rafael.
Lalu, semua mahasiswi meminta Rafael untuk menggambarkan wajah mereka.
"Aku juga ingin digambarkan oleh kamu, Rafael." Kata mahasiswi lain.
"Tidak, maaf aku sangat sibuk." Kata Rafael.
Rafael langsung kembali ke meja dia. Rafael juga menjadi idola di kelas kami. Daffa dan Rafael membuat aku menjadi sangat sibuk. Karena semua mahasiswi meminta untuk dapat berfoto dengan mereka berdua.
"Kalian memang idola semua mahasiswi." Kataku.
"Tentu saja, aku memang tampan. Benar, bukan Ayuna?" tanya Rafael.
"Benar, karena kamu pria." Kataku.
Daffa tertawa dan langsung berbicara kepada Rafael.
"Rasakan itu." Kata Daffa.
"Apa maksud kamu, Daffa?" tanya Rafael.
"Ayuna memuji kamu karena kamu seorang pria." Kata Daffa.
"Aku juga yakin Ayuna berbicara hak yang sama terhadap kamu, Daffa." Kata Rafael.
"Tidak." kata Daffa sambil gugup.
"Benar, kalian berdua memang pria." Kataku.
"Haha.. Rasakan itu Daffa. Jangan sombong jadi orang." Kata Rafael.
"Baik, tapi aku jauh lebih baik dari kamu." Kata Daffa
"Sudah hentikan! Kalian selalu saja bertengkar saat mulai berbicara berdua." Kataku.
"Dia yang memulai, Ayuna." kata Daffa.
"Tidak salah itu, kamu yang memulai malah menyalahkan aku." Kata Rafael.
"Sudah sebentar lagi dosen datang ke kelas." Kata Vita.
"Benar, nanti kalian bisa dihukum." Kata Ilham.
"Diam cupu!" Teriak Daffa.
"Berisik sekali kamu, Ilham." Kata Rafael.
"Kalian jangan bicara seperti itu kepada Ilham. Dia berita baik tapi kalian begitu." Kataku dengan kesal.
"Maaf Ayuna, aku tidak bermaksud seperti itu." Kata Rafael.
"Benar, Ayuna." Kata Daffa.
"Jangan meminta maaf terhadap aku tapi Ilham." Kataku.
"Baik, maafkan aku Ilham." Kata Rafael.
"Aku juga, Rafael." Kata Daffa.
"Tidak apa apa." Kata Ilham.
"Kalian harus mencontoh Ilham, dia bersikap dewasa tidak seperti kalian berdua." Kataku.
"Apa? Kita harus mengikuti Ilham?" tanya Rafael.
"Kamu bercanda, bukan?" tanya Daffa.
"Memangnya kenapa? Ada yang salah dengan Ilham?" tanyaku.
"Tidak, hanya saja kami itu berbeda Ayuna." kata Daffa.
"Benar Ayuna, kita tidak dapat seperti Ilham karena dia hebat." kata Rafael.
"Justru karena hebat kalian berdua harus menirukan sikap dia." Kataku.
"Ayuna memang suka bercanda." kata Rafael sambil tertawa.
"Benar, Ayuna lucu banget." Kata Daffa.
"Apa yang lucu? Tidak ada yang lucu, aku hanya ingin kalian belajar dewasa." Kataku.
"Sudah kamu hentikan Ayuna, kamu berbicara yang tidak masuk akal." Kata Vita.
"Kamu juga berpikir seperti mereka berdua?" tanyaku.
"Jelas, Ilham itu bukan pria yang keren. Dia itu cupu. Dan Daffa sudah sangat keren, tidak mungkin dia menirukan Ilham. Jangan membuat aku tertawa, Ayuna." Kata Vita.
"Kalian keterlaluan terhadap Ilham, aku sungguh kecewa dengan sikap kalian berdua." Kataku.
"Keterlaluan apanya? Kita bicarakan hal yang benar." kata Vita.
"Sudah, terkadang kita tidak sepemikiran." Kataku.
