“Bagaimana kondisi Runa? Kenapa bisa begini?” Bintang langsung mencecar Ansel saat datang ke rumah sakit. Ansel hanya diam karena sesungguhnya dialah yang benar-benar hancur saat tahu Aruna keguguran. “Bin, tenang dulu. Nanti aku cerita, tapi kamu tenang dulu, ya.” Langit mencoba menenangkan Bintang agar penyakitnya tak kambuh. Aruna masih belum sadarkan diri karena pingsan setelah mengalami keguguran. Bintang ke sana setelah diberitahu pembantu. Wanita itu awalnya tak percaya, tapi nasib memang tak bisa dielak. Bintang pun diajak duduk Langit karena masih syok dengan yang terjadi. Ansel keluar dari kamar, hingga dia menyandarkan punggung di dinding lantas luruh sampai terduduk di lantai sambil memegangi kepala dengan kedua tangan. Tepat saat itu Ayana dan Deon melihat Deon duduk sendiri di lantai. Mereka pun buru-buru menghampiri. “Ans.” Ayana berjongkok sambil menyentuh pundak Ansel. Ansel masih menundukkan kepala, hingga kedua pundaknya bergetar hebat bersamaan air mata ya
Ansel dan yang lain menunggu aruna dikuret. Mereka duduk di depan ruang operasi, Ansel hanya diam sambil menatap kosong pintu ruang operasi. Ayana melihat Ansel yang sangat terpukul karena kejadian ini. Dia memegang telapak tangan putranya itu tapi tak mendapat respon apa pun dari Ansel. Saat semua orang menunggu, Clay dan managernya datang bersama dengan Siska. “Pak.” Siska yang menyapa Langit lebih dulu. “Kenapa kalian di sini?” tanya Langit saat melihat Siska juga Clay di sana. “Bagaimana kondisi Bu Runa?” tanya Siska memastikan. Dia dan Clay ke ruang operasi setelah diberitahu perawat. “Tidak baik, tapi doakan yang terbaik untuknya,” jawab Langit. Siska sepertinya langsung paham maksud Langit, apalagi dia melihat darah di tangan Ansel saat menggendong Aruna. “Pak, kami ke sini karena Pak Clay bilang kalau ada kejanggalan dari jatuhnya lampu itu,” ujar Siska menjelaskan. Langit sangat terkejut mendengar ucapan Siska. Dia langsung menoleh Clay yang ada di samping Siska. Se
“Oma, Mami dan Papi ke mana? Kenapa tidak pulang?” Emily langsung melontarkan pertanyaan ke Bintang saat bertemu dengan wanita itu di pagi hari. Bintang terkejut mendengar pertanyaan Emily. Sejak kemarin Emily tidak tahu dengan yang terjadi, bahkan ditinggal seharian hanya bersama pembantu. “Mami dan Papi sedang ada urusan, tapi sore ini pulang. Emi jangan cemas, ya.” Bintang mencoba menenangkan. Dia tersenyum meski wajahnya sedikit sembab. Emily terlihat sedih karena Ansel atau Aruna tak ada yang menghubunginya sama sekali. “Emi, sekarang siap-siap ke sekolah dulu. Nanti oma yang antar, ya.” Bintang berusaha bersikap biasa karena takut membuat Emily sedih. Emily mengangguk-anggukan kepala walah sedih. Dia lantas kembali ke kamar untuk bersiap sekolah. Bintang langsung menutup mulut untuk menahan tangis setelah Emily pergi. Dia tak bisa membayangkan bagaimana sedihnya Emily jika tahu kalau sudah kehilangan calon adiknya sedangkan gadis kecil itu sangat mengharapkan kehadiran seo
