Home / Rumah Tangga / Kami Tanpa Kamu / 48. Rasa Sakit Yang Terasa

Share

48. Rasa Sakit Yang Terasa

Author: Ka Umay
last update Last Updated: 2022-12-28 08:18:34

Air mata Rizal terjatuh, merasa sangat bersalah karena Hana harus mengalami ini semua.

Bagi Hana yang sudah lama sendirian, kalimat Rizal laksana obat di hatinya yang terluka. Dia tidak sendirian lagi dan ada yang menyayanginya. Pelukan pria itu seperti kasih sayang orang tuanya yang mungkin akan mengatakan hal yang sama. Mereka yang meninggalkan Hana dalam kesendirian, berjuang dan menderita.

Inilah titik terendah dalam hidupnya, Hana lelah. Sungguh tidak bisa menanggung semuanya lagi. Pandangannya buram di dalam tangisannya yang menyesakkan. Tubuhnya lemas dan berakhir dengan pingsan.

"Hana!" Teriak Rizal ketika tubuh Hana terkulai lemas.

Rizal melepaskan pelukannya. Melihat Hana yang matanya terpejam. Wanita kurus itu langsung dibopong.

Kemudian, Rizal menoleh ke belakang. "Bawa semua barang Hana tanpa sisa. Bawa perlengkapan bayinya juga."

"Baik, Pak."

Dua bodyguard itu berpisah, yang satu mengemasi barang-barang Hana dan satu lagi pergi ke kamar si bayi untuk mengemasi barang
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Berbahagialah Hana kamu pantas mendapatkan nya
goodnovel comment avatar
Siti Raehan
Alhamdulillah aku ikut bahagia Hana kumpul ma anak" nya
goodnovel comment avatar
Mbak Lina
senangnya.... Hana bisa ketemu anak anaknya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kami Tanpa Kamu    49. Bukan Mimpi

    Mataku terbuka perlahan, harus segera menyiapkan sahur untuk Mas Malik dan keluarganya. Tidak boleh kesiangan nanti akan dipukuli.Aku meraba kasur, lembut dan empuk. Perlahan aku duduk, melihat tanganku diperban. Masih mengumpulkan ingatan kenapa tanganku diperban. Mataku melihat sekeliling, kamar luas yang asing. Cahaya matahari seperti terhalang gorden. Ini di mana? Setelah turun dari ranjang aku menyikap gorden, lingkungan orang kaya di daerah Kedamaian. Aku pernah bekerja jadi buruh cuci ketika kuliah dulu. Dapat langganan dari daerah sini. Ingatan tentang kejadian kemarin terputar di kepala, tersadar bahwa aku sudah melakukan kesalahan yang amat besar. Aku membuka mulut, tindakanku kemarin sangat memalukan karena dilihat langsung Kak Afrizal. Perceraian dan bunuh diri, lalu Kak Afrizal datang... memelukku."Aku nggak punya muka buat ketemu dia." Tanganku menutup wajah. Dia menyaksikan diriku dalam keadaan paling buruk. Suara tangisan bayi terdengar dari luar, apa itu Ramaniya

    Last Updated : 2022-12-28
  • Kami Tanpa Kamu    50. Malu Tapi Butuh

    Mungkin kalau aku punya keahlian dan pengalaman, melamar pekerjaan menjadi pelayan pribadi tidak akan sulit. Juga kalau diterima di keluarga kaya maka gajinya tinggi. Bisa menghidupi Ramaniya dan diriku sendiri. Kalau sekarang mungkin hanya bisa jadi pembantu di keluarga biasa dengan gaji rendah. Aku mengembuskan napas berat."Nyonya cantik sekali, coba kalau rambutnya panjang pasti akan jauh lebih baik.""Aku punya bayi, Mbak. Juga harus beres-beres rumah. Jadi kalau rambut panjang susah. Makanya kalau udah sepanjang bahu langsung aku potong."Mbak Sinta mengeringkan rambutku dan mengganti perban di tangan, juga mengolesi lebam di tubuhku. Enak sekali ya memiliki pelayan pribadi. Kak Afrizal pasti mengeluarkan banyak uang untukku. Bagaimana caraku mengembalikan nanti? Itu jadi beban pikiran.Selesai berpakaian dan kembali segar, aku keluar kamar. Sepatu flat ini sangat cantik. Ukurannya pas di kakiku, mungkin Kak Afrizal masih ingat ukuran kakiku. Padahal sudah lama sekali kami berpi

