“Gi, minumnya mana?” ucap Riza lagi, membuat lagi-lagi Gianira menghentikan langkahnya.Sambil menarik nafas dan membuangnya dengan perlahan, Gianira kembali masuk dapur dan menyiapkan minuman untuk Riza. “Gi, temenin makan dong!” sekuat tenaga Riza menahan malu saat mengatakan hal tersebut, membuat Gianira melongo dibuatnya.=====================================================Aku tercenung mendengar ucapan konyol yang Mas Riza ucapkan, setelah dia menyakitiku dengan ucapan kasarnya, kini dengan seenaknya dia memintaku untuk menemaninya makan mie instan, malam-malam pula. Aku memilih untuk tidak menanggapi permintaan Mas Riza dan beranjak untuk pergi meninggalkannya sendiri, namun lagi-lagi suara bariton miliknya menginterupsi langkahku.“Gi, kamu enggak mau nemenin saya?” astaga, orang ini habis nelan apa sih? Kok otaknya jadi geser gini.“Saya harus tidur, Mas, besok saya harus bangun dini hari untuk memasak bubur buat jualan,” tolakku tegas, berharap dia bisa melepaskanku untu
Ya Robb, berikan kesehatan kepada bu Rosmalia beserta keluarganya, jauhkan mereka dari marabahaya, lancarkan segala hajat mereka jika itu dalam kebaikan. Lembutkanlah hati mas Riza agar mau menerima kehadiran Tiara, mau menyayangi anaknya sendiri, ya Robb.” Lirih aku mendengar suara Gianira memanjatkan doa-doanya, membuat hatiku tersentuh, karena dirinya mau repot-repot mendoakan keluargaku.Lagi-lagi benar yang Rima katakan, semua yang Gianira lakukan terhadap keluargaku adalah sebuah ketulusan dari hatinya. Sekali lagi, aku yakin jika Jazirah akan amat sangat menyesal telah melepaskan wanita terbaik dalam hidupnya.=====================================================POV GianiraAku terkejut saat masuk ke dalam dapur, karena melihat Mas Riza sedang duduk di kursi makan seraya memainkan gawainya. Segera ku hampiri dirinya dan bertanya apa ada keperluan yang dia butuhkan, bukankah tadi dia bilang akan melanjutkan tidurnya? Tapi kenapa sekarang balik lagi ke dapur? Aneh benar putra su
“Bener, Bro, masa gue salah. Eh buy the way, lu semalam tidur di mana? Kok pas gue kebangun lu enggak ada di kamar?” pertanyaan Mas Dhanis sontak membuat Mas Riza tersedak liurnya sendiri.“Iya, ibu juga semalam tidur di mana? Langit cari di kamar kok enggak ada?” astaga, kali ini aku yang tersedak karena pertanyaan Langit.Semua mata mengarah kepadaku dan Mas Riza bersamaan, membuatku juga Mas Riza seperti merasa sedang di hakimi.=====================================================Pov RizaAstaga apa yang harus aku katakan pada mereka? Masa iya mesti jawab kalau kami tidur bareng di meja dapur, enggak keren banget sih. Aku memandang Gia untuk meminta bantuan, namun sepertinya dia merasakan seperti apa yang kini tengah kurasakan, karena pandangan Gia terlihat gugup dan gesture nya seperti seseorang yang salah tingkah.Ibu memandangku dan Gia secara bergantian, seolah meminta penjelasan atas pertanyaan yang diajukan si kecut Dhanis dan si anak pintar, Langit. Aku berusaha bersikap t
“Kamu lupa sudah nampar saya?”“Gimana?”“Kan kamu kemarin siang nampar saya pakai lidah,” ucapnya dengan senyuman geli, membuatku salah tingkah karena ucapannya.“Hayoo apa nih yang pakai lidah – lidah segala, bisikin dong!!” suara Rima yang tiba-tiba membuat aku dan Mas Riza terlonjak kaget bersamaan.=====================================================POV RizaHuasem kecut, punya adik cuma satu saja meresahkan sekali. Hatiku dongkol setengah mati saat lagi-lagi Rima mengganggu ku ketika bersama dengan Gianira. Padahal aku selalu berbuat baik kepadanya, memberikan semua yang dia butuhkan tanpa ada penolakan, namun sikap resenya kepadaku seolah tidak pernah hilang, malah semakin parah, membuatku merasa terdzolimi.Kalau saja ayah tidak menitipkan pesan kepadaku untuk selalu menjaga dan melindungi anak itu, pastilah aku akan melawan tiap kali dia menjahiliku. Ayah sangat menyayangi Rima, bukan berarti ayah tidak menyayangiku, hanya saja ayah lebih protektif jika itu berhubungan deng
