Sambil menangis, Aurora menggedor pintu kaca balkon. Ia melihat Zack tidak memperdulikannya. Lelaki itu keluar dari kamar Aurora lalu kembali mengunci kamarnya.Udara dingin mulai menyerbu kulit Aurora. Tubuhnya mulai menggigil karena saat ini hanya mengenakan piyama pendek. Tak lama kemudian, ia mendengar deru mobil sport Zack yang menjauh.Saat ini, Aurora hanya berharap salah satu pelayan datang dan menolongnya membuka pintu balkon. Sialnya lagi, Aurora sempat meletakkan telepon genggamnya di meja sebelum Zack menariknya keluar balkon.Melalui pintu kaca balkon, telepon genggam itu terlihat menyala tanda ada yang meneleponnya. Aurora menduga pasti Vigor yang menelepon. Ia hanya bisa mengembuskan napas panjang saat akhirnya teleponnya itu kembali mati.Zack baru kembali dari club malam pukul dua dini hari. Ia langsung ke kamarnya dan tidur. Hingga keesokan pagi saat sarapan, lelaki itu tersadar bahwa semalam ia meminta semua pelayan untuk tidak ada yang masuk ke kamar Aurora dengan
“Aku sudah membaik, Vigor. Kamu tidak perlu datang. Kasihan Kakekmu.” Aurora menenangkan Vigor yang panik.“Tapi, Zack bilang, kamu memilih tinggal sendirian di apartemen. Bukankah itu berbahaya karena kondisimu belum pulih benar?”Ternyata Zack yang mengabari Vigor. Tadinya, Aurora berpikir Zavian yang memberitahukan tentang penyakitnya pada para sahabat Zack.Selama satu jam berbicara dengan Vigor, lelaki itu tetap bersikeras akan melihat sendiri keadaan Aurora. Aurora akhirnya bisa melihat sifat keras kepala Vigor yang sulit dibantah jika menginginkan sesuatu.Mengakhiri telepon dengan Vigor, Aurora mengembuskan napas panjang. Ia merasa sangat tidak enak hati karena jadi begitu banyak orang yang mengkhawatirkannya.“Ting tong.”“Zack?” Aurora tercengang melihat pagi-pagi, Zack sudah berdiri di depan pintu apartemen.Kedua tangan Zack mengangkat bungkusan. “Pagi. Aku membawa makanan.”Aurora tersenyum. Ia mempersilahkan Zack masuk. Lelaki itu langsung menuju meja makan dan menata ma
Belum sempat Aurora menjawab pertanyaan June, telepon genggam sahabatnya itu berbunyi. June segera menjauh dan berbicara dengan benda pipih itu dengan serius.Saat makanan fastfood pesanan June datang, sahabat Aurora itu masih berbicara di telepon. Hingga akhirnya ia kembali ke meja makan.“Ada masalah di butik. Aku bawa saja makanan ini dan makan di mobil.” June bergegas akan pergi.“Jangan sampai tidak makan, lho.” Aurora mengingatkan sahabatnya.“Iya. Aku pakai supir kok, jadi bisa santai makannya.” June mencium pipi sang sahabat, lalu pergi membawa makanannya.Sepeninggal June, Aurora hanya bersantai di sofa dan menonton konser musik. Ia memang menggemari seni. Bahkan saat sekolah, Aurora memiliki sejumlah prestasi di bidang seni budaya.Hanya saja ketika kuliah, Papi tidak setuju Aurora melanjutkan pendidikan pada bidang seni tersebut. Papi bilang, bakatnya untuk menjadi hobi saja. Akhirnya Aurora menuruti keinginan orang tua angkatnya yang menginginkan ia kuliah di jurusan admin
Selama bertemu Aurora, Vigor kerapkali membawakan kekasihnya bunga ataupun makanan. Perhatiannya memang sangat besar membuat Aurora semakin nyaman.Malam itu, Zack dan Alzard mengizinkan Aurora makan malam romantis dengan Vigor. Kedua kakak beradik itu sedang bersama di apartemen dan menunggu Vigor menjemput adik angkat mereka.“Aurora, Vigor sudah datang,” teriak Alzard saat sahabat Zack itu muncul di apartemennya.Zack dan Vigor sedang berbincang akrab saat suara ketukan heels terdengar. Serentak mereka menoleh. Zack menahan napas, Mata Vigor berbinar sedangkan Alzard bersiul tinggi rendah.Aurora tersipu. Ia memang berdandan cantik untuk makan malam bersama Vigor kali ini. Gaun terusan panjang berwarna hitam dengan model ketat di bagian dada hingga pinggang namun bagian bawahnya A-line yang mengalir memberikan efek seperti gaun seorang putri kerajaan.“Adikku cantik sekali. Cup.” Alzard langsung menghampiri dan mencium pipi Aurora.“Jangan pulang terlalu malam.” Zack dengan suara t