    Last Updated : 2022-12-28
  • Kami Tanpa Kamu    51. Keajaiban

    Dia, pria yang meninggalkan diriku dalam luka, membuat mimpi yang dibangun menjadi sirna, memberikan jalan nestapa tiada kira. Karenanya juga hidupku jatuh ke dalam lubang gelap tanpa ujung. Sekarang, dia mengeluarkan aku dari kegelapan itu. Memecahkan toples kaca transparan sehingga aku bisa keluar, memutus rantai pengikat sehingga aku bisa terbang bebas. Tatapan matanya yang penuh penyesalan sulit untuk aku artikan, tidak bisa menebak apa yang tengah dia pikirkan sampai wajahnya sendu seperti itu.Kak Afrizal turun dari sofa, duduk berlutut di hadapanku. Tangannya mengepal. Wajahnya penuh rasa bersalah. "Kalau kamu ingin memenjarakanku atas kesalahan di masa lalu, aku siap. Karena aku dan Malik tidak ada bedanya, sama-sama membuatmu menderita." Ungkapnya.Tanganku meremas jemari, memang lima tahun lalu aku marah dan membencinya. Dia mengambil paksa mahkota yang aku jaga, membuatku hamil dan putus kuliah. Namun, seiiring berjalannya waktu. Rasa benci itu sirna. Aku menerima setia

    Last Updated : 2022-12-28
  • Kami Tanpa Kamu    52. Seperti Keluarga

    "Soal Malik, aku harap kamu mau memenjarakan dia.""Tapi dia ayah dari anakku," ucapku. "Sudah aku duga kamu akan berkata begitu, tapi Hana. Dia sudah menyakiti Cheril, dan Cheril adalah anakku. Kamu bisa memaafkan Malik, tapi tidak denganku."Aku memberikan dua pilihan, kamu memenjarakan Malik atau aku sewa pembunuh bayaran untuk membunuh dia." Ancamnya. "Kak Afrizal orang baik, nggak mungkin bunuh orang." Kataku. Merasa yakin."Lima tahun itu lama, kamu nggak tahu pekerjaanku di WterSun Group seperti apa. Menyingkirkan lawan bisnis itu sudah biasa. Apalagi menyewa pembunuh atau begal di Lampung sangat mudah. Kamu pasti tahu kalau Malik kehilangan pekerjaan, itu karena aku yang menginginkannya." "Eh, Mas Malik dipecat dari mandor itu karena kakak?" "Iya, dan aku bisa melakukan lebih dari itu.Aku mengerutkan kening, tidak menyangka Kak Afrizal bisa membuat Mas Malik dipecat. Sorot matanya serius mengancam. Memang beberapa waktu lalu aku melihat baku tembak dan penculikan Presdir

    Last Updated : 2022-12-28
  • Kami Tanpa Kamu    53. Hari Hana Pergi

    Kembali ke hari di mana Hana pergi, pembantu dan babu gratisan itu meninggalkan rumah dibawa seorang pria. Membuat Malik dan Ratih kebingungan. Terlebih bayi yang mereka usahakan juga diambil. Saat itu Ratih baru sadar bahwa telah dijebak, Kahfi yang tadi membawa bayinya adalah orang yang membuatnya cemburu. Gara-gara Kahfi dia gelap mata dan menyiksa Hana. Kahfi dan Rizal bersekongkol untuk membuat dia memaksa Malik mengucapkan talak. Ratih tidak menyangka sama sekali bahwa Rizal memberikan andil atas talak yang terucap hari ini, terbukti dari kedatangan mereka setelah talak terucap. Padahal baru beberapa menit. Seperti mereka memang menunggu."Mas, sepertinya kita ditipu si Rizal." "Rizal ... orang tadi?" tanya Malik, dia mengacak rambutnya sendiri. "Iya, ayahnya anak pertama Hana." "Kok bisa?" "Tadi siang Rizal yang ngomong aneh-aneh ke aku, dia beliin cendol juga, sampai aku gelap mata dan nyuruh Mas ceraikan Hana. Sepertinya ini semua rencana dia." Malik menatap mata Ratih

