Pertengkaran-pertengkaran itu terjadi lagi, Aurelie terang-terangan cemburu melihat Daniel yang menaruh perhatian terhadap wanita lain. Daniel terkekeh kecil, ia melonggarkan dasinya. Lama, ia menanti Aurelie marah terhadapnya, hingga ia bisa mengutarakan isi hatinya yang terdalam yang tak pernah ia lontarkan kepada Aurelie. Ia begitu hati-hati mengatakan, bahkan selembut mungkin. Tapi wajah Aurelie berubah menjadi kaku, sudah kesekian kalinya Daniel mengungkit kesalahan yang pernah aureAur lakukan.
Daniel slalu memaklumi apa yang Aurelie lakukan, bertahun-tahun ia slalu sabar dengan semua alasan, tingkah, amarah, cemburu, dan semua jejak yang mereka tapaki bersama, tapi ada saatnya hatinya lelah menanti hari bahagia yang slalu ia impikan dengan wanita yang ia cintai.
Hingga Daniel sadari, semua penantiannya percuma. Daniel melepas cincin pertunangan mereka dan mengembalikannya kepada Aurelie.
"Pertunangan selesai, jadikan kisah cinta kita pelajaran yang membuatmu
dewasa!"Aurelie terkejut, ia menatap Daniel lekat-lekat. Dua mata dalam wajahnya mulai mengeluarkan air mata, "Jangan bercanda, Dan! Satu dekade bukan waktu yang singkat membuatmu begitu mudah melepas ku! Siang ini tidak ada akhir untuk hubungan antara kita!" Aurelie kembali memakaikan cincin ke jari manis sebelah kanan Daniel. Ia tersenyum culas.
"Apa bagimu satu dekade bukan waktu yang lama untuk pacaran? Aku rasa kita sama-sama sedang mencari arah, Rel. Kejarlah cita-citamu... Dan, aku biarlah berlalu."
"Apa gara-gara pelayan restoran tadi kamu berubah?" tanya Aurelie.
Daniel tersenyum tipis, "Tidak ada sangkut-pautnya dengan Andina. Ini murni hubungan antara kita berdua!" Tarikan nafas panjang mengakhiri kalimat Daniel, ia tidak ingin lagi menyimpan rahasia suram hatinya yang sering mengalami reaksi malas dan mengalah karena cintanya terhadap Aurelie.
Aurelie tercengang, "Kamu mengenalnya?" Buru-buru wanita yang menggunakan celana jeans ketat dan baju Off Shoulder berwarna biru langit itu keluar kamar. Langkahnya menghentak kuat di atas lantai. Tangannya mengepal begitu erat. Seolah gadis itu sedang kesetanan.
*
Andina menghampiri chef Bisma, ia menceritakan semua hal yang terjadi kemarin saat keduanya menghabiskan waktu bersama di pura Uluwatu dan malam-malam panjang yang menyusahkan Andina. Gadis itu berkeluh kesah, kemungkinan-kemungkian jika Daniel akan mengganggunya masih akan terus terjadi. Andina harus berpikir keras, ia harus menolak ajakan Daniel dengan sopan tanpa harus membuatnya di pecat dari restoran.
"Gimana ini chef?" tanya Andina. Chef Bisma memberinya rujak buah es krim sembari duduk di sebelah Andina. Andina melahapnya, ia menikmati kesegaran dan rasa pedas dalam satu kunyahan.
Chef yang memiliki kulit cokelat matang itu terkekeh melihat ekspresi lucu dari wajah Andina. Dahinya berkeringat dan mulutnya megap-megap.
"Coba saja bos besar melihat tingkahmu yang seperti ini, dia pasti semakin tertarik denganmu, Din."
Andina tersenyum kecut seraya mengambil air putih, "Maksudnya, dia suka cewek yang somplak yang tidak punya urat malu sepertiku?" tanya Andina.
"Ya... Sepuluh tahun berpacaran dengan tunangannya, aku rasa bos kita sudah bosan dengan wanita cantik."
