“Enak apanya?”Tiba-tiba Mas Riza mendekat kepadaku, menjulurkan kepalanya mendekati wajahku, aku sudah khawatir dia akan melakukan hal yang dilarang agama, namun yang dia lakukan justru membuatku terbelalak karena ucapan yang dia bisikan ke telingaku.“Enak pas bikinnya,” bisiknya pelan, kemudian pergi meninggalkanku sambil tertawa keras. Dasar otak mesum!!===================================================POV RizaHatiku sangat berbunga-bunga, membayangkan sebentar lagi aku akan melepas status dudaku dan menikah dengan Gianira. Seorang janda sholehah yang usianya lebih muda dariku, ya, usia kami terpaut lima tahun, sepertinya dia menikah muda saat bersama Jazirah dulu, pantas, mudah sekali dia menuruti keinginan Jazirah untuk menikah padahal tidak mendapatkan restu kedua orangtua Jazirah.Apa mungkin dulu Gianira terlalu cinta dengan Jazirah, sehingga rela menikah di usia belia? Aku tidak mau ambil pusing, yang jelas sebentar lagi Gianira akan menjadi milikku, tanggung jawabku un
"Yaudah, saya mau pergi lagi, nanti kalian tutup aja sesuai jam operasional kita, ya!” kataku lagi, sebelum pergi meninggalkan Vina.Aku berjalan menghampiri Mas Riza dan Rima yang sibuk dengan ponsel mereka, kemudian meminta tolong kepada Mas Riza untuk mengantarku ke rumah orang tua mas Jazirah.“Mas, bisa antarkan saya ke rumah bu Sunarni?” ===================================================Mas Riza tampak berkedip beberapa kali saat mendengar permintaanku, untuk diantarkan ke rumah mantan ibu mertuaku tinggal, namun tanpa membantah, Mas Riza langsung menuruti keinginanku, kami bersama-sama keluar dari warung menuju mobil miliknya, berkendara dengan kecepatan sedang menuju ke sana.Sepanjang perjalanan, dadaku berdebar-debar, memikirkan kalimat apa yang akan ku keluarkan untuk membuat mantan mertuaku dan keluarganya jera. Aku sungguh takut jika sampai emosi membuatku lupa diri dan menyakiti mereka dengan ucapanku, bagaimanapun mereka adalah keluarganya mas Jazirah, ayah dari anak
“Apa syaratnya? Cepatlah!”“Saya akan mengganti rugi semua uang yang kamu berikan selama pernikahan kita, tapi dengan syarat, kamu kembalikan semua pelayanan yang sudah saya berikan kepadamu selama kita menikah, termasuk kembalikan keperawan*n saya, yang kamu ambil di malam pertama pernik*han kita,” tekanku di setiap kata yang kuucapkan. ===================================================Kulihat mata Mas Jazirah membulat sempurna mendengar syarat yang kuberikan kepadanya, hah, biar tau rasa kamu, Mas. Kamu fikir hidup ini gratis? Enak saja! “M-maksud kamu a-apa. Gi?” tanya Mas Jazirah tergagap, membuatku tersenyum geli dibuatnya.“Saya rasa mas paham dengan maksud yang saya inginkan, gimana?” sahutku enteng.“Aku enggak mengerti, Gi, gimana cara saya mengembalikan semua itu?”“Itu bukan urusan saya, Mas, oh, ya jangan lupa! Sekalian kamu bayar juga, jasa sewa rahim selama sembilan bulan dikalikan dua anak, beserta biaya melahirkan, saat itu saya bertaruh nyawa lho untuk melahirkan
“E-eeh, Mas! Bukan begitu maksudnya, tapi . . .” ucapannya terjeda, sepertinya dia malu untuk mengakui sesuatu.“Tapi apa, Ar? Enggak perlu dipaksakan, tenang aja!”“Enggak, Mas, anu, sebenernya saya mau banget, kalau di jodohin sama Rima, Mas, sudah lama saya suka sama dia,” hah kan, terbuka juga keranmu anak muda.===================================================POV GianiraAku melihat Mas Riza selalu tersenyum, sepanjang perjalanan kami pulang dari kebun mawar, membuatku dan yang lain heran dibuatnya. Rima sampai berkali-kali meledeknya, namun seolah hanya seperti angin lalu, Mas Riza sama sekali tidak menggubris ocehan Rima yang menurutku cukup memekakkan telinga kami.Aku duduk di kursi belakang bersama ibu dan juga anak-anak, menikmati obrolan ringan dan celotehan anak-anak yang sangat senang setelah hampir seharian melakukan pemotretan di kebun mawar tadi. Aku suka sekali mendengar anak-anak bercerita, mengulangi kisah indah kami tadi. Hatiku menghangat rasanya, kebahagiaan
