Waktu malam tiba, aku dan mereka berdua mencari tempat untuk beristirahat. Di hutan ini, aku tidur di tempat pertama kali kami berada di hutan ini. Di bawah pohon besar dan ada batu kecil di sekitar pohon besar itu. Aku dan mereka berdua memutuskan untuk tidur di sini.
Mendadak aku memikirkan perkataan Nyai Ani tentang aku adalah anak pembawa perdamaian. Hanya aku yang mengetahui jalan untuk kembali dari tempat aneh dan menakutkan ini. Tapi aku tetap tidak mengetahui cara keluar dari sini. Aku merasa tidak enak dan bersalah sebab aku tidak menemukan jalan keluar.
Suasana di hutan ini terasa sangat mencekam dan menakutkan seperti di kampung Lamuna. Cuaca malam hari terasa sangat dingin dan sunyi. Rasanya seperti tidak ada tanda kehidupan di hutan ini. Aku sadar memang tidak ada manusia di sini kecuali aku semua teman aku. Tapi aku merasa di hutan ini memang aneh dan menakutkan.
Aku mencari tempat untuk dapat melihat bintang. Bintang di atas lang
"Tidak, tidak ada perkataan allahu yang menyakitkan untuk aku. Justru aku ingin mengucapkan terima kasih sebab kamu sudah merelakan Ayuna untuk aku. Kam menghargai keberadaan aku dengan menahan perasaan kamu terhadap Ayuna. Jujur itu sungguh berarti bagi aku, aku tidak tahu betapa hancurnya aku nanti jika kamu mengatakan perasaan kamu disaat Ayuna belum mencintai aku. Kamu benar, perasaan aku terhadap Ayuna adalah sesuatu yang sangat serius. Aku menang orang yang selalu bercanda di setiap kejadian apa saja tapi untuk masalah cinta ini aku sangat serius. Dalam hidup aku, aku hanya mencintai satu wanita yaitu Ayuna. Dia wanita yang membuat aku ingin serius belajar. Dia juga membuat aku ingin berubah menjadi dewasa. Dan aku ingin menjadi pria yang baik untuk Ayuna." Kata Rafael."Aku tahu itu, melihat kamu memperlakukan Ayuna dengan sangat baik sudah cukup jelas untuk aku. Meski aku mengungkapkan perasaan aku terhadap Ayuna sebelum kamu bersama dia juga tidak akan mengubah
"Maafkan aku, aku tidak dapat melihat kamu marah kepada aku. Apalagi kalau kamu marah dengan sangat lama. Aku menjadi sedih." Kata Rafael. "Baik." Kataku. Ilham terbangun dari tidurnya. "Rafael! Ayuna!" Kata Ilham. "Ilham sudah bangun, ayo kita melihat dia!" Kataku. "Baik, Ilham ini mengganggu saja. Kenapa tidak bangunnya nanti saja?" tanya Rafael sambil terlihat kesal. "Kenapa kamu ini? Apa kamu kesal karena Ilham bangun dan kita tidak dapat berbicara berdua?" tanyaku. "Itu kamu tahu."Jawab Rafael. "Dasar Rafael, selalu bersikap seperti anak kecil saja." Kataku. "Memangnya kenapa? Kamu tidak suka?" tanya Rafael. "Tidak, kamu itu seperti anak kecil saat cemburu." Kataku. "Aku memang seperti anak kecil, kamu tidak menyukai itu. Maafkan aku kalau begitu." Kata Rafael. Aku menghampiri Ilham. "Ada apa, Ilham?" tanyaku. "Maafkan a
Aku merasa sangat takut sampai aku ingin pergi dari tempat ini. Meski aku mencoba untuk tetap menahan rasa takut aku tapi tetap saja aku selalu takut mendengar suara yang tidak dapat aku lihat sosoknya. Aku belum terbiasa dengan suara yang sangat misterius. Itu membuat aku membuat kaki dan tangan aku semakin bergetar.Jeritan seorang wanita seperti sedang disakiti oleh seseorang dan tangisan anak kecil seperti kehilangan ibunya semakin keras terdengar oleh aku. Aku tidak dapat menghilangkan suara aneh dan menakutkan itu. Aku hanya ingin mencoba tenang dan tidak mendengar suara seperti itu. Tapi disaat sendiri aku selalu mendengar suara yang sangat aneh dan menakutkan padahal aku merasa tidak melakukan apapun.Suara itu perlahan mengecil dan menghilang dari telinga aku. Aku mulai bisa merasa lega dan tenang. Disaat itu mereka berdua akhirnya datang kepada aku. Aku langsung memeluk Rafael dan tidak sadar bahwa Ilham berada di tempat ini juga."Ada apa
