Beranda / Romansa / Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu / 23. Hangatnya Malam Pertama

Share

23. Hangatnya Malam Pertama

Penulis: Wahyuni SST
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-22 08:51:58

Syaina berjalan dan duduk di pangkuan sang ayah.

"Papa sama Mama habis shalat, ya?"tanyanya penasaran.

"Iya Sayang. Nanti ketika waktunya shalat isya tiba, Syaina mau nggak ikut shalat bareng Mama dan Papa?" tanya Langit pada sang anak.

"Mau, Pa."

"Alhamdulillah."

"Pa, Ma, malam ini Syaina tidur dimana?"

"Tidur di sini Sayang, mau 'kan?"

Syaina seketika mengangguk.

"Terus Papa tidur dimana?"

"Di sini juga?"

"Kita tidur bertiga?"

Syaina masih tak percaya.

"Iya, dulu Syaina 'kan pernah minta Papa tidur di rumah ini. Alhamdulillah, doa Syaina dikabulkan Allah."

"Alhamdulillah. Syaina tidur di sebelah mana?" tanyanya lagi masih penasaran.

"Kamu maunya dimana?"

"Dekat sama Papa dan Mama."

"Berarti Syaina tidurnya di tengah Sayang."

Bocah itu mengangguk bahagia. Hana dan Langit tampak tersenyum mendapati kebahagiaan putrinya, akhirnya kini mereka dapat menikmati indahnya kebersamaan.

Tepatnya setelah melalui cukup banyak cobaan yang tidak saja menguras letih raga bahkan jiwa terasa berkali-
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   24. Tertinggalnya Ponsel Langit

    Langit mencari keberadaan Rezky di tempat biasa sesuai yang disebutkan lelaki itu tadi di telpon. Lima menit ia mengedarkan pandang namun tak jua ketemu. Akhirnya sebuah tepukan di pundak membuat lelaki itu berbalik dan mendapati Rezky ada di sana."Bikin kaget aja."Rezky hanya tersenyum."Kita duduk di sana yuk.""Tapi aku nggak bisa lama lo, siang ini ada jam operasi.""Oke nggak lama, sebentar aja."Mereka duduk di sebuah bangku yang di sekelilingnya sudah begitu ramai oleh pengunjung."Ada apa?""Aku cuma mau ngasih undangan pernikahan dari Salsa. Masih ingat nggak?"Langit mencoba mengingat."Adik leting kita satu angkatan. Itu lo, yang bantuin kita nyari materi pas lagi nyusun skripsi.""Oh iya, aku ingat. Dia di kota ini?""Iya. Kemarin dia ngajak ketemuan, ternyata mau ngasih undangan pernikahan. Terus dia ingat banget sama kamu, jadi sengaja ngasih undangan juga supaya kamu bisa hadir."Langit meraih undangan di tangan Rezky."Oh ya yang ini orangnya, ingat banget aku sama d

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-23
  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   25. Blokir Nomor Tanpa Ijin

    Perasaan Hana sedikit tak tenang, tapi ia coba redamkan dengan menyibukkan diri pada hal-hal lain."Ma, udah nelpon Papa belum?" tanya Syaina ketika bocah itu menghampiri sang ibu."Handphone Papa ketinggalan di rumah temannya, Nak.""Yah, kok bisa ketinggalan gitu?""Ya namanya juga lupa Sayang, nggak ada yang bisa halau."Syaina memasang wajah malas."Yuk makan siang dulu ya, Nak.""Nggak mau. Pengen ngomong sama Papa dulu.""Gini deh, sekarang kita makan dulu. Habis itu kita coba telpon Papa lagi, siapa tahu Papa udah balik untuk ambil ponselnya."Syaina bergeming sejenak."Yaudah deh."Akhirnya bocah itu mau menyantap makan siangnya. Sementara di Jakarta, Langit yang baru berjalan sepuluh menit tersadar jika ponselnya tak ada di saku celana. Secepat kilat ia memutar setir untuk kembali ke rumah Lina. Lelaki itu yakin jika tadi tak sengaja neningalkan benda tersebut di atas bangku taman rumah Reno.*"Jadi tadi Hana sempat video call?" tanya Langit sedikit cemas."Iya, Mas. Aku bil

