“Kan ga enak, enaknya main sama Kai.” Emily merajuk setelah jatuh sampai terseret layangan.Aruna dan Ansel saling lirik mendengar keluhan Emily. Aruna sendiri fokus membersihkan luka di siku dan lutut Emily.“Kai juga mau main berdua dengan mama dan papanya. Emi juga harusnya gitu,” balas Ansel.Emily menatap ke Ansel dan Aruna hingga kemudian berkata, “Kenapa aku tidak punya adik sendiri, jadi kalau mau pergi ya bisa pergi sama adiknya. Kai ‘kan sama Uncle dan Aunti. Aku mau sama adik, Mami, dan Papi,” keluh Emily lagi.“Emi mau punya adik, kok.” Ansel mencoba memberitahu.“Mana? Ga ada,” balas Emily.“Ada, masih di perut Mami,” ucap Ansel lagi.Emily menoleh ke Aruna yang sedang mengobati lututnya, lantas melirik ke perut Aruna.“Ah … nanti adiknya pergi lagi,” balas Emily yang tak mau tertipu lagi.Ansel dan Aruna terkejut mendengar ucapan Emily apalagi gadis kecil itu belum paham.“Ya, Emi doakan agar adiknya ga pergi lagi. Biar Emi punya adik,” ucap Aruna menjelaskan.“Apa kalau
“Mereka itu, kalau mau datang suka sekali dadakan. Kalau ngabari dari pagi atau kemarin, kita bisa nyiapin yang mereka mau.” Ayana membantu suaminya menyiapkan menu makan malam yang diinginkan sang menantu.Deon malah tertawa melihat istrinya mengeluh. Dia sibuk membuat masakan untuk menantunya sampai pembantu pun dilarang ikut memasak.“Ya, ga papa. Mungkin mereka dadakan juga kepikiran ingin ke sini. Lagian tidak setiap hari mereka datang, tidak masalah sekali-kali repot,” balas Deon tak keberatan sama sekali jika diminta memasak meski dadakan seperti sekarang.Ayana menatap suaminya, lantas mengangguk sambil tersenyum. Dia senang bisa menyiapkan makanan untuk anak dan menantunya, hanya saja Ayana menggerutu karena Ansel mengabari dadakan, takut kalau sampai masakan yang disiapkan tak sesui dengan yang Aruna inginkan.Ayana menata meja dibantu pelayan, masakan buatan Deon pun sudah disajikan di meja.“Sudah semuanya?” tanya Deon sambil mengecek meja.“Sudah,” jawab Ayana.Baru saja
“Kondisi janinnya sangat baik, beratnya juga sesuai dengan usianya. Tampaknya ibunya makan dengan lahap dan sehat,” ucap dokter yang baru saja memeriksa kondisi janin Aruna.Aruna tertawa kecil mendengar ucapan dokter. Dia memang memeriksa kedua kalinya setelah pemeriksaan pertama setelah tahu kalau hamil.“Jangan terlalu lelah dan banyak begadang, istirahat cukup dan selalu penuhi kebutuhan gizi,” ujar dokter itu lagi.“Iya, Dok.” Aruna mengangguk mendengar ucapan dokter.Ansel pun senang karena kehamilan kali ini Aruna sangat sehat hingga calon bayi mereka pun ikut sehat.Setelah selesai melakukan pemeriksaan, Aruna dan Ansel bertemu Sashi saat baru saja keluar dari ruang pemeriksaan.“Bagaimana kondisinya?” tanya Sashi.“Dia sangat sehat, kata dokter berat badan dan ukurannya juga sesuai dengan usianya,” jawab Aruna yang tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.Sashi pun terlihat sangat senang karena sang adik mendapat apa yang diharapkan.“Ingat pesan dokter, jangan bandel,” ucap S