“Ta-tapi, ke-kenapa?” ucapnya lirih saat sudah bisa menguasai rasa terkejutnya.“Seperti yang kamu bilang, Gianira memiliki kepribadian yang baik, dia cantik, bertutur kata lembut, sayang sama anak-anak, dia rela dimaki Riza hanya untuk memperjuangkan kebahagian Tiara yang bahkan bukan anak kandungnya, itu membuat hati Mas tersentuh, sepertinya Mas cinta Gia beneran dan Mas akan berjuang untuk mendapatkannya juga,”“Mas …”“Maafin mas, Rim,”=====================================================Butuh waktu beberapa saat untuk Rima akhirnya menyadari jika yang dikatakan Dhanis barusan adalah sebuah kenyataan yang harus diterimanya. Rencana yang dia susun akhirnya tidak sepenuhnya berhasil, karena kini, walaupun dia sudah mengetahui jika kakaknya menyukai Gianira, namun dia juga tidak bisa menutup mata, jika Adhanis bukanlah lawan yang bisa dianggap remeh.Segala yang Adhanis miliki, mulai dari karier, jabatan di kampus maupun di perusahaan jasa advokatnya, wajah dan postur tubuh yang s
Dadanya berdegup dengan kencang, nafasnyapun memburu cepat, saat melihat Gianira dan sahabatnya berbincang dengan saling melempar senyum. Riza memandang penuh marah, entah kepada siapa, karena dirinya pun sadar jika Gianira bukanlah miliknya, tidak seharusnya dia merasakan hal seperti itu, namun hatinya tidak bisa berbohong, dia tidak menyukai pemandangan saat Gia dan Dhanis berbincang santai.Riza merasa cemburu, karena selama ngobrol dengannya, Gia tidak pernah sekalipun menampakan ekspresi santai seperti saat dia berbicara dengan sahabatnya.=====================================================Gianira tampak kewalahan menghadapi banyaknya pembeli, sungguh, dirinya tidak menyangka jika usaha bubur yang baru digelutinya selama dua hari ini menarik antusiasme warga desa dengan cukup tinggi. Suara denting karena terpantulnya sendok dengan mangkuk dari pembeli yang memakan bubur ditempatnya, membuat senyum Gianira tidak berhenti berkembang, walaupun lelah, namun kalimat syukur senan
“Nanti sore bikinin saya kopi susu, ya! Saya mau minum kopi susu sambil nikmatin ombak,”“Kok kopi susu, bukannya enakan minum air kelapa muda kalau di pantai gini?”“Boleh aja, sih, tapi kamu temenin, yah!”“Emooohh!!”“Ha ha ha,”=====================================================Gianira keluar cottage untuk memanggil Rosmalia dan anak-anak serta cucunya, untuk segera makan siang karena makanan sudah tersedia di atas meja makan. Lagi-lagi senyum Gianira berkembang lebar, dadanya sesak penuh haru saat melihat kebahagiaan yang tengah anak-anaknya rasakan.Pasalnya ini adalah pertama kalinya Langit dan Bumi pergi berlibur, bukan hanya ke pantai, namun juga untuk berlibur, karena selama ini uang yang ayahnya berikan kepada Gianira hanya cukup untuk makan dan membayar kontrakan saja, sehingga jangankan liburan jauh, bahkan untuk sekedar ke pasar malampun mereka belum pernah.Kini, saat melihat kedua putranya berlari berkerjaran dengan gembira bersama Riza dan Rima, membuatnya bersyuku
“Berarti kalau proses cerainya sudah selesai mau dong suka-sukaan? Maunya sama mas Dhanis apa mas Riza?”“Ah mbak Rima ngaco aja, siapa juga yang mau sama janda miskin kayak saya, Mbak, punya anak dua lagi,” sahutku mencoba untuk menghentikan pembicaraan yang kurang nyaman ini.“Kalau saya mau gimana, Gi?” tiba-tiba sebuah suara terdengar yakin hingga membuatku terkejut.=====================================================Aku dan Rima terkejut saat mendengar suara, yang mengatakan jika dirinya bersedia untuk menikahiku, setelah proses cerai dan masa iddahku selesai. Sebuah suara baritone yang beberapa hari ini cukup akrab di telingaku. Seorang pria yang ku ketahui selain sebagai seorang pengacara, juga berprofesi sebagai seorang dosen di kampus tempat Rima mengajar.Mas Adhanis, pria yang baru tiga hari ini hadir dalam kehidupanku, karena dia yang akan menggantikan mas Riza dalam membantu mendampingiku selama proses perceraian. Pria cerdas, humoris nan santun namun bergaya seperti