Ansel baru saja selesai menghadiri rapat kerjasama dengan salah satu kliennya. Dia langsung membuka ponsel untuk melihat apakah Aruna menghubunginya.
[Kamu masih di toko?]
Ansel mengirim pesan karena takut mengganggu Aruna jika langsung menelepon. Dia menunggu Aruna membaca pesannya, tapi istrinya itu sama sekali belum ada tanda-tanda membuka pesan darinya.
“Apa dia sedang di jalan?” Ansel bertanya-tanya sendiri sambil melamun.
“Pak.” Rio membuat Ansel terkejut.
“Anda mau kembali ke ruangan sekarang?” tanya Rio yang sejak tadi menunggu Ansel beranjak dari kursi.
Ansel hanya mengangguk mendengar pertanyaan Rio. Dia lantas berdiri kemudian berjalan keluar dari ruang rapat.
Saat Ansel hampir sampai di lift, ponselnya berdering tapi bukan Aruna yang menghubunginya. Dia melihat nama Siska terpampang di layar.
“Halo.” Ansel buru-buru menjawab panggilan Siska karena tahu jika wanita itu pergi bersama Aruna.
“Halo, Pak.
“Tapi dokter tidak bilang ada yang serius, kan?” Bintang sangat khawatir saat Ansel mengantar pulang Aruna, kemudian mengatakan jika Aruna pingsan. “Dokter hanya bilang kalau Runa mengalami gejala anemia, Mom.” Bintang terlihat panik dan sedih. Dia duduk di samping Aruna sambil memegang telapak tangan putrinya itu. “Kamu sedang hamil muda, masih bekerja memegang beberapa tanggung jawab. Bagaimana kalau cuti saja, Run. Mommy takut terjadi sesuatu denganmu saat bekerja,” ujar Bintang cemas berlebihan karena takut sesuatu terjadi dengan Aruna. Aruna terkejut mendengar ucapan Bintang. Dia sampai menatap sekilas ke Ansel, lantas kembali menatap sang mommy. “Aku baik-baik saja, Mom. Tadi itu benar-benar hanya karena lelah juga cuaca di luar sangat panas. Mommy jangan berlebihan menanggapi masalah pingsanku tadi,” ucap Aruna tak mau berhenti dari pekerjaannya. “Bukan begitu, Runa. Kamu ini sedang hamil, sekarang ini kamu harus fokus ke kehamilan, bukan pekerjaan. Memangnya apa yang ka
Aruna pergi ke acara itu bersama Langit dan staff lain. Ansel sendiri mengabari jika akan segera menyusul setelah menyelesaikan pekerjaan. “Duduklah dulu kalau capek,” ucap Langit ke Aruna yang berdiri di sampingnya. “Tidak apa-apa, Dad. Terlalu banyak duduk juga membuat kakiku pegal,” balas Aruna. Setelah sambutan berakhir, Aruna dan Langit duduk untuk melihat acara fashion show. “Bu, dia pria yang kemarin menggendong dan membawa Anda ke rumah sakit,” bisik Siska yang duduk di belakang Aruna. Aruna sangat terkejut mendengar ucapan Siska. Tatapannya pun tertuju ke seorang pria yang ternyata menjadi salah satu model fashion show siang itu. Aruna memperhatikan pria itu. Dia merasa tak mengenal pria itu sama sekali, bahkan dirinya tak tahu kalau pria itu salah satu model terkontrak di perusahaan ayahnya. Pria yang menolong Aruna berjalan di stage memakai salah satu pakaian yang ada di majalah tahunan. Pria itu sempat melempar tatapan ke Aruna, sebelum kembali berjalan ke arah bela
Aruna mengecek ponsel saat merasakan getaran dari tas, hingga dia melihat Ansel mengiriminya pesan. “Ansel sudah ada di depan, ayo ke depan,” ajak Aruna ke Siska yang berdiri di belakangnya. Siska mengangguk mendengar ajakan Aruna. Saat keduanya hendak beranjak, tiba-tiba saja Clay berteriak. “Awas!” teriak Clay sambil menarik tangan Aruna. Siska dan semua orang yang ada di sana sangat terkejut sampai ada yang berteriak saat melihat lampu studio yang dipasang di atas, tiba-tiba jatuh tepat di atas Aruna. Clay terjatuh hingga membuat Aruna ikut terjatuh. Lampu itu menimpa kaki Clay, sedangkan serpihan sedikit menggores kaki Aruna. “Bu Aruna!” teriak Siska panik. Semua orang mendekat untuk membantu, saat itu Ansel dan Langit sampai di sana setelah mendengar teriakan dari staff di belakang panggung. “Kamu tidak apa-apa?” tanya Clay mencoba mengecek kondisi Aruna. Clay mengabaikan kakinya yang terluka hingga berdarah karena mencemaskan Aruna. “Perutku.” Aruna memegangi perut yan
“Bagaimana kondisi Runa? Kenapa bisa begini?” Bintang langsung mencecar Ansel saat datang ke rumah sakit. Ansel hanya diam karena sesungguhnya dialah yang benar-benar hancur saat tahu Aruna keguguran. “Bin, tenang dulu. Nanti aku cerita, tapi kamu tenang dulu, ya.” Langit mencoba menenangkan Bintang agar penyakitnya tak kambuh. Aruna masih belum sadarkan diri karena pingsan setelah mengalami keguguran. Bintang ke sana setelah diberitahu pembantu. Wanita itu awalnya tak percaya, tapi nasib memang tak bisa dielak. Bintang pun diajak duduk Langit karena masih syok dengan yang terjadi. Ansel keluar dari kamar, hingga dia menyandarkan punggung di dinding lantas luruh sampai terduduk di lantai sambil memegangi kepala dengan kedua tangan. Tepat saat itu Ayana dan Deon melihat Deon duduk sendiri di lantai. Mereka pun buru-buru menghampiri. “Ans.” Ayana berjongkok sambil menyentuh pundak Ansel. Ansel masih menundukkan kepala, hingga kedua pundaknya bergetar hebat bersamaan air mata ya
