Pintu apartemen dibuka, suasananya hening. Penghuninya hanya Rizal. Tidak ada lagi Cheril yang berlari untuk menyambutnya. Perabotan rumah bersih tanpa debu. Lantainya juga bersih, tidak ada noda karena Bi Sarah membersihkan sebelum dia datang. Padahal itu hal yang biasa, setiap hari selama bertahun-tahun juga seperti ini, namun kini Rizal merasa kosong. Apa yang salah?Ah, kedatangan Cheril membuat semuanya berubah. Rencana masa depan telah berbalik arah. Tadinya akan menikahi Marsha dan berpikir wanita itu akan mengisi apartemen ini. Sekarang tidak lagi. Rizal lebih suka jika mainan Cheril berserakan di sini, dapur diisi belanjaan Hana, juga sambutan tangisan Ramaniya dari kamar. Betapa indahnya hal itu."Aku ingin segera mewujudkan mimpi itu," gumamnya.Setelah melepaskan sepatu dan menaruh kopernya di ruang tamu. Dia menoleh ke belakang, pintu apartemen yang dilalui tadi tertutup. Ingin sekali pergi lagi ke Lampung untuk menemui Cheril serta Hana. Itu hal yang tidak mungkin dila
Rizal menguap, dia kurang tidur akhir-akhir ini. Sibuk bekerja sampai lembur. Presdir WterSun Group sebelumnya sedang sakit keras, ayah Yuno, dia harus menyiapkan rumah yang nyaman di Bogor. Ponselnya berdering lagi tepat ketika dia akan masuk kamar, kali ini dari Yuno. "Hallo," jawabnya. "Tenaga medis untuk Papa di Bogor sudah kamu siapkan, 'kan?" tanya Yuno tanpa basa-basi. "Sudah, dari RS Yadika. Besok akan aku cek ke Bogor sekali lagi." "Papaku ingin segera pindah ke Bogor, kalau bisa besok siang Papa sudah bisa berangkat.""Iya, tenang saja. Akan aku urus." "Baiklah, aku tutup." Panggilan ditutup, Rizal kembali menguap. Besok pagi harus bangun subuh supaya bisa sampai Bogor tepat waktu. Sebenarnya urusan seperti ini dia bisa menugaskan orang. Namun, hatinya tidak tenang jika tidak melihat lokasi. Kesehatan Presdir WterSun Group sebelumnya sangat penting, pekerjaannya dipertaruhkan. Renold adalah orang tua kandung Yuno, tidak boleh ada kesalahan sedikit pun. Saham perusaha
Rizal melirik pasangan suami istri itu, mereka yang biasanya tidak akur, sejak Renold sakit menjadi sangat romantis. Mungkin takut menyesal."Aku akan menemanimu apapun yang terjadi." Elja memeluk Renold dari belakang. Telepon dari Yuno masuk. "Hallo, gimana keadaan Papa ku di sana?" "Semua baik, terkendali." "Kalau gitu cepat kembali ke kantor." "Baik, aku akan segera kembali ke Jakarta."Dia bergegas kembali setelah memastikan Tuan Renold tidak kekurangan sesuatu. Pamitan dan meninggalkan pasangan itu menghabiskan hari-hari terakhirnya.Di kantor pekerjaan sudah menumpuk, sebenarnya dia memiliki ruangan sendiri di depan ruangan Yuno tanpa sekat. Tepat di samping dua sekretaris perempuan. Namun Yuno selalu bersikeras membuatkan meja di ruangan yang sama. Alhasil dia harus satu ruangan dan menambah pekerjaan."Bang, coba cek ulang jadwal meeting dengan Direktur Namikase di Jepang. Aku lihat waktunya mepet sama pertemuan di Hongkong. Jaraknya cuma sehari, aku takut tabrakan." Mata