Saat kami melanjutkan perjalanan, kami tidak juga menemukan Nyai Ani. Tidak da ananda keberadaan Nyai Ani. Kami terus mencari keberadaan Nyai Ani. Sampai melihat ke arah lain tapi tetap tidak ada tanda keberadaan Nyai Ani.Aku merasa mungkin saja mimpi aku itu salah. Tidak semua mimpi bisa menjadi petunjuk untuk mencari Nyai Ani. Aku merasa bersalah sudah memberi harapan untuk mereka berdua. Aku pikir kita akan menemukan Nyai Ani dan segera membawa dia ke hadapan Nyai Sri.Tapi aku salah, aku tidak seharusnya membuat mereka percaya dengan mimpi aku ini. Ternyata itu hanya mimpi biasa yang bukan sudah firasat. Aku sudah berharap banyak dengan mimpi itu. Seharusnya aku sadar jika mimpi tidak selalu benar."Kenapa kamu diam saja?" tanya Rafael."Kita memang belum menemukan Nyai Ani. Tapi kita tidak boleh menyerah. Mungkin saja mimpi kamu itu benar." Kata Ilham."Tidak, jangan berharap dengan mimpi aku. Seharusnya dari awal aku
Saat aku baterai berlari, aku malah terjatuh ke bawah jurang. Aku hanya bisa berteriak meminta tolong dan menangis sebab aku takut sekali. Saat itu, Ilham mengulurkan tangan dia untuk menolong aku. Aku berhasil naik ke atas karena dibantu oleh Ilham.Aku sangat bersyukur karena aku masih selamat. Aku senang dan merasa sangat lega sekali. Rafael datang sedikit terlambat dan merasa bersalah karena dia tidak dapat lebih dulu menyelamatkan aku. Ilham langsung membawa aku menuju tempat kita beristirahat.Dia menggendong aku dan Rafael melihat itu dari jauh. Aku yakin Rafael tidak menghampiri aku karena merasa bersalah dia hanya melihat aku dari kejauhan. Aku harus berbicara dengan Rafael nanti. Ilham menurunkan aku di dekat tempat kita istirahat."Terima kasih, Ilham. Tapi kamj tidak perlu menggendong aku. Aku bisa jalan sendiri." Kataku."Aku harus menggendong kamu sebab kaki kamu pasti sangat sakit. Kaki kamu pasti sulit untuk berjalan saat ini. Jadi,
"Maafkan aku, Rafael. Aku tidak tahu jika kita itu sama. Kita merasa kesepian dan mencintai wanita yang sama. Tapi kamu jangan khawatir atau cemburu terhadap aku. Ayuna masih sangat mencintai kamu. Meski aku menyelamatkan dia tapi dia tetap memikirkan keadaan kamu. Apa kamu tahu hak yang ingin dia lakukan pertama kali disaat kaki dia sakit?" tanya Ilham."Apa itu?" tanya Rafael."Dia ingin mencari kamu dengan keadaan kaki dia yang seperti itu. Tapi aku melarang dia bukan karena kau tidak ingin kalian berdua bertemu tapi aku masih khawatir terhadap kaki dia. Tapi dia hanya mengkhawatirkan kamu. Jadi, saat kamu mengusir aku pergi, aku menjadi sangat marah dan kesal. Sebab Ayuna sudah menunggu kamu, Rafael." Kata Ilham."Begitu, kau harus pergi sekarang juga." Kata Rafael."Benar, sekarang kita harus pergi." Kata Ilham.Rafael terus berlari menuju tempat aku. Ilham juga mengejar Rafael untuk menemui aku. Rafael dan Ilham berlar
