Share

60, Hadiah

Penulis: Sandra Setiawan
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-05 10:00:52

AIRLANGGA dibangunkan tubuhnya sendiri sesuai jadwal hariannya. Hari masih sangat pagi, bahkan matahari pun masih malas memancarkan sinar. Nyaris tanpa geliat, tubuhnya langsung siaga saat teringat ada hal penting yang ingin dia kerjakan. Perlahan dia berusaha melepaskan diri dari lilitan Ells yang meringkuk nyaman di ketiaknya. Tersenyum, dia menarik tangannya sambil mencium bagian mana pun dari tubuh perempuannya yang terdekat dengan bibirnya.

“Jangan buka jendela itu, Angga.” Ells menggeliat ketika merasakan pelukan Angga mengendur. “Kemarilah lagi, Angga. Aku dingin.” Tangannya terjulur menggapai lelakinya, meminta pelukan lagi.

“Tidak, Ells … aku hanya akan mematikan pelita.” Fajar telah datang. Matahari mulai menggeliat.

“Apa ini sudah pagi, Angga?” Dia merengek, entah untuk apa. “Terlalu gelap. Aku tak suka.”

“Sebentar lagi matahari datang, Sayang.” Airlangga hanya menggeleng saja untuk keanehan Ells. Tak suka terang tapi tak mau gelap.

Menggerut
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kala Cinta Menyapa   61, Perpisahan

    “LAGI, Ells?” tanya Airlangga ketika Ells sudah kembali dari tamasyanya. “Cukup untuk sekarang,” ujarnya sambil bergelung. Mengandung membuat gairahnya semakin menggila. “Baiklah...” Airlangga bergerak keluar sambil mengecup lembut bibir Ells. “Heyy… bagaimana denganmu, Angga?” Spontan Ells bergerak duduk. “Semua untukmu. Aku baik-baik saja. Aku tak mau kamu terlalu lelah.” Dia mengecup dahi Ells. “Satu kali lagi,” Ells melingkarkan lengannya di leher Airlangga, “kita melayang bersama.” Tersenyum lembut, Airlangga membalas, “Tawaran yang sulit untuk ditolak.” Dia mendorong lembut bahu Ells, dan langsung kembali mendatanginya. Hari baru datang sebagai pagi. Keduanya menikmati hari bersama alam. Berdua mendaki, melayang, tenggelam. Sungguh sebuah kebersamaan yang indah. *** Perjalanan itu sudah tuntas. Menyisakan rasa yang makin terikat kuat. Meninggalkan jejak-jejak hasrat di ruang kecil itu. Ada banyak cerita tertinggal di sana bersa

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-06
  • Kala Cinta Menyapa   62, Janji di Ujung Pelangi

    KEDUANYA masih terdiam. Mencari jalan terbaik du antara kebuntuan pikiran dan kecemasan hati. Semua memang bermula dari kesalahan, lalu bagaimana mereka memperbaiki kesalahan ini tanpa membuat kesalahan lain? Mereka berusaha mengembalikan hubungan ini dalam jalur yang benar. Namun awal yang buruk membuat jalan tersumbat terhalang puing-puing kesalahan. Namun kenapa awal yang buruk bisa menjadi sedemikian indah? Jarak mereka memang tidak berjeda, erat melekat seperti laut dan pantai. Tapi hubungan ini tidak bisa hanya diselesaikan dengan pendekatan hati saja. Ada satu hal mendasar yang menjadi penghalang. Status mereka sebagai inlanders dan anak pejabat Belanda. “Tidak mungkin kita langsung datang berdua menghadap Papa.” Akhirnya Ells bersuara, menyingkap kabut kegalauan. “Tentu saja. Papamu tidak akan menerima penjelasan apa pun darimu, apalagi dariku. Jika kita langsung bertemu ayahmu artinya aku menyerahkan leher untuk disembelih di depan matamu.” Ells men

