“Tapi apa?”“Tapi cintaaaaa banget!” ucapnya kalem, seraya tersenyum menghadap luasnya pantai yang gelap di malam hari. Jangan tanya bagaimana perasaanku kali ini saat mendengarnya, sungguh, rasanya aku benar – benar ingin mengangkat tubuh Gianira, untuk ku gendong dan ku bawa lari ke rumah penghulu terdekat sekarang juga.=============================“Bu kayaknya ada yang sudah enggak waras deh!” celetuk adikku Rima, di tengah – tengah perjalanan kami pulang menuju rumah.“Enggak waras apa sih, Rim?”“Itu lho, Bu, lihat aja dari tadi Mas Riza senyam senyum enggak jelas, Rima jadi ngeri duduk di sampingnya gini, ih menyeramkan banget!” “Jangan gitu mulutmu, Rim, nanti ditiru anak – anak, gimana?” tegur ibuku.“Tau nih, sirik aja kamu sama Mas, Rim,” sahutku menanggapi sindiran Rima.“Dih, sirik sama orang enggak waras, enggak banget, deh! Mbak Gia, saran Rima, mbak fikirin ulang deh buat nikah sama mas Riza, makin hari kelakuannya makin aneh, dulu dia sehat lho, enggak aneh kayak g
Foto yang menampakan wajahku yang tengah tertawa lepas, dengan latar pantai santolo, aku tidak menyadari jika saat itu mas Riza memotretku, saat kami sekeluarga berlibur ke pantai untuk pertama kalinya.Ada sebuah tulisan tangan di bawah fotonya, yang membuat hatiku tersipu, “Calon bidadariku dan malaikat bagi anak – anakku.”=============================POV RizaAku cukup lega karena akhirnya benar – benar tiba, hari yang sangat kunantikan dalam hidupku, yaitu hari di mana pernikahanku dan Gianira akan berlangsung. Setelah keributan besar kami dua hari lalu, yang hampir saja menggagalkan rencana pernikahan yang sudah kami nanti – nantikan.Ku fikir setelah peringatanku tempo hari, mengenai jangan pernah mengusik hidup Gianira dan anak – anaknya lagi, Faiz akan sadar diri dan malu, namun rasanya semua ucapanku hanya dianggap angin lalu. Karena dua hari lalu, tepat saat kedatanganku ke rumah ibu, aku mendapati Gianira tengah berduaan dengan Faiz.Emosi yang tersulut karena cemburu, me
“Baru kali ini gue datang ke nikahan orang, yang anak – anaknya juga datang ke nikahan orang tuanya. Jadi setelah ini mereka kalau lihat album nikahan kalian, enggak akan ada drama anak – anak yang menangis karena tidak diundang ke nikahan orang tuanya, ha ha ha,” seloroh Mas Dhanis, membuat kami semua tertawa.=============================Aku tidak menyangka jika acara pernikahanku, akan dihadiri banyak orang penting di negeri ini, mungkin karena pekerjaan Mas Riza sebagai seorang pengacara sukses di Ibu Kota, sehingga memiliki channel dengan orang – orang penting. Pantas saja, Mas Riza memaksa untuk dekorasi acara kami, dibuat sebagus mungkin, menurutnya itu salah satu cara untuk menghargai para tamu undangan, yang akan datang ke pesta kami.Aku hanya menurut, karena bagaimanapun, aku harus menghormati keinginannya, terbukti, hari ini begitu meriah dan ramai, semua orang terlihat bahagia, kecuali mas Jazirah. Dirinya sempat hadir bersama keluarga besarnya, aku memang sengaja mengun
Kudengar tawanya menguar begitu kencang, salah satu kebiasaan Dhanis, dirinya selalu saja menertawakan jika aku sedang mengalami kesialan, apalagi hal tersebut karena ulahnya. Namun, aku bersyukur memiliki sahabat sepertinya, banyak sekali kebaikan yang dirinya lakukan kepadaku. Mungkin aku akan memberikan hadiah juga untuknya, misalnya memberikannya keponakan baru? Ya sepertinya itu ide yang bagus, kan?============ Niatku untuk melanjutkan ritual pengantin baru lagi-lagi harus tertunda, setelah kepergian Dhanis dengan tawa puasnya, aku berniat untuk melanjutkan aksi ku, namun tiba-tiba ke tiga anak-anak ku menyerbu masuk ke dalam kamar dan memaksaku juga Gianira, untuk menemani mereka makan di salah satu restoran cepat saji, yang menyediakan menu utama ayam goreng.Ternyata memang sesulit ini untuk ku dan Gianira memiliki waktu khusus berdua, karena sudah tentu ada anak-anak yang akan selalu menuntut kami untuk bisa menemani mereka.Aku hanya bisa membuang nafas kasar, rasanya has