“Sedang apa?” tanya Ansel saat melihat Aruna berdiri di depan cermin.“Lagi memantau, kenapa perutku belum besar?” Aruna menjawab pertanyaan Ansel sambil memandang ke cermin besar yang ada di sampingnya.Aruna berdiri miring lantas memandang bayangan perutnya dari pantulan cermin.Ansel malah tertawa mendengar ucapan Aruna. Dia mendekat lantas memeluk dari belakang sambil meletakkan dagu di pundak Aruna.“Baru juga 10 minggu, ya belum besar, Runa. Setidaknya nanti kalau sudah 16 minggu baru kelihatan,” ucap Ansel sambil mengusap perut Aruna.“Tahu dari mana?” tanya Aruna sambil melirik Ansel yang bergelayut manja.“Dari internet, aku penasaran jadi baca-baca soal perkembangan janin dan kondisi ibu hamil,” jawab Ansel.Aruna tertawa karena ternyata Ansel sangat memperhatikan soal kehamilannya.“Padahal dulu saat bersama Citra, kamu juga melihat perubahan tubuhnya saat hamil, kan?” tanya Aruna.“Ya, tapi aku tak pernah tah
“Kalian akan tinggal di sini setelah menikah, kan?” tanya ibu Winnie.Bumi langsung menoleh Winnie untuk membuat keputusan.“Tidak, Ma.” Winnie langsung memberi keputusan tanpa berpikir.Acara pernikahan Winnie dan Bumi sudah selesai sejak beberapa jam lalu, mereka kini sedang duduk bersama orang tua dan kakak Winnie.“Kenapa tidak tinggal di sini?” tanya ibu Winnie.Winnie menoleh Bumi, lantas menatap ke sang mama.“Papa Anta tinggal sendiri. Dia menjalankan usahanya sendiri, jadi aku berpikir untuk tinggal di sana bersamanya. Di sini Mama dan Papa masih punya Miko, sedangkan Papa Anta tak punya siapa-siapa lagi selain Bumi,” jawab Winnie menjelaskan alasan keputusannya.Bumi hanya diam mendengar ucapan Winnie. Dia sendiri tak pernah memaksa Winnie mau tinggal di mana karena itu semua keputusan Winnie murni atas pemikiran gadis itu sendiri.Orang tua Winnie saling pandang mendengar jawaban putrinya, lantas kembali menatap Winn
“Bu, ada kiriman,” kata Siska saat masuk ke ruangan Aruna. Aruna yang sedang mengecek berkas pun langsung menatap ke staffnya itu. “Kiriman apa?” tanya Aruna dengan dahi berkerut halus. “Sepertinya makanan,” jawab Siska lantas meletakkan paper bag yang dibawa ke meja. Aruna berdiri untuk melihat isi paper bag itu, memang benar jika isinya kotak makanan. “Siapa yang antar?” tanya Aruna sambil mengeluarkan kotak makan itu. Aruna melihat gurame bumbu sambal mangga muda, juga ada buah yang sudah dipotong-potong. “Kurir yang tadi antar, Bu,” jawab Siska. Aruna langsung tersenyum saat bisa menebak siapa yang mengirim. “Ini dari mertuaku, terima kasih, ya.” Aruna menatap Siska dengan senyum semringah. Siska pun meninggalkan ruangan itu. Aruna langsung membuka kotak berisi gurame, tampaknya sang mertua masih ingat menu yang dimakannya saat hamil pertama. Aruna mengambil ponsel, lantas menghubungi sang ayah mertua. “Kamu sudah menerima makanan yang papa kirimkan?” tanya Deon dari se
“Nanti aku jalan sama Kai lho, Mami. Bawa bunganya Aunti Milea,” celoteh Emily saat rambutnya sedang disisir Aruna. Hari itu pernikahan Milea dan Hanzel akan digelar. Aruna sedang mendandani Emily yang akan jadi pengiring pengantin bersama Kai. “Iya, seperti saat Mami dan Papi nikahkan?” Aruna menanggapi celoteh Emily sambil mengepang rambut gadis kecil itu sebelum kemudian menyisipkan jepit bunga. “Iya, tapi kalau dulu ‘kan Emi sendiri, sekarang ada Kai, jadi ada temennya,” balas Emily yang duduk anteng menunggu Aruna selesai mendandaninya. Aruna memulas senyum mendengar balasan Emily. “Sudah, cantik sekali anak mami.” Aruna memuji penampilan Emily yang manis dan menggemaskan. Emily turun dari kursi, lantas memutar tubuh hingga gaun yang dikenakannya mengembang seiring gerakan kaki Emily saat berputar. “Tentu saja harus cantik, kan anaknya Mami sama Papi,” balas Emily sambil memberikan senyum lebar. Aruna tertawa melihat tingkah Emily yang menggemaskan. Dia pun mengusap rambut
