Lita masih tak percaya dengan apa yang baru saja di lihatnya, seorang Arvan yang anti dengan perempuan mungkin kini sudah terpatahkan.
Dengan telaten ia memeriksa keadaan Cyra dengan teliti, ia tak ingin menjadi bahan omelan Arvan jika salah memeriksa.
"Gimana?" tanya Arvan, menatap Cyra yang sudah kembali terlelap.
Lita tak langsung menjawab, ia menetap sahabatnya itu lalu beranjak menuju sofa.
"Sepertinya akan percuma jika menyarankan untuk membawa gadis ini ke rumah sakit kan?"
"Tentu loe udah tahu jawaban nya bukan?" sahut Arvan dengan gaya santai nya.
Arvan duduk di pinggiran ranjang, menatap Cyra dan menggenggam tangan nya penuh sayang.
Lita semakin di buat tak percaya dengan matanya, bagaimana bisa Arvan berubah dalam waktu sekejab?
Ketika waktu menunjukkan pukul lima sore, Han baru bisa mendapatk
Arvan mengajak Axel duduk di sofa ruangan nya."Anda mau minum apa ?""Apa pun itu, tuan Arvan."Tak ingin berlama-lama, Arvan mengambilkan sebuah minuman soda yang ada di kulkas ruangan nya."Apa benar adik saya bersama anda?"Axel langsung bertanya sesuai dengan tujuan awal kedatangannya, ia hanya ingin benar-benar memastikan keberadaan adiknya saat ini.Arvan menghela nafas nya, ia menatap Axel lalu menorehkan senyum singkat nya."Anda bisa melihatnya sendiri."Mata Axel memanas melihat siapa yang sedang di lihatnya lewat ponsel pintar Arvan. Ingin sekali ia merengkuh tubuh itu dan mencium nya."Adik," gumamnya menyentuh layar ponsel tersebut.Pandangan Axel kini tertuju pada Arvan, bagaimana bisa adik nya ada bersama Arvan sedang ia menghilang saa
Arvan membiarkan Cyra tiduran di atas ranjangnya setelah membantunya bergati pakaian.Ia tak memberitahu Cyra jika saat ini ada Axel kakaknya di dalam rumah yang sama dengan nya.Sembari menyisir rambut panjang Cyra, Arvan mulai membuka pembicaraan."Ada yang mau ketemu sama kamu loh.""Siapa?" mengerutkan dahinya."Nanti bakal tahu sendiri, aku bawa masuk dulu ya orang nya."Cyra hanya menatap punggung yang semakin jauh dari pandangan nya itu, jantungnya berdebar tak karuan saat Arvan tak mengatakan siapa yang ingin menemuinya itu.Di lantai bawah sudah ada Axel yang sedari tadi menunggu dengan sabar, ia langsung beranjak ketika melihat pemilik rumah berjalan menghampirinya."Gimana?" tanyanya kemudian."Kita naik ke kamar aja ya, dia lagi istirahat di atas."Axel pun hanya b
Sandrina menatap tak suka pada laki-laki yang terlihat tenang duduk di depan ranjangnya itu. Ia terus menghela nafas mengingat situasi yang saat ini sedang di hadapinya."Semua ini gara-gara si bocah tengik itu, coba aja waktu itu dia nggak ninggalin gue. Pasti sekarang nggak gini kejadian nya." batin nya."Segera hubungi ayah mu itu, katakan jika anak perempuan satu-satu nya kini ada di tangan saya."Terdengar helaan nafas yang cukup panjang dari Sandrina, ia sudah tak tahu lagi cara untuk menghadapi tua bangka di depan nya itu."Kenapa hanya menatapku? Cepat hubungi ayah mu itu." bentak nya, namun sama sekali tak membuat Sandrina takut.Dengan terpaksa Sandirna menghubungi nomor Beno yang ada di ponselnya, lagi-lagi ia harus bersandirwara di depan rival Beno yang begitu menyeramkan.Beno yang kebetulan ada satu mobil dengan Axel terkejut karena Sandrina men