Ilham pergi dari kelas. Lalu, aku mengejar Ilham.
"Ilham! Kenapa kamu lari?" tanyaku.
"Tidak ada apa apa, mereka benar." Kata Ilham.
"Tidak, justru mereka itu salah. Kamu berpikir begitu juga?" tanyaku.
"Benar, harusnya kamu jangan membela aku." Kata Ilham.
"Kenapa?" tanyaku.
"Justru aku yang bertanya, kenapa kamu membela aku?" tanya Ilham.
"Karena kamu teman aku, tidak mungkin aku tidak membela kamu." Kataku.
"Terima kasih, Ayuna." Kata Ilham
Aku dan Ilham kembali ke kelas dan dosen Ani juga datang ke kelas kami."Semangat belajar, Ilham." Kataku."Kamu juga, Ayuna. Semangat belajar dan terima kasih sudah mendukung saya." Kata Ilham."Kenapa kamu memberi dia semangat, Ayuna? Apa kamu tidak akan memberi aku semangat juga Ayuna?" tanya Daffa."Benar, aku juga ingin kamu memberi semangat kepada aku." Kata Rafael."Aku akan mengucapkan selamat kepada kalian juga. Tapi kalian langsung bertanya kepada aku." Kataku."Benarkah?" tanya Daffa."Semangat belajar Daffa dan Rafael. Kalian pasti akan mendapat nilai yang bagus." Kataku."Terima kasih, Ayuna!" Kata Daffa."Terima kasih, Ayuna!" Kata Rafael."Selamat siang semuanya!" Kata dosen."Selamat siang, dosen Ani!" Kata semua mahasiswa."Hati ini kita akan membahas masalah ekonomi. Apa ada yang ingin memberi pendapat ten
"Perkampungan apa?" tanya Rafael."Aku juga belum tahu apa namanya tapi kampung itu belum pernah kita datangi karena dosen Budi bilang itu banyak misteri yang harus dipecahkan." Jawabku.Aku dan mereka pergi dari kafe itu. Kami pulang bersama. Saat pagi hari temanku semua sudah berada di depan rumah aku. Mereka sudah menunggu dan ingin pergi bersama dengan aku."Kalian semua ada di sini?" tanyaku."Benar, kami ingin menunggu kamu dan ingin pergi ke kampus bersama. Apa kau sudah siap?" tanya Rafael."Sudah, ayo kita pergi nanti kita terlambat kalau lama." Kataku."Ayo kita pergi sekarang!" Kata Daffa."Bagaimanamana kemarin kamu senang tidak makan dengan kami semua?" tanya Rafael."Senang sekali, terima kasih sudah menegakkan aku pergi ke sana." Kataku."Tidak masalah, justru kami sangat senang kamu bisa bergabung karena sekarang kamu selalu sibuk di rumah dan tidak bi
"Kita masuk ke kelas sekarang juga." kataku."Baik, nanti dosen Budi bertanya lagi kepada kita." kata Rafael."Benar, sekali." acara Daffa."Vita, kita masuk ke kelas." Kata Ilham."Baik, aku ingin duduk." Kata Vita sambil terdengar lelah."Kenapa kamu seperti sehat lelah? Dari tadi aku, Rafael, dan Ilham yang membersihkan ruangan itu." Kata Daffa."Aku lelah karena aku tidak memakai baju yang terbaik." kata Vita sambil cemberut."Baju saja jadi masalah?" tanya Rafael."Tentu saja, aku itu sangat mengikuti tren masa kini. Jadi, tidak boleh ada yang menyaingi aku." Kata Vita."Berasa paling sempurna sekali padahal tidak terlalu bagus yang kamu pakai." Kata Rafael."Tentu saja bagus, kamu tidak tahu saja apa yang bagus saat ini." Kata Vita."Benarkah?" tanya Rafael."Tentu saja." Jawab Vita."Sudah, ayo kita masuk ke k