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-24
  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   26. Bertemu Seseorang di Pernikahan Rezky

    Berada sedekat itu dengan Langit ternyata membuat efek berbeda dalam tubuh Hana. Degup jantungnya menyentak tak biasa tersebab ingatan akan sesuatu yang pernah terjadi empat tahun silam kembali membekas dalam jiwa.Flash back "Aku mau mandi, bisa kamu bantu siapkan air panas."Hal yang aneh, ditengah malam buta Langit pulang dan memintanya menyiapkan air panas untuk mandi. Meski penasaran, Hana menuruti permintaan suaminya kala itu. Tapi ada sesuatu yang aneh, tubuh sang lelaki penuh keringat. Napasnya pun terengah-engah dengan wajah memerah seperti sedang menahan sesuatu.Usai mandi sekitar lima belas menit, dengan hanya memakai handuk Langit keluar dan naik ke ranjang."Aku tidak mampu lagi menahannya."Hanya itu yang diucapkan sang lelaki, lalu ia merenggut kesucian Hana dengan cara yang menurut wanita itu benar-benar seperti tak sadarkan diri.Tak lama dari malam itu, berita kehamilan Hana pun tersebar. Ibu dan ayah mertua sangat bahagia, tapi tidak dengan Langit. Ia terus memasa

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-25
  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   27. Istana Lama Rasa Baru

    "Kita tetanggaan walau nggak pernah saling tegur sapa," jawab Kalila. Hana hanya tersenyum.Dia tahu Kalila, semenjak kecil sudah mengenal. Tapi memang wanita itu jarang keluar rumah, pun tidak pernah bergaul dengan remaja komplek. Dia hanya berteman dengan sahabat-sahabatnya saja teman sekolahan. Berbeda dengan Dafa yang lebih berbaur dengan lingkungan. Hana bahkan tak pernah berbicara dengan Kalila jika bukan suatu hal yang penting."Mbak Kalila ini adiknya Mas Dafa, Mas."Langit tampak mengingat-ingat nama yang disebutkan istrinya itu."Yang kemarin ketemu di pestanya Salsa?" tanya lelaki itu memastikan.Hana mengangguk."Jadi Mas sempat datang juga ke pestanya Salsa?" Kalila kembali melempar pertanyaan."Iya, tapi kita datang udah agak sorean.""Pantesan nggak ketemu, padahal aku juga datang ke acara itu," ucap Kalila lagi."Wah, kenapa jadi kebetulan begini ya?"Langit jadi tak habis pikir bisa sekebetulan itu takdir tertulis."Oya, di sini menginap dimana?"Sang lelaki kembali

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-26
  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   28. Kenikmatan Yang Sempat Tertunda

    Hana hendak bangkit, tapi jemari sang suami yang memegang bahunya membuat wanita itu tak dapat bergerak. Netra Langit tertuju pada bola mata di hadapannya yang menatap tak berkedip. Jemari yang tadi hanya berfungsi untuk menahan kini digerakkan untuk mendorong. Diawal memang terasa tertahan oleh penolakan sang istri, tapi ketika Langit berhasil menyentuh bagian teranum milik sang istri. Perlawanan yang dilakukan Hana perlahan terelai.Inilah malam pertama sesungguhnya. Yang dilakukan Langit atas kesadaran penuh. Semakin lama, Hana pun semakin larut dalam penyatuan cinta mereka. Tasbih dan doa terucap dengan harapan sunnah yang mereka lakukan akan menghasilkan putra dan putri yang shalih serta shalihah.Bagi Langit, malam ini, ia seperti baru pertama kali menyentuh seorang wanita. Sebusuk-busuknya ia, Langit tidak pernah menyentuh wanita yang bukan mahramnya. Pada Hana lah ia melepas keperjakaan, meski dahulu dilakukannya dalam keadaan mabuk.Dan malam inilah ia sempurna merasakan men

