Ardan membiarkan Tian tenang terlebih dahulu, selama acara makan malam ia dapat melihat rasa gugup bercampur takut di wajah istrinya. Ia tak ingin memaksa Tian menerima teman-temannya, ia hanya ingin Tian berlajar mulai terbuka sebab Ardan tak ingin istrinya itu terperangkap dalam traumanya.
"Hai, gue Bayu." seru Bayu yang kembali memperkenalkan dirinya.
"H hai kak, a aku Tian." gugupnya.
Bayu nampak tersenyum manis melihat Tian yang tengah gugup menjawabnya, bagi Bayu itu adalah respon yang sangat manis di tambah sikap Tian yang malu-malu saat berbicara.
"Istri gue itu," seru Ardan menendang kaki Bayu dengan cukup keras.
"Pelit banget, dapat dari mana yang bening begini?"
"Rezeki anak berbakti."
"Tian kapan mulai kuliahnya?" tanya Bayu yang memulai pembicaraan. Ardan hanya diam menyimak, ia ingin melihat seberapa jauh hasil dari terapi yang Tian jalani selama ini.
"Ehm, masih bulan depan kak."
"Memangnya ambil jurusan a
Sudah satu minggu Tian menetap di Jakarta, ia sudah mulai membiasakan diri dengan lingkungan tempatnya tinggal. Begitu juga dengan Ardan, selain kuliah ia juga di sibukkan dengan pekerjaannya di perusahaan.Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, waktunya ia pulang ke rumah dan bertemu istrinya. Namun baru saja ia masuk ke dalam mobilnya telihat Nico menghubunginya, laki-laki itu mengajak semua temannya untuk bertemu di tempat biasa."Mau gimana lagi, berangkat aja lah." serunya menjalankan mobilnya keluar dari halaman perusahaan.Semua orang tengah berkumpul, bercengkrama dan sesekali tergelak dengan cerita seru yang mereka lontarkan. Asik berbincang hingga tanpa sadar semua makanan di meja sudah habis di lalap, Bayu yang melihat itu tertawa."Gila, makanan sebanyak tadi larinya ke mana semua ini?" tanyanya dengan canda tawa."Tuh si Ambar yang habisin, lihat aja pipinya makin gembul." ledek Wira membuat semua orang tertawa terbahak-bahak.
Seperti biasa, pagi ini Tian menyiapkan sarapan untuk dirinya juga suaminya. Selepas makan keduanya sempat menyempatkan diri untuk membeli bahan makanan di supermarket."Pagi," sapa Ardan yang baru bergabung di meja makan."Pagi kak."Ardan segera berangkat ke kampus, sebab pagi ini ia ada kelas pagi juga ujian yang tak bisa ia lewatkan. Tian yang awalnya sempat ingin meminta bantuan pada akhirnya mengurungkan niatnya, ia tak enak hati dengan semua kesibukan Ardan saat ini."Sebaiknya aku belinya nunggu kakak ada waktu aja," gumamnya berjalan menuju dapur.Sesampainya di kampus Ardan segera menuju kelasnya, namun di tengah jalan Sarah datang menghadang jalannya."Sar, sorry tapi gue buru-buru. Gue ada kelas tambahan ini," serunya."Sebentar aja Ardan, gue ada yang pengen di sampein sama loe.""Nggak saat ini, gue bener-bener nggak ada waktu. Sorry," serunya yang bergegas meninggalkan Sarah seorang diri."Brengsek!"
Ardan melangkah dengan begitu tergesa-gesa, fikiran buruk mulai memenuhi otaknya. Seharian ia sibuk dengan kuliah juga pekerjaan, ketika ia selesai meeting dan hendak membalas pesan istrinya sebuah nomor asing muncul menghubunginya."Sus, di mana IGD nya?" tanya Ardan panik.Nafasnya memburu, ia panik sembari terus berjalan mencari keberadaan istrinya. Pihak rumah sakit menghubungi dirinya, mengatakan jika saat ini istrinya tengah berada di ruang IGD. Saat itu juga Ardan membatalkan semua jadwal pertemuannya, ia segera bergegas menghampiri istrinya."Dokter. Dokter bagaimana istri saya?" baru saja tiba ia sudah melihat seorang dokter keluar, dengan buru-buru ia menghampirinya."Siapa nama istri anda Pak?""Ratian.""Oh, lukanya sudah di obati. Tidak terlalu serius namun juga tidak bisa di sepelekan, luka luarnya harus tetap di jaga kebersihannya agar tidak infeksi," jelas dokter tersebut."Apa boleh saya menemui istri saya?"
