“Tok, tok.” Aurora mengetuk pintu kamar Alzard. “Aku masuk, ya.”Tidak ada balasan dari dalam, Aurora tetap membuka pintu. Wanita cantik itu masuk, melirik ranjang di mana Alzard masih berbaring.“Al, aku bawa sarapan untukmu.”Tetap tidak ada jawaban, meskipun Aurora tau Alzard sudah bangun dan mendengarnya dengan jelas.Aurora beranjak ke tepi tempat tidur, lalu duduk di sisinya. Menatap tubuh Alzard yang tertutup selimut.“Masih marah ya, sama aku? Maaf, ya.” Aurora berkata lirih.Sepuluh menit berlalu, Alzard tidak juga merubah posisi. Ia tetap memejamkan mata. Hingga Aurora akhirnya meneteskan air mata.Dengan cepat, Aurora mengusap pipinya. Ia berdiri dan menatap tubuh Alzard sambil menggigit bibir.“Ya sudah. Aku keluar dulu. Jangan lupa sarapan.”Tangan Aurora sudah akan menggapai pegangan pintu, namun terhenti karena mendengar pertanyaan Alzard.“Di mana bajingan itu menyentuhmu, Aurora? Trevor, apa dia melukaimu?”Aurora berdiri di depan pintu. Kepalanya menoleh ranjang. Alz
Seharian Mami tidak keluar dari kamar. Aurora mondar-mandir di depan kamar dengan resah. Zack hanya bisa menemani dengan bersandar di dinding.“Percuma kalian menunggu, Mami tidak akan keluar hari ini.” Alzard berbicara pada Zack dan Aurora.Aurora menghampiri Alzard. “Tolong, kamu temani Mami. Aku khawatir.”“Percuma aku menemaninya. Ia tidak akan merespon apa pun. Kalian juga sebaiknya pergi karena Mami akan semakin malas karena tau kalian menunggunya.”Setelah mengatakan kalimat itu, Alzard pergi meninggalkan Zack dan Aurora. Aurora melirik Zack, memberi kode agar ia diperbolehkan pergi dengan Alzard. Lelaki itu mengangguk.Segera, Aurora mengejar Alzard.“Al, mau ke mana?”Alzard tidak menoleh, tetapi terus berjalan menuju mobil.“Alzard! Tunggu!”Sambil mendengus pelan, Alzard berhenti dan menatap Aurora. “Aku mau menenangkan diri.”Tanpa menunggu balasan Aurora, Alzard masuk ke dalam mobil dan melajukan kendaraannya keluar. Aurora hanya bisa termangu sesaat lalu mengembuskan nap
"Mami merestui kami?" Zack tersenyum pada sang Mami. "Terima kasih."Tidak ada jawaban dari Clara. Bahkan wajahnya tetap datar tanpa sirat kebahagian."Keluarlah. Mami mau makan sendiri." Kalimat itu yang justru meluncur dari bibir Clara.Aurora dan Zack tertegun sesaat. Zack mengangguk lebih dulu. Ia menggiring pelan Aurora yang masih tampak ingin berbicara dengan Mami.Di depan pintu, mereka bertemu Alzard yang berdiri bersandar pada dinding kamar Mami. Sepertinya, ia juga mendengar pembicaraan yang baru saja terjadi antara Mami, Zack dan Aurora.Ekspresi wajah adik kandung Zack itu pun sama, datar saja. Alzard melewati Zack dam Aurora, lalu masuk ke dalam kamar Mami dan menutup pintu rapat-rapat.Zack dan Aurora saling bertatapan, lalu sama-sama mengembuskan napas panjang. Apa ini namanya terpaksa merestui?"Kita telepon Kakek, ya. Aku mempercepat meeting online karena Kakek mencarimu barusan." Zack mengeluarkan ponsel dari sakunya.Aurora mengangguk. "Oh, oke. Aku memang tidak mem
"Aurora? Sayang? Venus bertanya bagaimana konsep pernikahan idamanmu?" Zack menyentuh lembut punggung Aurora yang melamun.Padahal mereka sedang menerima tamu. Venus, seorang wedding organizer kenalan June.Setelah satu minggu kembali dari rumah Mami, Aurora seringkali termenung. Zack yang mengamati hanya mengira wanitanya sedang shock dengan banyaknya acara menjelang hari pernikahan mereka."Ummm ... boleh aku lihat-lihat saja dulu brosur-brosur ini? Semua bagus dan indah, aku perlu waktu memikirkannya." Aurora tersenyum pada Venus dan Zack."Tentu. Hubungi aku kapan saja jika ingin bertanya." Venus memaklumi. Ia segera berkemas dan pamit.Zack mengantar Venus hingga ke pintu. Mengucapkan terima kasih lalu kembali duduk di sisi Aurora yang lagi-lagi melamun."Sayang?" Sejak hubungan mereka telah diketahui kedua keluarga, Zack langsung memutuskan memanggil Aurora dengan panggilan romantis."Ya." Aurora menjawab singkat."Jangan mengelak lagi. Katakan apa yang ada di pikiranmu beberapa