“Kita beritahu Runa saat sudah di rumah saja. Dia baru saja bisa tenang, kasihan jika kembali memikirkan kecelakaan yang terjadi karena ulah seseorang,” ujar Langit saat bicara berempat dengan orang tua Ansel. “Jadi memang benar kejadian lampu jatuh itu disengaja oleh seseorang?” tanya Deon memastikan. “Iya, karena ada saksi yang melihat hal mencurigakan. Hanya saja kita butuh bukti lebih banyak sebab pelaku tidak terekam kamera pengawas saat melancarkan aksinya. Tapi polisi sudah mengumpulkan semua rekaman kamera Cctv di tempat itu untuk diselidiki,” jawab Langit menjelaskan. Ayana, Bintang, dan Deon pun diam mendengar jawaban Langit. Mereka tentunya ikut berpikir siapa sebenarnya yang berusaha mencelakai Aruna. “Siapa pun pelakunya, aku tidak akan melepasnya. Dia tak hanya mencelakai Runa, tapi juga sudah membuat calon cucu kita tiada,” geram Ayana karena yang paling menyesakkan adalah kehilangan calon bayi Aruna. “Lihat saja kalau tertangkap. Aku akan membuatnya menyesal sudah
“Oma, kenapa Mami belum pulang juga? Aku kangen dari kemarin belum pulang.” Emily menatap Ayana yang siang tadi menjemputnya sekolah kemudian menemani di rumah Bintang. “Habis ini Mami pulang, Emi jangan cemas, ya.” Ayana bicara sambil mengusap kepala Emily. “Biasanya Mami dikit-dikit telepon kalau pulang telat, tapi kenapa sekarang tidak?” Emily mengeluh karena merasa diabaikan oleh Aruna. Dia bicara sambil menggambar tugas yang diberikan gurunya. Ayana pun hanya diam mendengar ucapan Emily. Dia tak bisa berkata-kata untuk menjelaskan apa yang terjadi karena yakin Emily belum paham. Aruna pun akhirnya pulang bersama Ansel juga kedua orang tuanya. Saat baru saja menginjakkan kaki di rumah, Aruna melihat Emily yang berlari ke arahnya. “Mami!” Emily terlihat sangat senang melihat kepulangan Aruna. Melihat Emily yang begitu bersemangat menghampirinya, entah kenapa membuat Aruna hendak menangis lagi. “Mami, kenapa pergi tidak bilang-bilang? Aku jadi kangen,” ucap Emily sambil men
“Ini bukti yang daddy dapat. Di foto ini terlihat jelas kalau talinya dipotong, lalu ini tampak bayangan seseorang berada di dekat tiang, tepat saat lampu itu jatuh,” ujar Langit menjelaskan karena Ansel bertanya tentang informasi yang diberikan Clay waktu itu. Ansel melihat foto yang ada di ponsel Langit. Dia lantas memperhatikan dengan baik-baik setiap foto yang ada di sana. “Polisi sedang menyelidiki kasus ini, daddy juga masih menunggu informasi lebih lanjut karena tak ada saksi yang melihat langsung pelakunya,” ucap Langit lagi. Ansel menghela napas kasar mendengar ucapan mertuanya itu. Terlihat jelas rasa lelah tapi bercampur amarah saat tahu jika memang ada yang berniat mencelakai istrinya. “Aku juga akan meminta orang mencari tahu, Dad. Kita tidak bisa hanya mengandalkan polisi saja,” ucap Ansel masih sambil memperhatikan setiap foto yang ada. Langit menatap Ansel yang begitu serius. Dia pun memahami bagaimana perasaan menantunya itu saat ini. “Ya, kita harus melakukan y
“Mi, kalian sudah menjenguk Runa?” tanya Hanzel saat sarapan bersama keluarganya. “Jenguk? Memangnya Runa kenapa?” tanya ibu Hanzel. Hanzel terkejut karena orang tuanya tidak tahu. Dia sampai menatap keluarganya bergantian. “Jadi, kalian tidak tahu?” tanya Hanzel balik. “Ada apa? Apa terjadi sesuatu dengan Runa?” tanya ayah Hanzel. “Bintang juga tak memberitahu apa pun,” timpal nenek Hanzel. Hanzel mendadak merasa bersalah sudah menanyakan soal Aruna. Dia menebak jika keluarganya memang belum diberitahu. “Kemarin aku dapat kabar kalau Runa keguguran,” jawab Hanzel. Keluarga Hanzel pun sangat terkejut mendengar jawaban pria itu. “Tapi kenapa tak ada yang memberitahu oma?” Wanita tua itu tak percaya dengan yang dikatakan Hanzel. “Kupikir kalian sudah tahu. Mungkin memang tidak memberitahu karena ada alasan lain. Bisa saja Bibi takut kalau Runa semakin sedih jika kita ke sana menjenguk,” ujar Hanzel menjelaskan. Semua orang pun sedih mendengar penjelasan Hanzel. Mereka memikir
