Share

Bab 65 | Penolakan

Penulis: Didi Mawadah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Berbeda dengan Mas Riza, Mas Dhanis justru menyetujui agar aku mengikuti permintaan mas Jazirah untuk bertemu, apalagi, lokasi pertemuan adalah area public, yang rasanya tidak mungkin mas Jazirah akan melakukan hal yang tidak-tidak.

“Mas, saya mohon, antarkan saya ke sana!” aku masi berusaha meyakinkan Mas Jazirah agar mau mengantarku ke sana.

“Gimana kalau ini tipuan aja, Gi?”

“Saya yakin bukan, Mas, tolong,”

“Baiklah, kita kesana bersama-sama, Harsa, kamu jaga rumah!” putusnya, membuatku tersenyum penuh syukur. Langit, ibu akan jemput kamu, Nak.

=====================================================

Menggunakan mobil milik Mas Riza, aku, Mas Riza dan Mas Dhanis bersama-sama menuju lokasi di mana mas Jazirah dan anakku, Langit menunggu. Sudah hampir dua jam kami berkendara, namun belum juga sampai, menurut keterangan Mas Dhanis, kami masih harus melewati jalan raya yang hanya muat dua buah mobil ini, sejauh satu kilo meter lagi. Aku tidak menyangka mas Jazirah bisa membawa Langit se
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 66 | Penyesalan Tiada Guna

    "Kamu sudah dengar, kan? Sudah, kami harus pulang malam ini, karena besok pagi Gianira harus datang ke persidangan kalian, saya harap kamu tidak mempersulitnya, ayo, Gi!!” putusku, kemudian mengajak Gianira segera bangkit dari kursinya.Dari ekor mataku, aku dapat melihat jika Jazirah masih terbengong dengan apa yang ku katakan barusan, liat aja, Bro, lu akan lebih terkejut saat nanti nerima undangan pernikahan gue sama mantan istri lu ini!!=====================================================Setelah Jazirah menyelesaikan administrasi perawatan Langit, aku, Gianira dan Dhanis segera membawanya pulang ke rumah ibuku, di sana semua sudah menunggu kehadiran kami. Perjalanan akan kami tempuh kurang lebih selama dua jam, mungkin paling lama kami akan tiba pukul sebelas malam.Aku lega akhirnya Jazirah mau menyerah untuk membujuk Gianira kembali rujuk dengannya, tidak bisa kubayangkan jika akhirnya Gianira menerima ajakan Jazirah agar mereka bersama-sama lagi, bisa layu sebelum berkembang

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 67 | Resmi Bercerai

    Manusia terbaik adalah dia yang selalu bersyukur, atas segala nikmat dan rejeki yang diberikan Allah kepadanya, meskipun hanya sedikit, juga manusia yang sabar, dalam mengadapi segala permasalahan hidup.Andai kedua hal tersebut ada pada diri seorang Jazirah, bersyukur memiliki istri dan anak yang seperti Gianira dan anak-anaknya, serta sabar dalam mengais rejeki yang belum banyak di dapatnya, tentu, saat ini mereka masih menjadi keluarga yang utuh.=================================POV GianiraAku sudah bersiap untuk berangkat ke persidangan, berharap mas Jazirah mau berbesar hati menerima keputusanku untuk berpisah darinya. Sejak kemarin di rumah sakit, hingga pagi tadi, dia masih saja membujukku, untuk memikirkan kembali keputusanku mengenai perceraian. Dirinya menginginkan agar aku mau kembali kepadanya.Mungkin jika dirinya tidak melakukan hal tercela tersebut, aku masih bisa memikirkannya kembali untuk bersama, namun, yang dia lakukan sungguh fatal, aku sangat tidak menyukai

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 68 | Belum Selesai

    “Saya sudah lama memaafkan kyai Rahmad, jauh sebelum kyai dan keluarga ke sini,” lanjutnya lagi, membuat semua yang mendengar mengucapkan hamdallah bersamaan.“Terima kasih, Nak, benar kata Faiz, hatimu baik sekali, maaf saya sempat meragukannya kala itu,”“Iya, Kyai, tidak apa-apa,”“Gi, maaf jika saya lancang bertanya, apa benar kamu sudah resmi bercerai dari suamimu, Jazirah?” pertanyaan dari Faiz sontak membuat Riza, Gianira maupun Rosmalia terkejut.=====================================================Gianira mengangkat wajahnya, menatap tepat ke netra Faiz, membuat pria tersebut salah tingkah, tidak menyangka akan mendapat tatapan dari Gianira. Hatinya berbunga, ketika secara tidak langsung abah dan uminya memberikan restu untuknya, jika ingin menikahi wanita yang sudah lama diinginkannya. “A-abah dan umi saya sudah setuju jika saya melamar kamu saat masa iddah selesai nanti, Gi, i-itupun jika kamu berkenan menerimanya,” sambung Faiz lagi, karena Gianira tidak kunjung menjawa