Mahasiswa informasi yang sudah menumpahkan minuman kepada baju Vita. Vita langsung memarahiku dia. Dan dia meminta maaf kepada Vita. "Sudah Vita aku memiliki baju ganti, kamu bisa memakai baju milik aku." kataku. "Bagus kalau begitu." Kata Vita. Aku mengambil baju ke tempat loker dan membawa kembali ke toilet. Vita ingin memakai baju aku. Dia berpikir dari pada memaksa baju basah lebih baik memakai pakaian aku. "Bagus juga pakaian kamu, Ayuna. Meski tidak semarak pakaian aku. Tapi terima kasih." kata Vita. "Tentu saja, aku seneng kamu ingin memakai baju aku." Kataku. "Dari pada pakai baju yang basah lebih baik pakai baju kamu, Ayuna." Kata Vita. "Ayo kita kembali ke kantin." Kataku. "Baik." kata Vita. Aku dan Vita kembali ke kantin dan aku mendengar Daffa dan Rafael sesang ribut lagi. Mereka bersaing tentang pelajaran dosen Ani. Mereka berpikir pendapat
Kami pergi ke mall dan bersenang bersama. Memainkan banyak permainan sampai puas. "Bagaimana dengan permainan ini? Apa kamu ingin bermain ini?" tanya Daffa. "Aku ingin mencobanya." kata Vita. "Aku tidak bertanya kepada kamu, aku bertanya kepada Ayuna. Kamu ingin, bukan?" tanya Daffa. "Aku.." kataku. "Udah kamu main permainan itu saja dengan aku?" tanya Rafael. Aku bingung ingin bermain apa karena adanya dan Rafael menawarkan permainan yang berbeda. Tapi aku tidak ingin membuat Vita marah kepada aku. Lebih baik aku bermain dengan Rafael. "Aku bermain permainan ini dengan kamu, Rafael." Kataku. "Kamu bermain dengan aku? Aku seneng sekali, ayo kita main." Kata Rafael. "Benar, ayo." Kataku. "Kenapa kamu tidak ingin bermain dengan aku? Ini permainan kesukaan kamu." Kata Daffa. "Aku sedang ingin bermain itu. Maaf nanti saja setelah aku selesai berma
"Ayo kita pergi sekarang kalau begitu." kataku. Kami makan roti kurus spesial itu. "Benar kata kalau berdua, ini sangat enak. Aku suka sekali." kataku. "Apa aku bilang ini sangat enak, karena jarang yang memasak ini dengan saus yang berbeda." kata Rafael. "Benar, saus ini berbeda pasti ini rahasia dari enak makanan ini." kataku. "Benar sekali, kalau kamu suka kamu dapat memesan lagi. Apa kamu ingin memesan lagi, Vita?" tanya Ilham. "Tidak perlu, nanti aku bisa gendut jika makan dengan porsi yang banyak." kata Vita. "Tidak akan secepat itu, masa makan roti dua saja langsung gendut. Itu tidak masuk akal." kataku. "Tentu saja benar, itu karbohidrat jadi kita tidak boleh makan terlalu banyak." kata Vita. "Kamu benar, Vita. Kalau begitu biar kau saja yang memakan roti ini. Apa boleh?" tanyaku. "Tentu saja, kamu suka sekali Ayuna." Kata Rafael.
