Ternyata suara-suara menyeramkan itu berasal dari alat musik keyboard. Elvis sengaja mengerjai semuanya karena sulit diatur untuk berfoto.“Kamu gila, Vis. Bayangkan kalau kejadian panggung ini rubuh. Bukan hanya aku, Kakek Viscout pun akan malu.” Dengan bersungut, Vigor mengomeli sahabatnya.“Aman. Hanya ilustrasi nanti saat malam pengantin. Aku yakin akan ada ranjang yang berderit.”“Wah, betul juga.”“Apa kita perlu berjaga-jaga di depan kamar pengantin? Takutnya terjadi hal-hal di luar dugaan.”Sumpah, Vigor sangat ingin membentak para sahabatnya yang bercanda santai. Masalahnya, Marshella berdiri di sampingnya dan mendengar semua ucapan tersebut.“Maaf atas ucapan para sahabatku, Babe.” Vigor menatap Marshella dan memberikan kecupan di pipi.Serentak semua sahabat Vigor mengikuti. Masing-masing mencari istrinya lalu menciumnya mesra.Untungnya para istri sangat ramah pada Marshella. Terutama Aurora. Dengan sikap akrab, ia membimbing Marshella yang masih terlihat canggung.Pesta u
Anak-anak Aurora dan Zack mulai menampakkan prestasi masing-masing. Felix kini sering bertanding di ajang kompetisi permainan antar negara. Zack sangat mendukung prestasi putra sulungnya tersebut.Haven, diusianya yang enam tahun mulai mengikuti berbagai perlombaaan berenang. Bahkan ia sudah berhasil meraih medali emas pada pertandingan renang antar sekolah.Dan hari ini, Aurora mendapat kabar bahwa putri bungsu mereka, Angel dinobatkan sebagai model cilik versi majalah mode terkenal di negara mereka.Berbagai kegiatan dan prestasi anak-anak, membuat Aurora dan Zack jarang bersama. Selain tetap bekerja, terkadang mereka harus mengantar Felix, Haven dan Angel ke tempat-tempat kursus berbeda.Tepat, seperti yang terjadi hari ini.“Aku antar Haven ke kolam renang Olimpics, ya. Setelah itu kami akan langsung mengantar Angel ke kursus modeling.” Aurora menelepon sang suami dan melaporkan kegiatannya.“Iya, aku masih ada meeting. Setelah itu baru akan ke galeri untuk menjemput Felix.”Hanya
Aurora menatap layar besar di depannya. Beberapa baris nama tertera berurutan. Tangannya terentang saat Felix menghampiri.“Selamat, Felix!”Pelukan Aurora dilapisi Zack yang menggendong Angel dan Haven yang memeluk tubuh Felix. Mereka berangkulan beberapa saat di tengah keramaian para penonton.Felix mendapat hadiah seribu dolar karena keberhasilannya menduduki peringkat satu. Ia juga mendapat sesi wawancara yang membuatnya canggung.“Nggak papa. Bicara saja seperlunya.” Dengan tepukan di bahu, Zack mendorong perlahan putranya.Dengan wajah datar, Felix menerima ucapan selamat. Putra Zack itu hanya tersenyum tipis saat pewawancara memuji kecanggihannya bermain.Felix menceritakan proses bagaimana ia bisa menjadi pemain yang handal. Ia mengatakan semua berkat dukungan sang Daddy yang juga senang bermain games online.“Tadi, kamu sempat tertinggal lalu dapat mengejar, bahkan meraih peringkat satu. Bagaimana caranya kamu bisa tiba-tiba bersemangat begitu?”Mendengar pertanyaan tersebut,
