Share

Chapter 42

Penulis: Els Arrow
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Darren tiba di kediaman Toni dan langsung masuk ke rumah, pria itu memaksakan senyum saat berhadapan dengan Tania.

Padahal kebenciannya sangat membumbung tinggi saat mengingat obrolan Tania dengan Raka di telepon kemarin malam. Namun, Darren belum ingin masuk ke permainan inti, dia masih ingin membuka dengan sesuatu yang manis.

"Makasih, ya, Mas. Aku kira kamu nggak akan pulang, aku sudah khawatir akan merayakan ulang tahun sendirian," kata Tania.

"Aku sudah berjanji, Tan. Tentu aku akan menepatinya," sahut Darren.

Tania memeluk tubuh kekar itu, menyandarkan kepala pada dada bidang Darren. Ia sangat senang, dengan begini dia bisa mendengar detak jantung Darren.

Namun, tidak dengan Darren. Pria itu malah semakin geram, tetapi belum mau gegabah.

"Aku nggak sabar ingin periksa kandungan dan mendengarkan detak jantung anak kita, Mas. Pasti rasanya bahagia sekali, kita sudah menunggunya sejak lama 'kan? Pasti anak kita juga tidak sabar untuk segera lahir ke dunia," bisik Tania yang hanya d
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dwi Istriani Dwi
lanjut dong... Darren segera nikah sama Tania
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 43

    "Maafkan aku, Sayang," rintih Tania seraya berusaha menyentuh tangan Darren, tetapi pria itu segera menarik tangannya."Aku sudah tidak sudi mendengar panggilan menjijikkan itu lagi. Kau juga memanggil Raka dengan panggilan itu, dan aku tidak mau kau menyamakanku dengan selingkuhanmu!" Darren menunjuk tepat di depan wajah Tania, membuat wanita itu semakin merasa sesak.Tania menggeleng dengan bibir bergetar lantaran isak tangis yang terdengar semakin menyayat. Hatinya perih sekali, tidak menyangka semua akan berakhir seperti ini.Darren mengeluarkan sebuah amplop dari dalam tasnya, kemudian menyerahkan kepada Tania."Lihat! Aku sudah melakukan tes DNA janinmu, dan hasilnya cocok dengan DNA Raka," bisik Darren.Tania menerima amplop itu, tangannya gemetar membuka amplop berwarna putih berlogo sebuah rumah sakit.Pandangannya semakin kabur saat membaca tulisan di kertas itu, kenyataan ini begitu menyentak relung hatinya."Kamu mau mengelak seperti apa lagi, Tania? Semua bukti sudah ada,

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 44 | Permintaan Terakhir

    Bidan Eva datang dan langsung memeriksa Tania, wanita itu baik-baik saja dan tidak ada masalah dengan janinnya. Membuat Darren geram karena ia merasa dibohongi."Pikirkan sekali lagi, Nak. Wanita yang hamil tidak boleh dicerai, haram hukumnya. Apa kamu mau mendapatkan azab? Setidaknya tunggu dulu sampai bayinya lahir," ucap Mella.Darren mengurungkan niatnya memarahi Tania, ia kembali fokus pada wanita paruh baya itu.Mella menatapnya tajam, tetapi tidak membuatnya gentar. "Itu kalau Tania hamil anakku, Bu. Tapi dia hamil anaknya Raka, dan aku yakin ibu tahu masalah ini," sahut Darren."Apa ...?!" teriak Toni yang baru saja masuk kamar Tania.Toni baru saja pulang dari rumah rekannya, melihat Bidan Eva keluar dari kamar Tania tentu membuatnya khawatir. Namun, tak menyangka kalau ia malah mendengar kabar mengejutkan ini.Mella meneguk salivanya dengan susah, demikian juga Tania yang langsung bangkit. Matanya membelalak, pandangannya dipenuhi ketakutan melihat Toni berjalan mendekati D

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 45

    Darren menghela napas lirih, kakinya maju beberapa langkah dan membawa Tania ke dalam pelukannya. Wanita itu langsung melingkarkan tangannya pada perut Darren, air mata kembali menetes saat menghirup aroma parfum maskulin yang menjadi favoritnya.Ini terkahir kalinya ia bisa memeluk tubuh kekar itu, membuat perasaannya tiba-tiba sakit.Tania memang berselingkuh, tetapi apakah seorang istri tidak sakit saat berpisah dengan suaminya? Tentu Tania merasa nelangsa."Jaga diri baik-baik, Tan. Untukmu dan anak yang kau kandung, semoga kalian selalu dalam lindungan Tuhan," bisik Darren.Tangannya membelai rambut Tania, menenangkan isak tangis wanita itu dalam bekapan dadanya.Toni dan Mella turut meneteskan air mata mereka. Namun, berbeda, kalau Toni menangis meratapi keluarganya yang hancur, sementara Mella bersedih karena gagal mempertahankan Darren.Darren melepaskan pelukan, ia mendorong tubuh Tania sedikit kuat."Aku akan kembali ke Jakarta, aku akan melakukan hidup di sana," ucapnya. "A