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-27
  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   29. Sebuah Dugaan

    Langit masih ingin memantau, tapi panggilan dari ruangan poli anak membuatnya tak dapat mengelak. Banyak pasien yang sudah mengantri untuk diobati, akhirnya lelaki itu memilih untuk kembali menjalankan tugasnya, dan berjanji akan menemui Dafa selepas dinas nanti.Jam terus bergulir, kini tepat menunjukkan pukul dua belas siang hari. Setelah selesai memeriksa pasien terakhir, Langit segera keluar ruangan dan berjalan menuju ruang bersalin.Ia langsung berjalan ke bed lima, tempat dimana tadi melihat Dafa masuk. Dua netra lelaki itu membelalak, ranjang bersalin sudah kosong."Kemana perginya pasien di bed ini?" tanya Langit pada perawat jaga."Baru keluar sekitar setengah jam yang lalu, Dok."Langit hanya bisa menghela napas. Dia mencoba mengecek ke parkiran, siapa tahu masih ditemukan di tempat tersebut. Namun ia tak mendapatkan apapun di sana. Bahkan Langit juga sudah mengecek ke luar halaman, tak jua mendapati Dafa dimanapun.Meski masih memendam penasaran, ia terpaksa menyimpan rasa

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-28
  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   30. Godaan Sang Pebinor

    Mereka duduk di taman, pada satu bangku panjang. Hana, Syaina dan Dafa."Ma, es krimku udah habis. Aku boleh main plosotan nggak?""Boleh, Nak. Tapi hati-hati, ya."Syaina mengangguk dan berlari ke arah permainan. Sementara masih di tempat duduk, Hana yang sedikit risih setelah kepergian putri kecilnya, menggeser posisi lebih menjauh dari Dafa."Katanya tadi ada hal penting yang mau diomongin, ayo Mas sampaikan aja terus."Dafa terkekeh perlahan."Cuma mau bilang, Mama titip salam rindu untukmu."Dua netra milik Hana membulat."Itu hal pentingnya, Mas?""Iya. Ini justru lebih penting dari lain hal."Hana tersenyum."Bu Maryam apa kabarnya, Mas?""Mama sehat, diusianya yang sudah tua. Masih suka ngumpul-ngumpul seperti anak muda.""Alhamdulillah."Hana menarik napas dalam, teringat pada kedua orang tuanya yang tak lain adalah sahabat karib orang tua Dafa."Jika kedua orang tuaku masih hidup, mereka pasti seperti Bu Maryam.""Iya benar. Tapi usia manusia itu rahasia Allah, tak ada yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-29
  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   11. Jangan Memberi Celah, Mas

    "Hallo Syaina, gimana keadaan kamu, Nak?" tanya Dafa pada putri Langit dan Hana.Syaina tak menjawab, ia menunjukkan sikap tak bersahabat. Paham diabaikan, Dafa segera menyerahkan hadiah untuk gadis kecil itu dan berniat pamitan dari ruangan tersebut."Ini ada hadiah untuk Syaina, semoga Syaina suka ya hadiah dari Om ini."Sebuah kotak tertuju pada gadis kecil itu, tapi Syaina tak bereaksi. Hingga Hana mengulurkan tangannya untuk meraih benda tersebut."Makasih ya, Mas."Dafa mengangguk dan tersenyum."Yaudah, Om pamit ya. Om doakan semoga Syaina lekas sembuh supaya bisa main lagi sama Mama."Syaina tersenyum paksa, ketika jemari Dafa mengusap kepalanya."Mas pamit ya, Han."Hana mengangguk. Setelah itu, dua netra Dafa tertuju pada Langit, tak ada kata tapi tubuh sang lelaki berbalik dan keluar dari ruangan tersebut.Hana dan Langit saling berpandangan."Apa isi kotak itu, Ma?"Pertanyaan Syaina membuat Hana tersentak. Pandangannya kini tertuju pada sang buah hati."Kita buka di rumah