Ujian selesai dilaksanakan dan kami pergi ke kantin untuk makan siang bersama."Hari ini kita ingin makan apa?" tanya Daffa."Benar, Kita harus makan yang enak." Kata Rafael."Kenapa kalian terlihat sangat aneh?" tanya Vita."Tidak, apa yang aneh?" tanya Daffa."Benar Daffa, apa yang aneh dari kita?" tanya Rafael."Itu dia buktinya kalian menjadi kompak biasanya kalian selalu berbeda pendapat." kata Vita."Mungkin saja dia yang mengikuti aku." Kata Rafael."Apa? Kamu yang mengikuti aku." Kata Daffa."Sudah baru saja dibilang kompak ribut lagi." kataku."Bagaimana kalau kita makan bakso saja" tanya Ilham."Boleh, ide kamu bagus Ilham." akan Rafael."Benar, supaya kita menjadi segar." akan Daffa."Kalian setuju dengan ide dia?" tanya Vita."Memangnya kenapa? Ada yang salah dengan itu?" tanyaku."Tid
Saat sampai di kampus, Aku bertemu dengan Daffa dan Rafael. Daffa bilang bahwa makan malam dengan Vita akan dibatalkan."Lalu, Kenapa?" tanyaku."Tidak ada, aku hanya ingin kau tahu." Kata Daffa."Benar juga, untuk apa kamu memberitahukan hal tidak penting itu. Ayuna tidak tertarik dengan kisah kalian berdua." Kata Rafael."Kisah kami? Kami tidak memiliki hubungan apa pun hanya sebatas teman saja." Kata Daffa."Benarkah? Tapi Vita itu mencintai kamu, Daffa. Kamu seharusnya bersikap baik terhadap dia." Kata Rafael."Lalu, aku mencoba menjalani hubungan dengan orang yang tidak aku cintai. Itu tidak masuk akal dan ah aya akan menyakiti dia saja." Kata Daffa."Sudah itu adalah urusan Kalian berdua. Ayo kita masuk ke kelas sebentar lagi akan dimulai." Kataku."Benar juga." Kata Daffa.Aku dan mereka berdua masuk ke kelas dan Vita belum sampai di kelas kami."Kenapa Vita tidak a
Saat itu, aku tahu alasan aku tidak ingin datang ke sini. Dan alasan aku mendadak meneteskan air mata sebab aku akan kehilangan orang yang aku cintai. Rasanya sangat sakit dan pedih sekali. Andai waktu bisa aku putar kembali. Aku akan menahan inilah semua supaya tidak terjadi. Aku sangat menyesal datang kemari. Aku hanya bisa menangis melihat Rafael menutup mata di sisi aku. Aku takut ini adalah kenyataan. Sampai aku tidak dapat berhenti meneteskan air mata. Lalu Nyai Sri bertanya kepada aku."Kenapa? Apa ini terlalu sakit untuk kamu? Ini tidak seberapa dengan apa yang aku rasakan?" tanya Nyai Sri sambil tersenyum."Kenapa? Apa salah aku?" tanyaku."Tidak ada." Jawab Nyai Sri.Lalu, semua teman aku tersadar juga."Rafael!" Kata Daffa sambil terkejut."Rafael! Kenapa?" tanya Vita sambil merasa heran."Rafael, ada apa ini?" tanya Ilham sambil terkejut."Kalian sudah sadar juga tapi
Semua warga kampung ini dan semua teman aku menuruti perkataan Nyai Sri. Aku tidak bisa melakukan apa pun untuk mencegah mereka semua. Lalu, Vita mendadak menyerang aku. Aku menahan dia sebab aku tidak ingin melukai dia. "Kendalikan diri kamu, Vita. Sadar! Ini aku Ayuna, teman kamu." kataku sambil menahan tangan Vita. "Lepaskan!" teriak Vita. "Tidak akan!" Kataku. "Lepaskan! Kamu berada berada di hati Daffa. Aku tidak akan membiarkan kamu hidup. Kamu selalu menjadi penghalang untuk hubungan aku dan Daffa." Kata Vita. "Apa? Ini masalah Daffa lagi!" Kataku. "Bagaimana anak pembawa perdamaian? Bagaimana rasanya saat sahabat kamu sendiri menginginkan kematian kamu." Kata Nyai Sri. "Saya yakin ini bukan keinginan Vita. Ini pasti dikendalikan oleh anda, Nyai Sri. Saya tidak akan mati begitu juga semua teman saya. Kami akan kembali ke tempat kami berasal. Apa salah saya?" tanyaku.