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-07
  • Kala Cinta Menyapa   63, Kembali Meragu

    LANGIT segelap malam. Bintang utara berkedip lemah untuk tetap setia menunjukkan arah bagi makhluk tersesat. Bulan menjelang purnama terhalang tebalnya awan. Rinai hujan membentuk tirai alam yang indah. Angin membawa dingin. Keindahan yang terhalang kesuraman malam. Airlangga berusaha keras menekan perasaannya, hanya untuk sekadar menyisakan sedikit ruang di hatinya untuk tersenyum pada wanitanya. “Bercintalah denganku, Angga,” pinta Ells di dada Airlangga. Aku selalu bercinta denganmu, Daniella. Sekasar apa pun itu, aku selalu bercinta. Itu hanya aku kadang tak tahu cara lain memberitahukanmu besarnya kasihku. Aku selalu bercinta denganmu. Hanya denganmu. “Ells … aku mencintaimu…” Dengan cinta yang cukup untuk menenggelamkanku. Kembali, sesak itu memenuhi rongga dadanya. Apa pun yang dia lakukan, sesak itu tak berkurang, apalagi hilang. Tak menyisakan ruang sedikit pun untuk rasa lain, kecuali cinta. Cintanya pada Ells. Malam ini, m

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-08
  • Kala Cinta Menyapa   64, Mengeraskan Hati

    “SELAMAT pagi, Ells,” sapanya ketika akhirnya Ells menggeliat. Dia memang menunggu Ells bangun, tapi itu berarti waktunya semakin dekat. Matahari tak bisa di tahan. Kelelawar sudah bersembunyi, berganti kicau burung menyambut hari. Hari memang masih sangat pagi, sisa malam masih sangat terasa. Dingin yang mengundang orang untuk kembali bergelung dan bergumul dengan kekasih. “Selamat pagi, Angga.” Mengarahkan wajahnya untuk kecupan selamat pagi dari Airlangga, yang disambut dengan sukacita. Dia mengecupi wajah gadisnya dengan intensitas yang berbeda dan berakhir di kecupan selembut bulu di puncak kepala. Kenapa semua hal kurasakan sebagai yang terakhir? Usai mengecup, Airlangga menatap lembut mata perempuannya. Begitu lembut sampai terasa rapuh. Apa yang tersirat melalui kecupan dan tatapan tertangkap cepat oleh Ells. “Angga,” merengkuh leher, memeluk Airlangga, “aku akan kembali.” Airlangga berusaha keras memasukkan kalimat itu ke alam bawah sadarn

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-09
  • Kala Cinta Menyapa   65, Meneguhkan Tekad

    “KAU mau kita turun sekarang?” Suaranya semakin pelan. “Lepas sedikit tengah hari kita sudah ada di tepi hutan. Rumahmu tak jauh dari sana.” Mengucapkan itu seperti mengucapkan kata perpisahan. “Apa sedekat itu?” “Ya.” “Aku senang, Angga. Kita tidak terpisah jauh. Nanti malam, kau tunggulah aku. Aku akan melihatmu melalui jendela kamarku.” “Tentu. Aku akan selalu melihat ke arah rumahmu.” “Kalau kita berjalan lurus apa akan lebih cepat?” “Tidak. Medannya lebih sulit, apalagi untuk wanita hamil. Kita akan sedikit memutar.” “Baiklah. Tak apa. Yang penting aku bisa melihat dari jendela kamar.” “Tentu.” “Apa rumah ini tegak lurus dari jendela kamarku?” Angga sedikit mengingat. “Tidak. Rumah ini sedikit ke arah tenggara. Menolehlah sedikit ke kanan.” “Baiklah.” Ells tersenyum. Airlangga pun. Tapi senyum itu malah membuat Ells runtuh dan menjatuhkan tubuhnya ke pelukan lelakinya. “Aku tidak mau pulang, Angga. Aku di sin

