“Eciiieee … Kompak bener ini jawabnya, ehem ehem,” Mbak Rima masih saja meledek, membuat anak-anak ikutan tertawa.“Sudahlah, nih kamu obati sendiri lukanya, saya mau makan laper!!” Ucap Mas Riza ketus, seraya melemparkan krim gel obat bakar, dan beranjak menuju dapur.“Ha … ha … ha, ada yang salting nih yee!!” teriak Mbak Rima masih terus tertawa, membuatku jadi tidak enak hati dengan Mas Riza.=====================================================Setelah dirasa sudah membaik aku menyusul Mbak Rima yang sudah lebih dulu ke dapur untuk melanjutkan menyiapkan sarapan pagi. Saat aku tiba di dapur tanpa sengaja pandanganku dan Mas Riza bertemu, dia lebih dulu memutus pandangan kami, mungkin masih kesal karena kopinya tumpah tadi.Aku membantu Mbak Rima memarut keju balok dan menaruhnya di atas bubur jagung buatanku tadi, setelah siap langsung ku hidangkan di atas meja makan, semua sudah berkumpul di sana kecuali Langit dan Bumi, mereka sudah sarapan tadi di rumah, jadi ku minta mereka me
Saat baru saja keluar dari desa, tiba-tiba mobil yang dikendarai Mas Riza berhenti mendadak, membuat tubuh kami semua lumayan terpental ke depan, beruntung tidak sampai celaka yang parah.Begitu memastikan jika keadaan kami baik-baik saja, Mas Riza memutuskan untuk keluar dari mobil dan melihat apa yang terjadi. Aku ikut membuka kaca jendela, dari arahku duduk dapat kulihat jika terjadi keributan di depan sana, dan alangkah terkejutnya saat samar-samar aku melihat jika penyebab keributan itu adalah kedua orang yang sangat ku kenal, bagaimana bisa? Ada apa sebenarnya dengan mereka?”=====================================================Aku melihat Mas Jazirah melayangkan bogem mentah ke wajah dan tubuh ustad Faiz bertubi-tubi, membuat guru ngaji anak-anakku itu kepayahan, banyak orang-orang mengerubungi mereka untuk melerai, namun seperti orang kesetanan Mas Jazirah terus saja memukul ustad Faiz yang bahkan tidak bisa melawan karena kondisinya yang sudah memprihatinkan.Aku melihat Mas
“Kata dokter kondisi ustad Faiz cukup serius, menurut diagnosa dokter, pemukulan yang dialami ustad menyebabkan livernya pecah hingga harus menjalani operasi besar, selain itu hidungnya patah, ya mungkin nanti agak bengkok, huft!” tutur Mas Riza menjelaskan kondisi ustad Faiz, membuatku beristigfar berkali-kali saking ngerinya.“Saya sudah hubungi keluarganya, mungkin sebentar lagi akan datang,” sambungnya lagi.Belum sempat aku membalas ucapan Mas Riza, dari arah belakang kami terdengar suara langkah dan teriakan. Membuatku, MaS Riza dan anak-anak spontan mengarahkan pandangan ke sumber suara.“Sudah saya bilang jangan dekat-dekat dengan anak saya! Tidak paham juga kamu??” aku kaget saat sebuah tamparan mendarat ke pipiku. Tes. Air mataku keluar tanpa dikomandoi.=====================================================“Ibuuu….” Teriak Langit dan Bumi bersamaan, berambur menghampiriku.“Abah! Astaghfirullah!!” suara Umi Aisyah melengking seraya menarik tubuh suaminya.“Jangan main keker
“Gi, nanti di rumah tidak usah cerita kalau bapaknya Faiz mukul kamu ke ibu, ya! Khawatir nanti ibu kepikiran. Anak-anak juga sudah saya briefing untuk menjaga rahasia ini, semoga saja mereka tidak keceplosan,” tuturnya disela-sela perjalanan kami.“Baik, Mas,” sahutku cepat. Setelah itu tidak ada percakapan apapun lagi.Tiba di depan rumah, kami dikejutkan dengan kehadiran Mas Jazirah yang berteriak-teriak di depan rumah, membuat orang-orang berkumpul di depan rumah bu Rosmalia. Mas Riza segera turun dari mobil dan terlihat berdebat dengan Mas Jazirah.Mau apalagi orang tidak tau malu itu?=====================================================Aku memutuskan mengajak anak-anak untuk turun dari mobil, kemudian menyuruh mereka langsung masuk ke dalam rumah dan menutup pintu, sementara aku menghapiri Mas Jazirah yang masih berdebat dengan Mas Riza, membuat kerumunan orang semakin ramai menyaksikannya.“Nah ini, kalian lihat sendirikan? Si duda ini jalan sama istri saya, dasar pebinor! Be