Ansel dan yang lain menunggu aruna dikuret. Mereka duduk di depan ruang operasi, Ansel hanya diam sambil menatap kosong pintu ruang operasi. Ayana melihat Ansel yang sangat terpukul karena kejadian ini. Dia memegang telapak tangan putranya itu tapi tak mendapat respon apa pun dari Ansel. Saat semua orang menunggu, Clay dan managernya datang bersama dengan Siska. “Pak.” Siska yang menyapa Langit lebih dulu. “Kenapa kalian di sini?” tanya Langit saat melihat Siska juga Clay di sana. “Bagaimana kondisi Bu Runa?” tanya Siska memastikan. Dia dan Clay ke ruang operasi setelah diberitahu perawat. “Tidak baik, tapi doakan yang terbaik untuknya,” jawab Langit. Siska sepertinya langsung paham maksud Langit, apalagi dia melihat darah di tangan Ansel saat menggendong Aruna. “Pak, kami ke sini karena Pak Clay bilang kalau ada kejanggalan dari jatuhnya lampu itu,” ujar Siska menjelaskan. Langit sangat terkejut mendengar ucapan Siska. Dia langsung menoleh Clay yang ada di samping Siska. Se
“Oma, Mami dan Papi ke mana? Kenapa tidak pulang?” Emily langsung melontarkan pertanyaan ke Bintang saat bertemu dengan wanita itu di pagi hari. Bintang terkejut mendengar pertanyaan Emily. Sejak kemarin Emily tidak tahu dengan yang terjadi, bahkan ditinggal seharian hanya bersama pembantu. “Mami dan Papi sedang ada urusan, tapi sore ini pulang. Emi jangan cemas, ya.” Bintang mencoba menenangkan. Dia tersenyum meski wajahnya sedikit sembab. Emily terlihat sedih karena Ansel atau Aruna tak ada yang menghubunginya sama sekali. “Emi, sekarang siap-siap ke sekolah dulu. Nanti oma yang antar, ya.” Bintang berusaha bersikap biasa karena takut membuat Emily sedih. Emily mengangguk-anggukan kepala walah sedih. Dia lantas kembali ke kamar untuk bersiap sekolah. Bintang langsung menutup mulut untuk menahan tangis setelah Emily pergi. Dia tak bisa membayangkan bagaimana sedihnya Emily jika tahu kalau sudah kehilangan calon adiknya sedangkan gadis kecil itu sangat mengharapkan kehadiran seo
“Kita beritahu Runa saat sudah di rumah saja. Dia baru saja bisa tenang, kasihan jika kembali memikirkan kecelakaan yang terjadi karena ulah seseorang,” ujar Langit saat bicara berempat dengan orang tua Ansel. “Jadi memang benar kejadian lampu jatuh itu disengaja oleh seseorang?” tanya Deon memastikan. “Iya, karena ada saksi yang melihat hal mencurigakan. Hanya saja kita butuh bukti lebih banyak sebab pelaku tidak terekam kamera pengawas saat melancarkan aksinya. Tapi polisi sudah mengumpulkan semua rekaman kamera Cctv di tempat itu untuk diselidiki,” jawab Langit menjelaskan. Ayana, Bintang, dan Deon pun diam mendengar jawaban Langit. Mereka tentunya ikut berpikir siapa sebenarnya yang berusaha mencelakai Aruna. “Siapa pun pelakunya, aku tidak akan melepasnya. Dia tak hanya mencelakai Runa, tapi juga sudah membuat calon cucu kita tiada,” geram Ayana karena yang paling menyesakkan adalah kehilangan calon bayi Aruna. “Lihat saja kalau tertangkap. Aku akan membuatnya menyesal sudah
“Oma, kenapa Mami belum pulang juga? Aku kangen dari kemarin belum pulang.” Emily menatap Ayana yang siang tadi menjemputnya sekolah kemudian menemani di rumah Bintang. “Habis ini Mami pulang, Emi jangan cemas, ya.” Ayana bicara sambil mengusap kepala Emily. “Biasanya Mami dikit-dikit telepon kalau pulang telat, tapi kenapa sekarang tidak?” Emily mengeluh karena merasa diabaikan oleh Aruna. Dia bicara sambil menggambar tugas yang diberikan gurunya. Ayana pun hanya diam mendengar ucapan Emily. Dia tak bisa berkata-kata untuk menjelaskan apa yang terjadi karena yakin Emily belum paham. Aruna pun akhirnya pulang bersama Ansel juga kedua orang tuanya. Saat baru saja menginjakkan kaki di rumah, Aruna melihat Emily yang berlari ke arahnya. “Mami!” Emily terlihat sangat senang melihat kepulangan Aruna. Melihat Emily yang begitu bersemangat menghampirinya, entah kenapa membuat Aruna hendak menangis lagi. “Mami, kenapa pergi tidak bilang-bilang? Aku jadi kangen,” ucap Emily sambil men