Ansel dan Aruna baru saja sampai di hotel. Aruna sampai menghela napas kasar karena Ansel benar-benar melajukan mobil dengan kecepatan rendah.“Besok jalan kaki saja, naik mobil tapi kayak naik siput,” gerutu Aruna sambil melepas seatbelt.Bukannya merasa bersalah, Ansel malah melebarkan senyum.“Ga papa, yang penting kamu aman,” balas Ansel tanpa dosa.Aruna memanyunkan bibir mendengar balasan suaminya. Meski kesal tapi Aruna juga berusaha memaklumi tindakan suaminya yang hanya mencemaskan dirinya meski sedikit berlebihan.“Ans, jangan beritahu orang-orang dulu soal kehamilanku,” pinta Aruna mengingatkan sang suami agar tak keceplosan karena bahagia.Aruna hanya tak ingin ada kehebohan, serta tak ingin ada hal-hal yang tak diinginkan terhadap kehamilannya.Ansel mengangguk mengiakan keinginan istrinya. Mereka pun sepakat memberitahu jika usia kandungan Aruna sudah masuk trimester kedua.Mereka pun masuk lobi hotel, di sana sudah banyak tamu yang hadir untuk menyaksikan acara pertunan
“Ans, Ans.” Aruna menggoyang-goyangkan lengan Ansel agar suaminya itu bangun.Ansel mencoba membuka mata meski terasa sangat berat. Sayup-sayup dia melihat Aruna yang sudah menatapnya.“Ada apa, hm? Lapar?” tanya Ansel dengan suara berat. Dia mencoba mengumpulkan kesadarannya.Aruna memanyunkan bibir sambil mengangguk-angguk.Ansel menutup mulutnya yang menguap lebar, lantas bangun agar bisa sepenuhnya sadar.“Mau makan apa? Biar aku masakan,” ucap Ansel siap turun dari ranjang.“Aku tidak mau masakanmu,” balas Aruna lantas bangun dan duduk menatap Ansel.Ansel mengerutkan alis mendengar balasan Aruna.“Lalu mau masakan siapa?” tanya Ansel sambil menengok ke jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah satu malam.“Aku mau makan nasi goreng yang dipinggir jalan itu, yang di tenda gitu, Ans. Kayaknya enak,” jawab Aruna.“Ini jam setengah satu malam, Runa. Kalau kamu masuk angin karena keluar malam-malam bagaimana? Aku buatin saja, ya.” Ansel mencoba bernegosiasi.“Ga mau, aku maun
“Mami, aku boleh ikut Kai?” tanya Emily sore itu saat Aruna dan Ansel baru saja pulang. “Memangnya Kai mau ke mana?” tanya Aruna sambil mengajak Emily duduk. Ansel pun keheranan kenapa Emily mendadak ingin ikut Kai. “Kai tadi bilang, katanya mau ke Amerika sama papanya, mau lihat bisbol,” jawab Emily. Aruna dan Ansel sangat terkejut mendengar jawaban Emily, mereka sampai saling pandang sejenak sebelum kembali menatap putrinya itu. “Itu jauh sekali, Emi. Lagian Kai pergi sama Uncle dan Aunty juga pasti karena mau liburan atau ada perlu lain juga, jadi ga boleh kalau Emi ikut,” ujar Aruna menjelaskan. “Tapi aku mau ikut. Kalau Kai pergi, nanti aku main sama siapa? Archie ga asik kalau diajak main berdua,” keluh Emily. Aruna mengerutkan dahi mendengar keluhan Emily. Biasanya juga sama Archie asik-asik saja, kenapa sekarang jadi ga asik?” tanya Aruna keheranan. “Ah … sekarang ga asik. Enak kalau ada Kai, kalau ga ada Kai, nanti sepi,” kekeh Emily sambil melipat kedua tangan di dep
“Kan ga enak, enaknya main sama Kai.” Emily merajuk setelah jatuh sampai terseret layangan.Aruna dan Ansel saling lirik mendengar keluhan Emily. Aruna sendiri fokus membersihkan luka di siku dan lutut Emily.“Kai juga mau main berdua dengan mama dan papanya. Emi juga harusnya gitu,” balas Ansel.Emily menatap ke Ansel dan Aruna hingga kemudian berkata, “Kenapa aku tidak punya adik sendiri, jadi kalau mau pergi ya bisa pergi sama adiknya. Kai ‘kan sama Uncle dan Aunti. Aku mau sama adik, Mami, dan Papi,” keluh Emily lagi.“Emi mau punya adik, kok.” Ansel mencoba memberitahu.“Mana? Ga ada,” balas Emily.“Ada, masih di perut Mami,” ucap Ansel lagi.Emily menoleh ke Aruna yang sedang mengobati lututnya, lantas melirik ke perut Aruna.“Ah … nanti adiknya pergi lagi,” balas Emily yang tak mau tertipu lagi.Ansel dan Aruna terkejut mendengar ucapan Emily apalagi gadis kecil itu belum paham.“Ya, Emi doakan agar adiknya ga pergi lagi. Biar Emi punya adik,” ucap Aruna menjelaskan.“Apa kalau