“Tapi, Kyai, ada berita buruk yang harus saya sampaikan ….” Ucap Maidani ragu-ragu.“Apa itu, Dan?”“Tadi saat saya di kantor polisi untuk membuat laporan penangkapan Jazirah, polisi tersebut mengatakan, jika tadi ada seorang wanita bernama Gianira dan pengacaranya, melaporkan Kyai atas kasus kekerasan,” tutur Maidani pelan.=====================================================Seperti sudah mengetahui hal tersebut, kyai Rahmad mencoba bersikap tenang, dia harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Berbeda dengan sang istri, umi Aisyah, walaupun dia sudah mengetahui jika suaminya melakukan kesalahan dengan bertindak gegabah memukul wanita yang dicintai anaknya, tetap saja hatinya tidak menerima jika suaminya harus ditangkap polisi.Tangis umi Aisyah pecah, dirinya berhambur memeluk tubuh suaminya yang terlihat berulang kali menarik nafas, dengan lengannya, kyai Rahmad membelai lembut punggung umi Aisyah, memberikan ketenangan bahwa dirinya baik-baik saja. Dia tidak ingin istrinya geli
“Saudara Jazirah, saya nikahkan dan kawinkan engkau, dengan putri kandung saya, Nur Jamilah binti Suratmaya, dengan mas kawin perhiasan seberat lima belas gram dan seperangkat alat sholat, dibayar tunai,” mantap Pak Camat berucap, sambil menggenggam tangan calon menantunya itu.“Saya …,” “Saudara Jazirah! Anda kami tahan atas kasus penganiayaan, sekarang anda harus ikut kami ke kantor polisi,” Tegas polisi memotong kalimat ijab yang belum selesai Jazirah ucapkan.=====================================================“Ada apa ini, Pak?” tanya Pak Camat panik. Wajah Jazirah terlihat gusar, tidak menyangka dirinya akan ditangkap justru di saat detik-detik dia berhasil memiliki anak perempuan orang terpandang di desanya.“Saudara Jazirah terbukti menganiaya saudara Faiz hingga terluka parah dan kritis di rumah sakit, Pak, maaf kami harus membawanya ke kantor polisi sekarang, ini surat penangkapannya.” Polisi memberikan surat penangkapan kepada Pak Camat.Seksama calon ayah mertua Jazir
“Saya akan memikirkannya dahulu, Pak, maaf saya permisi, sudah kesiangan, belum bikin sarapan untuk keluarga bu Rosmalia,” sopan Gianira ijin pamit, yang otomatis memutus pembicaraan di antara mereka.Mantri Firman hanya bisa melenguh pelan, dia merasa usahanya sia-sia, menurutnya sangat wajar yang dilakukan Gianira, siapa yang tidak marah ketika mendapat perlakuan tidak pantas dari orang lain, terlebih dari orang yang memiliki pemahaman ilmu agama yang baik seperti kyai Rahmad.Sementara itu, Gianira melanjutkan perjalanannya menuju rumah bu Rosmalia, fikirannya gundah memikirkan ucapan Matri Firman tadi, hingga tanpa dia sadari jika dari arah depan sebuah sepeda motor berjalan ngebut ke arahnya, dan dengan sengaja ingin mencelakakan dirinya.=====================================================“Ibuuu…!!” teriak Langit saat dirinya menyadari ada motor yang mengarah ke mereka.Gianira yang mendengar teriakan putranya, seakan tersadar dari lamunan, reflek ibu dua anak itu segera melom
Suasana terasa sangat hangat, penuh kebahagiaan, aku melihat senyum-senyum mengembang di wajah semua orang di ruangan ini, membuat keyakinan besar di hatiku, jika segala kepedihan yang kami alami kemarin-kemarin, akan segera berganti dengan kebahagiaan. Sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Insyirah ayat enam yang berbunyi “Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan”Aku yakin, kepahitan yang selama ini ku rasakan, hanyalah setitik ujian dari-Nya agar aku menjadi pribadi yang kuat dan sabar, sehingga kelak ketika Dia memberikan kebahagian kepadaku, aku bisa menikmatinya dengan penuh rasa syukur.=====================================================Selesai sarapan Mas Riza meminta Mbak Rima untuk mengajak anak-anak bermain di halaman belakang, sehingga kini hanya tinggallah aku, Mas Riza dan Bu Rosmalia di meja makan. Mas Riza memintaku untuk mulai mengatakan hal apa yang tadi ingin ku bicarakan dengannya.Kehadiran ibu di sini, selain untuk menemani kami agar tidak berduaa