“Haven masih kecil, Sayang. Ini tidak normal. Bagaimana anak berumur enam tahun bisa memikirkan menikah dan memiliki istri.” Zack berjalan mondar-mandir di kamar utama.Sementara Aurora lebih tenang. Ia sedang memakai skincare di wajah dan tubuhnya sambil memperhatikan Zack.“Haven seperti itu karena ia tau tidak boleh pacaran.”“Tentu. Tapi, tidak juga dengan memikirkannya sekarang, Sayang.” Zack tetap bersikeras bahwa itu tidak benar.“Kamu tidak ada di grup kelas. Banyak laporan orang tua bahwa anak-anak mereka sudah menyukai teman di sekolah.”“Hah? Masa?”Menurut psikolog di sekolah, anak-anak sekarang memang begitu. Mereka lebih cepat tertarik pada lawan jenis. Kita hanya mengingatkan mereka bahwa saat ini waktunya mereka berteman dengan siapa saja.Namun, tanpa diketahui Aurora, Zack berkeluh kesah pada Kakek Viscout. Akhir-akhir ini mereka memang sering berkomunikasi. Awalnya karena investasi yang diberikan Kakek untuk bisnisnya.Lama-kelamaan, obrolan mereka selalu bergeser k
Zack menunda keberangkatan mereka ke galeri. Kini ia, Aurora dan Felix duduk di ruang kerja.Aurora pun tampak bingung melihat laporan bank. Ia dan Zack menatap Felix yang tertunduk.“Ceritakan pada kami, kamu gunakan untuk apa uang sebanyak itu, Felix?”“Maaf, Dad, Mom.”“Sudah, jangan hanya meminta maaf. Langsung saja jelaskan!” Nada suara Zack terdengar tegas membuat Aurora harus menenangkan suaminya.Felix semakin terlihat takut. Aurora bergeser ke samping Felix dan menenangkan putranya dengan mengelus punggung Felix.“Daddy dan Mommy hanya khawatir, Felix. Cerita pada kami, ya.”Felix mengangguk. Ia berkata minggu lalu di galeri, ia bertemu seorang lelaki tua yang menjadi petugas kebersihan. Lelaki itu selalu memperhatikannya.Beberapa hari kemudian, lelaki itu menulis sebuah catatan dan memberikannya kepada Felix. Sempat dicegah pengawal, namun Felix tetap mengambil kertas tersebut.“Apa isinya?”“Hanya mengatakan bahwa ia adalah Kakekku.”Degh. Jantung Zack langsung bertalu ken
Zack mengamati berbagai foto yang diberikan detektif yang ia sewa. Semua informasi tentang keluarga Amber ia dapatkan dengan rinci."Jadi benar mereka memang hidup prihatin?""Benar, Tuan. Si Bapak bekerja sebagai petugas kebersihan di galeri. Ibunya sakit dan hanya tinggal di rumah. Anak perempuannya bekerja sebagai pelayan toko.""Oke. Kerja yang bagus."Setelah detektif itu pergi, Zack mengetuk-ngetukkan jari ke meja. Otaknya buntu. Ia bingung harus bagaimana.Akhirnya Zack menelepon Clara. Meskipun ia tau Mami sibuk dengan cucu-cucu, Zack yakin Maminya bisa diajak bicara."Zack? Kamu baik-baik saja?""Hanya sedang bingung, Mi." Zack menyahut."Ada apa dengan Aurora? Biasa, kalau lagi hamil memang suka aneh-aneh. Kamu seperti baru pertama kali saja menghadapi Ibu hamil." Clara menyerocos sendiri lalu terkekeh."Bukan itu, Mamiii.""Oh. Serius ya ini? Ya sudah, ada apa?""Zack mau ketemu Mami. Malas ngobrol di telepon."Satu jam kemudian, Zack dan Clara sudah duduk di sebuah kafe. O
“Haven sering membawa banyak uang ke sekolah. Ia senang memberikan uang tersebut kepada teman-temannya hingga mendapat julukan Royal Boy.” Guru kelas yang didampingi kepala sekolah melaporkan prilaku Haven pada Aurora dan Zack.“Aku tidak melihat itu sebagai suatu kesalahan.” Zack mengerutkan dahinya. “Bukankah bagus Haven mau berbagi?”Guru kelas tampak saling menatap dengan kepala sekolah.“Maaf, Tuan. Kami rasa itu berlebihan. Haven pernah kedapatan membawa jutaan rupiah.”“Apa ada peraturan tertulis tentang larangan mentraktir teman sekolah? Atau jumlah maksimal yang bisa mereka bawa ke sekolah?”Lagi-lagi, pertanyaan Zack tidak dapat dijawab guru kelas. Kepala sekolah saja terlihat mengembuskan napas perlahan.“Memang tidak ada, Tuan. Tetapi .... ““Kalau begitu, kalian lah yang berlebihan. Haven sering memenangkan pertandingan dan mendapat banyak uang. Jutaan rupiah bukan jumlah yang besar untuk putra kami.”Setelah berkata demikian, Zack menarik pelan tangan Aurora untuk keluar