"Kamu ini bisa saja, aku tidak boleh senyum. Padahal aku sedang ingin tersenyum." Kataku."Kenapa kamu ingin tersenyum?" tanya Rafael."Sebab aku melihat kamu jadi aku ingin tersenyum. Memangnya tidak boleh?" tanyaku."Boleh tapi aku tidak kuat melihat senyuman kamu." Jawab Rafael."Kenapa tidak kuat? Memangnya senyum aku itu racun apa?" tanyaku."Benar, senyum kamu itu seperti racun yang perlahan membuat aku tidak berdaya." Jawab Rafael."Aku tidak menyukai perkataan kamu itu. Terdengar sangat berlebihan dan membuat aku ingin muntah." Kataku."Bagaimana kamu ini? Wanita lain menyukai itu." Kata Rafael."Benarkah?" tanyaku."Benar, semua pria akan merayu wanita yang dia cintai. Kamu malah tidak menyukai itu." Jawab Rafael."Ini sudah sangat malam lebih baik kita pergi tidur saja." Kataku."Benar, kasihan kamu sudah mengantuk. Selamat malam, s
Pagi hari datang, Rafael dan Ilham bangun dari tidurnya. Lalu, aku bangun dari tidur aku. "Selamat pagi, sayang." Kata Rafael. "Selamat pagi." Kataku. "Apa kamu bermimpi lagi?" tanya Ilham. "Benar, aku bermimpi tentang Nyai Ani lagi." Jawabku. "Bagaimana dengan mimpi kamu?" tanya Rafael. "Jadi, Nyai Ani sedang terluka tapi tidak tahu berada di mana. Dia sedang berbicara dengan seseorang yang tidak diketahui. Sepertinya dia adalah sahabat Nyai Sri." Jawabku. "Sahabat Nyai Sri? Kenapa bisa berbicara dengan Nyai Ani?" tanya Ilham. "Sepertinya hubungan Nyai Sri dan sahabat tidak baik. Dia berbicara dengan Nyai Ani tentang Nyai Sri. Dan Nyai Ani menanyakan tentang kelemahan Nyai Sri kepada dia." Jawabku. "Lalu, apa kelemahan Nyai Sri?" tanya Ilham. "Dia juga tidak tahu dengan kelemahan Nyai Sri. Nyai Ani juga sedang mencari Yudi" Jawabku.
Saat itu, aku tahu alasan aku tidak ingin datang ke sini. Dan alasan aku mendadak meneteskan air mata sebab aku akan kehilangan orang yang aku cintai. Rasanya sangat sakit dan pedih sekali. Andai waktu bisa aku putar kembali. Aku akan menahan inilah semua supaya tidak terjadi. Aku sangat menyesal datang kemari. Aku hanya bisa menangis melihat Rafael menutup mata di sisi aku. Aku takut ini adalah kenyataan. Sampai aku tidak dapat berhenti meneteskan air mata. Lalu Nyai Sri bertanya kepada aku."Kenapa? Apa ini terlalu sakit untuk kamu? Ini tidak seberapa dengan apa yang aku rasakan?" tanya Nyai Sri sambil tersenyum."Kenapa? Apa salah aku?" tanyaku."Tidak ada." Jawab Nyai Sri.Lalu, semua teman aku tersadar juga."Rafael!" Kata Daffa sambil terkejut."Rafael! Kenapa?" tanya Vita sambil merasa heran."Rafael, ada apa ini?" tanya Ilham sambil terkejut."Kalian sudah sadar juga tapi
Semua warga kampung ini dan semua teman aku menuruti perkataan Nyai Sri. Aku tidak bisa melakukan apa pun untuk mencegah mereka semua. Lalu, Vita mendadak menyerang aku. Aku menahan dia sebab aku tidak ingin melukai dia. "Kendalikan diri kamu, Vita. Sadar! Ini aku Ayuna, teman kamu." kataku sambil menahan tangan Vita. "Lepaskan!" teriak Vita. "Tidak akan!" Kataku. "Lepaskan! Kamu berada berada di hati Daffa. Aku tidak akan membiarkan kamu hidup. Kamu selalu menjadi penghalang untuk hubungan aku dan Daffa." Kata Vita. "Apa? Ini masalah Daffa lagi!" Kataku. "Bagaimana anak pembawa perdamaian? Bagaimana rasanya saat sahabat kamu sendiri menginginkan kematian kamu." Kata Nyai Sri. "Saya yakin ini bukan keinginan Vita. Ini pasti dikendalikan oleh anda, Nyai Sri. Saya tidak akan mati begitu juga semua teman saya. Kami akan kembali ke tempat kami berasal. Apa salah saya?" tanyaku.