“Langit sama Bumi tetap mau kok punya ayah om Riza, selama ini om Riza baik terus sama kami berdua, Tiara juga baik, jadi kitakan bakal main sama-sama terus kalau ibu sama om Riza menikah,” jawaban Langit sukses membuat Mas Riza bersorak gembira, ekspresinya yang lebih mirip seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan baru, membuatku ikut tertawa karenanya, melupakan kekesalanku akan dirinya mengenai insiden cctv. Semoga keputusanku untuk menikah dengannya nanti, adalah keputusan yang benar dan terbaik untuk masa depan kami semua.===================================================POV RizaBagai bunga yang bermekaran di taman, menebarkan aroma harum yang semerbak baunya, begitupula dengan hatiku, mendengar langsung jika Langit dan Bumi, tetap menginginkanku menjadi ayah mereka, walaupun tela dihasut oleh Rima adikku yang tidak berahlaq. Tidak sabar rasanya aku menunggu saat itu tiba, di mana Gianira akan resmi menjadi pendamping hidupku selamanya.Hari-hari kami selanjut s
“Baiklah, insya Allah nanti kami datang ke pernikahanmu dengan nak Riza, ya!” ucap Kyai Rahmad, mereka berdua mengantarku hingga ke depan pintu.Aku menoleh kearah belakang, bermaksud ingin salam pamit kepada kyai Rahmad dan Umi Aisyah, namun pandanganku justru bertumbuk pada pandangan sendu ustad Faiz.===================================================Setelah melihat hasil rekaman CCTV, akhirnya aku sudah memutuskan untuk memilih Vina, sebagai penanggung jawab di warung buburku nanti. Rencananya, aku akan menggunakan beberapa hari waktuku untuk memberikan sedikit pengarahan dan pembakalan untuk vina mengenai manajemen dan pengelolaan warung secara sederhana, karena jujur, aku tidak terlalu ingin membuat pusing Vina dengan melibatkannya lebih dalam.Namun, aku berusaha untuk terus membimbingnya, agar bisa menjalankan tanggung jawabnya dengan baik kedepannya. Selain mengangkat Vina sebagai penanggung jawab, aku juga merekrut dua orang pegawai baru, satu untuk pelayan dan satu lag
"Kamu buka pesan wa aku sekarang!” perintahnya, seraya menutup panggilan.Karena penasaran, aku segera membuka pesan whatsapp dari mas Riza, penasaran yang dengan apa yang dia kirimkan. Aku terkejut bukan kepalang, melihat tangkapan layar yang mas Riza kirimkan kepadaku. Dari jam nya menunjukan pukul enam sore, tandanya sudah hampir dua jam yang lalu dia mengirim pesan ini? Tapi siapa yang tega melakukan ini?===================================Aku masih menatap layar ponselku, melihat foto-foto yang mas Riza kirimkan kepadaku sore tadi, foto-foto yang membuat calon suamiku itu merajuk bagai anak remaja yang sedang dilanda cemburu buta. Setelah melihat foto ini pertama kali tadi, aku langsung menghubungi mas Riza melalui panggilan video call, yang langsung diangkatnya pada dering pertama.Nada bicaranya ketus terdengar sangat lucu di telingaku, ditambah ekspresi wajahnya yang dibuat terkesan enggan melihatku, padahal beberapa kali aku menangkap basah dirinya, mencuri pandang kepadak
“Ibuu!!” teriak Langit dan Bumi, berhambur turun dari gendonganku dan beralih memeluk tubuh ramping Gianira, cantik, dengan berbalut gamis bercorak hijau yang dulu ibuku berikan, Gianira tampil anggun dan mempesona. Membuatku terhipnotis untuk memeluk tubuhnya juga, namun sayang, tatapan matanya yang tajam membuatku menghentikan rentangan tanganku yang hampir mendarat ke pundaknya.===================================================POV GianiraSaat ini aku, Mas Riza dan anak-anak tengah berkendara menuju rumah Mas Riza di Jakarta, karena besok kami akan menghadiri pernikahan mas Dhanis dan mbak Tiara. Setelah sebelumnya tadi kami sempat mampir ke warungku untuk menitipkan warung kepada para karyawanku, memberitahukan kepergianku selama beberapa hari kedepan.Sepanjang perjalanan, anak - anakku terlihat begitu senang, mereka memilih bernyanyi-nyanyi bersama dengan calon ayah sambungnya, Mas Riza. Aku sangat terhibur melihat tingkah konyol Mas Riza, walaupun sambil menyetir, namun dir