Aurora dan Zack menatap anak perempuan di ranjang hidrolik sebuah rumah sakit. Kepala sekolah mengabari Aurora bahwa ternyata selama ini Haven juga membiayai perawatan seorang anak kecil perempuan yang merupakan korban tabrak lari.Anak perempuan itu adalah putri dari petugas kantin di sekolah Haven. Tak sengaja, Haven pernah mendengar lelaki itu bicara di telepon sambil menangis.“Terima kasih, Tuan dan Nyonya. Berkat Haven, putri saya sudah membaik sekarang. Saya berhutang budi pada Haven.” Lelaki dan istrinya menunduk dalam-dalam pada Aurora dan Zack.Aurora menggeleng. “Kami baru tau dari kepala sekolah. Ucapkan terima kasih pada putra kami saja.”Lelaki yang memperkenalkan diri dengan nama Mario itu kembali menunduk santun. Ia berkata setiap hari selalu berterima kasih jika bertemu dengan Haven di sekolah.Saat istri dan pasangan suami istri itu bicara, Zack mengamati anak kecil di ranjang. Usianya sebaya dengan putrinya Angel. Sayang nasibnya jauh berbeda.Bahkan menurut cerita,
Zack membuka mata. Ia berada di keramaian. Banyak wanita cantik dan bertubuh indah di sekelilingnya.Namun begitu, apa yang ia cari tidak ada. Zack mulai panik. Netranya memutar ke segala arah. Ia mengabaikan uluran tangan setiap wanita yang ingin meraihnya.“Ke mana Aurora? Kenapa aku tidak melihatnya? Ini di mana?”Matanya memicing saat melihat cahaya. Ia mengerjap-ngerjap dan kini melihat beberapa wajah yang sedang mengamatinya.“Syukurlah, kamu sudah sadar.”Zack tersenyum kala melihat wajah yang ia cari-cari kini berada di dekatnya. Dokter segera mendekat dan memeriksa keadaan Zack.“Kelelahan, kepanasan dan dehidrasi.” Dokter menyimpulkan apa yang diderita Zack sambil menyuntikkan vitamin pada lengan atas pasiennya yang baru saja siuman dari pingsan selama sepuluh menit.“Apa akan baik-baik saja?” Clara bertanya dengan khawatir.“Tentu.” Dokter terkekeh menatap Zack. “Sepanjang ingatan saya, Tuan Zack memiliki kondisi tubuh yang prima. Hanya saja saat ini aktifitasnya sudah melam
Satu tahun berlalu. Hari ini adalah hari besar bagi Zack dan para sahabat. Akhirnya bisnis mereka bersama diresmikan.Seluruh keluarga Zack, Zavian, Elvis, Vigor dan Louis berkumpul di pulau. Resort besar yang diberi nama DreamTeam itu memiliki konsep kebersamaan. Setiap resort memiliki ruang terbuka untuk berkumpul.Acara pembukaan hari ini tampak meriah. Persiapan sudah berjalan sejak satu bulan yang lalu. Mereka membentuk lingkaran dan berdoa bersama sebelum akhirnya membuka pita tanda resort mereka kini terbuka untuk umum.Aurora menarik tangan Alzard untuk mengikutinya. Mereka menghampiri seorang wanita cantik berkepala plontos.“Siapa?” Alzard terlihat bingung.“Jenny. Dia sengaja mencukur habis rambutnya agar sama dengan kepala putrinya yang masih pemulihan dari kanker.”Alzard mengangguk dan akhirnya mengenali wanita tersebut. Aurora bersama Mami dan June memang sudah bercerita pada Zack dan Alzard tentang pertemuan mereka dengan Jenny.“Aurora.” Jenny menyapa ramah.“Jenny. S
