"Kamu masih begitu memuaskan sayang, benar-benar membuatku terpuaskan." selorohnya ketika mencapai puncaknya.
Entah sudah berapa ronde mereka melakukannya, yang pasti keduanya sudah cukup lama berada di satu ruangan bersama.
"Singkirkan tanganmu dariku, pergilah sebelum banyak orang curiga."
Niken menatap malas laki-laki yang tengah mengenakan pakaian di hadapannya. Entah mengapa, ia merasa tak malu ketika menatap tubuh polos laki-laki itu.
Sedang yang di tatap hanya memberikan senyuman terbaiknya, senyuman karena merasa dipuaskan.
Gery Wilzart, laki-laki yang sudah lama menjalin hubungan dengan Niken. Bahkan laki-laki itulah yang menjadi alasan sebenarnya Niken meninggalkan Ardan, meninggalkan kota kelahirannya.
"Aku pergi, tapi ingat untuk membuka blokir nomorku sayang. Jangan sampai aku menemui mu di rumah," ancamnya sebelum benar-benar pergi.
 
Malam itu Tian diam, ia mengacuhkan Ardan yang sejak tadi mengekornya seperti induk ayam. Ia masih sangat kesal dengan suaminya itu, ia yang hampir melayang dengan begitu saja di hempaskan."Ngeselin banget," serunya tanpa sadar."Siapa yang ngeselin yank?"Tian menatap arah suara, matanya menatap tajam pemilik asli suara itu. Dengan rasa dongkol nya ia mengambil sebuah kain lalu di lemparkan nya hingga tepat mengenai wajah Ardan."Apa begini sopan?"Pertanyaan itu menghentikan langkah Tian, tanpa berbalik ia pun menyahutinya. "Maaf."Ia kembali melangkah meninggalkan Ardan seorang diri di meja makan, menatap heran perubahan sikap Tian yang tak dimengerti nya.Bukannya mengejarnya, Ardan malah berbalik menerima panggilan ponselnya membuat Tian semakin di buat geram."Dasar laki-laki ngeselin," menghentakkan kakinya.
Suasana begitu hikmat, semua menatap mempelai dengan tatapan bahagianya. Ada tangis di sela tawa itu, tangis haru yang cukup lama di tahannya."Terima kasih.""Untuk?""Terima kasih sudah berkorban demi aku, terima kasih sudah menjaga hati."Semua orang bertepuk tangan saat Ardan mengecup mesra kening istrinya.Tian menitikan air matanya, ia merasa begitu terkejut namun juga sangat bahagia.Pagi ini ia terbangun dengan perasaan sedihnya, sebab yang ia tahu hari ini adalah hari pernikahan suaminya.Namun semuanya berubah saat ia melihat kedatangan Beno juga Lecy ke rumahnya. Keningnya berkerut saat menatap kedua orang didepannya.Lecy yang saat itu sudah tahu tujuannya segera membawa Tian untuk mempersiapkan diri, ia bahkan meneteskan air mata saat merias Tian di kamarnya.Hingga Ardan kembal
Bandara, semua nampak riuh dengan kegiatannya. Nampak seorang wanita tengah berjalan dengan seorang anak di gendongan nya."Mark, apa kita langsung mencari Tian?""Tidak, sebaiknya kita cari hotel dulu. Kasian boy pasti kelelahan," membelai kepala bayi yang sedang terlelap dalam gendongan istrinya.Mark membawa istrinya pergi meninggalkan bandara, ketiganya berjalan beriringan sembari tersenyum penuh keceriaan.Dua hari yang lalu Axel tiba-tiba demam tinggi, dokter sudah memberikan perawatan namun tak kunjung membuahkan hasil. Hingga Sarah berfikir jika bayi itu merindukan Ibunya.Dengan persetujuan Arnold, Mark membawa bayi itu terbang ke Jakarta.Setibanya di sana, Mark ternyata tak membawa mereka ke hotel. Sebuah rumah ternyata sudah ia persiapkan untuk istrinya.Rumah yang minimalis namun begitu teduh serta damai di pandangannya. Sara