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 46

    "Tunggu, Mas. Kamu tidak bisa pergi begitu saja sebelum kita selesai bicara!" pekik Mella.Wanita paruh baya itu melepaskan pelukannya, ia segera mengejar sang suami yang berjalan cepat memasuki rumah."Mas Toni!" teriak Mella.Deru napasnya terengah-engah, langkahnya berhenti di ruang tamu saat Toni membalik badan menghadap ke arahnya."Mau bicara apa lagi, Bu? Membahas masalah ini hanya akan menambah kekesalanku kepadamu dan Tania. Kalian berdua sudah sangat memalukan, tapi kalian tetap tidak sadar diri!" ketus Toni.Mella masih tidak bergeming, sementara di belakangnya ada Tania yang menatap kedua orang tuanya dengan pandangan sedih. "Kau hanya bisa membela anakmu tanpa mengajarinya tata krama. Semua yang dia dapatkan hari ini, adalah buah yang kau ajarkan, Bu. Dan nasib putrimu, adalah karma atas perbuatan jahatnya kepada putriku," jelas pria paruh baya itu.Kilatan matanya memancarkan amarah, pupil mata itu melotot sempurna menatap Tania dengan nyalang."Silakan lindungi putrimu

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 47

    Darren tiba di rumah sakit dan langsung berlari menuju UGD, terlihat Renaldy dan Ara duduk di kursi tunggu. "Ren," panggil Darren.Renaldy mengangkat kepala, lantas bangkit dan menepuk bahu sahabatnya dengan pelan."Dokter belum keluar, sebaiknya kamu duduk dulu," kata Reinaldy.Darren menggeleng, kakinya melangkah mendekat ke pintu. Netra elang itu mengintip dari kaca kecil yang ada di pintu, hatinya semakin sesak melihat Nadia terbaring tak berdaya di ranjang pesakitan.Renaldy sudah menyuruh untuk duduk, tetapi mana bisa Darren tenang kalau Nadia sedang mempertaruhkan nyawa?"Apa aku meninggalkanmu terlalu lama, Nad? Seharusnya aku melihat senyummu saat kembali ke sini, tapi malah melihat tubuhmu penuh perban," batin pria itu.Tidak peduli sudah berapa menit jarum jam berputar, Darren tidak mempedulikan kakinya yang mulai terasa pegal.Sampai akhirnya dokter keluar ruangan, Darren langsung memberondong banyak pertanyaan tentang keadaan Nadia."Pasien kehilangan banyak darah, Pak.

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 48

    "Kak Darren," bisik Nadia. Darren langsung berlari menghambur ke ranjang, tangannya mengelus lembut rambut hitam Nadia. Mata elangnya menyiratkan kekhawatiran, cukup lama ia bertatapan dengan Nadia. "Kakiku sakit, Kak. Nggak bisa digerakin," ucap gadis itu dengan suara yang sangat lirih. Darren bingung harus menjawab apa, takut Nadia akan kecewa mendapati kakinya patah. "Aku panggilkan Dokter, ya." Darren memencet tombol khusus yang terletak di sisi ranjang, tidak lama kemudian Dokter dan perawat masuk. Dokter langsung memeriksa kondisi Nadia, seutas senyum tipis terbit di bibir yang membuat Darren penasaran. "Bagaimana kondisi Nadia, Dok? Apa sudah membaik?" tanya pria tampan itu. "Syukurlah, Pak. Semuanya sudah baik, tinggal kita lakukan operasi saja." "Operasi?" timpal Nadia. Dua pria berbeda usia itu menoleh bersaman, menatapnya dengan sedikit terkejut. Membuat Nadia kembali bertanya, "operasi apa?" Hening! Darren tidak langsung menjawab, sementara Dokter jug