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-10
  • Kala Cinta Menyapa   66, Pulang

    DI tepi hutan, Airlangga terus menatap Ells yang semakin menjauh. Sampai Ells menghilang dari pandangannya, dia terus berdiri. Menunggu sampai waktu yang rasanya cukup untuk Ells sampai ke rumahnya. Di tepi hutan itu, dia benar-benar merasakan rasanya patah hati. Ya, patah hati. Bukan sakit hati. Ells tidak menyakitinya, tapi cinta ini membuatnya patah. Ah, Ells memang tidak menyakitinya, tapi cinta ini yang membuatnya sakit. Ells membuatnya patah hati ketika cinta itu tak tergapai tangannya. Kenapa bisa semua terbalik seperti ini? Tapi, ah, dunia memang sering terbalik-balik. Semua bisa tiba-tiba berbalik arah dari membelakangimu menjadi menyerangmu. Ells yang dulu sangat dia benci, representasi mutlak dari kebenciannya pada penguasa yang membunuh orangtua dan kakeknya, sekarang malah menjai orang yang paling dia sayang. Dia yang dulu sesumbar akan membalas dendam malah terjebak cinta. Dia yang dulu jumawa dengan kekuatan tubuhnya sekarang begitu tak berdaya. Se

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-11
  • Kala Cinta Menyapa   67, Kehilangan

    ELLS membiarkan Robert terperangah ketika mereka berpapasan di pintu ruang kerja papanya, tak mengacuhkan Bi Imah yang terkejut atas kedatangan dan penampakannya, Ells melenggang memasuki kamarnya. “Ells…?” suara Robert seperti melihat bidadari. “Non…?” suara Bi Imah seperti melihat hantu. “Siapkan mandiku, Bi.” Dia bersuara datar dan berjalan lurus tanpa menoleh. “Baik, Non.” Bi Imah berjalan mundur untuk memenuhi perintah majikannya tapi tetap bisa melihat wujud Ells lebih lama. Mungkin jika Robert tidak seterperangah dia, dia akan pingsan. Entah pingsan terkejut atau takut melihat hantu di siang hari. Di kamar, Ells berjalan perlahan ke arah meja rias. Tangannya meraba bekas tancapan pisau di meja rias. Di sini mereka pertama kali bertemu. Bukan sebuah pertemuan yang mengesankan. Seperti baru kemarin dia terkejut sampai nyaris mati lalu ketakutan. Takut hantu lalu takut mati. Dia tersenyum mengingatnya. Dia melihat pantulan bayangannya di cermin, mem

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-12
  • Kala Cinta Menyapa   68, Sendiri Menunggu

    AKHIRNYA Airlangga tetap kembali ke rumah pohon. Bertahan di tepi hutan sangat berbahaya. Dia pun sakit setiap melihat ke arah rumah Ells. Sepanjang jalan dia bergegas nyaris berlari. Sendiri membuatnya lincah bergerak. Meski hatinya begitu rusuh, dia tetap berhati-hati menjejak membuat jejak. Sampai akhirnya dia sampai di rumah pohon. Di bawah rumah itu dia mengatur napas sambil menatap ke atas. Terengah, bukan karena lelah. Hatinya berantakan mengingat malam ini dia hanya sendiri di sini. Dia meraih sulur tanpa tenaga, memanjat tanpa gairah. Begitu dia membuka pintu, dia langsung menjatuhkan diri ke atas tempat tidur bergelap-gelap tanpa menyalakan pelita. Dia tidak butuh penerangan ketika tidak ada wajah cantik yang harus dia lihat. Di rumah pohon yang selalu diingat Ells, Airlangga meringkuk memeluk bantal yang beraroma Ells. Dia kembali menyesali keputusannya pulang ke sini. Seharusnya dia pulang ke rumah kakeknya saja. Desanya tentu lebih dekat dari tepi hu