Kini semua orang duduk bersama, menatap pada satu arah yang sama yaitu Sandrina.Sandrina sendiri tertunduk di hadapkan pada seluruh keluarga nya, ada rasa malu juga tak enak hati dalam situasinya saat ini."Ada apa sih ini? Kenapa kita semua di kumpul disini?" tanya Gabriel yang masih tak tahu apa-apa.Sarah menyenggol lengan putrinya, ia ingin putrinya itu segera meminta maaf pada semuanya atas semua kekacauan yang telah di buat nya.Dengan memberanikan diri, perlahan ia mengangkat kepalanya. Menatap satu persatu dari anggota keluarganya."Maaf," cicitnya.Axel menghela nafasnya, ia tahu jika Sandrina melakukan itu karena cemas dengan keadaan Cyra adiknya namun itu juga tidak bisa membenarkan semua tindakan nya."Karena semua keluarga ada disini pagi ini, sekalian saja aku ingin menyampaikan sesuatu." ucap Axel.&nb
Dengan begitu hati-hati dokter Lita membersihkan luka yang ada di telapak tangan Cyra. Sembari meringis menahan perih lukanya, Cyra juga hanya bisa menahan jeritan nya.Ia tak ingin jika ada orang lain yang tahu jika ia kini sedang kesakitan."Jangan di tahan, lepasin aja." ucap dokter Lita yang seakan tahu kondisi Cyra saat ini.Cyra menghela nafasnya, membuat dokter Lita mengalihkan tatapan mata nya."Ada apa? Kenapa menghela nafas begitu?" kembali fokus pada luka nya."Maaf ya dokter Lita," tertunduk penuh sesal."Kenapa minta maaf?""Gara-gara aku sok bisa jadi jatuh deh, terus nanti pasti dokter kena omel om Arvan."Lita sempat tersenyum, ia tak pernah takut sebenarnya menghadapi Arvan yang begitu posesif pada Cyra. Ia hanya merasa bersalah karena tak bisa menjaga Cyra yang jelas-jelas ada di depan mata nya.
Axel masih terus memikirkan tentang kejadian sore tadi di kampung tempat mommy nya meminta berhenti.Ia masih merasa ada yang ganjal dengan kampung tersebut."Apa yang mengganggu mu kali ini, Bang?""Daddy, kenapa belum tidur?"Ardan duduk di sebelah putra nya, mengambil secangkir kopi yang ada di meja kemudian menyesap nya."Mommy mu mengusir daddy dari dalam kamar."Axel pun terkejut dan menatap daddy nya dengan penuh tanya. Sedang Ardan sendiri menghela nafas memikirkan sang istri yang tak ingin berdekatan dengan nya."Daddy sama sekali tidak berbuat salah, Bang. Mommy mu saja yang aneh sekali.""Lalu alasan apa sampai daddy di usir?""Kata mommy mu daddy bau sekali, padahal daddy ini baru selesai mandi. Coba kamu cium." mengarahkan tubuhnya pada sang putra."Bau?"
Apo yang di sampaikan Han barusan membuat emosi nya memuncak tiba-tiba, bagaimana bisa wanita tak tahu diri itu masuk ke dalam rumah nya."Brengsek!""Kalau memang kalian sibuk, biarkan saja saya yang merawat Cyra sendiri. Kalian tidak perlu memanggil calon istri tuan muda itu datang kesini.""Apa yang kamu katakan itu, siapa juga yang mengundangnya datang." begitu tak terima.Lita tak lagi memperdulikan hal itu, kini ia fokus pada kaki Cyra yang harus segera di obatinya.Cyra sendiri masih sangat kesal dengan kedatangan wanita itu hingga sekarang berani membuatnya menahan kesakitan. Ia ingin sekali maju dan menghajarnya, namun mengingat siapa wanita itu membuat dirinya mengurungkan niat nya."Dimana dia sekarang, Han?""Mungkin ada di bawah, Tuan. Saya juga tidak tahu pastinya."Arvan pun meninggalkan kamar dengan wa
Axel tiba lebih dulu sebelum Juna, ia segera masuk ke dalam ruangan nya dan membuka laptop kerjanya.Namun ingatannya terus berputar pada ucapan Mommy nya pagi ini.Dengan ragu ia kembali membuka laci yang ada di meja nya, mengambil sebuah bingkai foto yang sudah lama di sembunyikan itu.Ia menatap kosong gambar dirinya dengan seorang perempuan disana, tatapan yang tak bisa di artikan.Axel kembali mengingat masa kelam nya itu, masa dimana ia benar-benar terpuruk hingga menjadi begitu tertutup.Ia memang tak benar-benar mencintai mantan tunangan nya itu, namun pengkhianatan yang di lakukan nya itu benar-benar melukai dirinya.Terlebih ia terluka karena kedua orang tuanya harus menahan malu akibat gagalnya pernikahan putra nya. Karena kejadian itu pun Tian harus di larikan ke rumah sakit akibat syok yang di alaminya, hingga wanita yang teramat penting ba
