Share

34. TEGANG

Penulis: Serpihan Salju
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Sedikit ketegangan mewarnai suasana hati ketiga lelaki muda berwajah manis tersebut. Mereka berusaha menyadarkan diri untuk mendengar apa yang akan disampaikan oleh Hua Yan. Walau mereka sangat ingin bertanya, tetapi tentu saja tidak memiliki secuil pun keberanian sama sekali. Hanya diam menunggu, mungkin itulah yang dapat dilakukan oleh ketiganya.

Hua Yan bukan tidak mengetahui tentang apa yang selalu dipikirkan oleh anak-anak kesayangannya. Pria itu kemudian mengambil selembar kertas dengan bentuk, rupa dan warna yang sama persis dengan selebaran kompetisi tahunan.

"Benda itu! Bukankah mirip dengan selebaran yang tadi aku dapatkan?" Hua Lin berseru sambil memerhatikan benda yang sekarang dipegang oleh kakak sepupunya.

"Bagaimana ini?" Hua Lin bertanya dalam hati dengan perasaan cemas.

Hua Yan meletakkan benda tersebut di atas meja. Suara tenang dan datarnya pun seketika terdengar. "Kalian sudah mengetahui tentang selebaran ini dan tentunya kalian juga sangat ingin mengikutinya."
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kaisar Puncak Naga   35. GAGAL!

    "Tunggulah sampai kalian bertiga mampu menguasai Ilmu Dewa Petir, setidaknya mencapai tingkat kelima." Hua Yan menyambung ucapannya. "Tidak untuk tahun ini?" Hua Fei terkejut. "Dan mempelajari Ilmu Dewa Petir itu teramat sulit, Paman!" "Sampai menguasai Ilmu Dewa Petir hingga tingkatan kelima?" Jing Ling merasa ini terlampau berat. Ia terlalu sibuk menghitung dengan jemari kecilnya. "Ilmu Dewa Petir? Bukankah itu sangat sulit, Ayah?" "Benar. Itu memang sangat sulit, dan kalian harus mempelajarinya mulai dari sekarang. Satu tahun untuk satu tingkat sampai kalian bisa menguasai hingga tingkat terakhir." Jawaban Hua Yan sungguh membuat perasaan ketiganya semakin kecewa. "Apa? Bukankah itu artinya enam atau tujuh tahun lagi untukku dan Paman Kecil?" Hua Fei merasa sangat kecewa atas keputusan Hua Yan. "Dan sepuluh tahun lagi untuk Adik Ling." "Ayah, bukankah itu sama artinya kalau kami tetap tidak diijinkan untuk ikut kompetisi tahun ini sampai delapan tahun kemudian?" tanya Jing Li

  • Kaisar Puncak Naga   36. LUKISAN 99 KUNTUM BUNGA PERSIK

    "Tujuh belas tahun ini ... tentu dia sudah besar dan tumbuh hampir setinggi kakaknya. Dia juga pasti memiliki kemiripan denganku." Lelaki tampan bermata teduh berkata-kata sendiri sambil masih terus menatap rupa bulan dengan perasaan hampa. Namun, yang terbayang di matanya adalah kobaran api dan ceceran darah yang tertumpah di mana-mana. Telinganya bahkan masih dengan sangat jelas mendengar hiruk-pikuk jerit kesakitan, raung kemarahan dan erangan sekarat dari orang-orang yang tertusuk ujung mata tombaknya. "Aku seorang pendosa!" Pria itu merasa terhenyak hingga tubuhnya terhuyung, lalu jatuh berlutut di atas tanah, dan sedikit menimbulkan suara debuman kecil yang hanya terdengar oleh pendengarannya sendiri. Sepasang lututnya mungkin sakit dan memar, tetapi lebam dalam hati masih seratus kali lebih menyakitkan. Badan pria itu memang tampak gagah perkasa, tetapi jauh di lubuk sanubari dia merasa sangat rapuh. Tidak ada orang lain mengetahui akan beban beratnya, selain hanya dia send