Dorr!!Zack melesat ke ruang kerja Aurora melalui pintu penghubung. Dengan jantung berdebar kencang ia menatap pemandangan di depannya.Satu pengawal kebangsawanan berdiri di depan Aurora melindungi putri bangsawan tersebut. Satu lelaki kekar lain menarik kedua lengan Kyla ke belakang punggungnya.Sebuah pistol tergeletak di lantai."Aurora!"Langkah Zack tertahan pengawal yang melindungi Aurora. Sementara Aurora hanya diam terpaku dengan tatapan tajam pada Kyla.Detik berikutnya, telah banyak orang berkumpul di ruang Aurora."Aurora!" Zack kembali memanggil tunangannya dan menjulurkan tangan meminta Aurora menggenggamnya.Dengan wajah tetap waspada, Aurora mengangguk lalu memberi kode pada pengawalnya untuk memberinya jalan. Aurora melewati pengawal dan melangkah ke arah Zack.Zack mengembuskan napas lega saat akhirnya bisa memeluk Aurora. Kedua tangannya lalu menangkup wajah Aurora dan mengamatinya."Kamu tidak apa-apa, sayang?"Aurora menggeleng, lalu melirik Kyla yang sedang teris
Aurora dipaksa pulang ke kastil setelah kejadian penodongan senjata. Kakek Viscout bahkan mengirim banyak pengawal khusus. Meski begitu, negosiasi Zack dengan Kakek Viscout berhasil.Tunangan Aurora itu berjanji akan membawa Aurora ke kastil saat urusan dengan Kyla selesai. Ia harus memastikan, Kyla dihukum setimpal karena hampir melukai wanita yang dicintainya.Di kantor polisi, Kyla dengan pongahnya meminta beberapa pejabat membantu dirinya. Ia yakin bisa keluar dari tuduhan ancaman dan kekerasan pada seseorang.Namun tidak ada yang berani membela Kyla setelah tau siapa orang di balik Aurora."Maksud Anda? Saya akan tetap di penjara? Tidak, tunggu dulu." Kyla dengan panik berteriak.Polisi memberikan kesempatan kembali pada Kyla untuk menelepon sesorang. Pejabat berumur yang merupakan ayah dari bayi di dalam rahimnya segera mengirim seorang pengacara kenamaan."Terus? Bagaimana? Kyla bebas?" Aurora bertanya saat mereka telah dalam pesawat yang dikirim Kakek Viscout."Kakek Viscout
“Kakek,” sapa Aurora sebelum masuk ke ruang kerja Kakek Viscout.Tanpa mengalihkan pandangannya pada kertas-kertas di meja, Kakek Viscout berkata, “Masuk, Aurora.”“Apa Aurora mengganggu? Kakek sedang sibuk?” Aurora mengamati apa sedang Kakek-nya lakukan beserta seorang ajudan di sampingnya.“Tidak. Hanya memeriksa berkas ini. Sebentar lagi selesai.”Beberapa menit kemudian, ajudan Kakek Viscout keluar. Lelaki itu itu menggiring cucunya untuk duduk di sofa.“Zack belum kembali?”Aurora menggeleng. “Zack bilang mungkin menjelang malam baru kembali.”Kakek Viscout tersenyum. “Biarkan. Kakek senang Zack memiliki sahabat seperti Evis dan Vigor yang sama-sama berdarah bangsawan.”“Ih, Kakek kok gitu.” Aurora tak setuju dengan pernyataan sang Kakek. “Semua manusia sama. Jangan hanya dilihat dari status dan keturunannya dong. Zack memiliki sahabat lain yang baik seperti Louis dan Zavian.”“Kakek tau. Zack memiliki persahabatan yang baik dengan Zavian, Vigor, Elvis dan Louis. Bukan maksud mem
Malam sebelum pesta, Aurora tidak dapat tidur. Ia terus menatap manekuin yang menggunakan gaun pengantin cantik rancangan June yang akan ia gunakan besok pagi.Tuhan ternyata sebaik itu padanya. Dulu, ia selalu berpikir kenapa Ibu dan ayahnya meletakkannya di depan pintu panti asuhan. Kenapa mereka tidak membawanya saja dan ikut jatuh ke jurang bersama?Kini, ia tidak menyesali dirinya. Ia banyak memberi kebahagiaan pada orang lain. Kini saatnya, ia mendapatkan kebahagiaannya sendiri.“Tok, tok, tok.”Aurora menoleh cepat. Suara ketukan itu berasal dari balkon. Jantungnya berdebar, lalu meraih telepon, berniat memanggil pengawalnya.Namun kemudian suara Zack menyapanya. “Aurora, ini aku. Buka pintu balkonnya.Dengan langkah cepat, Aurora membuka korden balkon. Benar, Zack sedang berdiri di depannya dengan piyama. Aurora segera membuka pintu.“Apa yang kamu lakukan …. “Aurora tidak dapat melanjutkan kalimatnya, karena Zack sudah memeluknya erat. Mereka memang sudah tidak bertemu hampi