    Last Updated : 2022-12-28
  • Kami Tanpa Kamu    54. Susah Semua

    Malik menepuk pundak Ihsan, merasa bersyukur memiliki Abang ipar yang baik seperti dia. Malik tidak pernah mempermasalahkan jumlah hutang Ilham yang mencapai 12 juta. Hutang dari zaman sebelum menikah dengan Tara sampai sekarang, namanya juga keluarga. Saling bantu itu wajar. "Kami pulang dulu." Ihsan memakai helmnya. Tara dan Zila berpamitan juga pulang, melambaikan tangan kepada mereka yang sedang sedih atas kepergian Hana. Tara merutuki Rizal sepanjang perjalanan pulang. Beberapa waktu lalu Cheril membeli baju di tokonya. Tara sempat mengira bahwa Rizal pasti kesulitan membayar, dia juga menaikkan harga supaya Rizal dan Cheril cepat pergi dari tokonya. Orang yang meninggalkan Hana ketika hamil, suka berzina sembarangan dan punya anak haram. Tara menggelengkan kepala, mereka adalah pembawa sial. Bisa nular nanti. Tapi tidak disangka Rizal bisa membayar dua stel baju Cheril, pasti setelah menjual barang-barang untuk membeli baju lebaran. Cuma OB memangnya punya uang? Pastilah m

    Last Updated : 2022-12-28
  • Kami Tanpa Kamu    55. Menjemput Hana

    Malam harinya, setelah berbuka puasa Ratih dan Malik pergi ke daerah Kedamaian. Meminjam mobil Ihsan. Mata mereka terkejut melihat rumah mewah yang menjadi tempat tinggal Rizal, seakan tidak percaya Malik turun dari mobil dan bertanya kepada orang lewat. "Apa benar ini rumah Rizal, orang dari Jakarta?" tanya Malik."Benar, rumah ini milik Pak Rizal." Jawab pria tua yang hendak ke masjid. Shalat terawih."Bapak tahu tidak apa pekerjaan Rizal?" tanya Malik lagi, ia penasaran."Saya dengar beliau sekretaris pribadi Presiden direktur WterSun group." Mendengar itu Malik mematung, tidak percaya dengan jawaban pria paruh baya itu.Tiba-tiba Ratih menyela, "bukannya Rizal cuma OB?" Ratih sama, ia tidak percaya perkataan si bapak tua. Tidak mungkin ayahnya Cheril orang hebat.Pria tua itu tertawa. "Mana ada OB beli rumah seharga 2,2 milyar. Mobilnya aja bagus-bagus. Pembantunya juga banyak."Pria tua itu meninggalkan Malik dan Ratih yang masih terkejut. Tidak menyangka bahwa mantannya Hana

    Last Updated : 2022-12-28
  • Kami Tanpa Kamu    56. Lebaran

    Rizal menyiapkan lebaran kali ini sebaik mungkin karena ada Cheril dan Hana. Dia menjadi sangat bersemangat menghamburkan uang untuk membuat semuanya spesial. Jajanan lebaran berjejer di meja ruang tamu, ada air minum kemasan dan marjan berwarna merah. Permen lolipop menjadi pelengkap. Cheril selalu mengambil setiap melewatinya. Anak itu sangat suka hingga bolak balik ke meja depan. Kantungnya penuh permen, ia bagi-bagikan ke orang-orang rumah. Sikap polos Cheril selalu membuat orang-orang gemas. Hana pernah mengatakan kepada Rizal mengenai keinginan Cheril di hari lebaran. Harapan bocah kecil itu sebelum mereka berkumpul. Rizal mewujudkan. Pada hari pertama, setelah shalat idul Fitri. Mereka makan makanan enak dan permen lollipop seperti keinginan Cheril. Hana tersenyum cerah, begitupun Cheril.Jika ini yang disebut keluarga, maka Rizal sedang memilikinya. Dia sangat menikmati momen bersama Hana, Cheril dan si bayi. Dia ingin menjadikan mereka keluarganya. "Elil ceneng." Cheril m