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-13

Bab terbaru

  • Kala Cinta Menyapa   104, [END] Epilog 3: Harmoni Alam

    AKU terlalu sering mendengar jeritan teredam kenikmatan Ells. Bahkan dinding batu tebal ini masih menyisakan ruang untuk telinga tua ini mendengar suara itu. Apa pun yang pemuda itu lakukan pada anakku, sepertinya Ells sangat menyukainya. Sangat menikmatinya hingga terlihat di pagi hari, Ells bangun dengan wajah merona segar. Brawijaya sudah lelap, terlalu lelah bermain membuatnya langsung tidur bahkan sebelum kepalanya menyentuh bantal dengan baik. Menyisakan van Loen yang masih merapikan selimut cucunya. Dia sama sekali tidak membuang waktu! Pemuda yang energik. Van Loen tertawa dalam hati. Itu pula sebabnya dia selalu berusaha merayu Brawijaya agar mau tidur bersamanya. Hhmm…. Sebenarnya tidak perlu merayu Brawijaya. Cucunya selalu mau tidur bersamanya. Cucu selalu dekat dengan kakeknya, bukan? Apalagi jika memiliki cucu seperti Brawijaya. Van Loen tidak ingin menyia-yiakan waktunya untuk dekat dengan cucunya. Kau ingin memiliki adik, bukan

  • Kala Cinta Menyapa   103, Epilog 2: Airlangga Darma

    “Hhmm…” Airlangga memeluk Ells, membaui keringat istrinya. Menyurukkan wajahnya di lekuk leher wanitanya. Menghidu di sana. “Brawijaya sudah pergi bermain. Apa kita bisa bermain, Sayang?” “Untuk sebuah permainan yang menyenangkan, aku lebih memilih menunggu.” Ells membiarkan Airlangga menikmati lekuk lehernya. “Kau selalu saja seperti itu,” gerutu Airlangga sambil terus menikmati wanitanya. “Tidak bisakah kau membiarkan aku mengeluarkan muatanku sedikit saja?” lanjutnya sambil menggerakkan pinggul, membiarkan Ells merasai bukti gairahnya. Ells tergelak lepas, cumbuan Airlangga pun juga terlepas. “Aku tak yakin kita bisa bermain hanya sebentar, Sayang.” Airlangga ikut tergelak. “Kita berdua sama gilanya, dan sekarang sedang pesta. Tak elok jika tuan rumah tak ada. Apalagi ketika kita muncul dengan kondisi berantakan.” “Sebentar saja, Ells. Kumohon…” “Angga, jangan memohon untuk itu.” Bergerak mendorong menjauh, “Baiklah. Kau keluarlah sekarang. Aku

  • Kala Cinta Menyapa   102, Epilog 1: Brawijaya Darma

    [Lima Tahun Kemudian] . “Angga, mana Jaya?” tanya Ells ketika melihat Airlangga hanya sendirian berjalan ke arahnya. “Bermain. Apa lagi?” jawab Airlangga santai. “Siapa yang menemani?” tanya Ells lagi, cemas. Sepertinya, sesuatu yang buruk akan terjadi. Airlangga hanya mengedikkan bahu, tak acuh. Tak lama, muncul seorang anak yang berteriak kencang. “Ibuu…” Berlumur tanah dan lumpur, memakai pakaian berwarna putih—tadi putih, sekarang entahlah—berlari ke arah Ells. Melihat itu, Ells hanya mendesah pasrah sambil melirik jengkel pada suaminya. “Paling tidak, jangan berkotor-kotor seperti itu ketika sedang pesta,” gerutu Ells pada Airlangga. “Berkotor-kotor, itu pesta buat Brawijaya, Sayang. Kita sedang berpesta, lalu kau ingin mengekang anakmu? Biarkan dia juga berpesta dengan caranya.” Airlangga langsung menyambar anak berlumur lumpur itu, membiarkan pakaian putihnya ikut terkotori. Ells menarik napas panjang. Selalu,

