"Soal Malik, aku harap kamu mau memenjarakan dia.""Tapi dia ayah dari anakku," ucapku. "Sudah aku duga kamu akan berkata begitu, tapi Hana. Dia sudah menyakiti Cheril, dan Cheril adalah anakku. Kamu bisa memaafkan Malik, tapi tidak denganku."Aku memberikan dua pilihan, kamu memenjarakan Malik atau aku sewa pembunuh bayaran untuk membunuh dia." Ancamnya. "Kak Afrizal orang baik, nggak mungkin bunuh orang." Kataku. Merasa yakin."Lima tahun itu lama, kamu nggak tahu pekerjaanku di WterSun Group seperti apa. Menyingkirkan lawan bisnis itu sudah biasa. Apalagi menyewa pembunuh atau begal di Lampung sangat mudah. Kamu pasti tahu kalau Malik kehilangan pekerjaan, itu karena aku yang menginginkannya." "Eh, Mas Malik dipecat dari mandor itu karena kakak?" "Iya, dan aku bisa melakukan lebih dari itu.Aku mengerutkan kening, tidak menyangka Kak Afrizal bisa membuat Mas Malik dipecat. Sorot matanya serius mengancam. Memang beberapa waktu lalu aku melihat baku tembak dan penculikan Presdir
Kembali ke hari di mana Hana pergi, pembantu dan babu gratisan itu meninggalkan rumah dibawa seorang pria. Membuat Malik dan Ratih kebingungan. Terlebih bayi yang mereka usahakan juga diambil. Saat itu Ratih baru sadar bahwa telah dijebak, Kahfi yang tadi membawa bayinya adalah orang yang membuatnya cemburu. Gara-gara Kahfi dia gelap mata dan menyiksa Hana. Kahfi dan Rizal bersekongkol untuk membuat dia memaksa Malik mengucapkan talak. Ratih tidak menyangka sama sekali bahwa Rizal memberikan andil atas talak yang terucap hari ini, terbukti dari kedatangan mereka setelah talak terucap. Padahal baru beberapa menit. Seperti mereka memang menunggu."Mas, sepertinya kita ditipu si Rizal." "Rizal ... orang tadi?" tanya Malik, dia mengacak rambutnya sendiri. "Iya, ayahnya anak pertama Hana." "Kok bisa?" "Tadi siang Rizal yang ngomong aneh-aneh ke aku, dia beliin cendol juga, sampai aku gelap mata dan nyuruh Mas ceraikan Hana. Sepertinya ini semua rencana dia." Malik menatap mata Ratih
Malik menepuk pundak Ihsan, merasa bersyukur memiliki Abang ipar yang baik seperti dia. Malik tidak pernah mempermasalahkan jumlah hutang Ilham yang mencapai 12 juta. Hutang dari zaman sebelum menikah dengan Tara sampai sekarang, namanya juga keluarga. Saling bantu itu wajar. "Kami pulang dulu." Ihsan memakai helmnya. Tara dan Zila berpamitan juga pulang, melambaikan tangan kepada mereka yang sedang sedih atas kepergian Hana. Tara merutuki Rizal sepanjang perjalanan pulang. Beberapa waktu lalu Cheril membeli baju di tokonya. Tara sempat mengira bahwa Rizal pasti kesulitan membayar, dia juga menaikkan harga supaya Rizal dan Cheril cepat pergi dari tokonya. Orang yang meninggalkan Hana ketika hamil, suka berzina sembarangan dan punya anak haram. Tara menggelengkan kepala, mereka adalah pembawa sial. Bisa nular nanti. Tapi tidak disangka Rizal bisa membayar dua stel baju Cheril, pasti setelah menjual barang-barang untuk membeli baju lebaran. Cuma OB memangnya punya uang? Pastilah m
