Home / Pernikahan / Kami Bisa Tanpamu Mas / Bab 72 | Meminta Kesempatan

Share

Bab 72 | Meminta Kesempatan

Author: Didi Mawadah
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Ini bude uangnya,” kataku seraya menyerahkan uang kertas berwarna merah satu lembar.”

“Eh, Gi, kata mantan mertuamu, emang kamu ngerebut semua harta yang Jazirah punya ya? Makanya kamu bisa bikin warung bubur besar begitu?” tanya Bude Rum, seraya memberikan uang kembalian kepadaku. Berita apa lagi ini?

===================================================

“Bu Sunarni bilang begitu, Bude?” tanyaku memastikan.

“Iya, dia sendiri yang bilang begitu di depan para ibu-ibu pas lagi pada belanja di sini,” Astaghfirullah, ibunya mas Jazirah benar-benar keterlaluan, sepertinya mereka tidak ada kapoknya dalam mengusik hidupku. Seenaknya menyebar fitnah.

“Gini ya, Bude. Bude sendiri kan tau, waktu saya masih jadi istri mas Jazirah, hidup kami itu pas-pasan. Saya sampai sering ngutang bahan makanan di warung Bude itu karena apa? Karena uang yang mantan suami saya berikan tidak cukup jika harus melebihi batas kepulanganya, jadi sehari saja dia telat pulang, maka bisa dipastikan saya dan anak-anak ak
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 73 | Diterima

    “Kesempatan apa?” “Kesempatan untuk mencoba membuka hati saya, untuk menerima mas Riza terlibat dalam setiap keputusan yang saya ambil, kesempatan untuk menjadikan mas Riza sebagai tempat saya berdiskusi mengenai kehidupan saya ke depannya,” ucapku tidak yakin, jujur saja, aku tidak paham mengapa lidahku yang biasanya kelu bila berbicara dengannya, kini menjadi selancar ini.===================================================POV RizaTubuhku menegang kala mendengar kalimat yang baru saja keluar dari mulut Gianira, sungguh, aku masih tidak percaya dengan yang kudengar barusan. Dia mengatakan ingin diberikan kesempatan untuk membagikan kisahnya kepadaku. Ini luarbiasa, Gianira si wanita sholehah yang pemalu itu akhirnya mengatakannya.Aku menoleh kepadanya, melihatnya masih menunduk melihat lantai, ah, terlalu banyak harap kau, Za! Kau fikir dia akan memandangmu penuh cinta dan harap? Mimpi! “Bisa kamu ulangi sekali lagi, saya tidak jelas mendengarnya,” kataku akhirnya, mencoba untuk

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 74 | Fikiran Riza

    “Insya Allah saya menerima niat mas Riza untuk menjadi suami saya dan juga ayah sambung untuk Langit dan Bumi,” ucapnya mantap, masih dengan menatap wajahku. Ada yang berbunga di dalam taman hati ini, mendengarnya mengatakan bersedia menjadi istriku itu, bagaikan runtuhnya gunung es yang bertahub-tahun bersemayam di dalam diriku. Aku sangat bahagia, karena akhirnya dia menerimanya, menerima diruku untuk masuk ke dalam hidupnya. Menerimaku untuk menemaninya mengabiskan hari-hari bersama dengan anak-anak kami. Tidak akan pernah ku sia-siakan kesempatan emas yang ku dapatkan ini. Akan ku balas semua dengan pengabdian yang sempurna untuk nya dan untuk keluarga kami. Selamanya.===================================================POV GianiraYa, akhirnya aku memutuskan untuk menerima Mas Riza menjadi suamiku, rasanya sudah cukup aku mencoba menahan diri, untuk berpura-pura tidak peduli dengan perasaanku dan perasaannya.Selama ini aku hanya ingin menjaga jarak dengannya, agar aku dapat mey

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 75 | Mengaku-ngaku

    “Enak apanya?”Tiba-tiba Mas Riza mendekat kepadaku, menjulurkan kepalanya mendekati wajahku, aku sudah khawatir dia akan melakukan hal yang dilarang agama, namun yang dia lakukan justru membuatku terbelalak karena ucapan yang dia bisikan ke telingaku.“Enak pas bikinnya,” bisiknya pelan, kemudian pergi meninggalkanku sambil tertawa keras. Dasar otak mesum!!===================================================POV RizaHatiku sangat berbunga-bunga, membayangkan sebentar lagi aku akan melepas status dudaku dan menikah dengan Gianira. Seorang janda sholehah yang usianya lebih muda dariku, ya, usia kami terpaut lima tahun, sepertinya dia menikah muda saat bersama Jazirah dulu, pantas, mudah sekali dia menuruti keinginan Jazirah untuk menikah padahal tidak mendapatkan restu kedua orangtua Jazirah.Apa mungkin dulu Gianira terlalu cinta dengan Jazirah, sehingga rela menikah di usia belia? Aku tidak mau ambil pusing, yang jelas sebentar lagi Gianira akan menjadi milikku, tanggung jawabku un