"Jadi chef kira saya tidak cantik? Saya biasa-biasa saja?" Andina tercekat, lalu mematut dirinya di cermin. Andina nyengir saat melihat pantulan chef Bisma yang terlihat tersenyum jenaka.
"Ya, paling tidak saya masih cantik untuk ayah saya Chef." ujar Andina sambil tersenyum miris.
Suara teriakan dan kursi yang berjatuhan membuat atensi kedua pegawai senior dan junior itu saling melempar pandang.
"Ada tawuran chef!" ujar Andina, ia memakai stiletto yang slalu ia lepas saat ia tidak berada di restoran.
"Andin! Be care full." Chef Bisma menggeleng saat Andina terburu-buru berjalan menuju pintu. Ia melongok sebentar lalu kembali lagi menghampiri chef Bisma.
"Mati saya, Chef. Mati!" Andina melepas sepatunya, lalu bersembunyi ke dalam gudang penyimpanan bahan baku masakan.
Tubuhnya bergetar saat ia mendengar teriakkan menyebut namanya dan suara nyaring dari perabot dapur yang di lempar ke atas lantai. Hal yang tak pernah disangkanya akan menjadi sangat sulit sekarang. Aurelie, gadis itu datang dengan raut wajah merah padam.
Chef Bisma dan Bli Wijaya tampak menenangkan Aurelie yang histeris, sedangkan Daniel justru bingung mencari Andina. Ada perasaan bersalah yang membuatnya menyesal telah melibatkan Andina untuk masalah percintaannya. Harusnya ia bisa menahan diri untuk beberapa saat agar semua bisa terkendali.
Daniel membuka pintu gudang, ia menghidupkan lampu saklar, langkahnya pelan sembari mengamati celah-celah yang cocok untuk bersembunyi. Ingatannya berlari saat dirinya sering melakukan petak umpet dengan teman-teman sewaktu kecil. Daniel tahu, tempat bersembunyi paling aman adalah tempat yang jarang di pikiran oleh kebanyakan orang.
Di balik box yang berisi sayuran hijau dan tumpukan tepung terigu, Andina bersimpuh, mulutnya berucap sepatah kata permohonan pertolongan kepada Sang Hyang Widhi.
Daniel tersenyum saat melihat punggung Andina yang bergetar. Lantas, ia berlalu begitu saja dan mematikan saklar lampu.
"Cukup Aurelie! Jangan membuatmu menjadi pusat perhatian dan membuat kariermu merosot!" Daniel menangkup tubuh Aurelie untuk meredam amarahnya.
"Maafkan aku." kata Daniel.
Aurelie menggeleng cepat, sesuatu telah menggelisahi dirinya. Aurelie tak bisa tenang saat dirinya tidak bisa mengintrogasi perihal siapa gadis yang membuat Daniel mengenyampingkan dirinya.
"Kita bicarakan di kamar. Aku tidak mau membuat kita menjadi bahan pembicaraan banyak orang!" ujar Daniel lagi, ia mengecup puncak kepala Aurelie.
"Bereskan kekacauan ini. Maaf atas ketidaknyamanannya." Daniel menatap Bli Wijaya dan Chef Bisma, tatapan itu seakan memberitahu bahwa Andina harus di amankan dari restoran untuk waktu yang cukup lama.
Daniel membawa Aurelie kembali ke kamar mereka. Sedangkan Bli Wijaya dan Chef Bisma membuka pintu gudang.
"Andina." panggil Bli Wijaya lirih.
"Andina, everything will be Ok." ujar Chef Bisma.
Andina berusaha mengintip dari tempat persembunyiannya. Ia bernafas lega setelah suasana kembali kondusif.
Kemunculan batang hidung Andina membuat supervisor dan chef Bisma menggelengkan kepalanya. Bli Wijaya menyarankan agar Andina pulang lebih awal dengan kata lain, libur panjang sampai waktu yang tidak di tentukan.
Andina mengangguk pasrah, dirinya memohon untuk di pecat saja. Di pecat tidak hormatpun Andina mau. Tapi Bli Wijaya tidak mengizinkan, bahkan KTP asli Andina sengaja di sita sebagai jaminan agar Andina tidak kabur dari restoran.