  • Kaisar Puncak Naga   37. CEMBURU PADA LUKISAN

    "Tentu saja, tidak. Itu adalah kebenaran!" Yan Chao merasa sedikit cemas dan takut jika tuannya ini akan merasa tersinggung. "Semua yang saya katakan adalah benar." Yan Chao melirik kecil. Ada sedikit kecemasan jika Pangeran Han Yujie tidak senang dengan ucapannya. "Baiklah. Tetapi untuk dapat mengalahkan juara pertama tahun lalu, sepertinya aku harus tetap berusaha keras untuk berlatih." Pangeran Han Yujie meletakkan kuasnya di tempat dudukan kuas. "Pangeran pasti bisa melakukannya. Eh, maksud saya adalah ... Pangeran pasti bisa menjadi yang terbaik di kompetisi tahun ini." Yan Chao berkata memberi semangat. "Sepertinya kamu yakin sekali, Kakak Chao." Pangeran Han Yujie tersenyum tipis, sebelum senyum itu sirna akibat suara teriakan Han Yuze. "Kakaaak!" Han Yuze berlari-lari kecil sembari membawa tombak mainannya. Ia lalu menjatuhkan diri dan bersimpuh di samping Pangeran Han Yujie. "Kaaaak! Kakak mengabaikan aku sejak tadi. Ayolah, Kak. Temani aku bermaiiiin!" rengek Pangeran

  • Kaisar Puncak Naga   38. DAHAN PATAH

    "Sebaiknya kita biarkan saja mereka sampai puas bermain. Ayah juga ada suatu hal yang ingin ayah bicarakan denganmu," ujar Mantan Kaisar Han Yuwen sambil melihat ke wajah anaknya. Yang ditatap juga membalas sang ayah dengan tatapan mata hangat. Kedua lelaki itu saling tersenyum satu sama lain. Pangeran Han Yuxuan sepertinya menyetujui niat Mantan Kaisar. Sebenarnya, Pangeran Han Yuxuan sedikit berpikir tentang apa yang ingin dibicarakan oleh ayahnya. "Baik, Ayah. Kita bisa berbincang di ruang dalam. Rasanya sangat tidak sopan jika saya menjamu Ayah di tempat seperti ini." "Mari, Ayah!" Pangeran Han Yuxuan menggerakkan tangan kanan untuk memersilakan sang ayah agar mendahuluinya berjalan. Mantan kaisar hanya terkekeh ringan. "Yaa, ya, ya, yaaa. Mari, Anakku!" Pria itu mendahului melangkah masuk sambil menggendong tangan kirinya, sedangkan tangan yang lain ia pergunakan untuk mengelus-ngelus jenggot putihnya yang panjang menjuntai. ***** Sementara itu pada paviliun besar yang di

  • Kaisar Puncak Naga   39. HAN YUJIE KECELAKAAN

    Dahan pohon persik retak hingga patah seketika. Sepertinya, batang sebesar paha Pangeran Han Yuze itu tidak sanggup menahan bobot dua lelaki muda yang terus bergerak tanpa henti. Patahan itu menimbulkan bunyi 'krak' dan langsung menjatuhkan kedua pemuda yang tengah asyik bercanda di atasnya. Meskipun tidak terlalu tinggi, tetapi patahan dahan pohon persik itu berhasil membuat mereka berdua terbanting jatuh tak terkendali di atas rerumputan dengan sangat keras. Pangeran Han Yuze cukup beruntung, karena dia jatuh menimpa tubuh kakaknya. Namun, tetap saja pemuda itu sangat ketakutan saat melihat Pangeran Han Yujie meringis kesakitan setelah sempat menjerit dan mengaduh. "Aawwh! Tanganku!" Pangeran Han Yujie mendesis, menahan sakit yang tiada tara. Wajah Pangeran Han Yujie terlihat tegang dan pias. Matanya lalu turun, memejam dengan kepala jatuh terkulai di atas dahan yang ditimpanya. "Kakaaaaak!" Pangeran Han Yuze menjerit sambil berusaha bangkit dari atas badan sang kakak yang ja

  • Kaisar Puncak Naga   40. APA YANG TERJADI?