    Last Updated : 2022-12-28

Latest chapter

  • Kami Tanpa Kamu    105. Tamat

    Wajah pria di hadapanku banyak berubah, tak ada sorot arogan seperti dulu. Tatapan merendahkan pun menghilang ntah ke mana. Aku ingat pakaian yang dia kenakan hari ini, dipakai untuk menikahiku 9 tahun yang lalu. Warnanya sudah sedikit memudar. "Tolong jangan libatkan Ramaniya, aku akan menerima segala kemarahanmu," ujar Mas Malik. Aku melihat betapa Mas Malik menyayangi Ramaniya, dari dulu memang ia peduli dengan anaknya. Selalu semangat setiap USG. Mas Malik membenciku, tapi tidak dengan Ramaniya. Dia memperlakukan Ramaniya selayaknya anak yang sangat berharga. "Aku akan membawa Ramaniya ke lantai atas, di sana ada Husna." Kak Afrizal mengangkat Ramaniya ke dalam gendongan, membawa anak itu menjauh dari kami. Aku tak menyangka sedikitpun Kak Afrizal mengkhianatiku seperti ini. Padahal berulang kali aku bilang tidak akan memberitahu Ramaniya tentang Mas Malik. Ternyata di belakang, Kak Afrizal malah berkomplot dengan Mas Malik, tatapanku tajam melihat Kak Afrizal naik tangga. "J

  • Kami Tanpa Kamu    104. Kenyataan Ramaniya

    Mata Ramaniya melihat tangga, menunggu Rizal yang tak kunjung kembali. Matanya beralih ke pesanan Rizal yang sudah mulai dingin."Ayahku ke mana ya, kok lama banget?" tanya Ramaniya, terlihat gelisah karena ayahnya tak kunjung kembali. "Mungkin dia lagi ngomongin kerjaan, nanti juga balik." "Ayah nggak pernah ninggalin Niya lama kayak gini." Anak itu terlihat khawatir.Dari kecil Rizal memperlakukan Ramaniya dengan baik, tentu menerima orang baru sebagai ayah adalah hal yang sulit. Dulu, Cheril juga sangat ingin diperlakukan baik olehnya. Tapi tak pernah sekalipun ia berbaik hati menerima Cheril. Saat Cheril bertemu ayah kandungnya, ia langsung lengket karena sebelumnya tidak pernah mendapat kasih sayang seorang ayah. Jauh berbeda dengan Ramaniya yang sejak kecil dilimpahi kasih sayang seorang ayah yang luar biasa seperti Rizal. "Mas Malik?" Mendengar panggilan itu Malik langsung menoleh, ada Hana yang menatapnya terkejut. Sementara Hana tak menyangka bertemu Malik di sini, ia h

  • Kami Tanpa Kamu    103. Bando Nia

    Mereka berjalan beriringan menuju restoran Husna yang terletak tak jauh dari sana, ingin rasanya digandeng oleh Ramaniya sama seperti Rizal. Tapi apa daya, sekarang yang Ramaniya tahu Rizal ayahnya, bukan dia. Malik menjadi sangat serakah saat bertemu Ramaniya, padahal dia tahu bahwa ia tidak boleh minta lebih. Rizal mengizinkannya bertemu Ramaniya saja, seharusnya dia sudah bersyukur. Sesampainya di sana, mereka segera memesan. Ramaniya terlihat santai tanpa curiga apapun, tertawa bersama Rizal ketika mengingat adiknya suka ayam goreng dan berniat membawakan untuk oleh-oleh. "Dek Harzan juga suka yang ada kriuknya," kata Ramaniya. "Siapa Harzan?" tanya Malik. Rizal segera menjawab, "anak ketigaku. Adiknya Cheril dan Ramaniya." Ah, ternyata Rizal dan Hana sudah punya anak lagi. Dari cara Rizal memperkenalkan, sepertinya tidak membedakan antara Ramaniya dan kedua anak kandungnya. Namun tetap saja, dia ingin Ramaniya diakui anak olehnya. Menyebut Ramaniya sebagai putrinya adalah