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 69 | Hidup Baru

    Di sinilah aku sekarang, setelah satu tahun resmi bercerai dari mas Jazirah, aku masih konsisten dengan keputusanku untuk tidak menikah lagi. Aku memutuskan untuk fokus pada anak—anak dan juga usahaku. Walau sudah memiliki warung sendiri, bu Rosmalia melarangku untuk pindah dari rumahnya, menurut beliau, hitung-hitung ada yang menjaga rumahnya agar tetap bersih dan terawat.Ya, setelah kelulusan Rima enam bulan lalu, bu Rosmalia dan Tiara memutuskan untuk ikut Rima dan mas Riza pindah ke Jakarta, karena mas Riza membuka kantor Firma mandirinya di sana. Sedangkan aku, memilih untuk tetap tinggal di sini, di rumah yang sudah banyak memberikanku kenangan sebagai tempat berteduh.Jangan tanya bagaimana hubunganku dengan dua bersahabat itu, karena setelah masa iddaku selesai, mas Riza mengajakku makan malam di luar, tentu aku menolaknya, karena aku tidak ingin menjadi fitnah dan digunjingkan oleh warga, karena pergi hanya berdua dengan pria yang bukan mahramku di malam hari pula.Namun, en

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 70 | Keluarga Jazirah Berulah

    Aku sangat menikmati di mana moment Mas Dhanis salah tingkah seperti ini, karena biasanya dia yang selalu membuatku mati kutu di hadapannya. Pernah suatu kali dia membawa papa dan mamanya makan bubur di sini, kemudian dengan gayanya yang pecicilan, dia memujiku secara berlebihan di hadapan kedua orangtuanya, membuatku tidak bisa berkutik dan menahan malu.“Kenapa kamu ngeliatin saya sambil senyum-senyum? Ganteng, ya?” nah kan, baru ku bilang, sudah mulai pecicilan dia.===================================================“GR mu kapan sembuhnya, Mas? Masih aja, sudah mau nikah besok pun masih ganjen aja! Saya laporin ke mbak Tiara tau rasa biarin!” kataku mengancam, ya, Mas Dhanis akhirnya bisa menerima keputusanku untuk tidak bisa menerima lamarannya, karena bagaimanapun, ada hati Rima yang mesti kujaga, lagipula, aku merasa lebih nyaman jika hanya berteman dengan Mas Dhanis, level kami terlalu jauh, walaupun keluarga Mas Dhanis seakan tidak keberatan, aku hanya tidak ingin terlalu lu

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 71 | Menebar Fitnah

    Sebelum ini, mereka juga sempat menaruh belatung ke dandang bubur jualanku, sehingga banyak pembeli yang complain dan enggak balik lagi untuk membeli. Kufikir setelah aku memaafkan dengan bersyarat tidak diulangi lagi saat itu, mereka sudah kapok, ternyata kini mereka berani berulah lagi.Kali ini aku tidak akan diam lagi, ibu mana yang mau dipisahkan dari anak kandungnya, padahal secara resmi pengadilan sudah memberikan hak asuh anak-anak kepadaku. Aku harus membahas hal serius ini kepada mas Jazirah, agar dia bisa mengurus keluarganya agar tidak selalu menggangguku dan anak-anak.===================================================Mas Jazirah mengangkat telponku, kali ini aku mendengar ada yang berbeda dari nada bicaranya yang pertama, seperti orang yang kelelahan, entahlah, atau hanya perasaanku saja, yang jelas aku sudah menginterogasinya dengan pertanyaan-pertanyaan seputar yang Langit adukan kepadaku. Aku sungguh tidak keberatan jika pada akhirnya mas Jazi menikah lagi, namun ya