Aku pikir, kebahagiaan itu sudah datang. Penantian panjang tentang kehidupan yang lebih baik. Tidak perlu bingung besok makan apa, bisa memakai pakaian bagus, dan hidup tenang. Apalagi hubungan dengan Kak Afrizal juga sudah baik. Setiap hari kami berbalas pesan. Aku merasa seperti orang yang... dicintai. Masa lalu biarkan berlalu, aku tidak ingin mengungkit atau mengingatnya lagi. Mas Malik sudah mendapatkan hukuman yang pantas. Dari awal menikah aku memang tidak mencintainya sekeras apapun mencoba. "Rumah ini bagus, awal bulan depan kita pindah ke sini." Bibi berkata seakan ini rumah yang mereka beli. Aku tidak tahu dari mana paman dan bibi mendapatkan alamat rumah ini, kabar tentang ayah Cheril yang kaya juga terdengar oleh mereka. Paman memegang guci di pojokan, mungkin memperkirakan harganya. Lalu matanya beralih ke lampu kristal yang tergantung di atas. Paman suka menjual barang-barang untuk judi. Mereka sering bertengkar karena kebiasaan paman yang menghabiskan uang serta b
Cheril membalas pelukanku dengan tangan kecilnya, aku bertekad bahwa anakku harus bahagia. Tidak boleh seperti ibunya. "Elil sayang Ibu." "Ibu juga sayang Cheril."Anak ini yang membuat aku kuat, terima kasih karena sudah hadir di hidup ibu yang kesepian dan merasa terbuang. Sore harinya aku dikejutkan dengan Mbak Ratih yang hendak menculik Ramaniya. Beruntung dia tertangkap kamera CCTV dan Bang Gufron mencegahnya. Aku mengambil Ramaniya darinya, mendekap erat bayi mungilku. Mataku nyalang menatap Mbak Ratih. "Mbak Ratih apa-apa sih, kenapa terus menganggu kami?" tanyaku. Tangannya dikunci Bang Gufron, kami masih menunggu kedatangan polisi. "Kalau aku tidak bisa memiliki bayi itu, kau juga tidak boleh." "Ini bayiku, Mbak. Aku yang mengandung dan melahirkan dia. Apa hak Mbak bicara begitu?" "Bayi itu ada karena aku yang menyuruh Malik menikahimu, kalau tidak maka anak itu tidak akan pernah lahir." Ucapannya memang benar, kalau mereka tidak berbuat licik dengan menipuku maka h
Air di bajuku terus menetes membasahi lantai rumah sakit. Aku menenggelamkan wajah di antara lutut. Tak menghiraukan orang-orang yang berlalu lalang, juga tidak mengindahkan permintaan suster supaya aku diperiksa. Saat ini yang terpenting adalah Cheril dan Ramaniya yang tengah berjuang antara hidup dan mati. Mereka berdua adalah hidupku, nyawaku dan segalaku. Apa artinya luka di tubuh jika luka sebenarnya adalah mereka. Rasa takut kehilangan mereka melebihi kematian. Tanpa mereka berdua aku tidak bisa bertahan hidup. Mereka adalah segalanya bagiku yang tidak memiliki apapun. Orang tuaku sudah pergi sejak aku masih kecil, paman dan bibi tidak menyayangiku, Kak Afrizal mempermainkanku. Hanya Cheril dan Ramaniya yang benar-benar keluarga dan cinta yang sesungguhnya. Tuhan, apa salahku sampai engkau ingin merenggut satu-satunya alasanku bertahan hidup? Selamatkan mereka, kalau engkau ingin, aku bersedia menukar nyawaku untuk mereka. Apapun akan aku lakukan asal mereka selamat. "Nyony
Sekarang aku merasa bahwa pria ini bisa menjadi sandaran supaya aku tidak sendirian berjuang. Aku yang sedari kecil merasa kesepian, menanggung semua hal sendirian, kini memiliki seseorang yang selalu ada di samping ku. "Semua akan baik-baik saja, tenanglah." Tepukan ringan datang dari tangan Kak Afrizal ke punggungku. Pelan dan menenangkan. Seolah kalimatnya mengatakan bahwa tidak akan ada hal buruk yang terjadi.Sudah lama aku tidak memiliki kepercayaan kepada orang lain, kalimatnya yang mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja persis seperti perkataan ibu. Setelah aku tenang, Kak Afrizal mengajak shalat subuh bersama, meminta aku mandi dan ganti baju juga. Kami mendoakan Cheril dan Ramaniya. Dia membimbingku, menjagaku dan percaya bahwa semua akan baik-baik saja asal kami menghadapinya bersama. Aku takut hatiku goyah lagi, jatuh cinta dan bergantung padanya. Perkataan Mbak Marsha supaya menjauhi Kak Afrizal yang merupakan pacarnya aku langgar. Demi Cheril, izinkan aku merasa ti