“Mereka itu, kalau mau datang suka sekali dadakan. Kalau ngabari dari pagi atau kemarin, kita bisa nyiapin yang mereka mau.” Ayana membantu suaminya menyiapkan menu makan malam yang diinginkan sang menantu.Deon malah tertawa melihat istrinya mengeluh. Dia sibuk membuat masakan untuk menantunya sampai pembantu pun dilarang ikut memasak.“Ya, ga papa. Mungkin mereka dadakan juga kepikiran ingin ke sini. Lagian tidak setiap hari mereka datang, tidak masalah sekali-kali repot,” balas Deon tak keberatan sama sekali jika diminta memasak meski dadakan seperti sekarang.Ayana menatap suaminya, lantas mengangguk sambil tersenyum. Dia senang bisa menyiapkan makanan untuk anak dan menantunya, hanya saja Ayana menggerutu karena Ansel mengabari dadakan, takut kalau sampai masakan yang disiapkan tak sesui dengan yang Aruna inginkan.Ayana menata meja dibantu pelayan, masakan buatan Deon pun sudah disajikan di meja.“Sudah semuanya?” tanya Deon sambil mengecek meja.“Sudah,” jawab Ayana.Baru saja
“Kondisi janinnya sangat baik, beratnya juga sesuai dengan usianya. Tampaknya ibunya makan dengan lahap dan sehat,” ucap dokter yang baru saja memeriksa kondisi janin Aruna.Aruna tertawa kecil mendengar ucapan dokter. Dia memang memeriksa kedua kalinya setelah pemeriksaan pertama setelah tahu kalau hamil.“Jangan terlalu lelah dan banyak begadang, istirahat cukup dan selalu penuhi kebutuhan gizi,” ujar dokter itu lagi.“Iya, Dok.” Aruna mengangguk mendengar ucapan dokter.Ansel pun senang karena kehamilan kali ini Aruna sangat sehat hingga calon bayi mereka pun ikut sehat.Setelah selesai melakukan pemeriksaan, Aruna dan Ansel bertemu Sashi saat baru saja keluar dari ruang pemeriksaan.“Bagaimana kondisinya?” tanya Sashi.“Dia sangat sehat, kata dokter berat badan dan ukurannya juga sesuai dengan usianya,” jawab Aruna yang tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.Sashi pun terlihat sangat senang karena sang adik mendapat apa yang diharapkan.“Ingat pesan dokter, jangan bandel,” ucap S
“Sedang apa?” tanya Ansel saat melihat Aruna berdiri di depan cermin.“Lagi memantau, kenapa perutku belum besar?” Aruna menjawab pertanyaan Ansel sambil memandang ke cermin besar yang ada di sampingnya.Aruna berdiri miring lantas memandang bayangan perutnya dari pantulan cermin.Ansel malah tertawa mendengar ucapan Aruna. Dia mendekat lantas memeluk dari belakang sambil meletakkan dagu di pundak Aruna.“Baru juga 10 minggu, ya belum besar, Runa. Setidaknya nanti kalau sudah 16 minggu baru kelihatan,” ucap Ansel sambil mengusap perut Aruna.“Tahu dari mana?” tanya Aruna sambil melirik Ansel yang bergelayut manja.“Dari internet, aku penasaran jadi baca-baca soal perkembangan janin dan kondisi ibu hamil,” jawab Ansel.Aruna tertawa karena ternyata Ansel sangat memperhatikan soal kehamilannya.“Padahal dulu saat bersama Citra, kamu juga melihat perubahan tubuhnya saat hamil, kan?” tanya Aruna.“Ya, tapi aku tak pernah tah
“Kalian akan tinggal di sini setelah menikah, kan?” tanya ibu Winnie.Bumi langsung menoleh Winnie untuk membuat keputusan.“Tidak, Ma.” Winnie langsung memberi keputusan tanpa berpikir.Acara pernikahan Winnie dan Bumi sudah selesai sejak beberapa jam lalu, mereka kini sedang duduk bersama orang tua dan kakak Winnie.“Kenapa tidak tinggal di sini?” tanya ibu Winnie.Winnie menoleh Bumi, lantas menatap ke sang mama.“Papa Anta tinggal sendiri. Dia menjalankan usahanya sendiri, jadi aku berpikir untuk tinggal di sana bersamanya. Di sini Mama dan Papa masih punya Miko, sedangkan Papa Anta tak punya siapa-siapa lagi selain Bumi,” jawab Winnie menjelaskan alasan keputusannya.Bumi hanya diam mendengar ucapan Winnie. Dia sendiri tak pernah memaksa Winnie mau tinggal di mana karena itu semua keputusan Winnie murni atas pemikiran gadis itu sendiri.Orang tua Winnie saling pandang mendengar jawaban putrinya, lantas kembali menatap Winn