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 72 | Meminta Kesempatan

    “Ini bude uangnya,” kataku seraya menyerahkan uang kertas berwarna merah satu lembar.”“Eh, Gi, kata mantan mertuamu, emang kamu ngerebut semua harta yang Jazirah punya ya? Makanya kamu bisa bikin warung bubur besar begitu?” tanya Bude Rum, seraya memberikan uang kembalian kepadaku. Berita apa lagi ini?===================================================“Bu Sunarni bilang begitu, Bude?” tanyaku memastikan.“Iya, dia sendiri yang bilang begitu di depan para ibu-ibu pas lagi pada belanja di sini,” Astaghfirullah, ibunya mas Jazirah benar-benar keterlaluan, sepertinya mereka tidak ada kapoknya dalam mengusik hidupku. Seenaknya menyebar fitnah.“Gini ya, Bude. Bude sendiri kan tau, waktu saya masih jadi istri mas Jazirah, hidup kami itu pas-pasan. Saya sampai sering ngutang bahan makanan di warung Bude itu karena apa? Karena uang yang mantan suami saya berikan tidak cukup jika harus melebihi batas kepulanganya, jadi sehari saja dia telat pulang, maka bisa dipastikan saya dan anak-anak ak

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 73 | Diterima

    “Kesempatan apa?” “Kesempatan untuk mencoba membuka hati saya, untuk menerima mas Riza terlibat dalam setiap keputusan yang saya ambil, kesempatan untuk menjadikan mas Riza sebagai tempat saya berdiskusi mengenai kehidupan saya ke depannya,” ucapku tidak yakin, jujur saja, aku tidak paham mengapa lidahku yang biasanya kelu bila berbicara dengannya, kini menjadi selancar ini.===================================================POV RizaTubuhku menegang kala mendengar kalimat yang baru saja keluar dari mulut Gianira, sungguh, aku masih tidak percaya dengan yang kudengar barusan. Dia mengatakan ingin diberikan kesempatan untuk membagikan kisahnya kepadaku. Ini luarbiasa, Gianira si wanita sholehah yang pemalu itu akhirnya mengatakannya.Aku menoleh kepadanya, melihatnya masih menunduk melihat lantai, ah, terlalu banyak harap kau, Za! Kau fikir dia akan memandangmu penuh cinta dan harap? Mimpi! “Bisa kamu ulangi sekali lagi, saya tidak jelas mendengarnya,” kataku akhirnya, mencoba untuk

Bab terbaru

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 106 | Terbongkar

    Mataku membulat sempurna kala melihat pesan yang lagi-lagi dikirimkan Niryala ke ponselku. Kali ini bukan hanya pesan singkat, tetapi juga sebuah foto yang memperlihatkan bagian atas dadanya dengan sebuah teks sebagai keterangannya.[Apakah ini mirip dengan miliknya Nirmala? Atau lebih besar?]============ Aku menahan nafas demi melihat foto yang Niryala kirimkan. Bagaimana bisa dia mengirimkan foto berisi aurat tubuhnya kepada orang lain yang bukan suaminya? Baru saja ingin mengapusnya, Niryala kembali mengirimiku pesan lagi. Kali ini berisi pesan suara yang membuat jiwa kelaki-lakianku bergejolak.‘Aku akan kirim bagian yang lainnya jika kamu mau,’ tuturnya dengan nada manja dan mendesah.Aku segera menutup ponselku, beranjak dari kasur dan membuka pintu kamar mandi. Beruntung pintunya tidak terkunci sehingga aku bisa langsung masuk tanpa mengetuknya. Kuhampiri Gianira yang sedang membasuh tubuhnya dengan sabun beraroma flower. Membuka seluruh pakaian yang kugunakan, segera kude

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 105 | Ancaman Dhanis

    Hingga kami selesai makan siang mas Riza masih belum juga kembali. Ke mana sebenarnya dia pergi? Tidak biasanya dia mengacuhkan ku, apalagi kami sedang ada masalah seperti ini. Kubantu Rima membereskan meja makan, kemudian menemani anak-anak membaca buku cerita yang bawa dari rumah. Aku tersenyum senang karena melihat Bumi yang semakin lancar membacanya. Untuk anak seusianya, pintar membaca dan suka membaca adalah anugerah tersendiri.Sebentar lagi dia akan masuk sekolah TK itulah mengapa Bumi semakin hari semakin giat belajarnya. Kehadiran kedua kakaknya juga sangat membantu Bumi dalam belajar, sehingga anak itu tidak harus belajar bersamaku saja.Sesekali aku menoleh pada ponsel yang kuletakan di atas nakas, berharap ada telpon ataupun sekedar chat singkat dari mas Riza yang hingga kini keberadaannya tidak kuketahui. Namun, nihil, tidak ada satupun pesannya singgah di ponselku.Jantungku mendadak berdegup cepat kala mendengar suara pintu depan dibuka. Berharap sekali jika mas Riza