*
Ribut-ribut masih terjadi di dalam kamar.
Adu argumen sepertinya belum selesai antara Daniel dan Aurelie."Aku mau atasan cewek itu memecatnya!" tuntut Aurelie tajam saat keduanya sudah berada di kamar. Daniel membuka kemejanya dan meletakkan di gantungan baju. Laki-laki itu tidak menjawab, ia masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh wajahnya.
"Daniel!" Wanita itu menggeram kesal, dengan racauan yang membuat Daniel hanya tersenyum menang.
Rentetan kalimat kecemburuan itu seperti kalimat bergetah yang membuat hubungan mereka tidak nyaman sekaligus sulit untuk terlepaskan.
Happy reading.
"Saya tidak tahu bunga kesukaanmu, tapi saya juga tidak ingin membuatmu kecewa."Andina menunduk saat sekuntum mawar merah Daniel berikan langsung ke tangan Andina. Rasanya Andina ingin meremas-remas kelopak bunga itu dan melemparnya ke wajah Daniel. Tapi, logika mengkhianatinya, Andina justru terbius oleh aroma mawar tersebut."Untuk apa?" tanya Andina. Ia menatap Daniel lekat-lekat, sudah dua hari laki-laki itu berusaha menemuinya di kost-kostan."Maafkan saya." ujar Daniel, "Saya tahu bahwa kamu sangat keberatan atas tindakan yang saya lakukan beberapa hari yang lalu." Dua hari Daniel melalui hari-harinya dengan gelisah, tidak tak tenang, makan pun tak enak. Daniel berusaha untuk membujuk gadis itu, sayangnya gadis itu memilih mengurung diri di kamarnya. Membuatnya semakin gusar tak alang kepalang.Andina bersandar di kusen pintu yang terbuka. Sudah dua hari juga Andina mendapatkan predikat pengangguran. Ia hanya menghabiskan waktu bersama
Pagi itu Andina terbangun lebih pagi dari biasanya. Sebagai anak kost, ia terbiasa untuk mencuci baju terlebih dahulu sebelum membersihkan tubuhnya dan menjemur baju di belakang kost-kostan.Andina mengeringkan rambutnya dan menyisirnya dengan rapi. Ia mempercantik wajahnya dengan makeup flawless. Selesai bermakeup ria, Andina mengganti piyama handuknya dengan seragam kerja. Ia rindu dengan rutinitasnya, ia rindu menghabiskan sebagian waktunya di restoran.Dari balik jendela, cahaya matahari mulai membiaskan rona cerianya. Badung, pagi ini sangatlah cerah, secerah hati Andina yang bahagia. Ia menyaut kunci dan tas kerjanya. Sembari menutup pintu kamar, gadis itu bersiul riang."Kerja lagi, Din." seru Sinta, SPG rokok itu menguap sesaat lalu menyandarkan tubuhnya di tembok. Rasa kantuk masih merayapi matanya."Kerja dong. Badai sudah berlalu!" kata Andina, semangatnya sedang menggebu-gebu. Ia memakai stiletto, lalu meninggalkan Sinta yang menggelengkan kep
"Ncus... Ncus Sari!!!" teriak Sarasvati setelah mendengar kabar bahwa Daniel masuk ke unit gawat darurat di RSUD Mangusada. Ibu satu anak yang masih terlihat awet muda itu berjalan menuruni tangga dengan tergesa-gesa.Ncus Sari menoleh, ia mengeringkan tangannya pada celemek masak, lantas menghampiri tuan rumah, "Ada apa Nyonya?" tanya Sari."Bantu packing baju, saya harus ke Bali. Daniel kecelakaan!" ujar Sarasvati. Wajahnya sudah panik dan tak bisa diajak kompromi."APA! Ayang Daniel kecelakaan? Saya harus ikut Nyonya, saya mau merawat Ayang Daniel!" seru Sari, ia ikut panik seperti Sarasvati ketika mendengar kabar dari general manager hotel di Bali.Sarasvati menggeleng, "Kamu dirumah! Ayang Daniel tambah sakit kalau kamu yang mengurusnya!" ujar Sarasvati bercanda."Nyonya." Sari cemberut."Sudah-sudah ayo cepatan ke atas, satu jam lagi saya harus berada di bandara."*Meskipun sebel dengan Daniel, Andina tidak tega me