Sarah terkejut, namun ia tersenyum menatap orang yang sedang menyapanya. Ia tersenyum sembari merentangkan kedua tangannya lebar-lebar. "Gue kangen banget sama loe, kemana aja?" Ambar memeluk erat tubuh Sarah, ia mencurahkan segala rasa rindu pada sahabatnya itu. Dua tahun sudah keduanya tak berkomunikasi, Sarah seakan hilang dan terdeteksi membuat Ambar susah mencari nya. Sarah merenggangkan pelukannya, menghapus jejak air mata Ambar yang membanjiri wajahnya. Bagaimana pun juga, keduanya adalah sahabat sejak dulu. Kesalahan Sarah juga tak bisa memutus persahabatan keduanya. "Gue baik-baik aja kok, jangan nangis dong." "Ya loe kemana aja? Dua tahun gue nyari loe tapi nggak pernah ketemu." "Gue ada kok, loe pasti kaget kalau tahu selama ini gue tinggal sama siapa." Max melihat keakraban keduanya, samar-
Siang harinya Ardan membawa Tian pergi menemui kedua orang tuanya. Setelah mengetahui semua detail kejadian dua tahun lalu membuat Ardan semakin merasa kesal dengan Oma nya. Di depan pintu apartemen Ardan mengetuk pintu, hingga beberapa menit kemudia pintu mulai terbuka. "Putriku sudah datang," seru Dewi membawa masuk menantunya. "Mulai, anak sendiri di lupain." gerutunya. Di dalam sudah nampak Lecy juga Wirma tengah sibuk menyiapkan makan siangnya. Keduanya bahkan tak menyadari kedatangan tamu spesial nya. "Ayah, ini di taruh di sana aja. Tian nanti biar mudah ngambilnya." "Sebelah sini kan juga bisa, nanti buah ini yang di taruh dekat Tian. Dia harus banyak makan buah daripada ayam itu." "Aish Ayah ih kalau dikasih tau susah ya." "Kamu aja yang nggak mau ngalah."
Wirma yang tengah tertawa bersama keluarganya itu terkejut ketika ponselnya terus berdering dari nomor yang tak di kenal. Ia terus mengabaikan, hingga Dewi kesal dan meraih ponsel suaminya itu."Apa?"Teriakan itu sontak membuat semuanya menatap Dewi dengan tatapan penuh selidik, sedang yang di tatap kini tengah fokus mendengarkan lawan bicaranya."Baik, saya akan segera kesana. Berikan perawatan terbaik kalian."Selepas memutus sambungan telponnya, Dewi menatap sejurus pada suaminya."Ayah, kita harus kerumah sakit sekarang."Wirma mengernyitkan dahinya, menatap aneh istri yang menatapnya dengan sendu."Ada apa?""Ibu, beliau ada di IGD sekarang."Semua orang terperanjat, terutama Ardan yang tak menyangka dengan kondisi Oma nya tersebut."Apa semua ini gara-gara aku?" batinny
Semua orang tercengang dengan apa yang baru saja Mark sampaikan, bagaimana bisa anak Ardan bisa berada bersamanya sedang orang tuanya sendiri ada di negara yang sama dengannya.Begitu banyak pertanyaan yang ingin di sampaikan, namun semua terpaksa tertahan saat tiba-tiba Beno datang menemui Mark di rumahnya.Ben datang dengan wajah tak bersahabat nya, ada guratan kepanikan juga rasa khawatir di sana yang tergambar jelas diwajahnya.Keduanya menghilang meninggalkan Sarah dengan semua temannya disana, sedang ia melangkah masuk dengan begitu tergesa-gesa."Sarah, ada apa sih? Kok kelihatannya serius gitu?""Mana gue tahu, gue juga kaget om Beno sampai sini." jawab Sarah tanpa menatap Ambar di sebelahnya.Bayu mengabaikan semuanya, ia begitu fokus pada bayi yang saat ini ada di pangkuannya. Bayi yang begitu tampan dengan pipi gembul nya benar-benar menarik
Arnold yang tak bisa mengendalikan dirinya melempar sebuah vas kristal, namun tanpa ia duga Rosalia masuk dan harus menjadi sasaran dari lemparannya."Sayang.""Aw."Rosalia memekik saat sebuah benda menghantam keningnya dengan begitu keras."Astaga sayang."Arnold segera berlari menghampiri Rosalia yang tengah terduduk dengan memegangi keningnya."Sayang, sayang maafkan aku. Aku sungguh tak sengaja."Rosalia tak bergeming sedikitpun, ia merasakan nyeri begitu hebat di kepalanya terutama bagian keningnya yang baru saja terkena hantaman."Biarkan aku lihat, lepaskan dulu tangannya."Perlahan Arnold melepaskan tangan istrinya, Rosalia meringis saat tangan suaminya tanpa sengaja mengenai lukanya.Arnold begitu terkejut ketika melihat luka yang ia sebab kan kepada istrinya, bukan