Sifat kasar Malik ketika di penjara tidak berubah, tetap saja layaknya mandor. Memerintah sebarangan dan sok berkuasa. Dia menganggap derajatnya lebih tinggi dari yang lain. Karena sifatnya itu, di dalam penjara dia menjadi bulan-bulanan. Ditambah ada dua orang yang terus mengganggunya tanpa sebab jelas. Seperti sengaja memusuhinya. Malik bukan lagi orang yang dihormati sejak vonis hukuman 12 tahun penjara dijatuhkan. Hal itu mengakibatkan pukulan telak hingga saudara-saudaranya malu. Ibunya memutuskan pulang kampung ke Jambi karena tidak ada lagi yang menafkahi dan malu terhadap saudara. Ratih masih bertahan di Bandar Lampung meskipun hidupnya sudah hancur, suami di penjara dan uang hasil penjualan ladang 3 hektar dirampok. Bayi yang dia inginkan juga tidak bisa dimiliki. Kini pasangan suami istri itu jatuh ke dalam keterpurukan yang sangat dalam. Namun, Malik berjanji pada Ratih bahwa mereka akan bisa bangkit lagi suatu hari nanti."Aku tidak bisa hancur sendirian, Mas. Tara dan
Wajah pria di hadapanku banyak berubah, tak ada sorot arogan seperti dulu. Tatapan merendahkan pun menghilang ntah ke mana. Aku ingat pakaian yang dia kenakan hari ini, dipakai untuk menikahiku 9 tahun yang lalu. Warnanya sudah sedikit memudar. "Tolong jangan libatkan Ramaniya, aku akan menerima segala kemarahanmu," ujar Mas Malik. Aku melihat betapa Mas Malik menyayangi Ramaniya, dari dulu memang ia peduli dengan anaknya. Selalu semangat setiap USG. Mas Malik membenciku, tapi tidak dengan Ramaniya. Dia memperlakukan Ramaniya selayaknya anak yang sangat berharga. "Aku akan membawa Ramaniya ke lantai atas, di sana ada Husna." Kak Afrizal mengangkat Ramaniya ke dalam gendongan, membawa anak itu menjauh dari kami. Aku tak menyangka sedikitpun Kak Afrizal mengkhianatiku seperti ini. Padahal berulang kali aku bilang tidak akan memberitahu Ramaniya tentang Mas Malik. Ternyata di belakang, Kak Afrizal malah berkomplot dengan Mas Malik, tatapanku tajam melihat Kak Afrizal naik tangga. "J
Mata Ramaniya melihat tangga, menunggu Rizal yang tak kunjung kembali. Matanya beralih ke pesanan Rizal yang sudah mulai dingin."Ayahku ke mana ya, kok lama banget?" tanya Ramaniya, terlihat gelisah karena ayahnya tak kunjung kembali. "Mungkin dia lagi ngomongin kerjaan, nanti juga balik." "Ayah nggak pernah ninggalin Niya lama kayak gini." Anak itu terlihat khawatir.Dari kecil Rizal memperlakukan Ramaniya dengan baik, tentu menerima orang baru sebagai ayah adalah hal yang sulit. Dulu, Cheril juga sangat ingin diperlakukan baik olehnya. Tapi tak pernah sekalipun ia berbaik hati menerima Cheril. Saat Cheril bertemu ayah kandungnya, ia langsung lengket karena sebelumnya tidak pernah mendapat kasih sayang seorang ayah. Jauh berbeda dengan Ramaniya yang sejak kecil dilimpahi kasih sayang seorang ayah yang luar biasa seperti Rizal. "Mas Malik?" Mendengar panggilan itu Malik langsung menoleh, ada Hana yang menatapnya terkejut. Sementara Hana tak menyangka bertemu Malik di sini, ia h