“Kamu tahu soal kecelakaan di belakang panggung waktu itu. Entah ini kebetulan atau tidak, kamu melihat pria yang mencurigakan. Apa kamu tidak berniat memberitahu seperti apa wajahnya?” Ansel mulai bertanya tapi sikapnya terkesan sedang mengintimidasi. Dia hanya mencoba bersikap tegas agar tidak ada satu pun yang menyepelekannya. Clay menatap Ansel sambil mendengarkan apa yang dikatakan oleh pria itu. Dia membuang napas kasar, lantas membalas, “Aku tidak bilang kalau melihat wajah pelaku. Aku hanya melihat bayangan di sekitar tiang sebelum lampu itu jatuh.” Ansel memperhatikan Clay yang bicara dengan begitu santai. “Saat aku sedang bicara dengannya. Aku melihat sekelebat bayang aneh yang menurutku mencurigakan. Lalu, lampu itu jatuh. Bukankah bisa dibilang kalau memang ada yang ingin mencelakainya,” ujar Clay lagi. Ansel diam mendengarkan apa yang dikatakan Clay. Semua video yang merekam tempat kejadian, tak ada yang mencurigakan dari orang-orang yang ada di sana. “Aku masih syo
Aruna dan yang lain buru-buru pergi ke rumah sakit setelah mendapat kabar jika Winnie mau melahirkan, tapi siapa sangka saat masuk ruangan malah melihat Hanzel juga, membuat semua orang bingung.“Hanz, kenapa kamu di sini?” tanya Aruna bingung.“Milea melahirkan,” jawab Hanzel.“Lah, bukannya ini kamar Winnie?” tanya Aruna bingung.“Ya, mereka berdua di sini. tuh!” Hanzel menunjuk ke dalam.Ternyata Bumi dan Hanzel setuju jika istri mereka satu kamar agar bisa saling bantu menjaga.Aruna, Ansel, dan kedua orang tuanya terkejut mendengar ucapan Hanzel. Mereka buru-buru masuk untuk melihat apakah yang dikatakan Hanzel benar.“Kalian benar-benar janjian. Hamil dan melahirkan bisa barengan,” cerocos Aruna sangat tak menyangka.“Kebetulan saja, aku masuk duluan baru Winnie,” balas Milea.Semua orang yang ada di sana terlihat sangat bahagia, belum lagi setelah itu datang keluarga Hanzel dan Milea karena ingin menyambut cucu mereka.“Anak kalian seperti kembar.” Aruna dan yang lain memandang
“Mama, tadi Emily bantu gambar ini, lho.” Kai memperlihatkan gambar yang dibawanya.“Mana coba lihat.” Milea mengambil buku gambar dari tangan Kai.Milea sudah ambil cuti melahirkan karena usia kandungannya memasuki sembilan bulan. Dia fokus dengan kesehatan kehamilan dan Kai yang sekarang sudah duduk di bangku sekolah dasar.“Yang mewarnai siapa?” tanya Milea sambil memperhatikan gambar itu.“Kai dong. Kai pintar ‘kan?” Kai menjawab dengan bangga.“Iya, pintar,” balas Milea.Kai sangat bangga dapat pujian dari sang mama, hingga melihat Milea yang meringis.“Mama kenapa?” tanya Kai sambil menggenggam telapak tangan Milea.“Tidak kenapa-napa,” ucap Milea sambil tersenyum meski perutnya mendadak kencang.“Mama yakin?” tanya Kai yang cemas.Belum juga Milea menjawab, dia merasa kalau perutnya semakin sakit seperti mengalami kontraksi, tentu saja hal itu membuat Kai cemas.“Bibi! Mama sakit!” teriak Kai karena di rumah itu hanya ada dirinya, kedua orang tuanya, dan pembantu.Milea dan Han