Nyai Sri Pergi menuju tempat pintu gaib itu. Akhirnya Nyai Sri sampai di pintu gaib itu dan terus memanggil namamu adiknya. "Yanti!" teriak Nyai Sri sambil terus mencari adiknya. Lalu, mereka berdua bertemu. Seakan tidak percaya bahwa. Ini akan terjadi. Hari yang telah ditunggu oleh mereka berdua. "Kak Sri!" Kata Yani. "Kamu dari mana saja? Kakak telah mencari keberadaan kamu di setiap tempat. Kakak sedih kenapa kamu meninggalkan kakak dan ibu?" tanya Nyai Sri sambil meneteskan air mata. "Aku tidak tahan sedangkan semua perlakuan mereka semua terhadap aku. Aku lelah dan tidak tahu apa salah aku terhadap mereka semua." jawab Yanti sambil meneteskan air mata. "Seharusnya kamu cerita kepada kakak, kakak tidak akan membiarkan kamu dan ibu tersakiti. Meski kakak sendiri juga tersakiti. Kakak juga tidak tahu harus berbuat apa." Kata Nyai Sri sambil meneteskan air mata. "Tidak ada yang datang
Akhirnya kami semu asalkan di perbatasan kampung Lamuna ini. Setelah beberapa hari menelusuri hutan ini. Kami bersembunyi dari tempat perbatasan supaya Cokro Artomojo tidak mengetahui keberadaan kita semua."Jika tahu tempat ini, aku tidak akan berjalan menelusuri hutan yang sangat luas itu sampai merasa kelaparan dan juga kelelahan. Jarak dia ternyata begitu dekat dengan kita semua." Kata Vita."Benar, itu artinya dia selalu berada dekat dengan Nyai Sri." Kata Daffa."Mungkin saja kesalahan dia mengikat dia dengan Nyai Sri. Jadi, tempat mereka berada sangat dekat. Tapi anehnya kenapa Nyai Sri tidak dapat mengetahui keberadaan Cokro Artomojo itu?" tanya Ilham sambil merasa heran."Mungkin saja terlalu sakit untuk memikirkan keberadaan dia. Untuk ingat hal lain juga begitu menyakitkan." Jawabku."Itu benar, lebih baik kita menunggu keberadaan Cokro Artomojo dan kita langsung menangkap dia dengan sangat cepat." Kat
"Bagus itu." Kataku.Kami semua melanjutkan perjalanan dan menelusuri hutan. Tanpa tahu informasi tentang Cokro Artomojo, kami terus mencari dia. Setelah beberapa hari menelusuri hutan tidak menemukan yang bernama Cokro Artomojo. Sulit mencari dia, aku juga belum memimpikan seperti apa dia. Tapi aku tidak boleh menyerah sebab aku tidak memiliki pilihan lain."Bagaimana ini? Kita sudah menelusuri hutan ini tapi tetap belum menemukan Cokro Artomojo itu." Kata Vita sambil kelelahan."Benar ini, jika kita tidak mengetahui apa pun tentang dia. Bagaimana secara kita menemukan dia?" tanya Daffa."Kita harus terus mencari jangan putus asa." Jawab Ilham."Kalian pikir hanya kalian berdua yang merasa lelah? Aku, Ayuna dan Ilham juga merasakan hal yang sama. Tapi kami tidak mengeluh dan terus mencari." Kata Rafael."Itu memang sudah tugas kalian bertiga. Kami itu hanya membantu kalian saja." kata Daffa sambil marah.&