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-30

Bab terbaru

  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   90. Pelajaran Hidup Terbaik

    Satpam yang melihat gambar CCTV yang menunjukkan Kamil, ibunya serta seorang wanita menarik paksa tangan ibunda Rian tampak begitu terhenyak. Lelaki itu segera masuk ke dalam rumah untuk mengecek keadaan.Pintu kamar terbuka, menampakkan kondisi ibunda Rian yang sangat menyedihkan. Wanita itu tergeletak di atas ranjang dengan keadaan lemah. "Ibu, Ibu kenapa, Bu?"Pak Yanto segera membantu ibunda Rian untuk bisa duduk."Kamil dan Ibunya telah membuat saya seperti ini, Pak. Tolong telpon polisi. Mereka ingin menguasai rumah ini.""Ba-baik, Bu."Pak Yanto segera menelpon polisi sementara ibunda Rian menelpon anaknya sendiri. "Hallo, Ma."Suara ibunda Rian terdengar bergetar. Membuat sang anak di seberang sana menjadi khawatir."Rian.""Iya, Ma.""Maafkan Mama Rian. Melani dan keluarganya tak sebaik yang Mama pikirkan. Mereka telah membuat masalah di rumah kita.""Masalah apa, Ma? Mama baik-baik aja 'kan?""Iya, Mama baik-baik saja. Kamil dan Ibunya, mereka ingin menghancurkan keluarga

  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   89. Penyesalan Ibunda Rian

    "Sedang apa kau di sini? Apa yang mau kau lakukan pada istriku? Kau menggodanya?" teriak Kamil lantang.Tak menunggu penjelasanku, dia yang tak sabaran segera melayangkan sebuah bogem ke wajah ini hingga aku tersungkur ke lantai."Mas, sudah jangan bertengkar. Mas Rian kemari karena aku yang minta. Dia ingin membenarkan channel televisi yang rusak.""Aku nggak percaya, pasti kamu diancam 'kan sama dia? Sudah ngaku aja, kalau iya dia sudah melakukan hal tidak senonoh sama kamu, kita bawa dia langsung ke kantor polisi.""Nggak Mas, Mas Rian tidak melakukan apapun padaku."Kamil masih diluar kendali, ia terus ingin menghajarku. Syukurlah Ika menahannya. Tak menunggu lama, aku segera turun ke bawah. Tidak mungkin membela diri disaat dia sedang berapi-api dan kondisikupun sangat tidak stabil. Akhirnya dengan pertolongan Ika, aku lepas dari amukan Kamil.Sampai di gundakan terakhir tangga, tampak lah di hadapan. Mama tengah berdiri dan menatap penuh tanya ke arah diri ini."Mama sudah baika

  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   88. Siapa Wanita Itu?

    "Itu Dokter Anita bukan, Mas?" tanyaku penasaran, melihat gaya berpakaian serta cadar yang menutupi wajahnya mirip sekali dengan salah satu dokter yang dikabarkan sedang proses hijrah. "Nggak tahu, tadi sewaktu Mas buka pintu kita udah sempat tatap-tatapan tapi kemudian dia seperti enggan masuk ke rumah ini. Kamil berusaha membujuk tapi wanita itu tetap ingin pergi." "Jika benaran itu dokter Anita, jadi suami yang udah buat dia hijrah itu Mas Kamil? Tapi kenapa aku merasa nggak mungkin ya Mas?" "Sepertinya bukan Anita, mungkin orang lain yang hanya mirip saja dengannya. Apalagi kalau sudah bercadar kebanyakan wajah hampir mirip-mirip begitu. Apa mungkin karena hanya kelihatan mata doank? Ah sudahlah jika mereka tak mau masuk biarkan saja. Ayo kita masuk, Yank." Mas Rian mengajakku masuk dan kembali ke ruang makan. "Siapa Rian?" tanya mama mertua yang sudah menyelesaikan makan malamnya. "Kamil sama istrinya." "Lo, mereka sudah pulang? Kenapa tidak masuk?" tanya Bu Mel kelihatan