  • Kala Cinta Menyapa   101, Ada Cinta di Rumah Pohon

    MATAHARI sore masih menerobos di sela-sela dedaunan. Hangatnya menyiapkan bumi untuk dinginnya malam. Alam begitu indah, ramah menyambut pemilik rumah. Di sanalah mereka. Berdiri, dengan kepala menengadah ke atas, dan jemari saling menggenggam erat. Rumah pohon. Rumah kecil beruang satu, tanpa sekat, tanpa perabot. Hanya ada kehangatan kasih di atas sana. Airlangga semakin mengeratkan genggaman tangannya. Tak lekang matanya menatap rumah yang lebih tepat disebut gubuk itu. Rumah yang dia dan Udayana buat untuk mereka menikmati hutan. “Kita sampai, Ells…” Ells menarik napas. Setelah sekian lama dia lupa bernapas, terlalu terpesona melihat keindahan di atas sana. Bergerak melepaskan genggaman tangannya, untuk memeluk tubuh Airlangga. Menyurukkan wajah di dada lelakinya. Impiannya menjadi nyata. Bersama Airlangga, di rumah ini, mengambil belati. “Kau ingin naik sekarang?” Sebelah tangannya memeluk bahu Ells, dan sebelah lagi membel

  • Kala Cinta Menyapa   100, Kilas Balik

    SEBUAH makam sederhana menjadi tujuan mereka. Airlangga berjalan mendekat dengan takzim lalu duduk berlutut di makam itu. Ells mengikuti saja gerakan Airlangga. Kakek, aku datang dengan istri dan anakku. Kemudian mereka bersimpuh berdampingan di makam Kakek. Makam sederhana yang terawat bersih dan rapi. Terima kasih Kakek selalu menemaniku. Aku sudah menemukan belahan jiwaku. Walau dengan cara yang aneh, tapi demikianlah Dewata menggariskan takdirku dengan penaNya. Aku yakin, Kakek merestui pilihanku. Daniella wanita yang luar biasa. Tak hanya cantik, Ells wanita yang setia. Walau dia sedikit berbeda dengan kita, tapi dia mencintaiku, Kek. Dan aku pun mencintainya. Kami berhasil membangun jembatan pelangi itu. Sekarang kami sisa mewarnainya, dan pelangi itu akan semakin indah. Kek, aku akan mengambil gelangku. Terima kasih sudah menjaganya selama aku pergi. Perlahan, Airlangga menggali tanah di mana dia menanam gelang itu. Tanah makam sudah

  • Kala Cinta Menyapa   99, Melihat Lebih Jelas

    SUDAH tengah hari. Matahari tepat di atas kepala. Namun udara dingin lereng Bromo seakan bisa menyamarkan terik itu. ditambah rindang pohon penuh dedaunan, menambah kesejukan rumah yang mendadak diliputi rasa haru dan bahagia. Semua berakhir indah. Tangis dan ketakutan mereka terbayar. Mereka masih bisa berkumpul di rumah sederhana ini. Ells tetap memeluk Airlangga. Tapi ada yang aneh dengan pinggang ini. Ada yang hilang. Apa?I Ells berusaha mengingat-ingat. “Angga!” Mendadak Ells mendongakkan wajah, menatap Airlangga, “Di mana belatimu?” Tersenyum samar, Airlangga teringat belatinya. “Di rumah pohon.” “Kenapa kau meninggalkan belatimu di sana?” “Lebih baik kutinggalkan untuk Dayana daripada hilang di rumahmu.” “ANGGA!!” Diam. Semua tahu apa arti belati itu bagi Airlangga. Dan semua juga mengerti makna 'belati untuk Dayana'. “Sudah, sudah…” suara Paman Tirta terdengar menentramkan. “Lebih baik kita masuk dulu. Kau baru

