Lecy begitu menikmati makan malamnya, sederhana hanya di sebuah angkringan jalan namun banyak peminatnya. Ardan merasa takjub sebab baru kali ini melihat Tian duduk santai di tempat yang tak selevel untuknya.
"Kalau nggak nyaman kita pulang aja," ucap Ardan pada Tian yang tengah menikmati nasi kucingnya.
"Nyaman kok."
"Baru pertama kali ya ke tempat kayak gini?" tanya Lecy yang mengerti maksud dari kakaknya itu.
Tian menggelengkan kepalanya, "Enggak, udah sering sama Papa Mama kalau malam lapar pasti cari angkringan di Jakarta."
Semua kembali menikmati makan malamnya, entah kapan lagi akan ada kesempatan seperti ini untuk ketiganya. Namun kali ini hanya ingin menikmati waktu dengan segala ketenangan di hati.
Larasati tak bisa memejamkan matanya, ia berulang kali menatap jam dinding di rumahnya. Ia begitu geram dan sangat kesal, ia merasa Tian sengaja membuat cucunya pulang larut malam.
"Emang ya, nggak tahu aturan. Nggak ada orang tua
Tubuh Tian bergetar menatap tiga laki-laki asing di depannya saat ini, terlebih kini salah satu tangannya di cekal dengan begitu kuat oleh salah satu laki-laki itu. Semakin ia memberontak dan menolak, semakin laki-laki itu dengan kuat mencengkeram tangannya.Tian yang semula kalut dengan emosinya kini berusaha setenang mungkin, ia tak mungkin menghadapi mereka dengan keadaan kalut seperti tadi. Ketiga laki-laki itu terlihat tertawa melihat Tian yang sudah tak memberikan perlawanan, mereka berfikir saat ini Tian sudah bersedia mengikuti keinginannya."Nah gitu dong cantik, nurut. Tenang, nggak akan sakit kok. Yakan coy," serunya tertawa bersama teman-temannya."Oh ya?""Tentu saja.""Sakit tidaknya hanya saya yang boleh menentukan itu," serunya. Kini tatapan mata Tian begitu tajam menatap semua laki-laki itu.Entah bagaimana ceritanya sebab yang pasti saat ini Tian tengah memelintir tangan yang sedari tadi mencengkeramnya. Tak hanya itu
Tak terasa kini sudah satu minggu pernikahan keduanya, sudah waktunya bagi Ardan untuk kembali ke Jakarta dan menempuh kembali pendidikannya. Ada rasa berat saat ia harus meninggalkan istrinya bersama dengan omanya yang terang-terangan membencinya."Oma, " panggilnya ketika kini sedang duduk bersantai di halaman belakang."Ya, ada apa nak? Kamu membutuhkan sesuatu?""Tidak, hanya saja besok Ar sudah harus kembali lagi ke Jakarta—"Bagus kalau begitu, lebih cepat lebih bagus nak kamu balik ke Jakartanya.""Oma, tolong dengerin dulu Ar sampai selesai." pintanya dengan nada rendahnya.Larasati hanya bisa mengikuti keinginan cucunya, ia menunggu Ardan membuka suaranya. Tentang apa yang akan di sampaikannya kali ini dengan raut wajah begitu seriusnya."Ar mau ketikan Ar kembali ke Jakarta oma juga kembali ke Jogja.""Tentu saja, dengan senang hati oma akan mengabulkan hal itu." serunya begitu saja.Dan keduanya me
Larasati melampiaskan semua kemarahannya pada Tian saat itu juga, ia melempar gelas yang ada di depannya mengarahkan tepat pada Tian. Beruntung ada Ardan yang menghalau gelas tersebut hingga mengenai punggungnya."Ibu," seru Wirma yang juga terkejut seperti semuanya.Keadaan semakin kacau ketika Ardan membela Tian di hadapan omanya, Larasati tak terima itu semua ia merasa Ardan sudah berubah dan tak seperti cucunya yang dulu. Dengan emosi yang masih begitu kalut Larasati keluar dengan koper di tangannya."Ibu mau ke mana?"Dan Larasati memutuskan untuk kembali ke Jogja saat itu juga, ia sudah benar-benar marah dan tak bisa menerima kehadiran Tian sebagai istri dari cucu kesayangannya. Dan saat itu juga Ardan memutuskan untuk kembali ke Jakarta.***Jakarta,Hari terasa begitu cepat berputar, pagi ini Ardan sudah kembali ke kampusnya untuk beraktivitas kembali. Mata Sarah berbinar ketika melihat kembali wajah yang selalu di rindu
Hari ini Tian berada di kebun bersama Wirma, selesai melakukan home schooling Tian yang merasa bosan meminta ijin Dewi untuk menyusul Wirma di perkebunan. Dewi mengijinkan, ia sendiri juga ikut datang menemani Tian menyusul suaminya, dan di sana di lihatnya Wirma tengah mengobrol dengan beberapa orang pekerjanya."Iya, jadi nanti pas kita panen semua harus maksimal." ucap Wirma sebelum membubarkan pekerjanya.Saat berbalik Wirma merasa terkejut melihat istri juga menantunya ada di sana, dengan senyum manisnya Wirma berjalan menghampiri keduanya."Kenapa nggak bilang-bilang?" tanya Wirma pada keduanya."Tian bosen di rumah habis sekolah tadi, ngajak ke sini tuh anaknya." jawab Dewi yang mengajak suaminya duduk di sebuah saung."Maaf ya ayah, Tian cuma bosen di rumah nggak ngapa-ngapain. Lecy habisnya lama belum pulang sekolah.""Hhehe, iya gpp. Ayah seneng malah kalau di samperin sama wanita cantik-cantik gini, jadi semangat kerjanya." candan
