"kamu datang, Mas!" Tia langsung berdiri, ada sedikit senyum kebahagiaan tampak di bibirnya. Dia mengira kedatangan sang suami untuk melihat keadaan Raffa, putra mereka.
"Heh, Kamu jangan bahagia dulu, kami kesini bukan untuk melihat anakmu yang penyakitan itu!" Ibu Sutri berbicara dengan lantang.Mendengar ucapan sang mertua seketika senyum di bibir Tia memudar."Maksud Ibu apa? Tia melihat kearah bu Sutri terus berbalik menatap sang suami."Ini ada apa Mas? kenapa ada koperku disini? Dan siapa wanita ini?" Rona kebingungan nampak jelas diwajahnya."Ibu benar Tia, kami kemari bukan untuk menjenguk Raffa tapi unt ....""Untuk apa Mas?" sahut Tia yang mulai tersulut emosi."Kita kesini untuk mengantarkan ini!" Irvan menyerahkan koper yang tadi dia bawa."Apa ini? Ini maksudnya apa, Mas?"Ini sisa pakaianmu dan Raffa dirumah. Aku ingin kita bercerai!""Be-bercerai? Kamu tidak sedang bercanda kan, Mas?""Aku serius Tia, aku ingin kita bercerai!""Tapi kenapa, Mas? Apa salahku? Apa masih kurang bakti ku padamu selama kita menikah?""Masih tanya lagi, apa salahmu? Salah kamu itu banyak,Kamu itu istri durhaka, tidak patuh sama suami, pembangkang, keras kepala dan banyak lagi" sahut ibu dengan nada sinis."Maksud Ibu, aku durhaka? Durhaka dari sebelah mananya, Bu? Jauh-jauh aku tinggalkan keluargaku, hanya untuk hidup dengan anakmu. Semua pekerjaan rumah tangga aku yang kerjakan, bahkan uang belanja pun Ibu yang atur, aku diam saja. Apa pernah aku protes?" Kali ini Tia tidak mau menerima begitu saja tuduhan sang ibu mertua."Uang hasil kerja anakku, jelas akulah yang harus ngatur, emang siapa lagi? Kamu? Hehh ..., sadar diri! Emangnya kamu Itu siapa mau ngatur uang anakku? Kamu itu, cuma orang lain yang kebetulan harus dinafkahi oleh anakku! Sudah untung kamu, aku kasih tempat tidur sama makan gratis di rumahku. Seharusnya dari dulu kamu, aku usir biar jadi gembel sekalian!" Bu sutri berkata sambil menunjuk-nunjuk muka Tia."Ibu dengar ya, aku tinggal dirumah Ibu karena yang pertama, anak Ibu adalah suamiku. Yang kedua, aku tinggal disana GAK GRA ...,TIS ..., SEKALI LAGI GAK GRATIS. Aku mengerjakan semua pekerjaan rumah sampai celana dalam Ibu pun, aku yang nyuci. Sekarang, anggap saja aku menjadi pembantu dirumah Ibu, coba dihitung berapa gaji yang harus aku terima? Selama ini, aku selalu diam dan mengalah bukan berarti aku takut sama Ibu, tapi aku menghormati Ibu sebagai orang tua dari suamiku,"Bu Sutri memonyongkan bibirnya sambil bergerak ke kiri dan ke kanan mengikuti ocehannya Tia."Dan satu lagi, walaupun Ibu mengusirku dari rumah. Itu tak akan membuatku jadi gembel. Aku punya keluarga, punya orang tua yang sudah pasti mereka sanggup menampungku.Ingat, Ibu Mertuaku yang terhormat! wanita yang selalu kau hina ini adalah putri kesayangan keluarganya, sama sepertimu yang menyayangi anakmu yang tak punya hati ini."Telunjuk Tia mengarah pada Irvan yang sejak tadi diam terpaku. Dia tidak menyangka kalau Tia bisa seberani itu melawan Ibunya padahal selama ini dia mengenal sosok Tia yang penurut enggak pernah protes."Sudahlah Tia yang jelas aku ingin kita bercerai dan aku ingin segera menikah dengan Selly,""Mas, anakmu sedang berjuang untuk hidup tega-teganya kamu mau menikah lagi! Dan kamu wanita jal**g apa kamu sudah gak laku lagi sampai menggoda suami orang, hah?" Telunjuk Tia arahkan kemuka Selly yang dari tadi bergelayutan di lengannya Irvan."Hehh, saya bukan