  • Kala Cinta Menyapa   98, Sahabat Sejati

    DUA pasang berjalan bergandengan berpelukan ke arah balai-balai dipimpin Tirta di depan lalu semuanya duduk kecuali Rindang yang langsung ke dapur mengambil minuman. “Apa yang sebenarnya terjadi, Angga?” Udayana tak membuang waktu untuk bertanya. “Berita terakhir yang kami dengar anak gadis Meneer van Loen akan menikah. Tak lama berita lain masuk, petunangan itu dibatalkan. Ada juga berita penculiknya datang menemui Meneer van Loen. Kami sangat cemas dengan berita ini, tapi aku tidak bisa mencari tahu lebih jauh. Sepertinya kabar itu ditutupi.” “Begitulah yang terjadi.” “Yang kami tahu Nona Ells pulang tanpa kau. Kenapa kau bisa ada di rumah itu?” “Aku tidak mungkin membiarkan istriku menikah dengan lelaki lain.” Tegas. “Bagaimana caranya kau bisa tetap hidup keluar dari rumah itu, Nak?” Tirta bertanya cemas. “Paman sudah nyaris mati mendengar selentingan itu. Kenapa kau menyerahkan diri? Kenapa kau tidak pulang saja ke sini? Selama ini kau tidak terlac

  • Kala Cinta Menyapa   97, Pulang

    TANPA Ken Arok pun tak perlu waktu lama untuk mereka sampai di desa. Ini pengalaman pertama Ells berkuda tanpa pelana pun pengalamannya pertama berkuda berdua sedekat ini. Sangat menyenangkan. Sepanjang jalan dia tertawa-tawa. Airlangga sangat menjaga laju Ken Arok agar tidak menyakiti kandungan Ells. Mereka tidak diburu waktu. Mereka begitu menikmati kebersamaan ini. Pulang. Airlangga begitu merindukan rumah dan keluarganya. Dia ingin berlari, apalagi keberadaan Ken Arok yang gagah bisa membuatnya melesat pulang, tapi ada istri dan anak yang harus dia jaga. Tangannya nyaris tak lepas dari perut Ells. Airlangga semakin memperlambat laju Ken Arok ketika mereka memasuki desa. Dia menghentikan Ken Arok tepat di depan rumahnya—rumah kakeknya, tepat di samping rumah pamannya. Derap tertahan dan ringkikan Ken Arok membuat penghuni rumah—Paman Tirta dan Rindang—bersegera keluar, bersamaan dengan Airlangga yang membantu Ells untuk turun. “ANGGA! ANAKKU…!” teria

  • Kala Cinta Menyapa   96, Ken Arok

    MEREKA keluar kamar dan menjumpai hanya dua orang tua di ruang tamu. Sedang duduk melanjutkan nostalgi. Robert? Dia tak sanggup membayangkan apa yang menyebabkan dua orang itu begitu lama di dalam kamar Ells. Kamar mereka. Dia pergi begitu saja setelah berpamit ala kadarnya. Lagi-lagi dia dikalahkan oleh inlanders. Spontan, van Loen tersenyum melihat rona merah di wajah Ells. Anaknya begitu hidup, bergitu bercahaya. Cayaha yang hilang itu telah kembali. Van Loen bersyukur dan menerima takdir mereka. Langit melalui takdirNya memang selalu memberikan yang terbaik. Papa harap, rona merah itu hanya salah satu dari kemampuan dia untuk membahagiakanmu, Ells. Mereka sudah berganti pakaian, hanya mengenakan kain. “Papa, kami pamit.” Ells mencium pipi van Loen. “Om, Ells pergi dulu.” Dia juga mencium pipi der Passe. Airlangga berjabat tangan dan mengangguk hormat seperti kebiasaan mereka meski kali ini dia hanya memakai kain. Bekas luka di tubuh Airlangga t

DMCA.com Protection Status