Sudah dua hari, namun Cyra masih tak kunjung membuka matanya. Ia masih nyaman menutup mata dan terlelap dengan nyaman nya.
Arvan begitu cemas, ia menjadi begitu gelisah memikirkan apa yang tengah terjadi dengan gadis yang di tolong nya itu.
"Han, kamu segera panggil lagi Lita kesini. Suruh dia periksa lagi gadis ini."
"Baik, Tuan."
Han segera mengundurkan diri dari kamar tuan nya, ia men dial nomor ponsel dokter Lita dan meminta nya untuk segera datang kemari.
Dan seperti biasa, dokter Lita sama sekali tak bisa menolak permintaan teman sekaligus tuan nya itu.
Ia pun segera bergegas menuju rumah kebesaran tuan nya, sebab di sana sang raja tengah uring-uringan tak jelas.
Arvan terus memandangi wajah polos Cyra, matanya terpaku pada bibir Cyra yang terlihat membiru.
"Ada apa ini? Kenapa bibirnya jadi biru begini?"
Sepanjang perjalanan Gabriel hanya diam membisu, matanya menerawang keluar entah apa yang di fikirkan.Axel merasa ada yang berbeda dengan Gabriel saat ini, ia pun sesekali mencuri pandang pada adik laki-laki nya itu."Ada apa, El?""Apa nya kak?""Kenapa kamu diam saja, apa yang sedang kamu fikirkan? Dan jangan berbohong karena kakak tahu dengan jelas kamu.""Huft, bisa kita menepikan mobilnya sebentar?"Axel menuruti adik laki-laki nya itu, ia segera menepikan mobilnya setelah memastikan jalanan cukup lenggang untuknya menepi."Katakan." ucapnya sembari melepas siftbelt pada tubuhnya.Gabriel tak berucap, ia hanya menyerahkan ponselnya pada Axel."Buat apa?" tanya nya menerima ponsel itu."Kakak lihat rekaman yang di kirimkan anak buah kakak. Aku merasa target kita terlihat
Arvan tengah bersiap menghadiri acara yang diadakan oleh salah seorang rekan bisnis nya.Dengan balutan tuxedo abu-abu membuat dirinya nampak begitu gagah, begitu dewasa dengan bulu-bulu halus yang menghiasi waajah tampan nya."Semua sudah siap, Tuan."Tak lupa Han yang selalu mendampingi tuan nya itu dimana saja. Berbalut setelan jas hijau membuat aura dinginnya semakin terlihat."Apa penerbangan kita juga sudah di siapkan?""Sudah,Tuan. Semua sudah saya atur, kita bisa langsung kembali setelah acara itu."Arvan merasa lega, ia pun segera pergi agar acara segera berakhir.Butuh waktu tiga puluh menit hingga ia tiba di salah satu hotel terkenal di Malaysia."Lebih melelahkan dari yang saya kira." ucap nya menatap banyak nya wartawan yang berjejer di jalur kedatangan.
Sandrina benar-benar marah pagi ini, ia baru saja tahu tentang hilangnya Cyra dan itu sudah sangat terlambat bagi nya."Ayah tahu kan gimana sayang nya aku sama dia? Cyra adik aku, Ayah.""Ayah tahu itu, tapi ini permintaan Axel sendiri. Ayah tak bisa menolaknya, kamu tahu betul gimana kakak sepupumu itu bukan?"Sandrina menghembuskan nafas kasarnya, ia benar-benar gusar mengetahui tentang adiknya yang hilang."Mau kemana kamu?" tanya Sarah."Bun, aku mau menyusul kak Axel ke Bandung.""Nggak perlu.""Kenapa lagi, Ayah.""Axel sudah dalam perjalanan pulang ke Jakarta."Sandrina begitu bahagia mendengar kakak nya itu sudah dalam perjalanan kembali, itu berarti Cyra adik nya juga sudah ketemu menurutnya.Namun lagi-lagi penjelasan Mark membuatnya gelisah, Axel terp
Arvan begitu terkejut melihat Cyra sudah tergeletak di lantai dengan tiang infusan berada di atas tubuhnya.Dengan segera ia berlari menghampirinya, menyingkirkan tiang yang menimpa Cyra da berniat menolong nya.Namun saat tangan Arvan berniat menggapainya, Cyra tiba-tiba menepisnya dengan kasar.Ada rasa ketakutan yang terlihat jelas di mata Cyra saat ini, Arvan menjauhkan tangan nya. Ia berusaha memberikan rasa aman bagi Cyra saat ini."Tenanglah, saya tidak berniat jahat. Saya yang menolong mu hari itu." ucap Arvan.Cyra masih terdiam, sesekali ia memandangi kaki nya yang sama sekali tak bisa di gerakannya itu. Lalu tatapan nya itu kembali pada Ardan yang masih setia bersimpuh di depan nya."Jangan takut, disini kamu aman. Saya sendiri yang akan memastikan itu."Cyra tak menemukan kebohongan dari sorot mata