Han segera masuk setelah mendapat instruksi dari tuan nya, dengan beberapa anak buahnya ia menerobos masuk begitu saja.Niken tak bergeming dengan kedatangan Han, ia menatap santai beberapa orang yang kini ada di depan matanya.Ve terluka lengan nya akibat sabetan pisau, ia merintih menahan perih dengan darah yang terus mengalir.Axel melangkah semakin maju, mengikis jarak antara dirinya juga Niken. Tak ada perlawanan apapun dari wanita itu pada awal nya.Namun saat Axel berusaha membawanya keluar, tiba-tiba Niken berbalik dan menyerang Ardan dengan pisau yang ada di balik baju nya."Awas," seru Han.Dengan cepat Han mendorong tubuh Ardan hingga tak sampai terkena pisaunya.Niken meronta, ia histeris karena gagal melakukan rencanannya. Gagal sudah semua yang sudah ia rencanakan sebelumnya. I
Ve berlari ke sudut ruangan, ia benar-benar takut dengan Niken yang semakin menggila itu. Rasa penyesalan kini tengah menggerogoti hatinya perlahan.Ingin sekali Ve kabur saat itu juga, namun kakinya begitu lemah dengan apa yang terjadi di depan matanya."Lo bebas mau ngapain aja, please biarin gue pergi dari gudang busuk ini."Niken menatap tajam Ve yang adalah kaki tangan nya itu, ia merasa geram dengan semua yang wanita itu serukan sedari tadi."Bisa diam nggak, atau lo mau nasih lo sama seperti dia." tunjuknya pada Cyra ynag sudah benar-benar tak berdaya.Niken kembali mengarahkan matanya pada Cyra, menatap penuh kemenangan pada gadis yang bersimbah darah di bawahnya."Hari ini lo bakal mati, hari ini adalah hari terakhir lo melihat dunia yang hitam ini.""Hhhahhahaaaaaaaaaaaaaa.."
Di kantor, Arvan masih tak habis pikir dengan sikap istri kecilnya itu. Tiba-tiba datang seolah tak ada apa-apa, namun tiba-tiba pergi begitu saja.Ia pun memanggil Han ke dalam ruangannya."Bagaimana semuanya?""Semua sudah saya bereskan, Tuan. Semua perjanjian kerja sama kita juga sudah selesai tanpa pinalti sepeserpun."Arvan tersenyum miring, ia kembali mengingat rencananya bersama Han tentang client barunya itu. Awal nya ia berniat bermain-main terlebih dahulu, namun karena rasa cemburu dan keputusan istrinya itu membuat Arvan segera memutuskan semua kerja sama mereka."Lalu bagaimana tanggapan pihak mereka? Terutama perusahaan nya.""Tan Haxel mengatakan akan mendatangi anda sendiri untuk menyampaikan semua permintaan maaf dari mereka. Beliau juga meminta untuk tidak menghapus atau mengecualikan perusahaan mereka dari k
Cyra menatap berang perempuan yang duduk bersebelahan dengan suamimya itu, terlebih suaminya itu hanya diam tak menanggapi diri nya. Membuat Cyra mau tak mau meninggalkan meja itu dan kembali ke meja nya sendiri."Udah dong, mungkin clienrt nya itu." ucap Gabriel mencoba menenangkan adiknya itu.Namun apa yang di lakukan Gabriel malah semakin menyulut panas di hari Cyra. Ia masih tak hentinya memberi tatapan tajam pada Arvan yang duduk tak jauh dari tempatnya.***Malam semakin larut, namun sepasang suami istri itu masih betah saling diam dan mengabaikan.Arvan masih kesal dengan istrinya lantaran berani menyentuh laki-laki lain di depan matanya. Sedang Cyra merasa kesal lantaran suaminya itu lebih memilih wanita jadi-jadian nya itu.Tidur saling memunggungi membuat Cyra tak bisa meme