Malam harinya, setelah berbuka puasa Ratih dan Malik pergi ke daerah Kedamaian. Meminjam mobil Ihsan. Mata mereka terkejut melihat rumah mewah yang menjadi tempat tinggal Rizal, seakan tidak percaya Malik turun dari mobil dan bertanya kepada orang lewat. "Apa benar ini rumah Rizal, orang dari Jakarta?" tanya Malik."Benar, rumah ini milik Pak Rizal." Jawab pria tua yang hendak ke masjid. Shalat terawih."Bapak tahu tidak apa pekerjaan Rizal?" tanya Malik lagi, ia penasaran."Saya dengar beliau sekretaris pribadi Presiden direktur WterSun group." Mendengar itu Malik mematung, tidak percaya dengan jawaban pria paruh baya itu.Tiba-tiba Ratih menyela, "bukannya Rizal cuma OB?" Ratih sama, ia tidak percaya perkataan si bapak tua. Tidak mungkin ayahnya Cheril orang hebat.Pria tua itu tertawa. "Mana ada OB beli rumah seharga 2,2 milyar. Mobilnya aja bagus-bagus. Pembantunya juga banyak."Pria tua itu meninggalkan Malik dan Ratih yang masih terkejut. Tidak menyangka bahwa mantannya Hana
Rizal menyiapkan lebaran kali ini sebaik mungkin karena ada Cheril dan Hana. Dia menjadi sangat bersemangat menghamburkan uang untuk membuat semuanya spesial. Jajanan lebaran berjejer di meja ruang tamu, ada air minum kemasan dan marjan berwarna merah. Permen lolipop menjadi pelengkap. Cheril selalu mengambil setiap melewatinya. Anak itu sangat suka hingga bolak balik ke meja depan. Kantungnya penuh permen, ia bagi-bagikan ke orang-orang rumah. Sikap polos Cheril selalu membuat orang-orang gemas. Hana pernah mengatakan kepada Rizal mengenai keinginan Cheril di hari lebaran. Harapan bocah kecil itu sebelum mereka berkumpul. Rizal mewujudkan. Pada hari pertama, setelah shalat idul Fitri. Mereka makan makanan enak dan permen lollipop seperti keinginan Cheril. Hana tersenyum cerah, begitupun Cheril.Jika ini yang disebut keluarga, maka Rizal sedang memilikinya. Dia sangat menikmati momen bersama Hana, Cheril dan si bayi. Dia ingin menjadikan mereka keluarganya. "Elil ceneng." Cheril m
"Hana baru cerai, apa mungkin dia mau secepat itu nerima orang baru?" tanya Rizal sembari mengaruk lehernya. Ia berusaha menahan malu. "Pepet aja dulu, luluhin hatinya." Saran Ayah. Memberikan pengalamannya sendiri.Rizal tidak bisa menahan senyum, perkataan ayah membuatnya semangat untuk terus mendekati Hana. Mungkin, memang banyak waktu yang meraka buang percuma. Membuat hubungan canggung dan tidak jelas. Tinggal bersama tapi bukan suami, pacar ataupun gebetan. Setidaknya, Rizal ingin memperjelas hubungan mereka untuk kedepannya. Mungkin bisa dimulai dari gebetan seperti dulu lagi. Setalah Hana selesai masa iddah.Setelah shalat dhuhur, mereka ke panti asuhan. Menemui ibu panti untuk bersilaturahmi. Memperkenalkan Hana sekaligus memberitahu masa kecil Rizal kepada Hana yang hidup di panti asuhan. Hari ke dua, tiga dan empat lebaran beberapa tamu berdatangan. Hanya teman-teman kampus Rizal yang masih tinggal di sekitar Bandar Lampung. Sementara teman yang lain tidak bisa datang.A
"Ayah bobo." Cheril menepuk kasur, meminta Rizal tidur di sampingnya."Iya, Ayah bacain dongeng ya," kata Rizal. Berbaring di samping Cheril. Tangannya mengambil buku dongeng di atas nakas. Mulai membacakan untuk Cheril.Meskipun Hana sangat ngantuk, namun posisi ini membuatnya ragu. Cukup lama sampai dia ikut berbaring. Mendengarkan dongeng dari Rizal tentang kancil hingga membuat matanya perlahan terpejam. "Ancil pintel ya, Yah.""Iya, kalau Cheril belajar nanti juga bisa pinter." "Elil ngin pintel."Perlahan Hana tertidur sepenuhnya, tidak peduli lagi dengan obrolan Rizal dan Cheril tentang kancil. Dia mengikuti Ramaniya yang terlelap. Wanita itu bahkan lupa bahwa Rizal berada di kamar yang sama. Cheril tertidur setelah dongeng kedua selesai, Rizal mengusap rambut putri kecilnya. Mencium keningnya dengan lembut lalu beralih mencium si bayi, ingin sekali mencium ibu mereka juga. Namun diurungkan, mencuri ciuman tentu bukan hal yang pantas.Wanita yang seharian sibuk mengurus bayi