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 104 | Mulai Nyaman

    Yuk boleh banget yuk kalau mau cubitin ginjalnya Riza yuk! Mumpung sudah buka puasa ✌️🤪=======[Aku sungguh merasa lega sekarang, akhirnya bertemu denganmu dan bisa mengatakan wasiat Nirmala kepadamu.Kamu tenang saja, rindumu kepada Nirmala akan terlampiaskan. Kami ini kembar identik, hampir seluruh bentuk tubuh kami sangat mirip, jadi, mungkin kau akan ‘menemukan’ Nirmala saat mengekplore diriku setelah pernikahan kita nanti, bye]==============Aku mengucap istighfar sebagai upaya untuk menetralkan isi kepalaku. Isi chat Niryala sungguh di luar batas logika. Bagaimana dia bisa menuliskan isi chat semacam itu terhadap pria yang baru saja ditemuinya?Namun, aku tidak dapat berbohong, jjka jiwa kelaki-lakianku bergejolak tatkala membacanya. Aku membayangkan kembali saat-saat aku memadu kasih bersama Nirmala, dirinya yang romantis dan seringkali meminta lebih dulu membuatku merasa dilayani dengan baik dan sempurna.Berbeda sekali dengan Gianira yang harus kupancing terlebih dahulu ba

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 103 | Kemarahan Ibu

    Tahan emosii yaa...! Bulan puasa! 😆======“Gia baik-baik aja kok, Bu. Gia hanya butuh waktu untuk sendiri, Gia titip anak-anak sebentar ya, Bu!” ucapku pelan, kemudian masuk kembali ke dalam kamar dan menguncinya.Kufikir Mas Riza akan menyusulku, tapi hingga tiga puluh menit lebih dirinya tidak kunjung tiba di rumah. Kemana dia? Apa masih bersama wanita tadi? Siapa sebenarnya wanita itu? Mengapa ibu juga seperti tidak mengenalnya?================== Kuputuskan untuk pergi meninggalkan Niryala, berlama-lama dengannya hanya akan menambah pusing kepalaku. Selain itu aku perlu menjelaskan permasalahan ini kepada ibu dan Gianira. Mereka berhak tau mengenai amanah yang Nirmala katakan kepada Niryala, kembarannya.Memasuki Villa, aku dibuat heran dengan kondisi ruang tamu yang sepi, ke mana mereka semua? Apa sedang berkumpul di kamar? Segera aku mengecek ke kamar anak-anak, benar, mereka sedang berkumpul di sana, tetapi tidak kutemukan Gianira diantara mereka.Ibu dan Rima menatapku deng

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 102 | Terluka

    Yok yok yang emosi yok lanjutin emosinya.. Ini sudah mendekati akhir Yaa cinta-cintanya akuuu ✌️🤪================ “Mas, sekarang aku sudah tidak memiliki kekasih ataupun suami, aku ingin melaksanakan pesannya Nirmala untuk menikahi suaminya. Apa kamu bersedia menikah denganku, Mas?” Membulat sempurna mataku tatkala mendengar Niryala mengatakan hal tergila yang pernah kudengar seumur hidupku. Apa dia sedang menawarkan diri untuk menjadi istriku? Tapi, aku sudah memiliki istri yang baru, Gianira. Bagaimana dengannya jika aku menikah dengan Niryala?============ Aku terdiam, masih mencerna semua pernyataan Niryala. Tidak menyangka setela tujuh tahun kepergiannya Nirmala kembali dengan pesan yang membuat dadaku sesak. Mengapa dia tidak pernah mengatakan jika memiliki seorang saudara kembar? Mengapa dia menyembunyikan rasa sakit di tubuhnya? Lalu mengapa dirinya bisa berpesan seperti itu kepada Niryala?Sepuluh menit sudah kami berdua saling terdiam, tidak ada sedikitpun perkataan yan