Cheryl sedang bicara dengan tamu yang hadir, hingga saat akan menghampiri sang kakak ipar yang duduk bersama mertuanya, tiba-tiba saja dia mendengar dua tamu malah bergunjing tentang Milea, membuat wanita itu murka dan langsung menggampar kepala salah satu wanita.“Kalian bicara apa tadi, hah?” Cheryl langsung mengamuk mendengar dua wanita itu bergosip soal Milea.Aruna yang awalnya ingin melabrak, kini sangat syok melihat Cheryl mengamuk lebih dahulu.“Memangnya bicara apa? Kenapa asal pukul?” Wanita itu melayangkan protes sambil memegangi kepala yang terkena gampar.“Kalian ini tak tahu malu, datang mengucap selamat, tapi bergunjing di belakang! Kalau mau bergunjing, pergi dari sini!” amuk Cheryl.Pertengkaran itu pun menarik perhatian para tamu yang datang, bahkan Milea dan Hanzel pun sampai terkejut saat melihat Cheryl bertengkar.“Benar, kalian bercerita yang bukan-bukan. Aku mendengarnya,&rdquo
Aruna dan yang lain buru-buru pergi ke rumah sakit setelah mendapat kabar jika Winnie mau melahirkan, tapi siapa sangka saat masuk ruangan malah melihat Hanzel juga, membuat semua orang bingung.“Hanz, kenapa kamu di sini?” tanya Aruna bingung.“Milea melahirkan,” jawab Hanzel.“Lah, bukannya ini kamar Winnie?” tanya Aruna bingung.“Ya, mereka berdua di sini. tuh!” Hanzel menunjuk ke dalam.Ternyata Bumi dan Hanzel setuju jika istri mereka satu kamar agar bisa saling bantu menjaga.Aruna, Ansel, dan kedua orang tuanya terkejut mendengar ucapan Hanzel. Mereka buru-buru masuk untuk melihat apakah yang dikatakan Hanzel benar.“Kalian benar-benar janjian. Hamil dan melahirkan bisa barengan,” cerocos Aruna sangat tak menyangka.“Kebetulan saja, aku masuk duluan baru Winnie,” balas Milea.Semua orang yang ada di sana terlihat sangat bahagia, belum lagi setelah itu datang keluarga Hanzel dan Milea karena ingin menyambut cucu mereka.“Anak kalian seperti kembar.” Aruna dan yang lain memandang
“Mama, tadi Emily bantu gambar ini, lho.” Kai memperlihatkan gambar yang dibawanya.“Mana coba lihat.” Milea mengambil buku gambar dari tangan Kai.Milea sudah ambil cuti melahirkan karena usia kandungannya memasuki sembilan bulan. Dia fokus dengan kesehatan kehamilan dan Kai yang sekarang sudah duduk di bangku sekolah dasar.“Yang mewarnai siapa?” tanya Milea sambil memperhatikan gambar itu.“Kai dong. Kai pintar ‘kan?” Kai menjawab dengan bangga.“Iya, pintar,” balas Milea.Kai sangat bangga dapat pujian dari sang mama, hingga melihat Milea yang meringis.“Mama kenapa?” tanya Kai sambil menggenggam telapak tangan Milea.“Tidak kenapa-napa,” ucap Milea sambil tersenyum meski perutnya mendadak kencang.“Mama yakin?” tanya Kai yang cemas.Belum juga Milea menjawab, dia merasa kalau perutnya semakin sakit seperti mengalami kontraksi, tentu saja hal itu membuat Kai cemas.“Bibi! Mama sakit!” teriak Kai karena di rumah itu hanya ada dirinya, kedua orang tuanya, dan pembantu.Milea dan Han