wanita jalang ya!" Teriak selly gak terima dengan gelar yang diberikan Tia."Terus apa namanya kalau bukan jal**g? Kata-kata apa yang tepat untuk wanita penggoda suami orang sepertimu? Pe****r, pe**k, wanita ga*** atau apa hah?"Plaakkk!!! Satu tamparan mendarat mulus di pipi Tia."Jaga ucapan mu, Tia"! bentak Irvan tak terima sang pujaan hati dihina oleh sang istri.Melihat Tia ditampar Bu sutri dan Selly tersenyum puas. Mereka berdua pun berbisik "syukurin biar kapok tu si Tia, gembel aja belagu, hi ... hi ...hi ...." Mereka berdua tertawa sambil menutup mulut."Kamu menamparku, Mas? Hanya demi wanita model begini kamu menamparku keterlaluan kamu mas!" Tia memukul-mukul dada Irvan. Dada yang dulu menjadi tempat bersandar paling nyaman bagi Tia."Hentikan Tia! Kamu lihat dirimu sekarang kucel,dekil sudah seperti gembel. Bercermin lah dulu baru kau menghina orang lain! Bentak Irvan seraya mencekal kedua tangan Tia dan dihempaskan ke udara."Aku begini karena aku merawat anakmu yang lagi sakit, Mas,""Dia bukan anakku!" Sahut Irvan"Dia anakmu, Mas! Tega-teganya kamu tidak mengakuinya,""Ya, dia bukan anakku tapi anakmu! Aku tidak ingin punya anak penyakitan seperti dia, tidak bisa dibanggakan sama sekali, cuma bikin repot ngabisin duit buat berobat!""MAASSS! Kamu jangan keterlaluan, Raffa sakit bukan kehendaknya tapi ini ujian dari Tuhan! Raffa sakit karena keteledoran kita sebagai orang tua! Raffa sakit karena kita gagal menjaganya!"Yang gagal itu kamu bukan aku! Aku akan menikah lagi dengan Selly dan pastinya aku akan punya anak lagi yang sehat gak kayak si Raffa anakmu itu." Irvan berucap seraya merangkul bahu Selly.Mendapat perlakuan itu Selly tersenyum penuh kemenangan."Harusnya kamu itu terima kenyataan saja mbak, Mas irvan sudah gak cinta lagi sama kamu! Mas Irvan itu sekarang cintanya sama aku. Lagian aku itu bingung, kok bisa-bisanya Mas Irvan nikah sama Mba Tia? diambil dari sisi manapun Mba itu gak aaada ..., cantik-cantiknya! Jangan-jangan Mba main guna-guna ya?" Selly menatap Tia penuh selidik dengan kedua tangannya dilipat dada."Tutup mulutmu wanita murahan! Sejelek-jeleknya aku pantang bagiku menggoda suami orang!""Jaga bicaramu Tia! Selly bukan wanita murahan dia wanita terhormat, wanita karier," bela Irvan"Wanita terhormat tidak akan merusak rumah tangga orang, Mas,""Dia tidak merusak rumah tangga kita, tapi kamu yang telah merusak rumah tangga kita! Andai saja malam itu kamu mendengarkan ucapan Ibu untuk tidak membawa Raffa ke rumah sakit semua gak akan pernah terjadi,""Astaghfirullahhal'azim ...." Tia memukul-mukul dadanya untuk meredakan emosinya. Dia bingung harus bagaimana menjelaskan pada manusia yang tidak punya hati didepannya saat ini."Mas! Saat itu Raffa sudah dehidrasi parah, kalau terlambat sedikit saja nyawanya bisa tak tertolong! Kenapa sih kamu gak ada rasa khawatirnya sama Raffa? Dia itu anakmu, Mas! Darah daging mu! Dia yang kelak akan mendoakan mu saat kamu meninggal nanti.""Ha ha ha ...." Irvan, bu Sutri dan Selly tertawa serentak mereka merasa Tia bermimpi terlalu tinggi."Mendoakan ku katamu? Kamu bercanda Tia, saat ini saja anakmu gak bisa bernafas aku sangat yakin sebentar lagi dia meninggal. Bagaimana caranya dia mendoakan ku? Hahaha lagi-lagi Irvan tertawa mengejek."Maaf ya Ibu, Bapak, semua tolong jangan berisik. Ini dirumah sakit, mengganggu pasien yang mau beristirahat!" ucap seorang perawat yang tiba-tiba