“Tuan William Dalton, Dokter Keyna.” Dengan santun, Zack menyapa suami-istri tersebut.Keduanya serentak menoleh. Wanita berjas dokter itu langsung tersenyum dan mengangguk. Lalu, kembali menatap sang suami.“Aku harus pergi sekarang, sayang.”Tanpa sungkan, mereka berciuman di depan Zack dan Aurora. Setelah memperhatikan istrinya pergi, lelaki mapan itu menoleh pada Zack tanpa melirik Aurora sama sekali.“Kamu, Zackery Morgan, teman Louis, bukan?”“Betul, Tuan William. Saya selalu salut pada ketajaman ingatan Anda.”William mengangguk singkat lalu mengulurkan tangan. “Apa kabar, Zackery? Semoga kamu di sini bukan karena sedang sakit.”Zack menjabat tangan William. “Saya baik, Tuan. Hanya sedang menemani Aurora mengecek kesehatannya. By the way, kenalkan ini Aurora, adik angkat saya.”William tersenyum sedikit pada Aurora. Lalu menanyakan kabar bisnis yang dijalankan Zack hingga akhirnya lelaki mapan yang masih terlihat tampan itu berpamitan.“Aku harus mengantar Princess sekolah.” Wil
“Itu cuma mimpi. Jangan terlalu dipikirkan. Kamu ‘kan sudah bahagia dengan keluarga angkatmu.” June mengingatkan Aurora saat sahabatnya itu menelepon dan menceritakan tentang mimpinya semalam.“Aku hanya penasaran. Sudah tiga kali aku bermimpi yang sama,” ungkap Aurora. “Entahlah itu pertanda apa.”“Oh ya, kamu cerita, Alzard memberimu kalung dengan liontin yang mirip dengan tanda lahirmu. Boleh aku lihat?” June bertanya.Tak lama kemudian, Aurora mengirim foto kalung berliontin dua daun Oxalis yang berdekatan. Daun Oxalis berbentuk segitiga sehingga saat digabungkan tampak seperti sayap kupu-kupu.“Mirip sekali dengan tanda lahir di punggungmu, ya?” June memberikan komentarnya saat melihat foto liontin tersebut.“Tepat. Alzard juga bilang begitu. Menurutnya hanya ada satu perusahaan perhiasan yang mengeluarkan produk ini.”June lalu berjanji untuk mencari tau tentang perhiasan tersebut. Biasanya para stylist model memiliki pengetahuan yang cukup tinggi pada barang-barang yang tren. S
“Dih! Bukannya kamu sebal dengan Zack?”June tidak menjawab. Ia menjatuhkan diri di sofa lalu bersandar lemas.“Aku sampai gemetaran saat membuka pintu dan melihat mahluk tampan itu.”“Sadar, woii. Itu, Zack. Kakak angkatku yang brengsek.” Aurora mengingatkan June sambil menggeleng-geleng.Sepertinya saat ini June tidak perduli. Dengan lancar dan pandangan menerawang, ia mengungkapkan apa yang ia rasakan ketika melihat Zack mondar-mandir di dapur.“Saat tangannya terangkat untuk memasukkan makanan ke laci atas, wuiihh, otot-otot lengan, punggung dan bokongnya terlihat nyata. Kuat dan kencang.”“Mesum!”“Dan wanginya itu … ya Tuhan, pakai parfum apa sih dia?”“Baccarat Crystale.”“Uhhh … pantas saja. Parfum mahal yang memang maskulin itu memang benar-benar cocok dengan figurnya.”Buk. Sebuah bantal sofa kecil melayang ke kepala June. Wanita itu hanya melongo menatap Aurora yang baru saja melempar bantal kepadanya.“Kenapa?” tanyanya linglung.“Sadar. Kau membenci Zack.”Kepala June men
“Tuan William, saya izin bergabung.” Zack dengan santun menunduk hormat pada William, Daddy dari sahabatnya, Louis.“Silahkan.” William tersenyum simpatik. “Oh ya, bagaimana kabar adikmu? Sudah sehat?”“Sudah, Tuan. Aurora sudah mulai bekerja. Terima kasih atas perhatiannya.”William mengangguk. Ia lalu berpesan untuk menjaga kesehatan. Uang berlimpah tidak akan bisa dinikmati jika tubuh kita sakit.Penuh perhatian, Zack mendengarkan petuah William. Ia teringat sang papi yang juga sering memberinya nasehat. Jika papi-nya masih hidup mungkin akan cocok berbincang dengan Tuan William.Tak lama kemudian, William pamit untuk lebih dulu ke lapangan. Zack mengangguk, lalu mengamati gadis muda yang langsing dan cantik di samping William. “Princess bertambah tinggi, ya.” Zack berkata pada Louis.“Iya. Mirip Kak Cha. Karena Mommy Key kan mungil.”“Oh, aku bertemu Dokter Keyna di rumah sakit saat mengantar Aurora mengecek lambungnya.”“Mommy Key masih sedih atas berpulangnya papimu.”“Padahal