Nyai Sri Pergi menuju tempat pintu gaib itu. Akhirnya Nyai Sri sampai di pintu gaib itu dan terus memanggil namamu adiknya. "Yanti!" teriak Nyai Sri sambil terus mencari adiknya. Lalu, mereka berdua bertemu. Seakan tidak percaya bahwa. Ini akan terjadi. Hari yang telah ditunggu oleh mereka berdua. "Kak Sri!" Kata Yani. "Kamu dari mana saja? Kakak telah mencari keberadaan kamu di setiap tempat. Kakak sedih kenapa kamu meninggalkan kakak dan ibu?" tanya Nyai Sri sambil meneteskan air mata. "Aku tidak tahan sedangkan semua perlakuan mereka semua terhadap aku. Aku lelah dan tidak tahu apa salah aku terhadap mereka semua." jawab Yanti sambil meneteskan air mata. "Seharusnya kamu cerita kepada kakak, kakak tidak akan membiarkan kamu dan ibu tersakiti. Meski kakak sendiri juga tersakiti. Kakak juga tidak tahu harus berbuat apa." Kata Nyai Sri sambil meneteskan air mata. "Tidak ada yang datang
Akhirnya kami semu asalkan di perbatasan kampung Lamuna ini. Setelah beberapa hari menelusuri hutan ini. Kami bersembunyi dari tempat perbatasan supaya Cokro Artomojo tidak mengetahui keberadaan kita semua."Jika tahu tempat ini, aku tidak akan berjalan menelusuri hutan yang sangat luas itu sampai merasa kelaparan dan juga kelelahan. Jarak dia ternyata begitu dekat dengan kita semua." Kata Vita."Benar, itu artinya dia selalu berada dekat dengan Nyai Sri." Kata Daffa."Mungkin saja kesalahan dia mengikat dia dengan Nyai Sri. Jadi, tempat mereka berada sangat dekat. Tapi anehnya kenapa Nyai Sri tidak dapat mengetahui keberadaan Cokro Artomojo itu?" tanya Ilham sambil merasa heran."Mungkin saja terlalu sakit untuk memikirkan keberadaan dia. Untuk ingat hal lain juga begitu menyakitkan." Jawabku."Itu benar, lebih baik kita menunggu keberadaan Cokro Artomojo dan kita langsung menangkap dia dengan sangat cepat." Kat
"Bagus itu." Kataku.Kami semua melanjutkan perjalanan dan menelusuri hutan. Tanpa tahu informasi tentang Cokro Artomojo, kami terus mencari dia. Setelah beberapa hari menelusuri hutan tidak menemukan yang bernama Cokro Artomojo. Sulit mencari dia, aku juga belum memimpikan seperti apa dia. Tapi aku tidak boleh menyerah sebab aku tidak memiliki pilihan lain."Bagaimana ini? Kita sudah menelusuri hutan ini tapi tetap belum menemukan Cokro Artomojo itu." Kata Vita sambil kelelahan."Benar ini, jika kita tidak mengetahui apa pun tentang dia. Bagaimana secara kita menemukan dia?" tanya Daffa."Kita harus terus mencari jangan putus asa." Jawab Ilham."Kalian pikir hanya kalian berdua yang merasa lelah? Aku, Ayuna dan Ilham juga merasakan hal yang sama. Tapi kami tidak mengeluh dan terus mencari." Kata Rafael."Itu memang sudah tugas kalian bertiga. Kami itu hanya membantu kalian saja." kata Daffa sambil marah.&