    Di dalam ruang keluarga, Mantan Kaisar Han Yuwen sedang asyik membicarakan masalah kompetisi tahunan yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat. "Sepertinya tahun ini akan ada banyak peserta yang mengikuti kompetisi ini, Ayah. Menurut kabar, sudah ada seratus dua puluh pendaftar dari keluarga terpandang dan lebih dari empat puluh perguruan seni bela diri yang akan mengirimkan para murid terbaiknya." Han Yuxuan berkata seraya menyesap teh hangat beraroma mawar nan lembut. "Maka itu akan sangat bagus. Kita bisa melihat berapa banyak para jenius muda yang akan muncul tahun ini." Mantan Kaisar Han Yuwen berucap seraya menyesap tehnya secara perlahan. "Kuharap juga, aku bisa melihat penampilan terbaik para cucuku. Aku ingin melihat sejauh mana perkembangan mereka." "Oh ya, bagaimana dengan pelatihan Yujie dan Yuze?" Mantan Kaisar Han Yuwen bertanya. Pangeran Han Yuxuan menjawab, "Menjawab pertanyaan Ayah, keduanya selalu giat berlatih. Meskipun Yuze masih saja nakal, tetapi dia s

  • Kaisar Puncak Naga   41. TAK MAU DIPERIKSA

    "Kakak membohongiku. Jelas-jelas Kakak kesakitan seperti itu." Pangeran Han Yuze berkata dengan nada sedih. Dia semakin merasa bersalah dalam hati atas kejadian yang menimpa kakaknya ini. "Hanya sedikit nyeri saja dan tidak akan membuatku mati," timpal Pangeran Han Yujie dengan suara masih lemah. "Tetap saja itu artinya Kakak kesakitan dan menderita. Kak, maafkan aku. Akulah yang sudah membuat Kakak cedera, tapi aku sungguh tidak sengaja." Han Yuze meneteskan air mata yang berderai tanpa terasa. Perasaan bersalah terus menggerayangi hatinya. Andai waktu dapat diputar, dia akan bersikap baik dan tidak akan menggoda kakaknya. Jika semua dapat diminta, maka dia akan lebih memilih dirinya saja yang jatuh terlebih dahulu dan mengalami patah tulang. Pangeran Han Yujie berusaha tersenyum sambil menahan sakit. Tangan kiri lemahnya bergerak, menggapai air mata yang menetes di pipi adiknya, lalu mengusapnya dengan lembut. "Sudahlah, jangan menangis. Kamu ini calon pendekar tombak

  • Kaisar Puncak Naga   42. TAKUT JARUM

    "Orang ini, bisakah dia tidak mengeluarkan jarumnya?" Pangeran Han Yuze menjerit dalam hati. Kepanikan itu membuat wajah tampannya memucat dan tampak menyedihkan. Pangeran Han Yuze segera berkata, "Kakak Tabib, sepertinya tidak ada yang perlu diperiksa lagi. Keadaanku sangat baik sekarang. Aku sepuluh kali lipat lebih kuat dari siapa pun. Katakan saja pada ibu kalau aku baik-baik saja." "Maaf, Pangeran. Hamba tidak berani. Hamba hanya menjalankan tugas saja. Mohon kiranya Pangeran untuk tidak menyulitkan tugas hamba. Dan hamba juga melihat kalau wajah Anda sedikit pucat, hamba khawatir kalau ada hal yang tidak baik terjadi di dalam tubuh Yang Mulia." Tabib Xue berkata lembut, dan suaranya ini seperti dibuat bernada rendah dan berwibawa. "Jika Anda terus menolak untuk diperiksa, lalu ibunda Yang Mulia dan juga keluarga Pangeran bertanya, bagaimana hamba harus menjawabnya? Bisa jadi kepala hamba dipertaruhkan untuk menjadi gantinya. Tidakkah Pangeran merasa kasihan kepada nasib tabib