“Pernyataanmu tadi, apa bisa aku anggap benar?”Jean tertegun hingga menoleh Raja yang duduk di belakang stir. Dia mengulum bibir menunjukkan kalau sedang dalam kondisi panik dan bingung.“Aku tidak tahu harus menyebutmu apa? Adik tidak mungkin, teman terlalu aneh.”Jean mencoba sedikit mengelak dari pengakuannya ke Milea.“Berarti memang bagus pacar. Jadi, apa bisa jadi pengakuan untuk seterusnya?” tanya Raja lantas menoleh Jean.Jean benar-benar salah tingkah mendengar pertanyaan Raja. Dia memberanikan diri menoleh ke pemuda itu.“Jangan berharap banyak kepadaku. Aku memiliki banyak kekurangan termasuk mungkin takkan bisa memberikan cinta yang sempurna untukmu,” ucap Jean takut Raja kecewa.“Kamu tahu, tidak ada yang namanya cinta sempurna. Yang ada, saling melengkapi kekurangan masing-masing. Asal kamu mengizinkan, aku akan menerima semua kekurangan itu.”Raja menatap Jean penuh harap. Dia menyadari jika Jean seperti tidak tertarik dengan sebuah hubungan percintaan, tapi dia pun ta
“Apa kamu tidak merasa aneh jalan denganku?”Jean mengamati sekitar, banyak remaja memperhatikannya yang sedang jalan dengan Raja.“Kenapa aku harus merasa aneh?” tanya Raja balik dengan santai.“Karena kamu jalan dengan wanita yang layak jadi kakak, tante, mungkin mama.”Jean menjawab sambil menoleh Raja.Raja tertawa mendengar ucapan Jean, lantas membalas, “Untuk apa memikirkan pandangan orang yang tidak ada habisnya. Yang menjalani aku, kenapa mereka yang repot?”“Lagi pula sekarang kita hanya jalan, kalau kamu menerima perasaanku, aku malah akan menggandeng tanganmu lantas memberitahu mereka kalau kamu kekasihku, bukan kakakku, tanteku, atau mamaku,” ujar Raja lagi memberi clue ke Jean untuk merepon perasaan yang diungkapkan sebelumnya.Jean langsung berdeham mendengar ucapan Raja, bahkan mengulum bibir sambil memalingkan muka.Raja menoleh Jean yang memalingkan muka darinya, dia pun lantas kembali berkata, “Apa kamu yakin belum mau memutuskan? Tapi kalau belum juga tidak apa, aku
“Jean,” panggil Ive saat melihat putrinya sedang menuruni anak tangga.Jean yang sedang ingin ke dapur mengambil minum, akhirnya berbelok ke ruang keluarga untuk menghampiri sang mama dan papa.“Ada apa, Ma?” tanya Jean.“Duduklah sini,” pinta Ive sambil menepuk sofa di sampingnya.Jean menuruti ucapan sang mama, lantas menatap kedua orang tuanya bergantian.“Apa ada masalah, Ma?” tanya Jean agak cemas karena tak biasanya kedua orang tuanya memanggil sambil memperlihatkan ekspresi serius seperti itu.“Apa kamu sebelumnya menolak kencan buta karena sudah punya pacar dan pacarmu itu yang tadi pagi jemput?” tanya Ive memastikan sebelum bicara ke pembahasan lebih lanjut.Jean sangat terkejut mendengar pertanyaan Ive, membuatnya gelagapan karena bingung harus menjawab apa.Ive dan Alex saling tatap, mereka pun semakin yakin kalau memang benar pria yang menjemput Jean adalah pacar putrinya.“Sebenarnya, asal kamu suka, tidak masalah kamu mau pacaran sama siapa, mau nikah sama siapa. Mama da
“Lain kali jangan mendatanginya dengan alasan kamu merasa bersalah! Bukankah kamu seharusnya merasa bersalah karena mendekati kekasih adikmu sendiri.”Raja baru saja sampai rumah saat sang kakak juga sampai di rumah. Dia memperingatkan kakaknya itu agar tak mendekati Jean lagi.Saat Arthur hendak membalas ucapan Raja, Amanda sudah lebih menegur mereka berdua.“Kenapa kalian bersitegang lagi?” tanya Amanda sambil menatap kedua putranya itu.Raja dan Arthur menoleh bersamaan ke Amanda. Raja terlihat tak senang karena menyadari jika sang mama pasti akan membela kakaknya.Amanda menatap Arthur yang hanya diam, hingga tatapannya tertuju ke Raja.“Raja, mama mau bicara denganmu sebentar, bisa?” tanya Amanda dengan suara halus agar putranya tak salah paham kepadanya.Raja menatap sang mama, lantas mengangguk karena tak bisa menolak permintaan wanita itu.Raja pun mengikuti sang mama yang berjalan lebih dulu di depannya. Dia mengikuti hingga sang mama masuk ke ruang kerja ayahnya.“Mama mau b