menghampiri mereka."Sudahlah Van, tunggu apa lagi cepat kamu talak dia sekarang juga," perintah bu sutri."Baik, Bu,""Septia aprianti, ....Bersambung..."Tia aprianti ....""Mas, jangan main-main dengan kata talak! Aku yakin Mas, Raffa pasti sembuh. Dia hanya butuh dukungan dari kita sebagai orang tua," potong Tia."Aku tidak main-main, Tia! Aku sudah memikirkannya matang-matang. Aku sudah tidak butuh kalian berdua. Aku sudah punya Selly dalam hidupku,""Kelamaan kamu, Van! Cepetan ucapin talak, Ibu sudah gak betah berada disini lama-lama! Bisa alergi!" Bu Sutri melihat sekelilingnya dengan tatapan jijik."SEPTIA APRIANTI, MULAI SAAT INI AKU TALAK KAMU DENGAN TALAK TIGA, DAN MULAI DETIK INI JUGA KAMU BUKAN ISTRIKU LAGI!" Irvan mengucap kata-kata itu dengan jelas dan lantang.Mendengar kata talak keluar dari mulut sang suami, seketika tubuh Tia merosot jatuh kelantai. Air matanya mengalir deras. Dia terdiam tak sanggup berucap sepatah katapun. Tak pernah terbayangkan sebelumnya nasib pernikahannya harus berakhir di tahun kedua.Irvan sang suami, yang selalu dia sanjung setiap orang tuanya menelpon. Tak disangka tega menghancurkan hatin
"Bu, sebelumnya kami minta maaf! Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, dengan sangat menyesal dan berat hati kami harus menyampaikan bahwa Dek Raffa sudah henti nafas, dengan kata lain Dek Raffa sudah meninggal dunia!" Ucap dokter DanuTubuh Tia tiba-tiba bergetar, dia mundur beberapa langkah dari hadapan dokter Danu"Tidak ..., Itu tidak mungkin ..., Tidak mungkin! Raffaaaaa!"teriaknya histerisTia berbalik menghadap bed sang anak disana ada beberapa perawat yang sedang melepaskan alat-alat medis."Stopp! Jangan sentuh anakku!" Bentaknya pada para perawat.Tia langsung berlari memeluk jasad anaknya, tangisnya seketika pecah memenuhi seisi ruangan."Raffaaa! Raffaa, bangun nak ..., Bangun sayang! Jangan tinggalin ibu! Ibu gak punya siapa-siapa lagi selain kamu nak! Ibu mohon bangun sayang!"Bu, Dek Raffa harus segera dibersihkan kasihan, alat-alat ini menyiksa tubuhnya!" ucap seorang perawat."Diam kau! Raffaku masih hidup dibelum meninggal, dia gak akan ninggalin ibunya sendirian!"
"...,Dek Raffa sudah meninggal dunia!" Begitulah yang aku dengar, sangat jelas sekali dokter itu bilang anak penyakitan itu sudah meninggal."Van, ayo cepat kita tinggalkan tempat ini, anak sialan itu sudah meninggal! Jangan sampai Tia tau kalau kita masih ada disini, bisa- bisa mayat anak penyakitan itu dibawa ke rumah kita!"Ajak ku pada Irvan dan Selly.Ya aku tidak mau mayat anak penyakitan itu dibawa ke rumahku! Aku gak mau rumahku ketiban sial. Aku gak perduli mau Tia apakan mayat anak nya? Mau dibawa ke Sumatera atau dibakar terserah. Hatiku benar-benar merasa bahagia anak itu akhirnya meninggal. Berarti sumpah yang Tia ucapkan tidak akan pernah terjadi. Bagaimana mungkin Irvan bersujud dikakinya sedangkan anak itu sudah di neraka."Iya Bu, ayo cepat kita tinggalkan tempat ini!" Irvan pun setuju dengan ajakanku.Kami berjalan setengah berlari, supaya tidak memancing keributan di rumah sakit ini.Sebenarnya aku tak punya masalah apapun sama Tia, cuma aku tidak suka saja dia me