Suram sepertinya masih senang berada di dekat Andina. Hidupnya kini lebih nelangsa setelah Bli Wijaya memutuskan untuk memecatnya dengan hormat, belum lagi luka-luka cakaran dari kuku panjang Aurelie menimbulkan bekas yang sulit untuk hilang---kecuali dengan perawatan kulit atau laser yang membutuhkan biaya yang cukup banyak.Bli Wijaya sangat menyayangkan keputusannya. Tapi, semua ia lakukan demi keberlangsungan karyawan lainnya yang menggantungkan hidupnya di restoran.Sarasvati merasa lega. Hari ini putranya sudah di perbolehkan untuk keluar dari rumah sakit. Luka di kepalanya sudah cukup membaik, hanya perlu beberapa kali untuk kontrol dan pemeriksaan lanjutan."Ma... Bagaimana perkembangan kasusnya?" tanya Daniel setelah mereka menyelesaikan proses administrasi rumah sakit."Dari bukti-bukti yang di peroleh penyidik, Aurelie bisa di tetapkan sebagai tersangka. Ehm... besok kamu menjadi saksi sekaligus pihak penggugat di pengadilan!" ujar
Andina menekuk kedua lututnya seraya menggerutu kesal karena harus menunggu laki-laki itu terbangun dari tidur siangnya. Ia merasa dibodohi oleh Sarasvati dan putranya. Daniel tertidur setelah Andina memberinya secangkir teh hangat dan menyuruhnya untuk istirahat. Betapa senangnya Daniel, ia bisa menikmati kasur wanita yang membuatnya kesengsem."Semoga mimpi buruk dan terbangun dari tidurnya." batin Andina, ia cekikikan, lalu memutuskan untuk keluar kamar. Andina lapar, menghadapi Daniel dan Sarasvati ternyata membutuhkan energi ekstra.Di dapur, Andina hanya memiliki satu telur ayam dan satu ikat sayur kangkung.Statusnya yang pengangguran membuatnya harus berhemat. Sedangkan untuk beras, Ni Luh Ayu sering memberikan jatah beras dua puluh kilogram perbulan untuk persediaan anak-anak kost-kostan.Andina memutuskan untuk membuat cah kangkung pedas dan satu telur ceplok. Bibirnya melengkung senyum saat kudapan mantap itu selesai ia buat.Ia menyiapk
Kasus kekerasan yang dilakukan oleh model terkenal Aurelie Cynthia Putri berimbas pada pembatalan sepihak oleh pihak agensi modelling yang dinaungi oleh Aurelie. Meski begitu ia tidak memusingkan diri, kekayaan yang dimiliki keluarga Naladewa cukup membuatnya tenang sampai ia menemukan agensi baru yang ingin menggunakan jasanya.Aurelie hanya butuh kepastian bahwa ia tidak ditetapkan sebagai tersangka setelah ia merendahkan dirinya di hadapan awak media dan menjelaskan bahwa dirinyalah yang melakukan kekerasan terhadap Andina dan Daniel karena cemburu buta. Aurelie mengaku khilaf dan meluruskan jika Daniel tidak melakukan perselingkuhan.Berkat kerendahan hatinya yang ia paksakan, pengadilan memutuskan untuk tidak melanjutkan perkara hukum terkait dengan pihak penggugat yang membatalkan proses penyidikan. Sarasvati dan Daniel kini bisa bernafas lega. Nama besar keluarga Sanjaya sudah bersih dari tuduhan-tuduhan yang membuat nilai saham di perusahaan merek