Suasana semakin riuh, kulihat beberapa pegawai mencoba menenangkan pengunjung yang mulai grasak-grusuk dan tidak nyaman dengan keributan ini. Aku tersenyum puas, bisa memberikan pelajaran pada manusia-manusia sombong seperti mereka. Jangan mereka fikir aku takut dengan ancaman dan larangan mereka, sampai matipun aku tidak akan pernah berhenti mengambil hak ku yang Gianira ambil.================= Suasana semakin ribut, pelanggan rumah makan banyak yang memilih untuk meninggalkan warung makan milik Gianira. Aku tertawa puas, berhasil merusak citra baik rumah makan ini. Setidaknya setelah ini, pengunjung akan berfikir dua kali jika ingin makan di sini. “Cepat sediakan makanan dan minuman yang gue pesan, sekarang!” teriak ku lagi, setelah kulihat pengunjung terakhir meninggalkan warung.“Maaf, Pak, silahkan bapak pergi dari sini sebelum kami lapor polisi!” suara satpam lemah yang Gianira bayar untuk menjaga warungnya.“Kalau gue enggak mau, lu mau apa, hah?” “Baik kalau itu yang bapa
Aku senang, setidaknya Gianiraku sudah berhenti menangis dan mulai tersenyum. Kuhapus air matanya dengan sapu tangan yang selalu ada di saku celanaku. Mengecup sekilas pipi kanannya, kemudian membimbingnya untuk naik ke ruang tunggu khusus penumpang, karena pesawat kami akan segera take off.Yeah, Bali … we’re coming!! Tunggu aku dan Gianira-ku sampai sana, akan kubuat senyumnya semakin lebar dan menawan.=============== Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam lima puluh lima menit, akhirnya aku dan Gianira mendarat di Bandara Ngurah Rai, Bali. Bandara ini terlihat begitu ramai, banyak sekali orang lalu lalang di sini dengan segala aktifitas mereka. Karena tidak perlu menunggu bagasi, aku dan Gianira bisa langsung melenggang keluar, mencari supir yang diperintahkan Dhanis untuk menjemput kami.Jarak tempuh dari Bandara ke Villa yang ada di resort tempat kami menginap sekitar dua belas kilometer, tidak begitu jauh sebenarnya. Namun, karena malam ini adalah malam pergantian tahun,
Kemudian Gianira membalasku hanya dengan sekali sentuhan, yang langsung membuat seluruh bulu roma kuberdiri. Dasar istri nakal, beraninya dia menyentuh bagian titik terlemahku yang bersembunyi di bawah sana.“Beraninya kamu, Sayang! Kamu sudah bangunin elang tidur, sekarang kamu harus tanggung jawab, berikan mangsa buat elangku makan! Huaawwwhh.” Aku berlari mengejar Gianira yang sudah lebih dulu masuk ke dalam kamar, tawanya sangat keras, seakan begitu senang karena telah berhasil membuatku panas dingin karena sekali saja sentuhannya. Lihat saja, Sayang, siapa yang akan menang malam ini.=============== Aku terlambat karena Gianira telah masuk ke dalam kamar mandi lebih dulu. Tawanya masih terdengar, rupanya dia begitu bahagia karena telah membuatku tersiksa. Mengikuti feeling, segera kulepas seluruh pakaianku dan ikut masuk ke dalam kamar mandi. Gianira terkesiap, tawanya mendadak berhenti kala netra kami bertemu.Memutus jarak, kuraih tubuh setengah polos Gianira untuk masuk ke da
“Lagi mikiran apa, Gi?” tangan kekar Mas Riza membelit perutku dari belakang, meletakan wajahnya pada ceruk leherku.“Aku kangen anak-anak, Mas,” lirihku, mengusap wajahnya dengan lembut.“Tadikan sudah video call mereka? Insya Allah mereka baik-baik saja. Gimana kalau kita ulangin yang semalam lagi, yuk! Kita kasih oleh-oleh adik bayi buat mereka, pasti mereka akan senang, deh,” selorohnya, menenangkan dan menggodakan. Tangannya sudah menjelajah menelusuri bagian dalam tubuhku yang tertutup maxi dress.============= POV RizaAktifitasku dan Gianira harus terhenti di ronde ke dua karena suara ketukan dari pintu luar Villa. Menarik paksa milikku dari posisi nyaman yang teramat hangat. Gianira menahan tawa melihat wajahku yang cemberut karena belum tuntas menyelesaikan hajatku terhadapnya. Mengambil pakaian yang berserak di lantai dan memakainya, gegas aku berjalan keluar kamar, memeriksa siapa gerangan yang berani mengganggu aktifitas dewasaku pagi ini.Suara ketukan semakin keras te