Pagi-pagi sekali Tia sudah duduk didepan ruang PICU, badannya lebih bersih dan lebih bersemangat aura positif tampak jelas diwajahnya."Selamat pagi, Bu!" Ucap dokter Danu secara tiba-tiba."Eh ..., Iya selamat pagi, Dok!" Jawab Tia kaget langsung berdiri."Pagi-pagi kok sudah melamun, ntar kesambet loh!" Candanya sambil tersenyum.Tia yang tidak biasa melihat dokter Danu tersenyum langsung terperangah."MasyaAllah, senyumnya manis sekali!" batin Tia."Kayaknya yang kesambet itu Dokter deh," "Lah emangnya saya kenapa?""Dokter dari tadi gak sadar apa, Senyam-senyum sendiri? Kayaknya Dokter Danu lagi bahagia hari ini!" Tia menatap penuh selidik."Uhuk uhuk uhuk!" Dokter Danu tiba-tiba terbatuk-batuk dan langsung membuang muka. Entah mengapa saat mendapatkan tatapan dari Tia membuatnya jadi grogi."Ya sudah, saya permisi dulu! Mau ngecek keadaan Dek Raffa!" ujarnya terburu-buru. Berulangkali dia penarik nafas panjang untuk menetralisir detak jantungnya."Sepertinya jantungku bekerja l
"kalau boleh tau rencana kamu setelah ini apa, Tia? Kalau seandainya Raffa sudah boleh rawat jalan?" Dokter Danu duduk bersandar, kedua tangannya dilipat di dada, tatapannya tajam kearah Tia."Kalau seandainya Raffa sudah boleh pulang! Rencananya saya akan cari kontrakan dekat-dekat sini, supaya tidak mengeluarkan ongkos lagi pas kontrol! Kalau Raffa sudah benar-benar dinyatakan sembuh dan urusan saya sama mas Irvan sudah selesai, saya akan pulang ke palembang bersama Raffa. Disini saya tidak punya siapa-siapa, tidak ada yang bisa melindungi saya dan Raffa dari mereka!" Tatapan Tia menerawang jauh, sangat terlihat jelas kesedihan diwajahnya."Kalau kamu mau, aku punya kontrakan di dekat sini? Jarang aku tempati sih, aku pulang ke sana cuma pas ada jadwal praktek di rumah sakit ini saja, aku praktek disini cuma tiga hari dalam seminggu. Untuk sementara kamu bisa tinggal di sana kalau kamu mau, dari pada mahal-mahal bayar kontrakan ditempatinya cuma sebentar!""Enggak usah, Dok! Saya bi
Seminggu sudah pasca keluar dari ruang PICU keadaan Raffa mulai membaik tinggal selang makannya saja yang belum dilepas. Tok tok tok! "Assalamualaikum, selamat pagi Bu! Bagaimana keadaan Dek Raffa hari ini?" Dokter Danu datang visit pagi. "Sudah mulai membaik Dok, cuma masih lemas saja," jawab Tia sedih. Bukannya Tia tidak bersyukur anaknya mulai membaik tapi hati ibu mana yang tidak pilu melihat kondisi anaknya. Sejak keluar dari PICU Raffa lupa cara menelan dan sekarang dia harus menjalani terapi agar bisa mengembalikan refleks menelannya. "Untuk minumnya gimana Bu?" Tanya dokter Danu "Minumnya masih belum lancar Dok, masih banyak yang masuk lewat selang," "Gak papa tetap harus dilatih terus ya Bu! Minumnya pake botol saja biar tahu seberapa banyak cairan yang masuk!" Selama dia sakit, berat badan Raffa memang tidak turun tapi juga tidak naik, makanya Tia harus lebih ekstra lagi dalam mengejar ketinggalan berat badan agar Raffa tidak stunt
"Ma-maksud Dokter?" "Bukan apa-apa! Ya, sudah aku ngurus berkas-berkas ini dulu kamu bereskan saja barang-barangmu nanti kalau aku datang kita tinggal berangkat."Tia pun segera membereskan barang-barang yang akan dibawa pulang. Ia juga tidak menganggap serius apa yang keluar dari mulut dokter Danu barusan. Sesekali ia melirik ke arah Raffa."Sayang kamu gak bobok?" Tanyanya saat tahu sang anak juga menatapnya.Tia pun menghentikan aktivitasnya dan mendekati sang anak."Sayang ..., Raffa sudah boleh pulang hari ini! Cepat sehat ya Nak cepat bisa menelan lagi, biar selang NGTnya bisa dilepas." Anak itu hanya diam menatap sang bunda. Tia langsung mencium dan memeluk tubuh kecil itu. Walaupun sudah seminggu bersama rasa rindu Tia belum terobati juga."Ehemm ehemmm! Gimana sudah selesai beres-beresnya? Tanya dokter Danu.Dokter Danu terharu melihat kegigihan Tia dan perjuangannya Raffa dalam melawan penyakit. Dokter Danu sampai meneteskan air mata tapi buru-buru dihapusnya, takut Tia mel