Sudah lewat tengah malam Andina masih mematut dirinya di depan cermin. Ia melihat bekas luka cakaran yang terlihat berwarna coklat gelap. Andina mendesah lelah, "Butuh waktu bertahun-tahun untuk membuat bekas-bekas luka ini pudar. Sedangkan tabunganku tidak cukup untuk memenuhi kebutuhanku selama bertahun-tahun tersebut. Tidak ada yang mau menerimaku sebagai pegawai kalau wajahku saja terlihat tidak menarik." gumam Andina. Pikirannya kembali lagi pada surat perjanjian yang tergeletak di atas meja. Andina gundah gulana sekarang. Isi surat perjanjian itu menguntungkan semua pihak. Baik Daniel ataupun ia. Ajakan itu seperti kesempatan langka bagi Andina. Namun, ia dibuat bimbang untuk memilih. Ia risau. Tetap di pulau Bali dengan status pengangguran, atau ikut ke Jakarta menjadi bagian hidup Daniel? Sedangkan perasaannya kepada Daniel masih hambar dan belum ada manis-manisnya. Pikirannya kacau. Tapi, keberuntungan tidak terjadi berkal
Kemewahan yang dimiliki keluarga Daniel membuat jiwa miskin Andina meronta-ronta. Ia terpesona dengan lampu gantung yang sangat indah dan aestetik. Sofa-sofa berukuran besar sanggup dijadikan tempat tidur pengganti kasur Andina di kost-kostan. Pernak-pernik dinding di tata sedemikian rupa agar terlihat cantik dan berkelas. Begitu juga guci keramik yang bertengger di atas meja membuat Andina takut untuk menyentuhnya. "Harganya pasti fantastis, melebihi gajiku sebagai pelayan restoran." gumam Andina, ia melihat dengan jeli detail guci tersebut. Belum lagi, aquarium besar berisi ikan arwana merah membuat ruang tamu memiliki kesan menenangkan. Sesampainya di kamar yang berada di lantai dasar, Andina menarik koper dan membukanya. Beberapa baju yang biasa-biasa saja sengaja Andina tinggal di kost-kostan. Gadis itu hanya membawa baju yang layak dipakai di ibu kota. Ia menata baju-bajunya ke dalam almari sembari bersenandung kecil. Kenekatannya me
Proses melahirkan sukses membuat Daniel hampir pingsan. Bagaimana tidak? Selama proses terlahirnya manusia kecil yang sedang melakukan inisiasi menyusui dini itu, Andina terus mencengkeram suaminya. Meremas semua yang bisa ia jangkau dari untuk melampiaskan rasa sakitnya, atau tepatnya membagi rasa sakit.Andina bahagia, begitupun Daniel yang sempat menangis haru sepanjang hari kemarin."Masih sakit, yang?" tanya Daniel sambil mengamati sang anak yang masih menyusu dengan mata yang terpejam. Bayi merah yang diberi nama Dayana Dimitri tanpa Putri Adelard Sanjaya itu terlihat menikmati asi eksklusif dari Andina."Masih dong, kamu kira sulap! Di obati langsung sembuh!" seru Andina kesal.Daniel tersenyum seraya mengambil sisir untuk merapikan rambut Andina."Udah jangan marah-marah! Nanti Dayana sedih lho denger suaramu." sindir Daniel."Habis kamu lucu mas! Orang baru melahirkan kemarin kok ditanyain masih sakit apa eng
Di pesawat yang mengudara menuju Jakarta, Andina terus bertahan dengan hati yang begitu ketar-ketir memikirkan kandungannya. Ia takut terjadi apa-apa saat kemarin hasil check up menunjukkan sedikit risiko jika melakukan penerbangan. Namun, Daniel terus mengingatkan bahwa ia akan baik-baik saja asal jangan tegang."Gimana gak tegang, mas! Mama pasti bawel kalau cucunya kenapa-kenapa." sunggut Andina.Daniel mengusap perut Andina dengan pelan selama perjalanan yang hanya memakan waktu satu setengah jam itu."Rilex, sayang. Jangan takut! Aku bakal nyanyiin lagu anak-anak untuk Dayana putri kita. Lagu kita dulu, konyol tapi sampai sekarang aku masih ingat."Andina mengangguk pasrah dan berusaha memejamkan mata saat Daniel mulai menyanyikan lagu Barney."I love you, you love me. We are happy family. With a great big hug. And a kiss from me to you, won't you say you love me too..."Daniel tersenyum lega saat det