Bab terbaru

  • Kaisar Puncak Naga   66. ORANG YANG TERPILIH

    "Jangan takut. Aku adalah Jing Shuang, orang yang menciptakan cincin ini." Jing Ling sedikit panik, merasa bahwa pendengarannya saat ini sedang tidak normal. Pandangan matanya terus tertuju ke arah bayangan berwujud manusia yang terjebak di gumpalan sinar merah yang tampak samar. "Sudah sangat lama aku terjebak di tempat ini, menunggu seseorang dari penerusku datang dan menemukanku." Suara anggun dan lembut itu kembali terdengar dengan jelas. Jing Ling terkejut. Ternyata, sinar berwujud manusia itu bisa berbicara? Dan dia mengaku bernama Jing Shuang? Tunggu! Bukankah itu adalah nama yang disebutkan oleh Jing Yue, ibunya? "Jing Shuang?" Jing Ling luar biasa terkejut. "Jadi, Anda adalah Jing Shuang, pencipta dan pemilik Cincin Segala Ruang ini?" "Benar. Itu aku." Leluhur Jing Shuang berbalik dengan anggun, jubahnya berkibar, dan sinar merah yang menyelimutinya seketika menghilang. Sekarang, wujud asli pria muda yang sangat menawan bak seorang kaisar langit terlihat jelas. W

  • Kaisar Puncak Naga   65. AHLI WARIS?

    "Bagaimana mungkin itu adalah benda yang rusak? Kamu cobalah sekali lagi, Ah Lin!" Hua Lin mencoba memberi semangat kepada keponakannya. "Semangat!""Baiklah. Aku akan mencobanya sekali lagi." Jing Ling mengangguk, kemudian kembali memfokuskan pikiran agar dapat terhubung dengan cincin segala ruang miliknya.Namun, masih tidak ada yang terjadi meskipun ia telah mencobanya hingga berulang kali.Jing Ling menarik napas sesaat dengan perasaan kecewa. "Tetap tidak bisa.""Aneh ... mengapa tetap tidak bisa?" Hua Fei juga tak mengerti.Jing Ling tak bisa lagi menyembunyikan kekecewaan sekaligus rasa penasarannya.Ia menghadap kembali kepada sang ibu. "Ibu, aku tak bisa menggunakan cincin ini. Meskipun aku berusaha keras menyatukan pikiranku, tetapi aku tak bisa merasakan apa pun. Aku jadi berpikir kalau benda ini tidak berjodoh denganku, atau mungkin saja benda ini memang sudah rusak.""Itu tidak rusak. Tapi memang cincin milikmu itu sedikit berbeda dengan benda ruang milik Ah Fei dan Ah Li

  • Kaisar Puncak Naga   64. APAKAH INI RUSAK?

    Hua Fei melihat kantung di tangannya, mencoba menemukan rahasia yang tersembunyi dalam benda tersebut. Namun, tetap saja ia tak menemukan apa pun di sana."Ah Fei, kantung yang sekarang kamu pegang itu bernama Qian Cang Pao, kantung seribu ruang yang mampu memuat banyak benda-benda tanpa membebani pemiliknya." Jing Yue menjelaskan perihal kantung putih milik Hua Fei. "Selain dapat menyimpan benda-benda, kantung itu juga sangat kuat karena terbuat dari kepompong ulat sutra berusia seribu tahun."Hua Fei terkejut. "Kantung seribu ruang?""Ternyata itu adalah kantung seribu ruang yang sangat legendaris!" Hua Lin berseru disertai keterkejutan dan kekaguman. "Ah Fei, kamu sungguh beruntung bisa memiliki benda seperti itu."Hua Fei dan yang lainnya mulai berisik dengan decakan kagum. Ternyata benda yang dianggap kosong itu benar-benar merupakan benda istimewa.Wajah Hua Fei seketika secerah langit pagi. Sekarang, ia justru merasa takjub dan berterima kasih dalam hati atas pemberian Jing Yue

  • Kaisar Puncak Naga   63. JIMAT KEBERUNTUNGAN?