Hari ini Arvan mengajak serta Yomi untuk mengikuti rapat tentang kerja sama keduanya nanti. Sebuah layar plasma menunjukkan kerangka bangunan dari model apartemen garapan keduanya.Yomi nampak kagum dengan desain juga kejelasan kerangka bangunan yang di tampilkan oleh pihak Arvan, ia tak pernah menyangka jika semua akan di persiapkan dengan sangat matang."Bagaimana ibu Yomi, apa ada yang ingin anda sampaikan setelah presentasi team saya?" tanya Arvan.Yomi masih terdiam, matanya menatap pada gambar tiga dimensi bangunan apartemen itu."Sempurna."Satu kata yang lolos begitu saja dari bibir manisnya, entah karena kekaguman nya atau bahkan memang di lebih-lebihkan nya."Mungkin ada yang ingin anda koreksi, jadi team saya bisa sekalian kerjanya.""Tidak, untuk sementara ini sudah lebih
Dokter Lita tak henti-hentinya mentertawakan panggilan sayang Cyra untuk suami baru nya itu."HHhahhahahha, aduh sakit perut gue.""Gue tembak sampai mati loe kalau masih ketawa," teriak Arvan dari dalam ruangan nya.Sedang Cyra, gadis itu hanya duduk sembari memainkan ponselnya. Eh, lupa udah nggak gadis lagi (hheheh :D)"Siap abang siomay," ledek Lita hingga tawanya kembali meledak."Udak kali kak ketawanya, nggak kering tuh gigi emang nya?""Ya habis kamu lucu banget sih."Cyra hanya mengangkat bahu nya acuh, ia kemudian berjalan menuju meja makan. Mengecek menu untuk mereka makan malam.Namun sesampainya disana ternyata para pelayan sudah hampir selesai menghidangkan semuanya."Yah, padahal mau bantuin. Kok udah selesai sih?"
Ve terus berjalan mencari keberadaan Niken saat ini, sesuai dengan janji mereka harus nya bertemu dan membicarakan tentang rencana keduanya."Kemana wanita itu?" Ve di buat celingukan mencari keberadaan Niken.Lalu tiba-tiba ponselnya bergetar, satu pesan masuk ke dalam ponsel pintarnya itu._Temui aku di taman belakang kampus, pastikan nggak ada yang ikut dan tahu soal ini_Begitulah pesan yang ia terima dari Niken."Sok misterius banget jadi orang," gerutunya namun tetap berjalan menghampirinya.Niken tengah duduk bersantai di bawah sebuah pohon sembari menghisap sepuntung rokoknya. Kepulan asap memenuhi udara di sekitarnya, namun sama sekali tak mengganggu pernafasan nya."Apa rencana loe?" tanya Ve yang tak ingin berbasa-basi."Duduklah, jangan jadi tak
Acara dilanjutkan dengan makan-makan, semua orang nampak berbaur bersama sembari menikmati hidangan yang di sediakan.Arvan sedang duduk bersama dengan istrinya, juga dengan keluarga yang lainnya."Permisi nona," sapa salah satu pelayan yang menghampiri Cyra."Ya?""Pesanan anda sudah siap semuanya, sekarang ada di halaman depan."Cyra tersenyum mendengarnya, ia langsung menyincing gaun kebaya nya dan melangkah meninggalkan mejanya."Mau kemana tu anak?" selorok Sandrina.Arvan tak bertanya, ia lebih ke mengikuti istrinya kemanapun ia melangkah."Berapa total nya?""Ada tiga puluh mobil truck, sesuai dengan pesanan anda."Arvan tak banyak komentar, ia hanya terdiam menatap banyakny foodtruck yang terparkir di halaman mertuanya itu."Sayang, apa ini?"
Cyra tak henti-hentinya merasa kesal dengan calon suaminya itu. Ingin sekali rasanya ia menarik paksa Arvan tadi di atas mimbar saat sedang berbicara."Bener-bener ya tu si om, pengen banget gue kandangin." kesalnya.Cyra yang sedang kesal mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia melaju menuju ke arah perusahaan orang tuanya.Kedatangan Cyra di sambut dengan hangat oleh para karyawan, banyak yang menunduk hormat ketika berpapasan dengan Cyra.Menjadi anak pengusaha ternama tak membuat Cyra menjadi besar kepala juga congkak hatinya, justru ia selalu bersikap rendah hati hingga banyak orang yang menyukainya."Pagi nona Cyra," sapa Syerli sekretaris Ardan."Pagi kak. Apa daddy ku ada di ruangan nya?""Beliau ada di ruangan tuan Axel.""Baiklah, terima kasih infonya kak."