Aurora, June dan Clara menatap hamparan manusia di ruang keluarga. Televisi masih menyala. Remah-remah keripik dan popcorn bertebaran bersama kaleng-kaleng soda dan gelas-gelas jus.Perlahan, Aurora membangunkan Kakek Viscout. Ia tidak ingin sang Kakek pegal-pegal tubuhnya karena tidur di sofa.“Oh. Kalian sudah kembali,” gumam Kakek Viscout.Aurora mengangguk, lalu mengantar Kakek Viscout ke kamar. Wanita cantik itu memastikan sang kakak berbaring nyaman dan menyelimuti tubuhnya.Saat kembali ke ruang keluarga, June dan Alzard sudah memindahkan Felix dan Haven. Mereka ditidurkan bersama di ranjang Felix.Clara sudah akan mengangkat Angel, namun Aurora menghalanginya.“Biar aku yang angkat Angel. Dia sudah berat sekarang. Mami tolong gendong Alpha saja.” Perlahan, Aurora melepas pelukan Zack dari tubuh Alpha.Bayi mungil itu kini dibawa Clara ke kamarnya. Aurora menggendong putrinya dan duduk sebentar di sisi ranjang Angel.“Terima kasih Tuhan, karena memberikanku putri yang sangat ca
Zack sampai membangunkan semua suster untuk mencari Angel. Raut wajahnya dari santai kini menjadi tegang. Untung saja, Alpha yang berada di gendongannya tidak terbangun.“Dad!” pekik Haven.“Kenapa? Ada apa dengan Angel?”“Sstttt.” Felix langsung meletakkan jari telunjuknya di bibir.Haven membuka taplak yang menutupi kaki meja. Di sana Angel tidu meringkuk. Zack, Kakek Viscout dan Alzard menghela napas penuh kelegaan.Suster mengeluarkan dan menggendong Angel. Zack meminta putrinya dibaringkan di kasur di depan televisi.Saking lelahnya, semuanya kini berbaring di kasur. Kakek Viscout memilih berbaring di atas sofa. Zack duduk bersandar di kasur sambil tetap menggendong Alpha.“Kenapa Alpha tidak dibaringkan di sebelah Angel saja agar kamu juga bisa tidur?”“Alpha menangis jika aku letakkan di kasur.” Zack menjawab pertanyaan Kakek Viscout dengan nada lemah.Lelaki itu memicingkan mata dan melihat Alzard, Haven dan Felix sudah tertidur. Zack mengusap sayang kepala Angel yang tidur di
Aurora sangat bersyukur. Zack begitu penuh support ikut merawat putra-putri mereka. Angel semakin manja dan lengket dengan sang Daddy. Sekarang, ke mana pun Zack pergi, Angel akan ikut.Perkembangan Alpha semakin hari semakin membaik. Berat badannya sudah mulai normal diusianya. Namun begitu, Aurora tidak mau lengah.Setiap hari, Alpha menjalani terapi perkembangan fisik dan kognitif. Aurora selalu menemani putranya.“Siapa hari ini yang bisa ikut menemani Alpha terapi?” Aurora bertanya pada anak-anaknya saat sarapan.“Felix, Mom. Nanti aku belajar online saja.” Felix mengajukan diri.“Maaf, Mom. Aku ada les golf, tapi setelahnya bisa menyusul.”“Angel mau rapat sama Daddy.”“Nanti kami menyusul setelah rapat, Sayang.” Segera, Zack menimpali.Aurora tersenyum dan mengembuskan napas lega. Dibanding Felix dan Haven, Angel lah yang masih menjaga jarak dengan Alpha. Anak perempuan lebih memilih bersama sang Daddy meskipun ia memiliki waktu untuk bersama Aurora.“Ayo, Angel. Pamit Mommy du
“Pasti habis dapat jatah semalam.” Zavian meledek sahabatnya. “Wajahmu sangat ceria dan bersinar.”Zack hanya tersenyum manis. Ia tidak akan menyangkal karena ucapan Zavian benar. Semalam akhirnya ia bisa melampiaskan kerinduannya pada sang istri.“Daripada meledekku terus, lebih baik kamu siapkan ruang rapat.”“Sudah.”“Katanya mau mencetak timeline terbaru proyek?”“Sudah.”“Pesan makanan untuk rapat ?”“Hem.”“Telepon desain pembuat boneka yang akan menjadi maskot pulau kita?”“Sudah semua. Tenang saja. Beres.”“Carilah pekerjaan lain agar kamu tidak menggangguku.” Zack bersungut kesal.“Ini sedang kulakukan. Menggodamu.”Zavian tergelak melihat tatapan Zack yang seperti ingin membunuhnya. Untunglah saat itu Angel masuk hingga wajah Zack langsung berubah manis.“Putri cantik Daddy.” Tangan Zack terentang lebar.Angel segera masuk ke dalam pelukan Zack. Lelaki itu menciumi setiap jengkal wajah sang putri satu-satunya.“Bagaimana sekolahnya?”“Kenapa setiap aku pulang sekolah, selalu