Hari terus berlalu dengan begitu cepatnya, tak terasa esok sudah tiba bagi Tian untuk masuk ke kampus barunya. Dan malam ini ia di bantu sang suami sedang menyiapkan semua perlengkapan untuknya menjalani masa orientasi."Ini kertasnya yang lain di mana?" tanya Ardan."Ada di kamar kak, biar aku ambil dulu." serunya yang ingin beranjak, namun lebih dulu di cegah oleh Ardan.Tian hanya bisa menatap punggung kokok suaminya yang semakin jauh dari pandangannya. Hingga suara bel membuyarkan lamunannya.Klekk,"Hai," seru Bayu mengangkat tinggi kedua tangannya yang sedang membawa sesuatu itu.Tak menunggu di persilahkan pemilik rumah, Bayu masuk begitu saja melewati Tian yang masih berdiri di ambang pintu."Loh kok sepi? Si Ardan ke mana?" tanya Bayu mendudukkan dirinya di lantai.Matanya menatap semua pekerjaan tangan yang harus esok hari Tian bawa sebagai syarat masuk orientasi. Ia yang tahu betul apa tugas-tugas i
Suara gaduh itu membuat semua orang mulai berkerumun, banyak dari mereka yang mulai bersorak memberi semangat. Dan itu membuat Ardan menatap tajam mereka semua, hingga kini semua orang terdiam namun masih menyaksikan pergelutannya. "Hentikan Sarah!" teriak Ardan. Yah, Sarah begitu murka saat matanya melihat sendiri ada wanita yang dengan tak tahu dirinya berani mencium Ardan di depan umum. Tak hanya dirinya, bahkan beberapa orang juga melihat kejadian tersebut, sedang orang yang menyuruh Tian merasa gemas melihat kedatangan Sarah. Mendengar teriakan Ardan membuat Sarah menghentikan aksi brutalnya, kini tubuh serta rambut Tian sudah sangat berantakan. Berkat tangan Sarah yang cekatan membuat semua yang ada di tubuh Tian hancur tak tersisa, termasuk ikatan rambut yang semula rapi kini begitu tak karuan. "Keterlaluan loe, " seru Bayu yang menatap tak suka temannya itu. Ardan begitu khawatir melihat istrinya yang sedari tadi tak memberi perlawanan pada Sarah, ia begitu geram hingga in
Hari terus berlalu, tak terasa kini sudah satu bulan Tian menjadi mahasiswa. Tentu saja dalam kurun waktu tersebut Tian selalu menerima kebencian dari sikap Sarah padanya. Seperti hal nya pagi ini, Tian yang baru saja masuk ke dalam kelasnya terpaksa harus kembali keluar karena ulah Sarah."Keluar loe," bentaknya pada Tian.Dengan enggan Tian pada akhirnya beranjak mengikuti Sarah di belakangnya, ia rasanya begitu malas harus meladeni sikap Sarah yang menurutnya sudah sangat berlebihan ini."Ada apa lagi sih kak?" tanya Tian dengan masih lembut."Ada apa? Ada apa loe tanya? Urusan kita belum selesai ya," sentaknya."Urusan yang mana lagi? Kakak apa nggak capek ya gangguin gue mulu, ini udah sebulan loh kak.""Selama loe belum ngejauhin Ardan, gue sama sekali nggak akan berhenti buat bikin perhitungan sama loe.""Jangan halu deh kak, loe ada lihat nggak gue ngedeketin dia? Orang nya aja gue nggak tahu ada di mana sekarang.""Bacot, loe pikir gue bego?""Terserah loe aja deh kakak, gue
Malam semakin meriah, tangan Ardan pun tak pernah lepas dari pinggang ramping milik istrinya. Yah, malam ini Ardan membawa istrinya untuk menghadiri undangan dari rekan bisnisnya. Di sana banyak kolega yang hadir dengan keluarganya, sebab pemilik acara memang mengutamakan keluarga."Astaga, tuan Arta. Rasanya susah sekali untuk bertemu anda ini," sapa salah seorang pebisnis seumuran ayahnya."Anda terlalu memuji tuan," rendah Ardan."Oh lihatlah ini, nyonya Cyntian sungguh begitu cantik sekali malam ini." kagumnya dengan nada yang begitu genit.Ardan tak suka dengan sikap laki-laki di depannya itu, rasanya kini ia ingin sekali menghajar dan mengembalikannya pada keluarganya. Dengan posesifnya Ardan semakin mengeratkan pelukannya, hingga membuat Tian merasa sedikit heran."Anda salah tuan, istri saya ini tidak cantik malam ini." seru Ardan membuat semuanya hening menatapnya, termasuk Tian yang kini di rengkuhnya."Tapi istri saya ini selalu c
Mata Tian membulat saat seseorang membekap mulutnya, jantungnya berdegub dengan cepat saat kakinya mengikuti langkah orang tersebut. Beruntung ia tak jadi menyerang orang yang sedang membekapnya, sebab saat dirinya berbalik ia mengenali sosok itu."Kak Ardan?" kagetnya."Kenapa sih, kaget ya?" tanyanya dengan ringan."Iyalah, ngapain kakak tiba-tiba bekap aku gitu? Untung tadi aku nggak jadi nyerang kakak," ucap Tian dengan begitu kesal.Bukannya marah namun Ardan terlihat mengulas senyum manisnya, pasalnya ia merasa jika Tian nya yang dulu perlahan mulai kembali. Tian nya yang begitu bawel perlahan kembali di sisinya, itu membuat Ardan merasa begitu bahagia."Kenapa senyum? Seneng banget ya bikin jantung orang mau copot," ketusnya melipat kedua tangannya dan membelaking suaminya.Tangan Ardan terulur memeluk erat istrinya dari belakang, rasanya ia tak ingin melepas pelukannya. Begitu nyaman dengan harum yang memabukkan."Ada apa? Apa