Butuh waktu hingga satu bulan untuk membujuk Andina agar mau melepas orangtuanya pulang ke rumah masing-masing. Meski berat, Andina tetap mengantar ibunya dan Feng ke Bandara Ngurah Rai setelah beberapa hari yang lalu Feri terlebih dahulu pulang ke Surabaya bersama kedua anaknya. Kirana masih tinggal di hotel untuk mengikuti job training dengan petinggi perusahaan. "Dimana rumah ibu?" tanya Andina setelah cukup puas menangis dan merengek sembari menarik ujung baju ibunya agar tidak pergi darinya lagi."Aku masih kangen, masih mau ibu ada disini!" lanjutnya tetap dengan nada merengek, seolah satu bulan ini tidak cukup untuk melepas kerinduan bersama. Feng yang 'mungkin' menganggap Andina aneh memasang wajah tak acuh. Ia bergumam dengan bahasa Mandarin yang pasti Larasati mengerti jika itu adalah peringatan. "Dina... Ibu harus pulang ke Hongkong. Ibu harus kerja, kalau kamu kangen sama ibu, Daniel sudah tahu dimana rumah ibu. Kamu bisa data
Suasana ballroom hotel terlihat sangat sejuk dengan hiasan bunga-bunga segar berwarna putih, begitu juga dedaunan yang di tata sedemikian rupa agar terlihat rapi dan indah. Balon-balon bertuliskan inisial DAYANA bergoyang-goyang diterpa angin dan kue tart penuh cream pandan buatan master chef Bisma menjadi pelengkap suasana pagi ini.Nuansa hijau dan putih masih menjadi pilihan Daniel untuk merayakan pesta kecil penyambutan calon bayi yang di kandung Andina. Begitupun seragam pesta hari ini.Hijau? Mungkin menjadi pilihan warna yang tidak biasa untuk gaun pesta. Namun, ya sudahlah. Daniel hanya menuruti keinginan sang istri. Beruntung Sarasvati mendapatkan desainer gaun pesta yang bagus, jadi gaun berwarna hijau itu bisa terlihat elegan dan mewah.Di kamar, Daniel memperhatikan penampilan Andina yang terlihat seperti gitar spanyol. Lekukan tubuhnya depan belakang begitu menonjol.Daniel menahan senyum saat Andina merengut dengan wa
Pesawat itu terbang semakin rendah di selatan, Bali. Lalu, mendarat dengan mulus di landasan pacu yang terletak tak jauh dari tepi laut itu. Seluruh keluarga Sanjaya tersenyum lega saat menginjakkan kaki di atas dasar bumi. Terlebih-lebih Daniel, bapak posesif itu benar-benar cerewet selama perjalanan ke pulau Dewata itu. Pulau yang mengubah hidupnya."Aku baik-baik saja, Mas! Dayana juga! Dia bilang, ibu kita naik burung ya? Aku jawab iya! Jadi yang tenang ya!" urai Andina menenangkan suaminya.Marco yang tak habis pikir mengapa Daniel bisa sekeren itu dalam mencintai istrinya menggelengkan kepalanya."Ayo gays... Kita harus ke hotel, istirahat sebelum pesta baby shower dan proses nikahan gue!" seru Marco penuh semangat.Sarasvati dan Sanjaya yang mendengar anak-anaknya berdebat sambil mengiringi langkah kaki mereka menuju gerbang kedatangan tersenyum lebar."Udahlah, Co! Jangan ganggu, Abangmu. Dia lagi bahagia sekali kare