  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   87. Keputusan Ibu Mertua

    "Rumah? Kamu kalau minta sesuatu itu yang wajar."Suara Mas Rian terdengar sedikit meninggi."Kau kalau bicara yang sopan, aku ini Abangmu.""Sudah, sudah. Rian, jangan lagi berdebat. Begini Nak Kamil dan Ibunda, ini adalah rumah yang sudah kami tempat semenjak dahulu, semenjak pertama kali saya dan Mas Arya menikah. Jadi rumah ini punya banyak sejarah yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Mengenai hak waris, sesuai aturan semua harta peninggalan almarhum akan dikumpulkan menjadi satu lalu barulah dibagi sesuai dengan aturan pembagian hak waris menurut Islam.""Oke, saya mengerti maksud Mbak tersebut. Tapi maksud anak saya mengharap rumah ini, karena sebagai anak kandung Mas Arya, dia tak pernah mendapatkan apa yang seharusnya juga dia dapatkan seperti Rian. Tinggal di rumah mewah, disekolahkan sampai menjadi dokter, mau kemana-mana dengan mobil mewah. Padahal Kamil dan Rian statusnya sama, sama-sama anak kandung. Jadi coba Mbak bayangkan, wajar tidak jika kini Kamil menginginkan

  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   86. Hak Waris (Season 2)

    Hari ini adalah hari paling membahagiakan, setelah tiga bulan menanti akhirnya benih yang telah bertumbuh di dalam rahim kini terlihat jelas jenis kelaminnya."Gimana Mira, laki-laki atau perempuan?" tanyaku antusias. Mas Rian hanya tersenyum, baginya perempuan atau lelaki tak masalah yang penting sehat dan lahir dengan selamat. Tapi tidak dengan diri ini, semenjak awal dinyatakan positif hamil, aku sudah mengidam-idamkan anak perempuan. Supaya Lita punya teman bermain."Masya Allah ...."Mira tersenyum menatapku. "Seperti keinginanmu Sya, perempuan," ucapnya semangat yang kusambut dengan senyum bahagia. Mas Rian ikut semang dan merangkul bahu ini."Perkembangannya gimana, Dek? Sehat 'kan?" tanya Mas Rian yang lebih mengkhawatirkan kondisi fisik bayi kami. Tersebab sudah bertahun-tahun dia mendapati kemoterapi dan sangat takut akan rusaknya gen-gen yang seharusnya menjadi pembentuk bayi kami.Awalnya Mas Rian memang melarangku hamil, dia bahkan meminta agar aku memakai spiral. Tapi a

  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   85. Bahagiakan Aku

    Tangis haru mewarnai pemakaman papa pagi ini. Mama masih tak stabil, sebentar pingsan, nanti sadarkan diri kembali. Begitulah semenjak semalam. Namun, tiga jam ini keadaannya sudah lebih membaik. Lebih tiga jam sudah ia sadarkan diri.Walaupun begitu, aku tetap tak bisa mengantar jenazah Papa untuk terakhir kalinya. Sebab tak mungkin meninggalkan Mama yang tak stabil seorang diri di rumah. Meski keinginan sedemikian besar, tapi kucoba mengikhlaskan dan menyerahkan pemakaman papa sepenuhnya pada Mas Rian dan adik semata wayang, Biantara Atha Arif.Kurang lebih dua jam, semua kembali ke rumah. Arif kini mendekati Mama dan memeluk wanita itu sejenak, postur tinggi serta bentuk tubuh dan wajah yang mewarisi Papa sepenuhnya, membuatku seolah melihat papalah yang kini tengah memeluk Mama."Sudah selesai pemakaiannya?" tanya Mama dengan suara serak. "Udah, Ma.""Sekarang Papa kalian sudah sendiri, biasanya semua Mama yang ngurus. Sekarang Papa kalian gimana? Dia pasti merasa sedih."Mama ke