    Dari kerutan alis matanya, jelas ada bayang-bayang kekecewaan Hua Fei yang tak bisa disembunyikan. Ekspresi wajah pemuda itu berubah muram dan matanya menyipit, seolah mencoba memahami sesuatu yang sedikit mengganggu.Tabib muda itu menarik napas panjang, perlahan mengembuskannya, mencoba menenangkan gejolak pertanyaan dalam benaknya.'Mungkin saja aku yang tidak seberuntung mereka berdua,' gumam Hua Fei, dalam hati.Ia melirik sekilas ke arah kedua keponakannya yang tengah sibuk dengan hadiahnya masing-masing. Perasaan tak menentu berkecamuk dalam dada Hua Fei.'Tapi ... mana mungkin Bibi tega mempermainkan aku?' pikir Hua Fei lagi. 'Atau mungkin ... ada sesuatu yang disembunyikan oleh Bibi?'"Paman Kecil, kamu mendapatkan ikat pinggang!" Seruan Jing Ling membuat Hua Lin tersenyum tipis.Ia segera menghampiri untuk melihat lebih dekat ikat pinggang hitam yang sederhana tapi penuh keunikan. Sorot mata Jing Ling berbinar-binar, mengagumi bentuk sabuk hitam dengan gesper perak yang rumi

  • Kaisar Puncak Naga   62. KANTUNG MISTERIUS

    Jing Ling, Hua Fei dan Hua Lin menatap kantung kain di tangan Jing Yue. 'Apakah bibi menyiapkan bekal uang lagi?' Hua Fei membatin. 'Bukankah kami sudah mendapatkan biaya dari sekte?' 'Kakak Yue memberi kami kantung parfum?' Hua Lin mengira itu adalah kantung pengharum yang biasanya dipakai untuk menyamarkan bau badan tak sedap dengan aromanya. 'Aiyaa, kakak iparku ini mengapa aneh sekali?' Jing Ling akhirnya bertanya, "Ibu, itu adalah kantung kain yang akan diberikan kepada kami bertiga?" "Benar. Ini adalah hadiah dari kami yang sudah lama dipersiapkan untuk kalian." Jing Yue mengulurkan tangannya secara perlahan, memperlihatkan tiga kantung sachet yang terbuat dari kain satin, halus dan berkilau di bawah sinar matahari pagi. "Hadiah?" Ketiga tuan muda terperangah. "Untuk kami?" Hua Lin tak mengerti. "Ya. Ini memang untuk kalian." Jing Yue kembali mengulas senyum dan berkata, "Kami mengumpulkan semua benda ini sejak lama sebagai persiapan karena kami merasa sewaktu-waktu kal

  • Kaisar Puncak Naga   61. KANTUNG?

    Jing Ling tercekat. Hua Fei tertegun. Keduanya menatap Hua Lin dan Hua Feng secara bergantian dengan pandangan bingung. Mereka khawatir jika Hua Lin tak bisa menahan amarahnya. "Hua Feeeeeng!" Hua Lin berteriak, suaranya meledak di udara hingga membuat banyak orang terkejut. "Hua Feng, bagaimana kamu bisa seceroboh itu?" Hua Lin merasa frustrasi, sedangkan Hua Feng memasang ekspresi wajah sebodoh keledai dungu. Hua Lin ingin menangis, tetapi ia tak mungkin menangis di hadapan banyak orang, terlebih lagi hanya soal perbekalan yang masih bisa digunakan meskipun tidak kecil kemungkinan sudah hancur. Pemuda itu hanya bisa menatap dengan tatapan yang seakan hendak memangsa Hua Feng hidup-hidup. "Ma--ma ... maaf!" Napas Hua Feng masih tersengal, dadanya naik turun, tetapi tatapan tajam Hua Lin yang menusuk itu membuatnya seolah tercekik oleh rasa bersalah. Bagi Hua Feng, pandangan mata Hua Lin terlihat sangat mengerikan hingga udara panas dan perasaan dingin terus menari-nar