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 76 | Hitung-hitungan

    "Yaudah, saya mau pergi lagi, nanti kalian tutup aja sesuai jam operasional kita, ya!” kataku lagi, sebelum pergi meninggalkan Vina.Aku berjalan menghampiri Mas Riza dan Rima yang sibuk dengan ponsel mereka, kemudian meminta tolong kepada Mas Riza untuk mengantarku ke rumah orang tua mas Jazirah.“Mas, bisa antarkan saya ke rumah bu Sunarni?” ===================================================Mas Riza tampak berkedip beberapa kali saat mendengar permintaanku, untuk diantarkan ke rumah mantan ibu mertuaku tinggal, namun tanpa membantah, Mas Riza langsung menuruti keinginanku, kami bersama-sama keluar dari warung menuju mobil miliknya, berkendara dengan kecepatan sedang menuju ke sana.Sepanjang perjalanan, dadaku berdebar-debar, memikirkan kalimat apa yang akan ku keluarkan untuk membuat mantan mertuaku dan keluarganya jera. Aku sungguh takut jika sampai emosi membuatku lupa diri dan menyakiti mereka dengan ucapanku, bagaimanapun mereka adalah keluarganya mas Jazirah, ayah dari anak

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 77 | Pemotretan

    “Apa syaratnya? Cepatlah!”“Saya akan mengganti rugi semua uang yang kamu berikan selama pernikahan kita, tapi dengan syarat, kamu kembalikan semua pelayanan yang sudah saya berikan kepadamu selama kita menikah, termasuk kembalikan keperawan*n saya, yang kamu ambil di malam pertama pernik*han kita,” tekanku di setiap kata yang kuucapkan. ===================================================Kulihat mata Mas Jazirah membulat sempurna mendengar syarat yang kuberikan kepadanya, hah, biar tau rasa kamu, Mas. Kamu fikir hidup ini gratis? Enak saja! “M-maksud kamu a-apa. Gi?” tanya Mas Jazirah tergagap, membuatku tersenyum geli dibuatnya.“Saya rasa mas paham dengan maksud yang saya inginkan, gimana?” sahutku enteng.“Aku enggak mengerti, Gi, gimana cara saya mengembalikan semua itu?”“Itu bukan urusan saya, Mas, oh, ya jangan lupa! Sekalian kamu bayar juga, jasa sewa rahim selama sembilan bulan dikalikan dua anak, beserta biaya melahirkan, saat itu saya bertaruh nyawa lho untuk melahirkan

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 78 | CCTV

    “E-eeh, Mas! Bukan begitu maksudnya, tapi . . .” ucapannya terjeda, sepertinya dia malu untuk mengakui sesuatu.“Tapi apa, Ar? Enggak perlu dipaksakan, tenang aja!”“Enggak, Mas, anu, sebenernya saya mau banget, kalau di jodohin sama Rima, Mas, sudah lama saya suka sama dia,” hah kan, terbuka juga keranmu anak muda.===================================================POV GianiraAku melihat Mas Riza selalu tersenyum, sepanjang perjalanan kami pulang dari kebun mawar, membuatku dan yang lain heran dibuatnya. Rima sampai berkali-kali meledeknya, namun seolah hanya seperti angin lalu, Mas Riza sama sekali tidak menggubris ocehan Rima yang menurutku cukup memekakkan telinga kami.Aku duduk di kursi belakang bersama ibu dan juga anak-anak, menikmati obrolan ringan dan celotehan anak-anak yang sangat senang setelah hampir seharian melakukan pemotretan di kebun mawar tadi. Aku suka sekali mendengar anak-anak bercerita, mengulangi kisah indah kami tadi. Hatiku menghangat rasanya, kebahagiaan