"Satu burung... Dua burung... Tiga burung."Suara berhitung itu berasal dari kamar bernuansa hijau dan putih. Beraroma khas cat baru yang baru saja melapis tembok itu. Kamar yang disiapkan untuk Dayana setelah satu bulan lamanya mempersiapkan begitu banyak printilannya termasuk baju-baju bayi yang baru saja kering setelah dicuci oleh Mbak Piah.Dan sekarang, kandungan Andina sudah berusia tujuh bulan lebih. Sudah terlihat tambah besar dari sebelumnya. Sudah sering kali berkata lelah dan semakin manja."Kenapa burungnya hanya tiga, mas?" tanya Andina."Gak tau, sayang! Tanya aja sama tulang catnya. Aku kan hanya terima beres.""Bisa gak mas kalau burungnya ditambah satu, biar genap. Jadi tidak seperti cinta segitiga gitu! Atau cinta dalam diam. Kasian!"Daniel memasang cengiran bodoh seperti biasanya saat Andina berkata sesuka hati lengkap dengan asumsinya sendiri."Tukangnya sudah pulang, sayang. Su
Keesokan harinya di kediaman Sanjaya. Daniel menemani Andina yang diperiksa oleh bidan di ruangan obygn. Ruang paling istimewa di ruang Sanjaya sekarang."Bagaimana, Bu bidan? Semua baik-baik saja kan?" tanya Daniel karena semalam Andina mengaduh sakit setelah kebanyakan makan.Sang bidan tersenyum sembari menutup baju Andina."Detak jantungnya normal, air ketubannya pas, hanya saja. Bapak Daniel sepertinya sudah mengajak Bu Dina berlelah-lelahan."Daniel tersenyum miring seraya mengecup jari-jemari Andina yang sedaritadi ia genggam."Saya kangen kok! Tidak boleh kalau istri saya lelah?"Sungguh wajah Andina langsung tersipu malu. Begitukah suaminya dan seluruh keluarganya. Bertanya tanpa tedeng aling-aling dan gak disortir."Boleh bapak, boleh sekali! Asal jangan setiap hari karena terlalu sering orgasme bisa membuat bayi lahir prematur. Bapak Daniel mau kan bayinya sehat walafiat sampai lahi
Malam ini, bintang begitu cantik di langit Jakarta. Berkerlip ria seakan mengisyaratkan bahwa bintang-bintang itu seperti dirinya. Ada binar senang yang terpancar diwajahnya setelah menyaksikan satu manusia paling berharga dalam hidupnya, paling ia rindukan selama satu bulan ini.Daniel melabuhkan kecupan di kening Andina. "Aku pulang, sayang." ucapnya dengan lirih sebelum mengelus-elus perut istrinya yang membuncit. Ia tersenyum lebar ketika menyadari jika sang putri memahami kedatangannya."Tidurlah sayang, daddy hanya menyapamu sebentar!" gumam Daniel.Namun, tendangan-tendangan kecil terus ia rasakan saat ia melabuhkan berkali-kali kecupan dan mengelus perut tersebut. Hingga Andina mulai bergerak-gerak seperti terganggu oleh kehadirannya."Oh sayang. Santai dong... Kamu akan membuat ibumu bangun!" ujar Daniel gusar sembari mematung kan diri. Ia takut, takut istrinya akan marah-marah karena ia sudah melanggar janji untuk tidak pergi terlalu l
Kehamilan Andina yang sudah menginjak trimester kedua membuat Daniel bernafas lega. Bukan hanya soal nyidam sang istri yang terbilang cukup ribet dalam mencarinya, namun juga mintanya slalu dijam-jam kerja atau ditengah malam buta. Namun bukan itu saja yang membuat Daniel tersenyum senang, karena sang jabang bayi yang sudah terlihat jenis kelaminnya. "Cap... Cip... Cup... Nama lengkap mana yang paling bagus." ujar Andina sembari mengocok botol arisan dan mengeluarkan secarik kertas yang digulung dengan nama-nama anak perempuan yang sudah Daniel tulis. Marco yang menjadi teman main Andina menghirup nafas dalam-dalam. Bukan soal keanehan nyidam yang seharusnya sudah berhenti, namun Andina slalu meminta hal-hal aneh kepada adik angkat suaminya tersebut. Daniel tentu setuju, setengah mati ia akan tertawa terbahak-bahak saat Marco menceritakan semua kegiatan 'nyidam' yang dilakukan Andina. Marco mendengus tapi ia senang-senang saja saat bisa diru