  • Kaisar Puncak Naga   60. SEDIA PAYUNG SEBELUM HUJAN

    Di kejauhan, Jing Ling dan Hua Fei sudah berdiri menunggu di bawah pohon maple sembari menyaksikan kesibukan para pelayan. Mereka tampak siap untuk perjalanan panjang yang akan segera mereka tempuh.Sebenarnya, Hua Fei merasa ada suatu firasat aneh yang tak bisa ia jelaskan dengan kata-kata, tetapi perasaan itu terus-menerus mengganggu pikirannya. Pemuda itu larut dalam diam hingga beberapa waktu dan hal tersebut dapat segera ditangkap oleh sang keponakan.Jing Ling menyiku lengan Hua Fei. "Eh, Kakak Fei, ada apa denganmu? Apakah kamu merasa tidak tega untuk pergi dari tempat ini, atau ....""Kakak Fei sedang merindukan Yunxi, adik sepupuku yang cantik jelita itu?" Jing Ling sengaja menggoda Hua Fei dengan mengungkit masalah Jing Yunxi. "Apa kamu sudah merasa rindu padanya bahkan sebelum kamu pergi?"Mendengar nama Jing Yunxi disebutkan, seketika darah Hua Fei terasa berdesir dingin, seolah-olah puluhan jarum tajam menusuk jantungnya. Sensasi perih itu merayap cepat, menyesakkan dadan

  • Kaisar Puncak Naga   59. SI BODOH HUA FENG

    "Bodoh!" Sambil mengumpat, Hua Lin melayangkan satu tamparan secepat lesatan anak panah yang langsung menghantam pelipis Hua Feng."Aaah!" Hua Feng terpekik keras hingga beberapa orang menoleh ke arahnya. Hua Lin tak peduli dengan tatapan orang-orang di sekitarnya. Ia lanjut mengomeli Hua Feng. "Tentu saja itu bukan jimat, melainkan sesuatu untuk menangkal bahaya kelaparan!"'Mengapa aku bertemu orang sebodoh dia?' Hua Lin merasa sial dalam hal ini.Hua Feng tak sempat mengelak. Pukulan itu tidak terlalu keras, tetapi cukup membuat tubuhnya terhuyung ke samping, hampir kehilangan keseimbangan.'Penangkal bahaya kelaparan, bukankah itu makanan?' pikir Hua Feng yang mulai mengerti maksud seniornya ini.Hua Feng mengusap pelipisnya yang sedikit memanas. Ia mengerang kesal. "Tuan Muda, kamu menyiksaku lagi!""Tuan Muda selalu saja begitu, padahal aku hanya bertanya, tapi Tuan Muda malah menindasku." Raut wajah Hua Feng berubah sedih, bibirnya mengerucut hingga ia tampak lucu. "Tuan Muda

  • Kaisar Puncak Naga   58. JIMAT?

    "Maka saya akan mendesaknya!" Mu Lei tiba-tiba berkata tegas.Mu Lei adalah orang luar yang pernah diselamatkan oleh Hua Yan pada tragedi berdarah Suku Mu lima tahun lalu, saat terjadi pemberontakan salah satu kubu 'pakaian kotor' yang berselisih dengan kubu 'pakaian bersih' Suku Mu, dan itu membuatnya nyaris mati terpenggal.Namun, rupanya dewa mengirim Hua Yan pada waktu nyawanya sudah di ujung tanduk. Ia pun lolos dari kematian di mata pedang milik Mu Yan, pengkhianat Suku Mu, dan semua itu berkat pertolongan Hua Yan.Semenjak saat itu, ia bertekad untuk mengabdikan seluruh hidupnya demi membalas jasa kepada dewa penyelamatnya. Meskipun Hua Yan sudah membebaskan dan tidak mengungkit lagi tentang hal tersebut, Mu Lei tetap bersikeras untuk menjadi penjaga bagi Hua Yan dan keluarganya."Baiklah. Kita lihat saja nanti," Tetua Hua Lei yang bicara kali ini.Semua orang hanya bisa berharap kalau Hua Yan tidak keberatan dengan persiapan keamanan yang mereka lakukan kali ini.*****Sementa

DMCA.com Protection Status