  • Kami Tanpa Kamu    102. Bertemu Nia

    Hari kamis Malik pergi ke kantor damkar, bertemu teman lama. Ia menggunakan koneksi dan predikat jasa untuk kembali ke tim. "Usiaku memang nggak semuda dulu, tapi aku masih sangat kuat, wali kota saja mengakui kemampuanku. Jadi tolong pertimbangan aku kembali ke tim." Kepala kantor yang dulu satu tim dengannya itu terlihat berpikir. Melihat dari kaki sampai kepala Malik, badan Malik tinggi besar, cocok jadi pemadam kebakaran, hanya saja usianya yang jadi masalah. "Kami memang membutuhkan orang, biar kami diskusikan dulu." "Aku tunggu kabar baiknya," kata Malik bersemangat."Iya, sudah lama nggak ketemu kita ngobrol di dalam."Malik mengangguk, dia berjalan melewati mobil pemadam kebakaran, dulu dia sangat bersemangat ketika menyelamatkan orang, dia peduli dengan orang lain dan sangat ramah. Ntah apa yang membuatnya menjadi jahat, mungkin karena keinginannya punya anak tidak terwujud, lalu Ratih sering marah-marah, ibu terus menuntut uang belanja lebih dan beberapa faktor lainnya.

  • Kami Tanpa Kamu    101. Rumah Malik

    Rumah yang dulu diisi dengan keceriaan sudah lama ditinggalkan, rumput ilalang memenuhi halaman, atapnya sudah banyak yang bocor, catnya dimakan usia, gerbangnya berkarat. Malik melangkahkan kaki ke teras, sangat kotor. Dulu dia memakai sepatu di sini, Cheril akan berlari mendekat. Anak itu menggelayut ingin digendong, tapi ia malah mendorongnya menjauh sembari mengucapkan kalimat kasar. Delapan tahun, waktu yang sangat lama untuknya, tapi bagi Hana dan Cheril mungkin baru kemarin, luka yang ia torehkan pada keduanya tidak mudah dihapus oleh waktu. "Seharusnya dulu aku memperlakukan kalian dengan baik," gumam Malik. Dia melangkah masuk, membuka pintu. Tikus berkeliaran disertai kecoa. Pasti butuh waktu lama untuk memperbaiki semua ini. Belum lagi rumah Tara dan Ihsan yang juga menjadi tanggung jawabnya. Setelah menemui Ramaniya, Malik berniat membawa ibu dan Zila, keluarganya kembali ke Bandar Lampung. Tapi sebelum itu ia harus memiliki pekerjaan dan membereskan rumah ini dulu. T

  • Kami Tanpa Kamu    100. Nazir

    Setelah menikah dengan Kak Afrizal, kehidupanku berubah drastis, aku menjadi ibu sosialita, berkumpul dengan istri teman kantornya Kak Afrizal, arisan bersama wali murid teman sekolahnya Cheril dan aku juga kuliah online hingga memiliki pengetahuan yang sama seperti mereka. Aku tidak pernah lagi kesusahan uang dan dipermalukan seperti saat di Lampung, aku juga tidak pernah berhubungan dengan keluarga Bibi lagi. Hingga, sekarang ada Nazir di depanku, sepupu ku, anaknya Bibi yang bekerja di Jakarta dan aku abaikan selama beberapa tahun ini. "Kalau punya suami kaya, seharusnya kamu bisa bantu aku naik pangkat. Bukannya menikmati semua kemewahan sendirian, kamu sangat tidak tahu tidak tahu terima kasih." Nazir menyeringai, aku memutar bola mata jengah. Memangnya satpam bisa naik pangkat menjadi apa? Polisi? Heran. Terlebih dia juga tidak bekerja di WterSun Group. Lebih heran lagi dia bisa menemukan keberadaanku, ternyata dia pindah bekerja tak jauh dari restoran milik Husna. Aku tida