“Yang ini nanti kamu kirim ke bagian marketing. Jangan lupa minta untuk dicek ulang,” perintah Jean ke sekretarisnya.“Baik, Bu.” Sekretaris Jean mengangguk.Jean memberikan berkas yang baru dicek. Dia lantas kembali mengurus berkas lainnya yang bertumpuk di mejanya.Saat sedang fokus ke berkas, tiba-tiba saja telepon kabel di mejanya berdering, membuat Jean menjawab panggilan itu lebih dulu.“Selamat siang Bu Jean, ada seseorang yang ingin menemui Anda tapi belum membuat janji. Anda ingin menemuinya atau tidak?” tanya staff resepsionis dari seberang panggilan.Jean mengerutkan alis mendengar pertanyaan resepsionis.“Siapa?” tanya Jean penasaran hingga dia terdiam mendengar nama yang disebutkan resepsionis.Jean menutup panggilan itu, lantas memilih keluar dari ruangannya untuk menemui orang yang mencarinya.Jean pergi ke lobi, hingga melihat pria yang berdiri membawa sebuah paper bag.“Mau apa kamu menemuiku?” tanya Jean sambil menatap Arthur yang datang menemuinya.Arthur membalikka
Raja tersenyum melihat Jean keluar memakai celana. Dia tidak menyangka kalau wanita itu mau berganti pakaian hanya karena dirinya memaksa ingin mengantar.“Besok aku akan membawa mobil,” ucap Raja sambil menyodorkan helm ke Jean.“Kamu tidak perlu menjemputku setiap hari,” balas Jean sambil menerima helm dari Raja lantas memakainya.Siapa sangka Raja mendekat ke Jean, lantas membantu memasang tali pengaman helm.Jean cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Raja, tapi dia berusaha untuk tenang.“Aku suka melakukannya,” balas Raja setelah selesai memasang tali helm sambil menatap Jean.Jean mengalihkan pandangan dari pemuda itu, bahkan menggeser posisi agar tak terlalu dekat dengan Raja.“Bisa kita berangkat sekarang?” tanya Jean karena mulai salah tingkah melihat tatapan Raja.Raja hanya mengulum senyum, lantas naik ke motor disusul Jean. Pemuda itu pun melajukan motor meninggalkan rumah Jean.Di rumah, ayah Jean keheranan karena mobil putrinya masih di garasi.“Jean ke kantor naik ap
[Jill, jika ada yang menyukaiku, tapi tak sesuai ekspektasiku. Apa yang harus aku lakukan?]Jean mengirimkan pesan ke Jill karena tak tahu harus bagaimana mengatasi masalah yang sedang dialaminya.Jean duduk di kasur sambil menatap pesan yang baru saja dikirimkan ke Jill. Hingga beberapa saat kemudian pesan itu dibaca sepupunya itu.[Fokus pada keinginan awalmu, Jean. Baru kamu bisa memutuskan apa yang kamu inginkan.]Jean membaca pesan dari Jill, memang tak banyak membantu tapi setidaknya itu bisa membuatnya tenang. Dia pun mengirimkan balasan terima kasih ke sepupunya itu, lantas mengembuskan napas kasar.Hari berikutnya, Jean sarapan bersama kedua orang tuanya seperti biasa.Ive terlihat menatap Jean yang makan tanpa bicara, banyak perubahan yang membuat wanita paruh baya itu sedih.“Akhir minggu ini, bagaimana kalau kita Me Time bersama, Jean?” tanya sang mama ingin kembali mempererat hubungan keduanya.Jean memandang sang mama, lantas menganggukkan kepala sambil tersenyum tipis.