Mereka berjalan beriringan menuju restoran Husna yang terletak tak jauh dari sana, ingin rasanya digandeng oleh Ramaniya sama seperti Rizal. Tapi apa daya, sekarang yang Ramaniya tahu Rizal ayahnya, bukan dia. Malik menjadi sangat serakah saat bertemu Ramaniya, padahal dia tahu bahwa ia tidak boleh minta lebih. Rizal mengizinkannya bertemu Ramaniya saja, seharusnya dia sudah bersyukur. Sesampainya di sana, mereka segera memesan. Ramaniya terlihat santai tanpa curiga apapun, tertawa bersama Rizal ketika mengingat adiknya suka ayam goreng dan berniat membawakan untuk oleh-oleh. "Dek Harzan juga suka yang ada kriuknya," kata Ramaniya. "Siapa Harzan?" tanya Malik. Rizal segera menjawab, "anak ketigaku. Adiknya Cheril dan Ramaniya." Ah, ternyata Rizal dan Hana sudah punya anak lagi. Dari cara Rizal memperkenalkan, sepertinya tidak membedakan antara Ramaniya dan kedua anak kandungnya. Namun tetap saja, dia ingin Ramaniya diakui anak olehnya. Menyebut Ramaniya sebagai putrinya adalah
Hari kamis Malik pergi ke kantor damkar, bertemu teman lama. Ia menggunakan koneksi dan predikat jasa untuk kembali ke tim. "Usiaku memang nggak semuda dulu, tapi aku masih sangat kuat, wali kota saja mengakui kemampuanku. Jadi tolong pertimbangan aku kembali ke tim." Kepala kantor yang dulu satu tim dengannya itu terlihat berpikir. Melihat dari kaki sampai kepala Malik, badan Malik tinggi besar, cocok jadi pemadam kebakaran, hanya saja usianya yang jadi masalah. "Kami memang membutuhkan orang, biar kami diskusikan dulu." "Aku tunggu kabar baiknya," kata Malik bersemangat."Iya, sudah lama nggak ketemu kita ngobrol di dalam."Malik mengangguk, dia berjalan melewati mobil pemadam kebakaran, dulu dia sangat bersemangat ketika menyelamatkan orang, dia peduli dengan orang lain dan sangat ramah. Ntah apa yang membuatnya menjadi jahat, mungkin karena keinginannya punya anak tidak terwujud, lalu Ratih sering marah-marah, ibu terus menuntut uang belanja lebih dan beberapa faktor lainnya.
Rumah yang dulu diisi dengan keceriaan sudah lama ditinggalkan, rumput ilalang memenuhi halaman, atapnya sudah banyak yang bocor, catnya dimakan usia, gerbangnya berkarat. Malik melangkahkan kaki ke teras, sangat kotor. Dulu dia memakai sepatu di sini, Cheril akan berlari mendekat. Anak itu menggelayut ingin digendong, tapi ia malah mendorongnya menjauh sembari mengucapkan kalimat kasar. Delapan tahun, waktu yang sangat lama untuknya, tapi bagi Hana dan Cheril mungkin baru kemarin, luka yang ia torehkan pada keduanya tidak mudah dihapus oleh waktu. "Seharusnya dulu aku memperlakukan kalian dengan baik," gumam Malik. Dia melangkah masuk, membuka pintu. Tikus berkeliaran disertai kecoa. Pasti butuh waktu lama untuk memperbaiki semua ini. Belum lagi rumah Tara dan Ihsan yang juga menjadi tanggung jawabnya. Setelah menemui Ramaniya, Malik berniat membawa ibu dan Zila, keluarganya kembali ke Bandar Lampung. Tapi sebelum itu ia harus memiliki pekerjaan dan membereskan rumah ini dulu. T
Setelah menikah dengan Kak Afrizal, kehidupanku berubah drastis, aku menjadi ibu sosialita, berkumpul dengan istri teman kantornya Kak Afrizal, arisan bersama wali murid teman sekolahnya Cheril dan aku juga kuliah online hingga memiliki pengetahuan yang sama seperti mereka. Aku tidak pernah lagi kesusahan uang dan dipermalukan seperti saat di Lampung, aku juga tidak pernah berhubungan dengan keluarga Bibi lagi. Hingga, sekarang ada Nazir di depanku, sepupu ku, anaknya Bibi yang bekerja di Jakarta dan aku abaikan selama beberapa tahun ini. "Kalau punya suami kaya, seharusnya kamu bisa bantu aku naik pangkat. Bukannya menikmati semua kemewahan sendirian, kamu sangat tidak tahu tidak tahu terima kasih." Nazir menyeringai, aku memutar bola mata jengah. Memangnya satpam bisa naik pangkat menjadi apa? Polisi? Heran. Terlebih dia juga tidak bekerja di WterSun Group. Lebih heran lagi dia bisa menemukan keberadaanku, ternyata dia pindah bekerja tak jauh dari restoran milik Husna. Aku tida