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 49

    Nadia dibawa ke ruang operasi, Darren menunggu dengan cemas di luar bersama Toni. Toni baru saja tiba setelah Darren meneleponnya tadi, pria paruh baya itu dijemput oleh orang suruhan Darren tanpa sepengetahuan Mella dan Tania.Dua pria berbeda usia itu sama-sama tidak bisa tenang, mereka tidak duduk dan terus menatap pintu ruang operasi dengan perasaan gusar. "Nak Darren, Nadia tidak kesakitan 'kan di dalam?" tanya Toni dengan suara lirih."Tidak, Yah. Ada dokter anestesi yang bertanggung jawab di sana. Kalaupun kesakitan ... aku yang merasakannya."Toni menoleh, menepuk lembut bahu kekar Darren."Kau menangisi Nadia? Tapi kau tidak menangisi Tania, Nak."Darren menggeleng. "Aku hanya tidak menunjukkannya di hadapanmu, Ayah. Kalau soal Nadia ... aku memang tidak dapat menahannya."Kepalanya menunduk, tidak mau Toni melihat air matanya yang semakin menetes deras. "Ayo duduk dulu," ajam Toni.Darren menurut, kakinya gemetar menahan bobot tubuhnya sendiri. Khawatir ikut tumbang kalau

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 50

    "Gimana?" tanya Mella, wanita paruh baya itu sedari tadi menunggui putrinya.Tania menggeleng, ia sendiri juga bingung. "Aku nggak tahu Raka bisa diharapakan atau nggak, Bu. Dia kayak santai saja tadi, bahkan nggak tanya gimana kondisiku. Raka malah menyalahkanku!"Tania berteriak tanpa takut karena alat penyadap yang ada di kamarnya sudah dibuang, ia yakin Darren tidak akan tahu kelakuannya.Mella tidak kalah gusar. Wajahnya merah padam dengan kedua tangan terkepal. "Semuanya hancur! Padahal tinggal beberapa bulan lagi, tapi malah gagal."Tania tidak menyahut, kakinya mondar-mandir di dalam kamar sambil memikirkan bagaimana cara mendapatkan uang.Kalau hanya mengandalkan black card pemberian Darren, jelas kurang. Ia ingin foya-foya dan menikmati hidup, sementara kebutuhan anaknya nanti pasti banyak."Aku nggak mungkin minta Mas Darren, Bu. Nomorku saja diblokir, aku nggak bisa menghubunginya. Aku juga nggak bisa menuntut apa-apa, ini bukan anaknya dan aku nggak mendapatkan bagian har

Bab terbaru

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Extra Part - Ending

    Hari-hari berlalu begitu cepat, berganti minggu dan bulan. Kehidupan Darren dan Nadia dipenuhi dengan kebahagiaan. Mereka menikmati setiap momen bersama, membangun bisnis bersama, dan merencanakan masa depan mereka. Suatu pagi, Nadia terbangun dengan perasaan yang berbeda. Perutnya terasa sedikit mual, dan dia merasa lebih sensitif terhadap bau. Dia langsung menuju kamar mandi dan mengambil test pack yang sudah dia beli beberapa hari sebelumnya. Dengan tangan gemetar, Nadia melakukan tes. Dia menahan napas, jantungnya berdebar kencang. Beberapa saat kemudian, hasil tes muncul. Dua garis merah terang muncul di layar test pack. Nadia terdiam, matanya berkaca-kaca. Air matanya mengalir deras, membasahi pipinya. Dia tak percaya, dia hamil. Dia akan menjadi seorang ibu. Wanita cantik itu langsung berlari keluar dari kamar mandi dan menuju kamar tidur. Darren masih tertidur pulas di ranjang. Nadia duduk di tepi ranjang, matanya menatap Darren dengan penuh kasih sayang. "Kak," bisik Nadi

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Extra Part

    Minggu-minggu berlalu begitu cepat. Nadia sudah beberapa kali kontrol ke dokter untuk memeriksa kondisi tulang pahanya setelah operasi pelepasan pen. Dokter mengatakan bahwa tulang pahanya sudah pulih dengan baik dan dia sudah bisa beraktivitas seperti biasa."Kak, aku sudah bisa jalan normal lagi, lho!" seru Nadia, matanya berbinar gembira.Darren tersenyum, matanya memancarkan kebahagiaan. "Aku senang mendengarnya, Sayang," jawabnya. "Kamu sudah bisa kembali ke butik."Nadia mengangguk, matanya berbinar-binar. "Aku sudah tidak sabar untuk kembali bekerja," katanya. "Aku ingin membantu kamu mengembangkan butik."Darren mencium kening Nadia dengan lembut. "Aku tahu kamu bisa, Nad," kata Darren. "Kamu akan jadi desainer yang berbakat."Nadia kembali bekerja di butik milik Darren. Dia sangat antusias dalam berbagai hal, mulai dari mendesain baju, memilih bahan, hingga melayani pelanggan. Kehadiran Nadia di butik membuat suasana di sana semakin hidup dan ceria."Kak, aku punya