Selesai menyuapi Raffa, Tia masuk kedalam dia berjalan ke belakang melihat-lihat dapur."MasyaAllah dapurnya luas sekali peralatannya juga lengkap," gumam Tia.Di sebelah dapur ada sebuah kamar dan sebelahnya lagi ada kamar mandi yang lumayan besar."Non nyariin Bibik?" Tanya bik Ina yang baru keluar dari kamar didekat dapur " Oh, ini kamar bik Ina!" gumam Tia"Enggak bik ini cuma lagi lihat kondisi rumah saja biar gak tersesat. Rumah ini sangat besar bagi orang seperti saya, Bik!""Oh ya Bik, besok rencananya saya mau berjualan empek-empek saya minjam dapur sama alat-alatnya ya bik!" ujar Tia"Silahkan saja Non!" "Terima kasih, Bik!"**** Hari ini Tia sudah mulai menata bahan-bahan untuk membuat empek-empek. Pagi tadi Tia sudah meminta bik Ina belanja semua yang dibutuhkan. Tia berjualan secara online, hari ini dia hanya membuat sedikit untuk diambil gambarnya dan di unggah di applikasi biru, hijau dan merah. Tia juga sudah menyetel pengaturan handphonenya agar sang matan tidak da
"ibu awaaaassss!!" Tia berteriak saat melihat mobil Avanza silver melaju kencang mendekati bu Sutri.Teriakan Tia membuat sang mantan ibu mertuanya itu tersadar dari lamunannya. Saat ia berbalik menoleh ke arah Tia, baru ia sadari mobil Avanza sudah sangat dekat dengannya. Karena syok dan kaget tulang persendiannya terasa lumpuh dan tak bisa digerakkan. Bukannya berlari menghindar, bu sutri malah terduduk di aspal.Ciiiiittttt! Braghh! Gesekan ban mobil dengan aspal membuat asap mengepul menutupi jalan raya. Namun karena kecepatan mobil yang terlalu tinggi sehingga sang sopir tak bisa mengelak. Kecelakaan itu tak bisa dihindarkan. Tubuh bu sutri terseret hingga beberapa meter dari tempat semula."Ibuuuu!" Tia menjerit lalu menutup mata dengan kedua tangannya. Ia tak sanggup melihat apa yang terjadi tepat di hadapannya. Ketika ia membuka mata orang-orang sudah berkerumun mengelilingi sang mantan ibu mertua."Ibuuuu!" Tia berlari mendekat, ia menyelinap diantara banyaknya orang yang
"Dimana Raffa, Mak?" Tia yang baru saja keluar dari kamar. Baru menyadari Raffa tidak ada di sekitar mereka. Hari ini pengasuhnya tidak masuk kerja karena ada keperluan."Loh tadi disini." Bu Anisa menunjuk tempat Raffa bermain sebelumnya. Ia lengah karena sedang menelpon kakaknya Tia yang ada di kampung. Ia memberi kabar kalau Tia mau menikah lagi. Ia berharap anak sulungnya bisa ikut menyaksikan pesta pernikahan anak bungsunya."Jangan-jangan ...." Tia berlalu ke ruang produksi. Pikiran buruk tiba-tiba saja merasukinya. Segera ia berlari memasuki ruang produksi yang terletak di sebelah rumahnya, ruangan itu baru saja selesai dibangun 2 bulan lalu."Ibu sembunyikan dimana, Raffa?" Tia membentak Bu Sutri yang sedang membuat empek-empek.Bu sutri terkejut karena kerasnya suara Tia. Ia menatap bingung kearah bu Anisa dan Tia secara bergantian. Ia sama sekali tidak mengerti apa yang Tia maksud."Ibu! Kenapa diam saja? Jawab, dimana ibu sembunyikan Raffa?" Kali ini Tia menarik tubuh bu su