“Rumah sakit? Ada apa dengan putraku?”Zack menekan tombol speaker agar Kakek Viscout juga dapat mendengar. Dokter meminta Aurora datang ke rumah sakit untuk menyetor ASI-nya.Sambil mendengarkan instruksi dokter, Zack dan Kakek Viscout berjalan ke kamar utama. Mereka menemukan Aurora yang baru selesai mandi. Wanita itu terkejut melihat suami dan kakeknya tiba-tiba masuk bersamaan.“Ada apa?”“Alpha .... ““Alpha?”“Aku baru saja memberitahukan nama baby mochi pada Kakek lalu rumah sakit menelepon.”Sebelum Aurora khawatir berlebihan, Zack langsung bercerita. Dokter mengatakan bahwa Alpha mulai pintar minum susu. Bahkan ASI Aurora di rumah sakit sudah habis dan mereka meminta persediaan ASI lagi.Aurora menutup mulut saking senangnya. “Benarkah?”Zack memeluk Aurora dan menciuminya. Kakek Viscout memberi semangat saat keduanya langsung berjalan keluar untuk ke rumah sakit.“Aurora titip anak-anak ya, Kek.”“Iya, Aurora. Pergilah. Kakek akan menemani Felix, Haven dan Angel.”Di rumah s
Bayi teramat mungil itu dibawa ke kamar Aurora. Wanita cantik yang baru pertama kali melihat bayi yang dilahirkannya itu menangis. Mahluk itu terlihat memperihatinkan.“Tersenyumlah, Sayang. Kasihan baby mochi. Ia pasti ingin melihat wajah Mommynya yang bahagia melihatnya.” Sebelum suster meletakkan bayi di dada Aurora, Zack memohon.Aurora tersenyum dan mengangguk. Segera, ia menghapus air matanya dan memberi kode pada suster.Baby Mochi diletakkan di kulit dada Aurora. Matanya belum terbuka. Aurora mengelus perlahan kulit bayinya.“Hai, Sayang. Ini, Mommy.” Aurora menatap Zack yang juga memandangnya penuh haru. “Dia tampan, Zack.”“Tentu saja.” Zack segera menyahut.Aurora kembali menatap bayinya. “Mommy akan jaga kamu, Sayang. Maaf ya kamu sudah harus keluar dari perut Mommy.”Zack membuang muka ke arah dinding mendengar kata-kata istrinya. Aurora tak hentinya berbicara pada baby mochi.Bayi itu bahkan belum bisa menyusu langsung dari puncak dada Aurora. Mulutnya sangat kecil dan t
"Zack, sepertinya aku harus ke rumah sakit deh.""Kenapa, Sayang?" Zack mengamati istrinya yang terlihat sehat-sehat saja."Sejak bangun tidur tadi, aku pipis terus. Sedikit-sedikit.""Bukannya normal?" Zack yang sedang duduk menghadap laptopnya kini berdiri dan menghampiri sang istri.Lelaki itu mengusap perut Aurora yang besar. Kandungannya sudah hampir memasuki usia delapan bulan.Menurut pengalaman Zack setelah Aurora hamil sebelumnya, memasuki semester tiga, wanita hamil memang sering buang air kecil."Perasaanku gak enak. Ke dokter saja, ya.""Oke. Sekarang?"Aurora mengangguk. Ia tidak ingin membuang banyak waktu untuk segera memeriksa kandungannya.Mereka hanya sempat berpesan pada asisten yang mengurus anak-anak lalu segera meluncur ke rumah sakit."Aduuh." Aurora meringis membuat Zack yang sedang menyetir terpecah konsentrasinya."Sakit?"Namun, kepala Aurora menggeleng. "Tidak. Tapi, aku ngompol. Tidak bisa kutahan."Sudut mata Zack melirik jok kursi. Aurora langsung memint