Hari terus berlalu, waktu terus berjalan. Hari menuju ujian kelulusan sudah semakin dekat, Ardan kini lebih sering menghubungi Tian untuk memberinya semangat dan sesekali menanyakan tentang terapinya.Seperti hal nya malam ini, walau jarak mereka jauh namun Ardan tetap menemani Tian belajar dan bahkan mengajari Tian yang terkadang bertanya padanya."Kak, kalau ini gimana ya selesainnya?" tanya Tian menunjukkan soal di bukunya."Kirim ke ponsel kakak dulu, biar lebih jelas."Tak butuh waktu lama Ardan sudah menerima salinan soal dari istirnya, lewat video call itu Ardan mengajari Tian dengan begitu sabar. Ardan menunjukkan pada Tian cara cepat jika saja Tian mendapat soal yang sama nantinya.Senyum manis itu merekah ketika dapat menyelesaikan soalnya, Tian merasa senang dan tak henti berterima kasih pada suaminya. Wajahnya yang kegirangan itu kini bersemu merah saat menyadari jika suaminya kini tengah menatapnya dengan berpangku tangan."Ekhm
Beno nampak sedang mengurus beberapa berkas pentingnya saat tiba-tiba pintunya di ketuk dari luar. Tanpa mengalihkan pandangannya ia pun mempersilahkan tamunya untuk masuk ke dalam."Apa mengganggu?" tanya orang tersebut.Mata Beno terbelalak saat menyadari siapa yang kini sedang berdiri di hadapannya. Orang tersebut tak lain adalah Wirma.Jauh-jauh Wirma terbang dari Surabaya ke Jakarta memang bertujuan untuk menemui Beno, ada sesuatu hal yang harus ia bicarakan dengan Beno tentang masa depan Tian tentunya."Astaga pak Wirma, kenapa tidak memberitahu saya jika ingin datang. Bikin saya terkejut saja," serunya sembari bangkit dan menyambut Wirma dengan begitu hormat.Wirma terkekeh mendengar ucapan Beno barusan, ia rasanya begitu lega ketika kedatangannya ternyata di terima."Ada apa tiba-tiba anda datang ke sini pak? Apa terjadi sesuatu dengan nona muda ?""Tian baik-baik saja, anda tenang saja dengan itu. Saya ingin menyerahkan
Keduanya nampak menundukkan kepalanya, ada rasa bersalah bercampur malu ketika mengingat apa yang telah mereka lakukan. Wirma hanya bisa melipat kedua tangannya di dada, menatap kedua anaknya yang tengah merasakan malu."Kenapa menunduk begitu?" tanya Wirma yang membuka pembicaraan.Suasana ruangan tiba-tiba menjadi begitu dingin kala Wirma mengeluarkan suaranya, Ardan membawa mereka ke apartemen miliknya sebab hanya itu yang ia miliki saat ini."Ayah, maaf. Tadi Ar bener-bener nggak bermaksud buat ninggalin ayah di bandara.""Kalau kamu Tian, kenapa menundukkan kepala?""Tian salah karena melukapan ayah," cicitnya."Kamu lupa sama ayah karena sudah ada suami kamu? Ya kan?" tebaknya membuat Tian tersipu malu."Sudahlah, ayah lelah. Di mana kamar ayah Ar?""Di ujung Ayah, di dekat ruang belajar.""Ehm, kamu ajak istrimu istirahat juga. Kasian pasti juga lelah." seru Wirma sebelum menghilang dari pandangan keduanya.
Ketiganya nampak menikmati sarapan masing-masing dalam diam, Tian juga hanya diam dan melahap makanannya. Sedang Wirma merasa aneh dengan raut wajah putranya yang tak biasa.Ardan nampak tak fokus, berkali-kali ia mencuri pandang pada istrinya yang hanya terdiam di tempatnya. Merasa di perhatikan membuat Ardan menolehkan kepalanya, betapa terkejutnya ia saat mengetahui jika Wirma tengah menatapnya."Ada apa ini? Kenapa kalian berdua pada diam sendiri-sendiri?" tanya Wirma sembari meletakkan alat makannya."Tidak ada Ayah, aku hanya merasa gugup saja." jujur Tian apa adanya, sebab memang hal itu yang terus mengganggu fikirannya.Ardan hanya bisa melanjutkan makannya, ia sebisa mungkin harus menghindari segala pertanyaan dari ayahnya atau kejadian semalam akan terbongkar dan membuatnya malu.Hari ini adalah hari di mana Ardan akan di perkenalkan di lingkungan perusahaan, ia sebagai wali dari Tian akan bertugas menjadi pemimpin perus