Hari pembebasan tiba, setelah delapan tahun akhirnya ia bisa menghirup udara bebas. Malik langsung menuju ke lapas tempat Ratih ditahan. Rasa rindu pada istrinya itu tak terbendung lagi. Cinta pertama, cinta sejati, mereka berdua berjanji sehidup semati. Benar kata orang, jodoh itu cerminan. Saat Malik jahat, Ratih pun sama jahatnya. Sekarang Malik tobat, Ratih juga sudah tobat. "Maaf aku baru bisa menemuimu," ucap Malik. Mereka berpelukan erat, Ratih menangis meraung tak menyangka bisa bertemu Malik lebih cepat dari perkiraan. "Aku sangat merindukanmu," ucap Ratih. Wanita itu terlihat sangat senang melihat wajah orang yang sangat dirindukan, sejak mereka masuk penjara, tidak ada kerabat yang mengunjungi. Semua membenci mereka. Karena Mereka juga Ihsan dan Tara terseret kasus ini, membuat Zila tidak memiliki orang tua dalam waktu yang lama. Anak itu sekarang ikut ibunya Malik pulang kampung. "Aku juga, sangat merindukanmu."Pelukan dilepaskan, Malik menghapus air mata di wajah R
Langit di atas lapas mendung, padahal Malik harus segera menjemur pakaian. Hari ini yang memakai jasanya lebih banyak dari biasanya. 50 pakaian yang artinya 50 ribu. Angka yang sulit dia dapatkan dalam sehari. Selain untuk membeli mainan untuk Ramaniya, Malik juga mengirim uang untuk Ratih. Istrinya itu pasti kesulitan di penjara. Beberapa kali Ratih mengeluh tentang sulitnya di penjara, Malik hanya bisa menyemangati. Mereka saling mencintai dan tak terpisahkan sejak dulu, andai tidak terobsesi mendapatkan anak, pasti sekarang hidup mereka baik-baik saja. Setiap hari Malik menyesali perbuatannya dan berjanji akan memulai hidup baru dengan Ratih setelah keluar lapas. "Masih hujan, nanti aja jemurnya." Salah satu teman lapas lewat, menepuk pundak Malik. Badannya tinggi, penuh tato. Dialah premannya raja preman, masuk lapas dan langsung menjadi boss. Tidak ada yang berani membantah. "Kalau nggak kering nanti bau." Malik mencari akal lain, di sini tidak ada pengering. Dia harus membu
Seminggu telah berlalu dan Rizal mengambil anak-anaknya. Bersama Hana memberikan oleh-oleh dari Rusia. Tidak banyak, tapi cukup membuat Yuno lega telah berhenti mengurus tiga bocilnya Rizal. "Aku nggak pingin ke luar negeri lagi, dingin banget. Nggak enak," komentar Hana. Dia tidak betah di udara yang dingin, selalu mengeluh ingin pulang. "Hahaha Bang Rizal aneh, honeymoon kok pas musim dingin." Celetuk Yuno. Menggelengkan kepala. "Sengaja, biar di kamar terus." Jawaban Rizal membuat Hana melotot, lalu memukul lengan suaminya. Tidak menyangka bahwa itu sengaja, selama di Rusia mereka hanya keluar vila tiga kali. Padahal fasilitas keluarga Bagaskara di Rusia bisa dimanfaatkan untuk bersenang-senang. Kalau hanya untuk berduaan di kamar, kenapa harus jauh-jauh ke Rusia? Hana sangat kesal. Perjalanan ke sana membuat badannya sakit semua. Di pesawat selama berjam-jam, ia tidak betah dan sempat mabuk di kelas bisnis. "Lain kali ogah aku ke sana lagi, capek." "Kalau ke tempat lain mau?