Beno nampak sedang mengurus beberapa berkas pentingnya saat tiba-tiba pintunya di ketuk dari luar. Tanpa mengalihkan pandangannya ia pun mempersilahkan tamunya untuk masuk ke dalam.
"Apa mengganggu?" tanya orang tersebut.
Mata Beno terbelalak saat menyadari siapa yang kini sedang berdiri di hadapannya. Orang tersebut tak lain adalah Wirma.
Jauh-jauh Wirma terbang dari Surabaya ke Jakarta memang bertujuan untuk menemui Beno, ada sesuatu hal yang harus ia bicarakan dengan Beno tentang masa depan Tian tentunya.
"Astaga pak Wirma, kenapa tidak memberitahu saya jika ingin datang. Bikin saya terkejut saja," serunya sembari bangkit dan menyambut Wirma dengan begitu hormat.
Wirma terkekeh mendengar ucapan Beno barusan, ia rasanya begitu lega ketika kedatangannya ternyata di terima.
"Ada apa tiba-tiba anda datang ke sini pak? Apa terjadi sesuatu dengan nona muda ?"
"Tian baik-baik saja, anda tenang saja dengan itu. Saya ingin menyerahkan
Keduanya nampak menundukkan kepalanya, ada rasa bersalah bercampur malu ketika mengingat apa yang telah mereka lakukan. Wirma hanya bisa melipat kedua tangannya di dada, menatap kedua anaknya yang tengah merasakan malu."Kenapa menunduk begitu?" tanya Wirma yang membuka pembicaraan.Suasana ruangan tiba-tiba menjadi begitu dingin kala Wirma mengeluarkan suaranya, Ardan membawa mereka ke apartemen miliknya sebab hanya itu yang ia miliki saat ini."Ayah, maaf. Tadi Ar bener-bener nggak bermaksud buat ninggalin ayah di bandara.""Kalau kamu Tian, kenapa menundukkan kepala?""Tian salah karena melukapan ayah," cicitnya."Kamu lupa sama ayah karena sudah ada suami kamu? Ya kan?" tebaknya membuat Tian tersipu malu."Sudahlah, ayah lelah. Di mana kamar ayah Ar?""Di ujung Ayah, di dekat ruang belajar.""Ehm, kamu ajak istrimu istirahat juga. Kasian pasti juga lelah." seru Wirma sebelum menghilang dari pandangan keduanya.
Ketiganya nampak menikmati sarapan masing-masing dalam diam, Tian juga hanya diam dan melahap makanannya. Sedang Wirma merasa aneh dengan raut wajah putranya yang tak biasa.Ardan nampak tak fokus, berkali-kali ia mencuri pandang pada istrinya yang hanya terdiam di tempatnya. Merasa di perhatikan membuat Ardan menolehkan kepalanya, betapa terkejutnya ia saat mengetahui jika Wirma tengah menatapnya."Ada apa ini? Kenapa kalian berdua pada diam sendiri-sendiri?" tanya Wirma sembari meletakkan alat makannya."Tidak ada Ayah, aku hanya merasa gugup saja." jujur Tian apa adanya, sebab memang hal itu yang terus mengganggu fikirannya.Ardan hanya bisa melanjutkan makannya, ia sebisa mungkin harus menghindari segala pertanyaan dari ayahnya atau kejadian semalam akan terbongkar dan membuatnya malu.Hari ini adalah hari di mana Ardan akan di perkenalkan di lingkungan perusahaan, ia sebagai wali dari Tian akan bertugas menjadi pemimpin perus
Surabaya,Hari yang di tunggupun kini tiba, hari di mana Lecy juga Tian akan berjuang demi kelulusannya masing-masing dengan cara yang berbeda. Dengan bantuan Wirma kini Tian bisa mengikuti ujian kelulusan di rumah, namun dengan pengawasan yang jauh lebih sulit dari pada di sekolah.Bayangkan saja jika Tian setiap harinya harus menyelesaikan soal dengan lima orang pengawas sekaligus. Namun itu tak menjadi masalahnya, sebab masalah yang sebenarnya adalah rasa gugup Ardan yang mengetahui cara ujian dari istrinya.Ardan meluangkan waktunya untuk pulang ke Surabaya ketika hari kedua mereka ujian, dan dirinya tiba di saat Tian sedang mengerjakan soalnya. Tak hanya ke lima pengawas itu yang mengawasi Tian, bahkan Ardan memastikan sendiri istrinya bisa mengerjakan semua soal-soalnya.Hampir setiap malam Ardan membantu istrinya belajar, menyiapkan segala kebutuhan ujian esok dengan penuh ketelitian."Pasti lelah ya, semangat karena besok
Hari ini hari di mana Ardan akan memboyong istrinya bersamanya, namun agak berat rasanya melihat wajah sendu adiknya yang begitu berat melepas Tian untuk ikut bersamanya. Tak hanya itu saja, Dewi agaknya juga berat melepas menantu satu-satunya itu."Jakarta Surabaya itu deket, nggak usah kayak mau pisah lama gini deh." ucap Ardan yang melihat Lecy terus memeluk erat lengan istrinya."Kakak sih kenapa harus bawa Tian, kan biasanya juga sendiri di sana." ketus Lecy."Dih, dia kan istri kakak jadi terserah kakak dong mau gimana-gimana."Wirma menengahi kedua anaknya tersebut, membawa Tian mendekat ke arahnya dan memeluknya dengan begitu hangat."Ingat nak, kamu udah nggak sendiri. Ada suamimu, ada kami juga keluarga kamu." ucapnya mengusap punggung Tian.Tian membalas pelukan itu, ia hanya diam namun menganggukkan kepalanya. Ia merasa begitu beruntung bisa mendapatkan mereka sebagai keluarganya.Dengan berat mereka juga