Pintu apartemen dibuka, suasananya hening. Penghuninya hanya Rizal. Tidak ada lagi Cheril yang berlari untuk menyambutnya. Perabotan rumah bersih tanpa debu. Lantainya juga bersih, tidak ada noda karena Bi Sarah membersihkan sebelum dia datang. Padahal itu hal yang biasa, setiap hari selama bertahun-tahun juga seperti ini, namun kini Rizal merasa kosong. Apa yang salah?Ah, kedatangan Cheril membuat semuanya berubah. Rencana masa depan telah berbalik arah. Tadinya akan menikahi Marsha dan berpikir wanita itu akan mengisi apartemen ini. Sekarang tidak lagi. Rizal lebih suka jika mainan Cheril berserakan di sini, dapur diisi belanjaan Hana, juga sambutan tangisan Ramaniya dari kamar. Betapa indahnya hal itu."Aku ingin segera mewujudkan mimpi itu," gumamnya.Setelah melepaskan sepatu dan menaruh kopernya di ruang tamu. Dia menoleh ke belakang, pintu apartemen yang dilalui tadi tertutup. Ingin sekali pergi lagi ke Lampung untuk menemui Cheril serta Hana. Itu hal yang tidak mungkin dila
Wajah pria di hadapanku banyak berubah, tak ada sorot arogan seperti dulu. Tatapan merendahkan pun menghilang ntah ke mana. Aku ingat pakaian yang dia kenakan hari ini, dipakai untuk menikahiku 9 tahun yang lalu. Warnanya sudah sedikit memudar. "Tolong jangan libatkan Ramaniya, aku akan menerima segala kemarahanmu," ujar Mas Malik. Aku melihat betapa Mas Malik menyayangi Ramaniya, dari dulu memang ia peduli dengan anaknya. Selalu semangat setiap USG. Mas Malik membenciku, tapi tidak dengan Ramaniya. Dia memperlakukan Ramaniya selayaknya anak yang sangat berharga. "Aku akan membawa Ramaniya ke lantai atas, di sana ada Husna." Kak Afrizal mengangkat Ramaniya ke dalam gendongan, membawa anak itu menjauh dari kami. Aku tak menyangka sedikitpun Kak Afrizal mengkhianatiku seperti ini. Padahal berulang kali aku bilang tidak akan memberitahu Ramaniya tentang Mas Malik. Ternyata di belakang, Kak Afrizal malah berkomplot dengan Mas Malik, tatapanku tajam melihat Kak Afrizal naik tangga. "J
Mata Ramaniya melihat tangga, menunggu Rizal yang tak kunjung kembali. Matanya beralih ke pesanan Rizal yang sudah mulai dingin."Ayahku ke mana ya, kok lama banget?" tanya Ramaniya, terlihat gelisah karena ayahnya tak kunjung kembali. "Mungkin dia lagi ngomongin kerjaan, nanti juga balik." "Ayah nggak pernah ninggalin Niya lama kayak gini." Anak itu terlihat khawatir.Dari kecil Rizal memperlakukan Ramaniya dengan baik, tentu menerima orang baru sebagai ayah adalah hal yang sulit. Dulu, Cheril juga sangat ingin diperlakukan baik olehnya. Tapi tak pernah sekalipun ia berbaik hati menerima Cheril. Saat Cheril bertemu ayah kandungnya, ia langsung lengket karena sebelumnya tidak pernah mendapat kasih sayang seorang ayah. Jauh berbeda dengan Ramaniya yang sejak kecil dilimpahi kasih sayang seorang ayah yang luar biasa seperti Rizal. "Mas Malik?" Mendengar panggilan itu Malik langsung menoleh, ada Hana yang menatapnya terkejut. Sementara Hana tak menyangka bertemu Malik di sini, ia h