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 79 | Membalas Rima

    “Langit sama Bumi tetap mau kok punya ayah om Riza, selama ini om Riza baik terus sama kami berdua, Tiara juga baik, jadi kitakan bakal main sama-sama terus kalau ibu sama om Riza menikah,” jawaban Langit sukses membuat Mas Riza bersorak gembira, ekspresinya yang lebih mirip seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan baru, membuatku ikut tertawa karenanya, melupakan kekesalanku akan dirinya mengenai insiden cctv. Semoga keputusanku untuk menikah dengannya nanti, adalah keputusan yang benar dan terbaik untuk masa depan kami semua.===================================================POV RizaBagai bunga yang bermekaran di taman, menebarkan aroma harum yang semerbak baunya, begitupula dengan hatiku, mendengar langsung jika Langit dan Bumi, tetap menginginkanku menjadi ayah mereka, walaupun tela dihasut oleh Rima adikku yang tidak berahlaq. Tidak sabar rasanya aku menunggu saat itu tiba, di mana Gianira akan resmi menjadi pendamping hidupku selamanya.Hari-hari kami selanjut s

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 80 | Tawaran Gila

    “Baiklah, insya Allah nanti kami datang ke pernikahanmu dengan nak Riza, ya!” ucap Kyai Rahmad, mereka berdua mengantarku hingga ke depan pintu.Aku menoleh kearah belakang, bermaksud ingin salam pamit kepada kyai Rahmad dan Umi Aisyah, namun pandanganku justru bertumbuk pada pandangan sendu ustad Faiz.===================================================Setelah melihat hasil rekaman CCTV, akhirnya aku sudah memutuskan untuk memilih Vina, sebagai penanggung jawab di warung buburku nanti. Rencananya, aku akan menggunakan beberapa hari waktuku untuk memberikan sedikit pengarahan dan pembakalan untuk vina mengenai manajemen dan pengelolaan warung secara sederhana, karena jujur, aku tidak terlalu ingin membuat pusing Vina dengan melibatkannya lebih dalam.Namun, aku berusaha untuk terus membimbingnya, agar bisa menjalankan tanggung jawabnya dengan baik kedepannya. Selain mengangkat Vina sebagai penanggung jawab, aku juga merekrut dua orang pegawai baru, satu untuk pelayan dan satu lag

Latest chapter

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 106 | Terbongkar

    Mataku membulat sempurna kala melihat pesan yang lagi-lagi dikirimkan Niryala ke ponselku. Kali ini bukan hanya pesan singkat, tetapi juga sebuah foto yang memperlihatkan bagian atas dadanya dengan sebuah teks sebagai keterangannya.[Apakah ini mirip dengan miliknya Nirmala? Atau lebih besar?]============ Aku menahan nafas demi melihat foto yang Niryala kirimkan. Bagaimana bisa dia mengirimkan foto berisi aurat tubuhnya kepada orang lain yang bukan suaminya? Baru saja ingin mengapusnya, Niryala kembali mengirimiku pesan lagi. Kali ini berisi pesan suara yang membuat jiwa kelaki-lakianku bergejolak.‘Aku akan kirim bagian yang lainnya jika kamu mau,’ tuturnya dengan nada manja dan mendesah.Aku segera menutup ponselku, beranjak dari kasur dan membuka pintu kamar mandi. Beruntung pintunya tidak terkunci sehingga aku bisa langsung masuk tanpa mengetuknya. Kuhampiri Gianira yang sedang membasuh tubuhnya dengan sabun beraroma flower. Membuka seluruh pakaian yang kugunakan, segera kude

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 105 | Ancaman Dhanis

    Hingga kami selesai makan siang mas Riza masih belum juga kembali. Ke mana sebenarnya dia pergi? Tidak biasanya dia mengacuhkan ku, apalagi kami sedang ada masalah seperti ini. Kubantu Rima membereskan meja makan, kemudian menemani anak-anak membaca buku cerita yang bawa dari rumah. Aku tersenyum senang karena melihat Bumi yang semakin lancar membacanya. Untuk anak seusianya, pintar membaca dan suka membaca adalah anugerah tersendiri.Sebentar lagi dia akan masuk sekolah TK itulah mengapa Bumi semakin hari semakin giat belajarnya. Kehadiran kedua kakaknya juga sangat membantu Bumi dalam belajar, sehingga anak itu tidak harus belajar bersamaku saja.Sesekali aku menoleh pada ponsel yang kuletakan di atas nakas, berharap ada telpon ataupun sekedar chat singkat dari mas Riza yang hingga kini keberadaannya tidak kuketahui. Namun, nihil, tidak ada satupun pesannya singgah di ponselku.Jantungku mendadak berdegup cepat kala mendengar suara pintu depan dibuka. Berharap sekali jika mas Riza