  • Kami Tanpa Kamu    99. Suami Istri Setia

    Hari pembebasan tiba, setelah delapan tahun akhirnya ia bisa menghirup udara bebas. Malik langsung menuju ke lapas tempat Ratih ditahan. Rasa rindu pada istrinya itu tak terbendung lagi. Cinta pertama, cinta sejati, mereka berdua berjanji sehidup semati. Benar kata orang, jodoh itu cerminan. Saat Malik jahat, Ratih pun sama jahatnya. Sekarang Malik tobat, Ratih juga sudah tobat. "Maaf aku baru bisa menemuimu," ucap Malik. Mereka berpelukan erat, Ratih menangis meraung tak menyangka bisa bertemu Malik lebih cepat dari perkiraan. "Aku sangat merindukanmu," ucap Ratih. Wanita itu terlihat sangat senang melihat wajah orang yang sangat dirindukan, sejak mereka masuk penjara, tidak ada kerabat yang mengunjungi. Semua membenci mereka. Karena Mereka juga Ihsan dan Tara terseret kasus ini, membuat Zila tidak memiliki orang tua dalam waktu yang lama. Anak itu sekarang ikut ibunya Malik pulang kampung. "Aku juga, sangat merindukanmu."Pelukan dilepaskan, Malik menghapus air mata di wajah R

  • Kami Tanpa Kamu    98. Malik Keluar Penjara

    Langit di atas lapas mendung, padahal Malik harus segera menjemur pakaian. Hari ini yang memakai jasanya lebih banyak dari biasanya. 50 pakaian yang artinya 50 ribu. Angka yang sulit dia dapatkan dalam sehari. Selain untuk membeli mainan untuk Ramaniya, Malik juga mengirim uang untuk Ratih. Istrinya itu pasti kesulitan di penjara. Beberapa kali Ratih mengeluh tentang sulitnya di penjara, Malik hanya bisa menyemangati. Mereka saling mencintai dan tak terpisahkan sejak dulu, andai tidak terobsesi mendapatkan anak, pasti sekarang hidup mereka baik-baik saja. Setiap hari Malik menyesali perbuatannya dan berjanji akan memulai hidup baru dengan Ratih setelah keluar lapas. "Masih hujan, nanti aja jemurnya." Salah satu teman lapas lewat, menepuk pundak Malik. Badannya tinggi, penuh tato. Dialah premannya raja preman, masuk lapas dan langsung menjadi boss. Tidak ada yang berani membantah. "Kalau nggak kering nanti bau." Malik mencari akal lain, di sini tidak ada pengering. Dia harus membu

  • Kami Tanpa Kamu    97. Kami Tanpa Kamu

    Seminggu telah berlalu dan Rizal mengambil anak-anaknya. Bersama Hana memberikan oleh-oleh dari Rusia. Tidak banyak, tapi cukup membuat Yuno lega telah berhenti mengurus tiga bocilnya Rizal. "Aku nggak pingin ke luar negeri lagi, dingin banget. Nggak enak," komentar Hana. Dia tidak betah di udara yang dingin, selalu mengeluh ingin pulang. "Hahaha Bang Rizal aneh, honeymoon kok pas musim dingin." Celetuk Yuno. Menggelengkan kepala. "Sengaja, biar di kamar terus." Jawaban Rizal membuat Hana melotot, lalu memukul lengan suaminya. Tidak menyangka bahwa itu sengaja, selama di Rusia mereka hanya keluar vila tiga kali. Padahal fasilitas keluarga Bagaskara di Rusia bisa dimanfaatkan untuk bersenang-senang. Kalau hanya untuk berduaan di kamar, kenapa harus jauh-jauh ke Rusia? Hana sangat kesal. Perjalanan ke sana membuat badannya sakit semua. Di pesawat selama berjam-jam, ia tidak betah dan sempat mabuk di kelas bisnis. "Lain kali ogah aku ke sana lagi, capek." "Kalau ke tempat lain mau?

DMCA.com Protection Status