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 101 | Niryala

    “Permisi, ini Mas Riza, kan?” tawaku dan Rima terhenti saat seorang wanita datang menemui kami.Bagai melihat hantu di siang bolong, aku begitu terperangah demi melihat siapa wanita yang berdiri di hadapanku dan Rima saat ini. Ini tidak mungkin, tidak mungkin terjadi.“N-nir … ma-la?” ucapku pelan karena terkejutnya.=============== Berulang kali kucoba menggosok mataku, barangkali ada kotoran mata yang menghalangi pandanganku sehingga melantur. Tapi mengapa hasilnya tetap sama? Wanita yang sejak tadi kufikirkan kini berdiri menjulang di hadapanku. Nirmala, dia benar Nirmala, istriku. Astaga, bagaimana bisa?“Nirmala? K-kamu, Nirmala?” tanyaku terbata, beranjak dari posisiku agar bisa berdiri sejajar dengannya. Ya Tuhan, benar, wajah itu, wajah yang teramat kurindukan, wajah yang bertahun-tahun membuat tidurku tidak tenang, wajah yang membuat hari-hariku murung karena kehilangan senyumnya. Ini benar-benar Nirmalaku, astaga aku tidak sedang melindur dan bermimpi, dia Nirmala.Tanp

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 100 | Nirmala

    “Bagun, yuk! Sholat subuh dulu!” ucapku lagi masih mengusap-usap kepala mereka satu persatu.“Ibu, tadi malam ibu menangis, ya? Langit dengar suara tangisan ibu di kamar mandi, pas ibu sholat juga ibu menangis, ibu kenapa?” Degh, bagaimana bisa Langit mendengar suara tangisku? Padahal saat di kamar mandi aku sudah menyalakan keran air untuk menyamarkan suaraku.============= Aku masih diam tidak tau harus memberika jawaban apa untuk pertanyaan anakku Langit. Kufikir tidak ada yang mendengarku menangis tadi, karena sebisa mungkin kutahan tangisku agar tidak mengeluarkan suara yang jelas. Namun, ternyata Langitku mendengarnya, dia tau kalau aku menangis, tapi, mengapa dia tidak mendatangiku? “Ibu, ibu kok diam?” tanyanya lagi, mungkin masih penasaran karena aku tidak menjawab pertanyaanku.“Ibu tidak apa-apa, Sayang. Ibu tadi menangis bahagia karena kalian datang ke sini nyusulin ibu sama ayah,” sahutku sama seperti jawaban yang kuberikan pada ibu tadi. Lagipula ini tidak sepenuhnya d

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 99 | Cemburu

    Mendengar penjelasan Harsa rasanya sangat kecil kemungkinan Jazirah untuk dapat menerobos masuk ke dalam rumahku dan membuat keonaran. Semoga saja segala antisipasi yang sudah Harsa lakukan bisa mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Pantas saja sejak tadi aku tidak dapat memejamkan mata, rupa ada kabar yang tidak mengenakan yang kudengar dari Harsa malam ini.=============== Setelah berdiskusi seputar rencana selanjutnya, aku memutuskan untuk melanjutkan tujuan awalku ke dapur untuk mengambil air minum. Rasa haus bercampur rasa khawatir akan hal yang akan dilakukan Jazirah terhadap keluargaku seketika hilang saat kuteguk segelas air putih dingin yang kuambil dari kulkas.Setidaknya aku masih bisa cukup tenang karena penjagaan dari Harsa dan teman-temannya. Walaupun aku belum mengetahui apa motif yang membuat Jazirah kembali mengganggu hidup kami. Kufikir ucapan telak yang Gianira arahkan untuknya saat itu mampu membuatnya malu untuk mengganggu hidup kami, tapi nyatanya sifat Jazi

  • Kami Bisa Tanpamu Mas   Bab 98 | Rekaman CCTV

    “Apa, lho Dhan, kamu datang-datang sudah membuat harapan palsu untuk anak-anak, kalau benar produksi langsung berhasil, kalau bibitnya gagal dulu gimana? Bisa kecewa cucu-cucu ibu, Dhan, Dhan,” ucap Ibu yang sontak membuatku dan Mas Riza membulatkan mata bersamaan.“Ha … ha … ha, kena kau, Za, Za! Sana ngebibit yang benar makanya biar enggak gagal!” tawa Mas Dhanis menguar, membuat yang lain pun ikut tertawa.=========== Pembahasan yang sudah tidak sehat ini membuatku menarik paksa Dhanis untuk keluar dari Villa menuju kolam renang, tidak bisa kubayangkan jika pembahasan ini terus menerus dilakukan di depan ketiga anak-anakku, bisa rusak otak mereka semua, sebagai ayah tentu aku tidak menginginkan hal tersebut.Aku ingin anakku tumbuh menjadi anak baik, sopan dan bertutur kata yang baik, cerdas bisa di asah, tapi masalah adab dan sopan santun itu harus ditanamkan sejak dini, jangan sampai rusak fitrah mereka karena teracuni obrolan kotor orang dewasa di sekitarnya.Aku memang belum

DMCA.com Protection Status