Pada malam hari, kami semua tertidur. Aku mulai bermimpi lagi tentang sebuah tempat yang tak asing bagi aku. Tapi aku masih belum mengetahui tempat apa itu. Tempat itu dihuni oleh seorang pria tua yang entah berasal dari mana dan tidak diketahui siapa dia. Aku terus memperhatikan dia dengan teliti. Aku sangat penasaran siapa dia. Tidak biasanya mimpi aku tidak jelas sama sekali. Bahkan aku tidak tahu apa yang terjadi di dalam mimpi aku ini. Terasa Sangat berbeda dari Semua mimpi yang aku alami saat berada di kampung Lamuna ini. "Aku tidak boleh tertangkap oleh Nyai Sri atau mereka semua. Nyai Sri pasti menyuruh anak pembawa perdamaian itu untuk mencari aku. Tapi aku tidak bisa pergi dari tempat ini. Tempat ini seolah mengikat jiwa aku untuk tetap berada di tempat ini." Kata pria tua itu. Aku terus melihat wajah dia meski tidak jelas sama sekali. Aku terus memperhatikan dia. Tempat ini sungguh terasa tidak asing bagi aku. Tapi aku tetap tidak dapat mengingat tem
Saat sampai di kampung Lamuna, kami semua langsung bertemu dengan Nyai Sri. Dengan wajah yang terlihat sangat marah dan juga tatapan penuh kebencian. Nyai Sri mendekati Yudi, dan langsung memukul dia sampai Yudi tidak berdaya. Pertarungan yang begitu dahsyat terjadi. Nyai Sri tidak memberi ampun sedikit pun terhadap Yudi. Dengan penuh amarah dan dendam, Nyai Sri langsung tanpa henti menyiksa Yudi. Aku ingin sekali menghentikan pertarungan mereka berdua tapi aku sangat mengerti perasaan yang dialami oleh Nyai Sri. Rasa kesal, malu, sedih dan juga menderita menyatu dalam hati Nyai Sri. Dia sangat marah terhadap Yudi. Aku tidak bisa menghentikan pertarungan mereka berdua. Lalu, Yudi berbicara kepada aku."Ayo bertindak! Kenapa kamu diam saja? Sebagai anak pembawa perdamaian harus menghentikan pertarungan seperti ini. Jangan membiarkan ini terjadi. Dendam dan juga amarah akan semakin membesar dan juga tidak dapat terkendali." kata Yudi sambil berteriak kepada aku.&nbs
Pagi hari datang, aku terbangun dari tidur. Semua teman aku juga sudah bangun tidur."Ayuna, kamu sudah bangun?" tanya Rafael."Sudah." Jawabku."Apa kamu bermimpi lagi?" tanya Ilham.Aku tersenyum sebab setiap pagi Ilham selalu bertanya hal yang sama. Itu terdengar lucu sekali bagi aku."Kenapa kamu tersenyum? Apa ada yang lucu?" tanya Rafael."Tidak, hanya saja setiap pagi Ilham selalu saja bertanya hal yang sama. Apa aku bermimpi? Dan menang benar, aku bermimpi." Jawabku."Begitu, aku hnya ingin mengetahui saja mimpi kamu." Kata Ilham."Apa isi mimpi kamu, Ayuna?" tanya Daffa."Aku bermimpi tentang gadis kecil yang aku temui kemarin ternyata dia bernama Yanti. Dia adalah adil dari Nyai Sri." Jawabku."Benarkah?" tanya Vita sambil terkejut."Benar sekali, dahulu mereka tinggal bertiga dengan ibunya. Kasihan sekali hidup mereka sudah menjadi
Yudi kembali ke tempat duduk dan berbicara dengan pak Jaka."Bagaimana? Apakah yang dikatakan oleh Ning sih?" tanya pak Jaka."Maaf pak Jaka, acara ini masih belum selesai. Kita harus menunggu sebentar lagi." Jawab Yudi."Baik kalau begitu, saya akan menunggu Sri. Dia sangat cantik sampai saya merelakan waktu saya untuk menunggu dia. Padahal saya masih banyak urusan yang belum diselesaikan malam ini." Kata pak Jaka."Terima kasih, pak Jaka!" Kata Yudi.Akhirnya acara pertunjukan selesai, dan Sri dijebak oleh Ningsih."Sri, ikut aku!" Kata Ningsih."Maaf tapi aku ingin segera pulang. Aku sangat lelah sekali." Kata Nyai Sri."Sudah ikut saja, aku akan mempertemukan kamu dengan ibu kamu." Kata Ningsih."Apa kamu serius?" tanya Nyai Sri."Aku sangat serius, ayo ikut dengan aku!" jawab Ningsih."Baik, aku ilang mengikuti kamu." Kata Nyai Sri.