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 104 | Mulai Nyaman

    Yuk boleh banget yuk kalau mau cubitin ginjalnya Riza yuk! Mumpung sudah buka puasa ✌️🤪=======[Aku sungguh merasa lega sekarang, akhirnya bertemu denganmu dan bisa mengatakan wasiat Nirmala kepadamu.Kamu tenang saja, rindumu kepada Nirmala akan terlampiaskan. Kami ini kembar identik, hampir seluruh bentuk tubuh kami sangat mirip, jadi, mungkin kau akan ‘menemukan’ Nirmala saat mengekplore diriku setelah pernikahan kita nanti, bye]==============Aku mengucap istighfar sebagai upaya untuk menetralkan isi kepalaku. Isi chat Niryala sungguh di luar batas logika. Bagaimana dia bisa menuliskan isi chat semacam itu terhadap pria yang baru saja ditemuinya?Namun, aku tidak dapat berbohong, jjka jiwa kelaki-lakianku bergejolak tatkala membacanya. Aku membayangkan kembali saat-saat aku memadu kasih bersama Nirmala, dirinya yang romantis dan seringkali meminta lebih dulu membuatku merasa dilayani dengan baik dan sempurna.Berbeda sekali dengan Gianira yang harus kupancing terlebih dahulu ba

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 103 | Kemarahan Ibu

    Tahan emosii yaa...! Bulan puasa! 😆======“Gia baik-baik aja kok, Bu. Gia hanya butuh waktu untuk sendiri, Gia titip anak-anak sebentar ya, Bu!” ucapku pelan, kemudian masuk kembali ke dalam kamar dan menguncinya.Kufikir Mas Riza akan menyusulku, tapi hingga tiga puluh menit lebih dirinya tidak kunjung tiba di rumah. Kemana dia? Apa masih bersama wanita tadi? Siapa sebenarnya wanita itu? Mengapa ibu juga seperti tidak mengenalnya?================== Kuputuskan untuk pergi meninggalkan Niryala, berlama-lama dengannya hanya akan menambah pusing kepalaku. Selain itu aku perlu menjelaskan permasalahan ini kepada ibu dan Gianira. Mereka berhak tau mengenai amanah yang Nirmala katakan kepada Niryala, kembarannya.Memasuki Villa, aku dibuat heran dengan kondisi ruang tamu yang sepi, ke mana mereka semua? Apa sedang berkumpul di kamar? Segera aku mengecek ke kamar anak-anak, benar, mereka sedang berkumpul di sana, tetapi tidak kutemukan Gianira diantara mereka.Ibu dan Rima menatapku deng

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 102 | Terluka

    Yok yok yang emosi yok lanjutin emosinya.. Ini sudah mendekati akhir Yaa cinta-cintanya akuuu ✌️🤪================ “Mas, sekarang aku sudah tidak memiliki kekasih ataupun suami, aku ingin melaksanakan pesannya Nirmala untuk menikahi suaminya. Apa kamu bersedia menikah denganku, Mas?” Membulat sempurna mataku tatkala mendengar Niryala mengatakan hal tergila yang pernah kudengar seumur hidupku. Apa dia sedang menawarkan diri untuk menjadi istriku? Tapi, aku sudah memiliki istri yang baru, Gianira. Bagaimana dengannya jika aku menikah dengan Niryala?============ Aku terdiam, masih mencerna semua pernyataan Niryala. Tidak menyangka setela tujuh tahun kepergiannya Nirmala kembali dengan pesan yang membuat dadaku sesak. Mengapa dia tidak pernah mengatakan jika memiliki seorang saudara kembar? Mengapa dia menyembunyikan rasa sakit di tubuhnya? Lalu mengapa dirinya bisa berpesan seperti itu kepada Niryala?Sepuluh menit sudah kami berdua saling terdiam, tidak ada sedikitpun perkataan yan