"ibu!" Tia sungguh terkejut dengan apa yang ia lihat. Matanya melotot, jantungnya berdegup kencang. Orang yang selama ini selalu ia Hindari kini duduk manis di ruang tamu rumahnya."Tia!" Ibu Sutri pun tak kalah terkejutnya. seketika ia berdiri dari duduknya. Ia terpaku melihat Tia yang baru saja datang dari dalam."Mau apa Ibu kesini?" Ucap Tia dingin, ia sama sekali tidak ingin berbasa-basi. sudah cukup selama ini dirinya dan Raffa tersakiti. Sungguh ia tidak ingin lagi berhubungan dengan masa lalunya."Ibu kesini mau melamar pekerjaan. Apakah ini rumahmu?" Mata bu Sutri berputar melihat-lihat seisi rumah. "Kamu sekarang benar-benar sukses, Tia," ucapnya seraya tersenyum kagum. Bu Sutri tidak menyangka jika Tia sekarang semakin sukses sedangkan dirinya dan Irvan semakin terpuruk."Sebaiknya Ibu pergi dari sini, disini tidak ada lowongan pekerjaan untuk ibu!" Tia berbalik hendak meninggalkan ruang tamu. Namu tiba-tiba saja bu Sutri berlari menghalangi jalannya. "Tia, Ibu mohon! Teri
"Septia Aprianti bersediakah engkau menikah denganku? Bersediakah engkau Menua bersamaku, mengarungi suka dan duka dalam biduk rumah tangga? Bersediakah engkau kau menjadi ibu dari anak-anakku?" Danu berucap dengan lantang dan tegas.Semua mata kini tertuju pada Tia. Wanita itu menundukkan wajahnya sejenak lalu mengangkatnya kembali. "Ya, saya bersedia!" jawabnya singkat"Allhamduillah!" Semua orang yang ada di ruangan itu mengucap syukur saat mendengar jawaban dari Tia."Alhamdulillah ya Allah, tinggal selangkah lagi Tia akan menjadi milikku seutuhnya," Danu berucap dalam hati.Matanya berkaca-kaca karena bahagia. Dia tidak menyangka bisa melangkah sejauh ini. Tia sudah merubah segalanya dalam hidupnya. Rasa yang dulu dia pikir Hanya sebatas rasa kagum atas perjuangannya kini sudah berubah menjadi cinta."Tia aku berjanji tidak akan ada lagi tangisan kesedihan dalam hidupmu. Yang ada hanyalah tangisan kebahagiaan. Apa yang diperbuat papaku pada aku dan Mama, aku jamin tidak akan terj
Prannng! Gelas yang ada di tangan Bu Sutri jatuh karena tangannya di dorong oleh perawat."Haduhhh, 'Kan jadi pecah! Mbak ini ada masalah apa sih sebenarnya? Kenapa main dorong aja!" Bu Sutri membentak suster rumah sakit."Bu, pasien yang baru saja selesai menjalani operasi tidak boleh langsung diberi minum tunggu dulu beberapa saat,""Tapi anak saya haus, gimana dong? Harus nunggu berapa lama?" tanya Bu Sutri sewot."Tunggu pasien bisa kentut! Setelah itu beri minum sedikit demi sedikit dulu, jangan langsung habis satu gelas Ya, pak!" Lalu suster mengecek kondisi irvan. Setelah dipastikan semua baik-baik saja suster pun berlalu pergi.Setelah beberapa hari dirawat inap, hari ini Irvan sudah diperbolehkan pulang."Bu, kaki Irvan ...." Irvan terkejut saat ia turun dari tempat tidur, ia tidak merasakan sakit pada kakinya. Ia melihat kebawah lalu menghentakkan kakinya ke lantai.Bu Sutri yang melihat pun ikut terkejut. "Apa yang kamu lakukan, Irvan!" teriaknya. Ia takut kaki anaknya bert
"Maaf pak dengan sangat menyesal kami harus menyampaikan testis Bapak mengalami cidera yang membuat terjadinya kerusakan dan malfungsi pada testis Bapak,""Lalu apa yang harus di lakukan, Dok?" Aku sama sekali tidak mengerti dengan apa yang di jelaskannya.Kami harus segera melakukan operasi pengangkatan kedua testis bapak. Untuk meminimalisir terjadinya infeksi yang berkelanjutan,""A-apa? Pengangkatan testis? Apa itu arti saya tidak akan memilih anak lagi Dok?" Aku sangat terkejut bagaimana bisa seorang laki-laki bisa hidup tanpamu testis."Dengan sangat menyesal saya jawab, iya! Kenapa apa Bapak belum punya anak?""Alhamdulillah sudah, Dok! Satu. Apa tidak ada cara lain, Dok?" Aku sangat berharap masih bisa mempertahankan Karena aku Masih pengen punya anak kelak jika aku kembali bersama Tia."Sayangnya tiga ada, pak! Kerusakannya sudah sangat parah. Jaringan testis bapak sudah mati karena terlambat penanganannya.""Ya Allah, apakah ini karma? Karena aku sudah menyia-nyiakan titipan