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 165

    Malam itu, udara dingin menusuk tulang. Darren dan Nadia berjalan beriringan menuju kediaman Rudi, om Darren yang terkenal kejam. Nadia melangkah dengan hati-hati, tulang pahanya masih terasa nyeri setelah operasi pelepasan pen."Kamu yakin mau ke sini?" tanya Darren, sedikit ragu."Iya, sekadar berbela sungkawa sebentar."Sesampainya di depan rumah Rudi, mereka mendengar suara teriakan yang nyaring. Suara itu berasal dari dalam rumah, terdengar seperti jeritan orang kesakitan. Nadia mengernyit, jantungnya berdebar kencang."Itu suara Om Rudi," bisik Darren.Mereka mengintip dari balik jendela. Di dalam, Rudi tampak seperti orang gila, berteriak-teriak histeris. "Mama ... Ma! Kembalilah padaku, Ma. Aku mohon jangan tinggalkan Papa ...!" teriaknya histeris, memeluk foto mendiang istrinya.Nadia merasa iba melihat Rudi yang terpuruk. "Kasian, dia kayak orang kehilangan akal," gumamnya.Darren hanya diam, matanya menatap Rudi dengan dingin. "Karma," gumamnya pelan, "Karma atas semua keja

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 164

    Beberapa jam berlalu. Nadia terbangun dari tidurnya, tubuhnya masih terasa lemas akibat pengaruh obat bius. Matanya perlahan terbuka, dan pandangannya langsung tertuju pada Darren yang duduk di samping ranjang, wajahnya tampak lesu. Nadia berusaha bangkit, tetapi rasa sakit yang menusuk di perutnya membuatnya kembali terbaring."Kak ...," lirih Nadia, suaranya serak dan bergetar.Darren langsung mendekat, memegang tangan Nadia dengan lembut. "Sayang, kamu udah bangun? Kamu masih sakit?"Nadia menggeleng lemah. "Sudah nggak terlalu."Darren tidak menjawab, hanya mengelus lembut rambut istrinya. Membuat Nadia berpikir macam-macam, tak biasanya suaminya murung."Kak, apa semua baik-baik saja? Ada masalah, sampai kamu murung begitu?" tanya Nadia, sambil tangannya perlahan menekan perut meredam rasa nyeri.Darren menarik napas dalam-dalam. "Iya, Sayang. Maaf membuatmu khawatir.""Ada apa?"Darren sebenarnya belum ingin cerita, tetapi Nadia sudah terlanjur curiga. "Kakek meninggal be

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 163

    Darren melangkah gontai memasuki ruangan rumah sakit tempat Nadia dirawat. Ia berharap bisa menemukan sedikit ketenangan di sini, setelah melakukan tindakan brutal terhadap Rahayu. Sayangnya, saat ia melihat wajah Nadia yang pucat dan terbaring lemah, rasa bersalah kembali menyergapnya."Sayang," lirih Darren, tangannya meraih tangan Nadia yang dingin. "Maafkan aku. Aku nggak bisa mencegah Tante Rahayu mengirimkan pesan itu, sehingga membuat pikiranmu terganggu."Namun, sebelum Darren bisa melanjutkan kata-katanya, bodyguard-nya, datang menghampiri. Wajahnya tampak muram, matanya berkaca-kaca."Tuan, ada kabar buruk," ucap Ryan, suaranya bergetar menahan tangis. "I-ini menyangkut Tuan Besar.""Apa?" tanya Darren, jantungnya berdebar kencang."Tuan Besar telah meninggal dunia, Dokter mengabarkan dua puluh menit yang lalu, dan saat ini jenazahnya masih ada di ICU karena menunggu Tuan," ucap Ryan, suaranya tercekat.Darren terpaku di tempat, matanya membelalak tak percaya. Ia tak