“Pernyataanmu tadi, apa bisa aku anggap benar?”Jean tertegun hingga menoleh Raja yang duduk di belakang stir. Dia mengulum bibir menunjukkan kalau sedang dalam kondisi panik dan bingung.“Aku tidak tahu harus menyebutmu apa? Adik tidak mungkin, teman terlalu aneh.”Jean mencoba sedikit mengelak dari pengakuannya ke Milea.“Berarti memang bagus pacar. Jadi, apa bisa jadi pengakuan untuk seterusnya?” tanya Raja lantas menoleh Jean.Jean benar-benar salah tingkah mendengar pertanyaan Raja. Dia memberanikan diri menoleh ke pemuda itu.“Jangan berharap banyak kepadaku. Aku memiliki banyak kekurangan termasuk mungkin takkan bisa memberikan cinta yang sempurna untukmu,” ucap Jean takut Raja kecewa.“Kamu tahu, tidak ada yang namanya cinta sempurna. Yang ada, saling melengkapi kekurangan masing-masing. Asal kamu mengizinkan, aku akan menerima semua kekurangan itu.”Raja menatap Jean penuh harap. Dia menyadari jika Jean seperti tidak tertarik dengan sebuah hubungan percintaan, tapi dia pun ta
“Apa kamu tidak merasa aneh jalan denganku?”Jean mengamati sekitar, banyak remaja memperhatikannya yang sedang jalan dengan Raja.“Kenapa aku harus merasa aneh?” tanya Raja balik dengan santai.“Karena kamu jalan dengan wanita yang layak jadi kakak, tante, mungkin mama.”Jean menjawab sambil menoleh Raja.Raja tertawa mendengar ucapan Jean, lantas membalas, “Untuk apa memikirkan pandangan orang yang tidak ada habisnya. Yang menjalani aku, kenapa mereka yang repot?”“Lagi pula sekarang kita hanya jalan, kalau kamu menerima perasaanku, aku malah akan menggandeng tanganmu lantas memberitahu mereka kalau kamu kekasihku, bukan kakakku, tanteku, atau mamaku,” ujar Raja lagi memberi clue ke Jean untuk merepon perasaan yang diungkapkan sebelumnya.Jean langsung berdeham mendengar ucapan Raja, bahkan mengulum bibir sambil memalingkan muka.Raja menoleh Jean yang memalingkan muka darinya, dia pun lantas kembali berkata, “Apa kamu yakin belum mau memutuskan? Tapi kalau belum juga tidak apa, aku
“Jean,” panggil Ive saat melihat putrinya sedang menuruni anak tangga.Jean yang sedang ingin ke dapur mengambil minum, akhirnya berbelok ke ruang keluarga untuk menghampiri sang mama dan papa.“Ada apa, Ma?” tanya Jean.“Duduklah sini,” pinta Ive sambil menepuk sofa di sampingnya.Jean menuruti ucapan sang mama, lantas menatap kedua orang tuanya bergantian.“Apa ada masalah, Ma?” tanya Jean agak cemas karena tak biasanya kedua orang tuanya memanggil sambil memperlihatkan ekspresi serius seperti itu.“Apa kamu sebelumnya menolak kencan buta karena sudah punya pacar dan pacarmu itu yang tadi pagi jemput?” tanya Ive memastikan sebelum bicara ke pembahasan lebih lanjut.Jean sangat terkejut mendengar pertanyaan Ive, membuatnya gelagapan karena bingung harus menjawab apa.Ive dan Alex saling tatap, mereka pun semakin yakin kalau memang benar pria yang menjemput Jean adalah pacar putrinya.“Sebenarnya, asal kamu suka, tidak masalah kamu mau pacaran sama siapa, mau nikah sama siapa. Mama da
“Lain kali jangan mendatanginya dengan alasan kamu merasa bersalah! Bukankah kamu seharusnya merasa bersalah karena mendekati kekasih adikmu sendiri.”Raja baru saja sampai rumah saat sang kakak juga sampai di rumah. Dia memperingatkan kakaknya itu agar tak mendekati Jean lagi.Saat Arthur hendak membalas ucapan Raja, Amanda sudah lebih menegur mereka berdua.“Kenapa kalian bersitegang lagi?” tanya Amanda sambil menatap kedua putranya itu.Raja dan Arthur menoleh bersamaan ke Amanda. Raja terlihat tak senang karena menyadari jika sang mama pasti akan membela kakaknya.Amanda menatap Arthur yang hanya diam, hingga tatapannya tertuju ke Raja.“Raja, mama mau bicara denganmu sebentar, bisa?” tanya Amanda dengan suara halus agar putranya tak salah paham kepadanya.Raja menatap sang mama, lantas mengangguk karena tak bisa menolak permintaan wanita itu.Raja pun mengikuti sang mama yang berjalan lebih dulu di depannya. Dia mengikuti hingga sang mama masuk ke ruang kerja ayahnya.“Mama mau b