"Makasih ya, Mas! Mas sudah melindungi aku sama Raffa. Mas datang di waktu yang tepat," ucap Tia saat mereka sudah berada di dalam mobil. Danu duduk di belakang kemudi sedangkan Tia duduk di sampingnya. Raffa, Danu letakan di car seat tepat di belakang Tia. Car seat ya Ia beli khusus untuk calon anaknya. Ia sudah membayangkan jika nanti mereka menikah. Ia akan membawa Tia dan Raffa jalan-jalan kemana pun yang mereka mau."Iya, sayang! Mulai sekarang kamu gak perlu takut lagi, ada aku yang akan selalu melindungi kalian. Aku harap, ini terakhir kalinya kamu menangis karena laki-laki itu." Danu menggenggam tangan Tia. ia berharap Tia bisa hidup tenang mulai sekarang."Oh, iya! Sebenarnya, Mas mau membawa kita kemana?" tanya tia karena Danu tidak memberi tahu sebelumnya."Kamu ikut aja, aku mau ngenalin kamu dan Raffa sama seseorang!" Danu menoleh kearah Tia lalu tersenyum. Sesekali ia melihat Raffa lewat kaca spion. Anak itu tengah asyik melihat keluar jendela."Semoga saja kejadian ta
Empat bulan sudah Tia menempati rumah barunya. Rumah dengan empat kamar didalamnya, memang tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan rumah Danu. Jarak rumah ini tidak terlalu jauh dari rumah mantan suaminya, bedanya rumah Irvan masuk gang sedangkan rumah Tia dipinggir jalan. Meski begitu Tia berharap irvan tidak menggangu kehidupannya.Tia setuju membeli rumah itu karena halamannya luas. Letaknya juga strategis diapit dua PT garmen dan dekat dengan sekolah SMA. Sangat cocok dengan bisnis yang Tia jalani.Di depan rumahnya, Tia membangun resto yang menyajikan makanan khas Palembang. Saat ini usaha tia sudah berkembang pesat, ramai pengunjung yang datang silih berganti. Karyawannya saat ini sudah bertambah menjadi sepuluh orang, ia memperkerjakan warga sekitarnya.Tia juga sudah resmi bercerai dengan Irvan dan sudah terlepas dari masa Iddah. Proses perceraiannya Hanya dua Minggu karena pihak Irvan tidak ada yang datang saat persidangan. Ditambah lagi bukti-bukti yang Tia miliki sud
"apa yang kalian lakukan disini? Ayo turun Bapak sama Nak David sudah menunggu sejak tadi!" Bu Anisa memutuskan untuk tidak membahas apa yang dia dengar. Setelah mendengar cerita Danu tidak adil rasanya kalau dia membenci hubungan mereka sedangkan mereka berdua saling mencintai. Tugasnya hanya mengawasi jangan sampai mereka terbuai bujuk rayuan setan. Godaan hawa nafsu tidak pandang usia dan status. Jadi sebagai orang tua dia harus melindungi anaknya apalagi sekarang Tia kembali menjadi tanggung jawabnya.Tia dan Danu berjalan di belakang Bu Anisa. Saat ini mereka berkumpul di ruang tamu. Tia menyerahkan syarat-syarat pengajuan gugatan cerai beserta bukti perselingkuhan Irvan ke david. Video saat Irvan dan Selly memeriksa kandungan pun Tia serahkan juga."Kira-kira memakan waktu berapa lama , Nak David?" tanya bu Anisa. Ketika melihat David menata semua berkas-berkas dan memasukkannya kedalam tas kerja."Saya perkirakan tidak akan lama, Bu! Bukti-bukti yang kita punya sudah cukup