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 101 | Niryala

    “Permisi, ini Mas Riza, kan?” tawaku dan Rima terhenti saat seorang wanita datang menemui kami.Bagai melihat hantu di siang bolong, aku begitu terperangah demi melihat siapa wanita yang berdiri di hadapanku dan Rima saat ini. Ini tidak mungkin, tidak mungkin terjadi.“N-nir … ma-la?” ucapku pelan karena terkejutnya.=============== Berulang kali kucoba menggosok mataku, barangkali ada kotoran mata yang menghalangi pandanganku sehingga melantur. Tapi mengapa hasilnya tetap sama? Wanita yang sejak tadi kufikirkan kini berdiri menjulang di hadapanku. Nirmala, dia benar Nirmala, istriku. Astaga, bagaimana bisa?“Nirmala? K-kamu, Nirmala?” tanyaku terbata, beranjak dari posisiku agar bisa berdiri sejajar dengannya. Ya Tuhan, benar, wajah itu, wajah yang teramat kurindukan, wajah yang bertahun-tahun membuat tidurku tidak tenang, wajah yang membuat hari-hariku murung karena kehilangan senyumnya. Ini benar-benar Nirmalaku, astaga aku tidak sedang melindur dan bermimpi, dia Nirmala.Tanp

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 100 | Nirmala

    “Bagun, yuk! Sholat subuh dulu!” ucapku lagi masih mengusap-usap kepala mereka satu persatu.“Ibu, tadi malam ibu menangis, ya? Langit dengar suara tangisan ibu di kamar mandi, pas ibu sholat juga ibu menangis, ibu kenapa?” Degh, bagaimana bisa Langit mendengar suara tangisku? Padahal saat di kamar mandi aku sudah menyalakan keran air untuk menyamarkan suaraku.============= Aku masih diam tidak tau harus memberika jawaban apa untuk pertanyaan anakku Langit. Kufikir tidak ada yang mendengarku menangis tadi, karena sebisa mungkin kutahan tangisku agar tidak mengeluarkan suara yang jelas. Namun, ternyata Langitku mendengarnya, dia tau kalau aku menangis, tapi, mengapa dia tidak mendatangiku? “Ibu, ibu kok diam?” tanyanya lagi, mungkin masih penasaran karena aku tidak menjawab pertanyaanku.“Ibu tidak apa-apa, Sayang. Ibu tadi menangis bahagia karena kalian datang ke sini nyusulin ibu sama ayah,” sahutku sama seperti jawaban yang kuberikan pada ibu tadi. Lagipula ini tidak sepenuhnya d

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 99 | Cemburu

    Mendengar penjelasan Harsa rasanya sangat kecil kemungkinan Jazirah untuk dapat menerobos masuk ke dalam rumahku dan membuat keonaran. Semoga saja segala antisipasi yang sudah Harsa lakukan bisa mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Pantas saja sejak tadi aku tidak dapat memejamkan mata, rupa ada kabar yang tidak mengenakan yang kudengar dari Harsa malam ini.=============== Setelah berdiskusi seputar rencana selanjutnya, aku memutuskan untuk melanjutkan tujuan awalku ke dapur untuk mengambil air minum. Rasa haus bercampur rasa khawatir akan hal yang akan dilakukan Jazirah terhadap keluargaku seketika hilang saat kuteguk segelas air putih dingin yang kuambil dari kulkas.Setidaknya aku masih bisa cukup tenang karena penjagaan dari Harsa dan teman-temannya. Walaupun aku belum mengetahui apa motif yang membuat Jazirah kembali mengganggu hidup kami. Kufikir ucapan telak yang Gianira arahkan untuknya saat itu mampu membuatnya malu untuk mengganggu hidup kami, tapi nyatanya sifat Jazi

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 98 | Rekaman CCTV

    “Apa, lho Dhan, kamu datang-datang sudah membuat harapan palsu untuk anak-anak, kalau benar produksi langsung berhasil, kalau bibitnya gagal dulu gimana? Bisa kecewa cucu-cucu ibu, Dhan, Dhan,” ucap Ibu yang sontak membuatku dan Mas Riza membulatkan mata bersamaan.“Ha … ha … ha, kena kau, Za, Za! Sana ngebibit yang benar makanya biar enggak gagal!” tawa Mas Dhanis menguar, membuat yang lain pun ikut tertawa.=========== Pembahasan yang sudah tidak sehat ini membuatku menarik paksa Dhanis untuk keluar dari Villa menuju kolam renang, tidak bisa kubayangkan jika pembahasan ini terus menerus dilakukan di depan ketiga anak-anakku, bisa rusak otak mereka semua, sebagai ayah tentu aku tidak menginginkan hal tersebut.Aku ingin anakku tumbuh menjadi anak baik, sopan dan bertutur kata yang baik, cerdas bisa di asah, tapi masalah adab dan sopan santun itu harus ditanamkan sejak dini, jangan sampai rusak fitrah mereka karena teracuni obrolan kotor orang dewasa di sekitarnya.Aku memang belum

DMCA.com Protection Status