Mereka berjalan beriringan menuju restoran Husna yang terletak tak jauh dari sana, ingin rasanya digandeng oleh Ramaniya sama seperti Rizal. Tapi apa daya, sekarang yang Ramaniya tahu Rizal ayahnya, bukan dia. Malik menjadi sangat serakah saat bertemu Ramaniya, padahal dia tahu bahwa ia tidak boleh minta lebih. Rizal mengizinkannya bertemu Ramaniya saja, seharusnya dia sudah bersyukur. Sesampainya di sana, mereka segera memesan. Ramaniya terlihat santai tanpa curiga apapun, tertawa bersama Rizal ketika mengingat adiknya suka ayam goreng dan berniat membawakan untuk oleh-oleh. "Dek Harzan juga suka yang ada kriuknya," kata Ramaniya. "Siapa Harzan?" tanya Malik. Rizal segera menjawab, "anak ketigaku. Adiknya Cheril dan Ramaniya." Ah, ternyata Rizal dan Hana sudah punya anak lagi. Dari cara Rizal memperkenalkan, sepertinya tidak membedakan antara Ramaniya dan kedua anak kandungnya. Namun tetap saja, dia ingin Ramaniya diakui anak olehnya. Menyebut Ramaniya sebagai putrinya adalah
Hari kamis Malik pergi ke kantor damkar, bertemu teman lama. Ia menggunakan koneksi dan predikat jasa untuk kembali ke tim. "Usiaku memang nggak semuda dulu, tapi aku masih sangat kuat, wali kota saja mengakui kemampuanku. Jadi tolong pertimbangan aku kembali ke tim." Kepala kantor yang dulu satu tim dengannya itu terlihat berpikir. Melihat dari kaki sampai kepala Malik, badan Malik tinggi besar, cocok jadi pemadam kebakaran, hanya saja usianya yang jadi masalah. "Kami memang membutuhkan orang, biar kami diskusikan dulu." "Aku tunggu kabar baiknya," kata Malik bersemangat."Iya, sudah lama nggak ketemu kita ngobrol di dalam."Malik mengangguk, dia berjalan melewati mobil pemadam kebakaran, dulu dia sangat bersemangat ketika menyelamatkan orang, dia peduli dengan orang lain dan sangat ramah. Ntah apa yang membuatnya menjadi jahat, mungkin karena keinginannya punya anak tidak terwujud, lalu Ratih sering marah-marah, ibu terus menuntut uang belanja lebih dan beberapa faktor lainnya.
Rumah yang dulu diisi dengan keceriaan sudah lama ditinggalkan, rumput ilalang memenuhi halaman, atapnya sudah banyak yang bocor, catnya dimakan usia, gerbangnya berkarat. Malik melangkahkan kaki ke teras, sangat kotor. Dulu dia memakai sepatu di sini, Cheril akan berlari mendekat. Anak itu menggelayut ingin digendong, tapi ia malah mendorongnya menjauh sembari mengucapkan kalimat kasar. Delapan tahun, waktu yang sangat lama untuknya, tapi bagi Hana dan Cheril mungkin baru kemarin, luka yang ia torehkan pada keduanya tidak mudah dihapus oleh waktu. "Seharusnya dulu aku memperlakukan kalian dengan baik," gumam Malik. Dia melangkah masuk, membuka pintu. Tikus berkeliaran disertai kecoa. Pasti butuh waktu lama untuk memperbaiki semua ini. Belum lagi rumah Tara dan Ihsan yang juga menjadi tanggung jawabnya. Setelah menemui Ramaniya, Malik berniat membawa ibu dan Zila, keluarganya kembali ke Bandar Lampung. Tapi sebelum itu ia harus memiliki pekerjaan dan membereskan rumah ini dulu. T
Setelah menikah dengan Kak Afrizal, kehidupanku berubah drastis, aku menjadi ibu sosialita, berkumpul dengan istri teman kantornya Kak Afrizal, arisan bersama wali murid teman sekolahnya Cheril dan aku juga kuliah online hingga memiliki pengetahuan yang sama seperti mereka. Aku tidak pernah lagi kesusahan uang dan dipermalukan seperti saat di Lampung, aku juga tidak pernah berhubungan dengan keluarga Bibi lagi. Hingga, sekarang ada Nazir di depanku, sepupu ku, anaknya Bibi yang bekerja di Jakarta dan aku abaikan selama beberapa tahun ini. "Kalau punya suami kaya, seharusnya kamu bisa bantu aku naik pangkat. Bukannya menikmati semua kemewahan sendirian, kamu sangat tidak tahu tidak tahu terima kasih." Nazir menyeringai, aku memutar bola mata jengah. Memangnya satpam bisa naik pangkat menjadi apa? Polisi? Heran. Terlebih dia juga tidak bekerja di WterSun Group. Lebih heran lagi dia bisa menemukan keberadaanku, ternyata dia pindah bekerja tak jauh dari restoran milik Husna. Aku tida