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 162

    Darren melangkah tegap menuju kantornya, meninggalkan kekacauan di Atmajaya. Ia tak peduli dengan perusahaan yang kini terancam bangkrut, tak peduli dengan kekhawatiran staf-staf Atmajaya tadi, dan tak peduli dengan nasib Rudi. Ia memasuki ruangannya, sebuah ruangan mewah dengan pemandangan kota dari jendela besar. Namun, kemewahan itu tak lagi berarti apa-apa baginya. Ia duduk di kursi empuk, membuka laptop, dan mulai mengetik.Darren mengirim email kepada para investor Atmajaya, memerintahkan mereka untuk segera menarik investasi dari perusahaan milik omnya. Ia tahu, dengan kekuasaannya, para investor pasti lebih berpihak padanya.[Saya harap Anda semua sudah membaca berita terkini tentang Atmajaya. Saya sarankan Anda untuk segera menarik investasi Anda dari perusahaan ini. Atmajaya sudah tidak layak untuk Anda investasikan.] tulis Darren dalam emailnya.Ia menekan tombol "kirim" dengan penuh amarah. Ia tahu, dengan email itu, ia telah menghancurkan Atmajaya. Namun, ia tak

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 161

    Nadia terbaring lemah di ranjang rumah sakit, matanya terpejam. Napasnya teratur, tubuhnya lemas setelah perawat menyuntikkan obat penenang. Air mata yang sebelumnya membasahi pipinya kini telah kering, meninggalkan jejak samar di kulit pucatnya. Marah, sedih, dan kecewa bercampur aduk dalam hatinya. Janin yang baru berusia dua bulan terpaksa diluruhkan, mimpi untuk menjadi seorang ibu harus ditunda.Darren duduk di kursi samping ranjang, matanya tertuju pada wajah Nadia yang tenang dalam tidurnya. Hatinya pedih melihat istrinya terbaring lemah, tetapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa menggenggam erat tangan Nadia, berharap sentuhannya bisa sedikit meringankan beban yang sedang ditanggung istrinya. "Maaf, Sayang. Aku gak bisa ngelakuin apa-apa," bisik Darren lirih, suaranya bergetar menahan kesedihan. "Aku janji, kita bakal punya anak lagi."Darren terdiam sejenak, matanya berkaca-kaca. Ia teringat untuk menemani Brata, sang kakek, yang dirawat di ICU karena infek

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 160

    Dokter itu meletakkan selembar kertas dan pulpen di hadapan Darren. Tangannya gemetar saat meraih pulpen, matanya menerawang ke arah pintu ruang operasi tempat Nadia terbaring."Ini, Pak Darren. Formulir persetujuan untuk tindakan medis. Saya sudah jelaskan risikonya, dan saya harap Anda bisa memahami keputusan ini." Dokter itu berkata dengan nada lembut, tetapi suaranya terasa berat di telinga Darren.Darren menatap formulir itu dengan tatapan kosong. Kata-kata dokter berputar-putar di kepalanya.Risiko tinggi.Kondisi kritis.Keputusan sulit. Ia mencoba mencari kekuatan di dalam diri, mencoba mencari jalan keluar dari dilemma yang menjeratnya."Dokter, apakah ... apakah tidak ada cara lain?" tanya Darren, suaranya terasa serak dan patah.Dokter menggeleng pelan. "Maaf, Pak Darren. Ini adalah pilihan terbaik yang bisa kita ambil saat ini. Jika kita tidak bertindak segera, kondisi Ibu Nadia akan semakin memburuk. Dan ris

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 159

    Darren masih terpaku di depan pintu ruang operasi, matanya menerawang ke dalam ruangan. Kekhawatirannya belum juga mereda. Nadia, istrinya, masih belum sadar dari pengaruh obat bius. Operasi pelepasan pen berjalan lancar, tapi kondisi Nadia justru memburuk setelahnya. Tekanan darahnya terus meningkat, dan keadaan kandungannya juga melemah.Tiba-tiba, seorang perawat berlari menghampirinya. Wajahnya tampak panik. "Maaf, Pak Darren. Ada kabar buruk. Kakek Brata kritis."Darren tersentak. "Apa maksudnya? Kakek Brata kenapa?""Infeksi paru-parunya semakin parah, Pak. Batuknya semakin keras dan sulit bernapas. Saat ini, Kakek Brata kejang-kejang." Perawat itu mengusap keringat di dahinya. Darren langsung berdiri tegak. "Dimana Kakek sekarang?""Di ruang ICU, Pak." Perawat itu menunjuk arah. "Saya harus kembali ke sana. Maaf, Pak."Darren terdiam sejenak. Rasa cemas dan takut bercampur aduk dalam dirinya. Nadia masih belum sadar, dan sekarang Kakeknya kritis. Ia merasaka

DMCA.com Protection Status