Ardan membiarkan Tian tenang terlebih dahulu, selama acara makan malam ia dapat melihat rasa gugup bercampur takut di wajah istrinya. Ia tak ingin memaksa Tian menerima teman-temannya, ia hanya ingin Tian berlajar mulai terbuka sebab Ardan tak ingin istrinya itu terperangkap dalam traumanya."Hai, gue Bayu." seru Bayu yang kembali memperkenalkan dirinya."H hai kak, a aku Tian." gugupnya.Bayu nampak tersenyum manis melihat Tian yang tengah gugup menjawabnya, bagi Bayu itu adalah respon yang sangat manis di tambah sikap Tian yang malu-malu saat berbicara."Istri gue itu," seru Ardan menendang kaki Bayu dengan cukup keras."Pelit banget, dapat dari mana yang bening begini?""Rezeki anak berbakti.""Tian kapan mulai kuliahnya?" tanya Bayu yang memulai pembicaraan. Ardan hanya diam menyimak, ia ingin melihat seberapa jauh hasil dari terapi yang Tian jalani selama ini."Ehm, masih bulan depan kak.""Memangnya ambil jurusan a
Sudah satu minggu Tian menetap di Jakarta, ia sudah mulai membiasakan diri dengan lingkungan tempatnya tinggal. Begitu juga dengan Ardan, selain kuliah ia juga di sibukkan dengan pekerjaannya di perusahaan.Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, waktunya ia pulang ke rumah dan bertemu istrinya. Namun baru saja ia masuk ke dalam mobilnya telihat Nico menghubunginya, laki-laki itu mengajak semua temannya untuk bertemu di tempat biasa."Mau gimana lagi, berangkat aja lah." serunya menjalankan mobilnya keluar dari halaman perusahaan.Semua orang tengah berkumpul, bercengkrama dan sesekali tergelak dengan cerita seru yang mereka lontarkan. Asik berbincang hingga tanpa sadar semua makanan di meja sudah habis di lalap, Bayu yang melihat itu tertawa."Gila, makanan sebanyak tadi larinya ke mana semua ini?" tanyanya dengan canda tawa."Tuh si Ambar yang habisin, lihat aja pipinya makin gembul." ledek Wira membuat semua orang tertawa terbahak-bahak.
Seperti biasa, pagi ini Tian menyiapkan sarapan untuk dirinya juga suaminya. Selepas makan keduanya sempat menyempatkan diri untuk membeli bahan makanan di supermarket."Pagi," sapa Ardan yang baru bergabung di meja makan."Pagi kak."Ardan segera berangkat ke kampus, sebab pagi ini ia ada kelas pagi juga ujian yang tak bisa ia lewatkan. Tian yang awalnya sempat ingin meminta bantuan pada akhirnya mengurungkan niatnya, ia tak enak hati dengan semua kesibukan Ardan saat ini."Sebaiknya aku belinya nunggu kakak ada waktu aja," gumamnya berjalan menuju dapur.Sesampainya di kampus Ardan segera menuju kelasnya, namun di tengah jalan Sarah datang menghadang jalannya."Sar, sorry tapi gue buru-buru. Gue ada kelas tambahan ini," serunya."Sebentar aja Ardan, gue ada yang pengen di sampein sama loe.""Nggak saat ini, gue bener-bener nggak ada waktu. Sorry," serunya yang bergegas meninggalkan Sarah seorang diri."Brengsek!"
Ardan melangkah dengan begitu tergesa-gesa, fikiran buruk mulai memenuhi otaknya. Seharian ia sibuk dengan kuliah juga pekerjaan, ketika ia selesai meeting dan hendak membalas pesan istrinya sebuah nomor asing muncul menghubunginya."Sus, di mana IGD nya?" tanya Ardan panik.Nafasnya memburu, ia panik sembari terus berjalan mencari keberadaan istrinya. Pihak rumah sakit menghubungi dirinya, mengatakan jika saat ini istrinya tengah berada di ruang IGD. Saat itu juga Ardan membatalkan semua jadwal pertemuannya, ia segera bergegas menghampiri istrinya."Dokter. Dokter bagaimana istri saya?" baru saja tiba ia sudah melihat seorang dokter keluar, dengan buru-buru ia menghampirinya."Siapa nama istri anda Pak?""Ratian.""Oh, lukanya sudah di obati. Tidak terlalu serius namun juga tidak bisa di sepelekan, luka luarnya harus tetap di jaga kebersihannya agar tidak infeksi," jelas dokter tersebut."Apa boleh saya menemui istri saya?"