Lita masih tak percaya dengan apa yang baru saja di lihatnya, seorang Arvan yang anti dengan perempuan mungkin kini sudah terpatahkan.Dengan telaten ia memeriksa keadaan Cyra dengan teliti, ia tak ingin menjadi bahan omelan Arvan jika salah memeriksa."Gimana?" tanya Arvan, menatap Cyra yang sudah kembali terlelap.Lita tak langsung menjawab, ia menetap sahabatnya itu lalu beranjak menuju sofa."Sepertinya akan percuma jika menyarankan untuk membawa gadis ini ke rumah sakit kan?""Tentu loe udah tahu jawaban nya bukan?" sahut Arvan dengan gaya santai nya.Arvan duduk di pinggiran ranjang, menatap Cyra dan menggenggam tangan nya penuh sayang.Lita semakin di buat tak percaya dengan matanya, bagaimana bisa Arvan berubah dalam waktu sekejab?Ketika waktu menunjukkan pukul lima sore, Han baru bisa mendapatk
Arvan mengajak Axel duduk di sofa ruangan nya."Anda mau minum apa ?""Apa pun itu, tuan Arvan."Tak ingin berlama-lama, Arvan mengambilkan sebuah minuman soda yang ada di kulkas ruangan nya."Apa benar adik saya bersama anda?"Axel langsung bertanya sesuai dengan tujuan awal kedatangannya, ia hanya ingin benar-benar memastikan keberadaan adiknya saat ini.Arvan menghela nafas nya, ia menatap Axel lalu menorehkan senyum singkat nya."Anda bisa melihatnya sendiri."Mata Axel memanas melihat siapa yang sedang di lihatnya lewat ponsel pintar Arvan. Ingin sekali ia merengkuh tubuh itu dan mencium nya."Adik," gumamnya menyentuh layar ponsel tersebut.Pandangan Axel kini tertuju pada Arvan, bagaimana bisa adik nya ada bersama Arvan sedang ia menghilang saa
Arvan membiarkan Cyra tiduran di atas ranjangnya setelah membantunya bergati pakaian.Ia tak memberitahu Cyra jika saat ini ada Axel kakaknya di dalam rumah yang sama dengan nya.Sembari menyisir rambut panjang Cyra, Arvan mulai membuka pembicaraan."Ada yang mau ketemu sama kamu loh.""Siapa?" mengerutkan dahinya."Nanti bakal tahu sendiri, aku bawa masuk dulu ya orang nya."Cyra hanya menatap punggung yang semakin jauh dari pandangan nya itu, jantungnya berdebar tak karuan saat Arvan tak mengatakan siapa yang ingin menemuinya itu.Di lantai bawah sudah ada Axel yang sedari tadi menunggu dengan sabar, ia langsung beranjak ketika melihat pemilik rumah berjalan menghampirinya."Gimana?" tanyanya kemudian."Kita naik ke kamar aja ya, dia lagi istirahat di atas."Axel pun hanya b
Sandrina menatap tak suka pada laki-laki yang terlihat tenang duduk di depan ranjangnya itu. Ia terus menghela nafas mengingat situasi yang saat ini sedang di hadapinya."Semua ini gara-gara si bocah tengik itu, coba aja waktu itu dia nggak ninggalin gue. Pasti sekarang nggak gini kejadian nya." batin nya."Segera hubungi ayah mu itu, katakan jika anak perempuan satu-satu nya kini ada di tangan saya."Terdengar helaan nafas yang cukup panjang dari Sandrina, ia sudah tak tahu lagi cara untuk menghadapi tua bangka di depan nya itu."Kenapa hanya menatapku? Cepat hubungi ayah mu itu." bentak nya, namun sama sekali tak membuat Sandrina takut.Dengan terpaksa Sandirna menghubungi nomor Beno yang ada di ponselnya, lagi-lagi ia harus bersandirwara di depan rival Beno yang begitu menyeramkan.Beno yang kebetulan ada satu mobil dengan Axel terkejut karena Sandrina men