Hari pembebasan tiba, setelah delapan tahun akhirnya ia bisa menghirup udara bebas. Malik langsung menuju ke lapas tempat Ratih ditahan. Rasa rindu pada istrinya itu tak terbendung lagi. Cinta pertama, cinta sejati, mereka berdua berjanji sehidup semati. Benar kata orang, jodoh itu cerminan. Saat Malik jahat, Ratih pun sama jahatnya. Sekarang Malik tobat, Ratih juga sudah tobat. "Maaf aku baru bisa menemuimu," ucap Malik. Mereka berpelukan erat, Ratih menangis meraung tak menyangka bisa bertemu Malik lebih cepat dari perkiraan. "Aku sangat merindukanmu," ucap Ratih. Wanita itu terlihat sangat senang melihat wajah orang yang sangat dirindukan, sejak mereka masuk penjara, tidak ada kerabat yang mengunjungi. Semua membenci mereka. Karena Mereka juga Ihsan dan Tara terseret kasus ini, membuat Zila tidak memiliki orang tua dalam waktu yang lama. Anak itu sekarang ikut ibunya Malik pulang kampung. "Aku juga, sangat merindukanmu."Pelukan dilepaskan, Malik menghapus air mata di wajah R
Langit di atas lapas mendung, padahal Malik harus segera menjemur pakaian. Hari ini yang memakai jasanya lebih banyak dari biasanya. 50 pakaian yang artinya 50 ribu. Angka yang sulit dia dapatkan dalam sehari. Selain untuk membeli mainan untuk Ramaniya, Malik juga mengirim uang untuk Ratih. Istrinya itu pasti kesulitan di penjara. Beberapa kali Ratih mengeluh tentang sulitnya di penjara, Malik hanya bisa menyemangati. Mereka saling mencintai dan tak terpisahkan sejak dulu, andai tidak terobsesi mendapatkan anak, pasti sekarang hidup mereka baik-baik saja. Setiap hari Malik menyesali perbuatannya dan berjanji akan memulai hidup baru dengan Ratih setelah keluar lapas. "Masih hujan, nanti aja jemurnya." Salah satu teman lapas lewat, menepuk pundak Malik. Badannya tinggi, penuh tato. Dialah premannya raja preman, masuk lapas dan langsung menjadi boss. Tidak ada yang berani membantah. "Kalau nggak kering nanti bau." Malik mencari akal lain, di sini tidak ada pengering. Dia harus membu
Seminggu telah berlalu dan Rizal mengambil anak-anaknya. Bersama Hana memberikan oleh-oleh dari Rusia. Tidak banyak, tapi cukup membuat Yuno lega telah berhenti mengurus tiga bocilnya Rizal. "Aku nggak pingin ke luar negeri lagi, dingin banget. Nggak enak," komentar Hana. Dia tidak betah di udara yang dingin, selalu mengeluh ingin pulang. "Hahaha Bang Rizal aneh, honeymoon kok pas musim dingin." Celetuk Yuno. Menggelengkan kepala. "Sengaja, biar di kamar terus." Jawaban Rizal membuat Hana melotot, lalu memukul lengan suaminya. Tidak menyangka bahwa itu sengaja, selama di Rusia mereka hanya keluar vila tiga kali. Padahal fasilitas keluarga Bagaskara di Rusia bisa dimanfaatkan untuk bersenang-senang. Kalau hanya untuk berduaan di kamar, kenapa harus jauh-jauh ke Rusia? Hana sangat kesal. Perjalanan ke sana membuat badannya sakit semua. Di pesawat selama berjam-jam, ia tidak betah dan sempat mabuk di kelas bisnis. "Lain kali ogah aku ke sana lagi, capek." "Kalau ke tempat lain mau?