Pada malam hari, kami semua tertidur. Aku mulai bermimpi lagi tentang sebuah tempat yang tak asing bagi aku. Tapi aku masih belum mengetahui tempat apa itu. Tempat itu dihuni oleh seorang pria tua yang entah berasal dari mana dan tidak diketahui siapa dia. Aku terus memperhatikan dia dengan teliti. Aku sangat penasaran siapa dia. Tidak biasanya mimpi aku tidak jelas sama sekali. Bahkan aku tidak tahu apa yang terjadi di dalam mimpi aku ini. Terasa Sangat berbeda dari Semua mimpi yang aku alami saat berada di kampung Lamuna ini. "Aku tidak boleh tertangkap oleh Nyai Sri atau mereka semua. Nyai Sri pasti menyuruh anak pembawa perdamaian itu untuk mencari aku. Tapi aku tidak bisa pergi dari tempat ini. Tempat ini seolah mengikat jiwa aku untuk tetap berada di tempat ini." Kata pria tua itu. Aku terus melihat wajah dia meski tidak jelas sama sekali. Aku terus memperhatikan dia. Tempat ini sungguh terasa tidak asing bagi aku. Tapi aku tetap tidak dapat mengingat tem
Saat sampai di kampung Lamuna, kami semua langsung bertemu dengan Nyai Sri. Dengan wajah yang terlihat sangat marah dan juga tatapan penuh kebencian. Nyai Sri mendekati Yudi, dan langsung memukul dia sampai Yudi tidak berdaya. Pertarungan yang begitu dahsyat terjadi. Nyai Sri tidak memberi ampun sedikit pun terhadap Yudi. Dengan penuh amarah dan dendam, Nyai Sri langsung tanpa henti menyiksa Yudi. Aku ingin sekali menghentikan pertarungan mereka berdua tapi aku sangat mengerti perasaan yang dialami oleh Nyai Sri. Rasa kesal, malu, sedih dan juga menderita menyatu dalam hati Nyai Sri. Dia sangat marah terhadap Yudi. Aku tidak bisa menghentikan pertarungan mereka berdua. Lalu, Yudi berbicara kepada aku."Ayo bertindak! Kenapa kamu diam saja? Sebagai anak pembawa perdamaian harus menghentikan pertarungan seperti ini. Jangan membiarkan ini terjadi. Dendam dan juga amarah akan semakin membesar dan juga tidak dapat terkendali." kata Yudi sambil berteriak kepada aku.&nbs
Pagi hari datang, aku terbangun dari tidur. Semua teman aku juga sudah bangun tidur."Ayuna, kamu sudah bangun?" tanya Rafael."Sudah." Jawabku."Apa kamu bermimpi lagi?" tanya Ilham.Aku tersenyum sebab setiap pagi Ilham selalu bertanya hal yang sama. Itu terdengar lucu sekali bagi aku."Kenapa kamu tersenyum? Apa ada yang lucu?" tanya Rafael."Tidak, hanya saja setiap pagi Ilham selalu saja bertanya hal yang sama. Apa aku bermimpi? Dan menang benar, aku bermimpi." Jawabku."Begitu, aku hnya ingin mengetahui saja mimpi kamu." Kata Ilham."Apa isi mimpi kamu, Ayuna?" tanya Daffa."Aku bermimpi tentang gadis kecil yang aku temui kemarin ternyata dia bernama Yanti. Dia adalah adil dari Nyai Sri." Jawabku."Benarkah?" tanya Vita sambil terkejut."Benar sekali, dahulu mereka tinggal bertiga dengan ibunya. Kasihan sekali hidup mereka sudah menjadi
Yudi kembali ke tempat duduk dan berbicara dengan pak Jaka."Bagaimana? Apakah yang dikatakan oleh Ning sih?" tanya pak Jaka."Maaf pak Jaka, acara ini masih belum selesai. Kita harus menunggu sebentar lagi." Jawab Yudi."Baik kalau begitu, saya akan menunggu Sri. Dia sangat cantik sampai saya merelakan waktu saya untuk menunggu dia. Padahal saya masih banyak urusan yang belum diselesaikan malam ini." Kata pak Jaka."Terima kasih, pak Jaka!" Kata Yudi.Akhirnya acara pertunjukan selesai, dan Sri dijebak oleh Ningsih."Sri, ikut aku!" Kata Ningsih."Maaf tapi aku ingin segera pulang. Aku sangat lelah sekali." Kata Nyai Sri."Sudah ikut saja, aku akan mempertemukan kamu dengan ibu kamu." Kata Ningsih."Apa kamu serius?" tanya Nyai Sri."Aku sangat serius, ayo ikut dengan aku!" jawab Ningsih."Baik, aku ilang mengikuti kamu." Kata Nyai Sri.