  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   84. Perpisahan Terindah

    Sungguh terhenyak diri ini saat pintu kamar mandi terbuka, bahkan ponsel di tangan sampai jatuh ke atas ranjang."Ma, kenapa?"Mas Rian yang melihatku tiba-tiba berdiri kaku langsung mengambil ponsel dan mengecek isinya. Dia membaca pesan Friska yang belum kukeluarkan dari layar utama. Usai membaca, lelaki itu menatapku."Aamminnn, semoga doanya diijabah."Mas Rian mematikan ponsel lalu meletakkan di atas nakas. Dia kemudian berjalan mendekatiku yang nyaris tak bergerak tersebab perasaan dipenuhi tanda tanya, bagaimana Friska bisa tahu bahwa hari ini aku dan Mas Rian menikah? Lalu perihal keluhan wanita itu, sepertinya aku menangkap jika ternyata Friska telah menikah lagi dan suaminya kemungkinan selingkuh. Benarkah?"Bagamana Friska bisa tahu jika hari ini kita menikah?" tanyaku menatap Mas Rian, seketika rasa cemburu menyergap. Apakah mereka masih berkomunikasi?"Papa nggak tahu, Ma.""Kalian masih berhubungan, ya 'kan?""Demi Tuhan, nggak Ma. Jika kami masih berhubungan kenapa dia

  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   83. Impoten

    "Boleh lebih dekat?"Mas Rian memintaku untuk lebih rapat dengannya, usai pemasangan cincin dan menerima sebuah kecupan. Kini saatnya sesi foto-foto, meski tidak berdiri di atas pelaminan dan hanya duduk di atas sebuah karpet tebal berbulu lembut, acara ini tetap sesakral pernikahan pertama kami yang dilaksanakan begitu meriah.Mas Rian menyentuh kembali jemariku lalu sebuah foto tercetak dua kali."Selanjutnya foto bareng anak-anak."Seorang fotografer meminta kedua anakku bergabung. Setelah selesai mencetak foto berempat, lelaki itu kembali meminta seluruh keluarga untuk bergabung."Oke, satu dua tiga."Blast. "Sudah cukup, seadanya saja. Karena kami masih masa berkabung," ucap mama mertua meminta fotografer tidak lagi mengambil gambar. Lelaki itupun berbicara dengan Mas Rian lalu pamit pulang. Seminggu setelah jenazah Papa mertua dikebumikan adalah waktu yang baik yang sudah ditentukan oleh dua belah keluarga untuk melangsungkan pernikahan ini. Seharusnya ini menjadi suatu hal ya

  • Kami Yang Tak Pernah Ada di Hatimu   82. Alhamdulillah, Sah

    Entah kenapa di detik ini kedua netraku tiba-tiba basah, terlebih saat melihatnya memeluk Talita seraya berucap terima kasih."Terima kasih Mama. Papa janji tidak akan menyia-nyiakan kesempatan kedua yang Mama berikan ini."Lagi-lagi dia meluapkan rasa bahagia pada Lita dengan mengecup pucuk kepalanya, membuat anakku keheranan."Papa kenapa sih tiba-tiba peluk dedek?""Papa sedang terharu, Nak.""Terharu karena bahagia?""Iya.""Karena Aa hebat, ya?""Salah satunya.""Dedek juga hebat?""Iya Papa tahu, kamu pasti sehebat Mamamu," ucap Mas Rian kini seraya membawa anakku dalam pelukan.Lita pun tersenyum sembari mengeratkan pelukan papanya. Melihat pemandangan itu, wajah tertunduk sejenak. Tak ada penyesalan saat niat ini sudah mantap menerimanya kembali. Setiap manusia memang sangat mungkin berbuat kesalahan, tapi Mas Rian membuktikan bahwa dia melakukan hal yang baik dengan meninggalkan kesalahannya dan beritikad untuk kembali padaku semenjak dahulu.Maaf Mas telah membuatmu terus be

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status