“Yang ini nanti kamu kirim ke bagian marketing. Jangan lupa minta untuk dicek ulang,” perintah Jean ke sekretarisnya.“Baik, Bu.” Sekretaris Jean mengangguk.Jean memberikan berkas yang baru dicek. Dia lantas kembali mengurus berkas lainnya yang bertumpuk di mejanya.Saat sedang fokus ke berkas, tiba-tiba saja telepon kabel di mejanya berdering, membuat Jean menjawab panggilan itu lebih dulu.“Selamat siang Bu Jean, ada seseorang yang ingin menemui Anda tapi belum membuat janji. Anda ingin menemuinya atau tidak?” tanya staff resepsionis dari seberang panggilan.Jean mengerutkan alis mendengar pertanyaan resepsionis.“Siapa?” tanya Jean penasaran hingga dia terdiam mendengar nama yang disebutkan resepsionis.Jean menutup panggilan itu, lantas memilih keluar dari ruangannya untuk menemui orang yang mencarinya.Jean pergi ke lobi, hingga melihat pria yang berdiri membawa sebuah paper bag.“Mau apa kamu menemuiku?” tanya Jean sambil menatap Arthur yang datang menemuinya.Arthur membalikka
Raja tersenyum melihat Jean keluar memakai celana. Dia tidak menyangka kalau wanita itu mau berganti pakaian hanya karena dirinya memaksa ingin mengantar.“Besok aku akan membawa mobil,” ucap Raja sambil menyodorkan helm ke Jean.“Kamu tidak perlu menjemputku setiap hari,” balas Jean sambil menerima helm dari Raja lantas memakainya.Siapa sangka Raja mendekat ke Jean, lantas membantu memasang tali pengaman helm.Jean cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Raja, tapi dia berusaha untuk tenang.“Aku suka melakukannya,” balas Raja setelah selesai memasang tali helm sambil menatap Jean.Jean mengalihkan pandangan dari pemuda itu, bahkan menggeser posisi agar tak terlalu dekat dengan Raja.“Bisa kita berangkat sekarang?” tanya Jean karena mulai salah tingkah melihat tatapan Raja.Raja hanya mengulum senyum, lantas naik ke motor disusul Jean. Pemuda itu pun melajukan motor meninggalkan rumah Jean.Di rumah, ayah Jean keheranan karena mobil putrinya masih di garasi.“Jean ke kantor naik ap
[Jill, jika ada yang menyukaiku, tapi tak sesuai ekspektasiku. Apa yang harus aku lakukan?]Jean mengirimkan pesan ke Jill karena tak tahu harus bagaimana mengatasi masalah yang sedang dialaminya.Jean duduk di kasur sambil menatap pesan yang baru saja dikirimkan ke Jill. Hingga beberapa saat kemudian pesan itu dibaca sepupunya itu.[Fokus pada keinginan awalmu, Jean. Baru kamu bisa memutuskan apa yang kamu inginkan.]Jean membaca pesan dari Jill, memang tak banyak membantu tapi setidaknya itu bisa membuatnya tenang. Dia pun mengirimkan balasan terima kasih ke sepupunya itu, lantas mengembuskan napas kasar.Hari berikutnya, Jean sarapan bersama kedua orang tuanya seperti biasa.Ive terlihat menatap Jean yang makan tanpa bicara, banyak perubahan yang membuat wanita paruh baya itu sedih.“Akhir minggu ini, bagaimana kalau kita Me Time bersama, Jean?” tanya sang mama ingin kembali mempererat hubungan keduanya.Jean memandang sang mama, lantas menganggukkan kepala sambil tersenyum tipis.