Obelia terbentur ke dinding dengan tangan Baram yang mencekiknya. "Mau pergi ke mana gadis manis?!"
"Pergilah!" Obelia berteriak tertahan sambil melotot tajam ke arah gadis lain. Mereka cukup ragu dan saling menoleh, tapi Obelia kembali berteriak. "Cepat!"Mereka serentak melesat dengan cepat, bukan kabur, tapi menghantam pria kekar."Bodoh!" Jleng!... Mereka langsung tersungkur di lantai, membuat lantai hancur dan tubuh mereka terbenam. Walaupun berusaha bangkit sekuat tenaga, tapi tekanan intimidasinya jauh lebih kuat.Pria berjaket hitam dengan tudung kepala menutupi wajahnya muncul di belakang pria kekar dan menepuk pundaknya. Plak!... "Bisakah lebih lembut pada para wanita cantik?""Tuan?" Obelia langsung terlepas, terbelalak dan mendongakkan kepalanya dengan posisi jongkok. Sedangkan Baram terkekeh dengan senyuman lebar di bibirnya."Akhirnya kau muncul juga empu!"Tangan Empu di pundak Baram terangkat dan men"Sialan! Kau yang memulai semua masalah ini!" teriak Baram yang kini tubuhnya sudah tenggelam dalam pekatnya energi gelap, bahkan jiwa-jiwa ganas sudah mulai keluar dari tubuhnya. Akara masih berdiri tenang, bahkan jiwa-jiwa yang ingin masuk tubuhnya tidak berdampak apa-apa. "Itu karena anakmu yang tidak tau diri, sudah aku selamatkan malah ingin membunuhku dan mengincar Lina!" ucap Akara dengan geram, lalu kembali berkata dengan tenang tapi serius. "Sayangnya kau sudah memperluas masalah, hanya kematian yang menunggumu!" Api hitam berkobar menyelimuti tubuhnya, tapi tiba-tiba padam, disusul Baram yang tubuhnya diselimuti luapan energi hitam melesat di depannya. Crak!... Golok menebas tubuh Akara, pemuda itu sempat melompat ke belakang hingga hanya ujung golok yang mengenainya. Namun, malah membuat jaketnya terpotong dan terlihat luka dari depan pundak, dada dan perut atasnya. Pemuda itu langsung menelan dua butir pil dan mengalirkan
Sebuah titik cahaya muncul, menyerap pekatnya energi kutukan yang memenuhi formasi. Udara menjadi bersih dan terang, hingga nampaklah pemuda bertudung kepala yang telah terbaring di tanah, lalu pria kekar berselimut energi hitam di ujung formasi. Jleng!... Ledakan yang sangat hebat terjadi, seketika menghancurkan formasi dan seluruh pilarnya. Terus meluas menggerus tanah, bahkan retakan kehampaan yang sudah pulih seketika hancur kembali. Cahaya sangat terang memenuhi seluruh tempat, bahkan menyilaukan seluruh orang. Jleng!... Gelombang energi menghancurkan seluruh tebing di liar kubah pelindung. Puing-puingnya yang langsung tersapu ke langit membuat semua orang terbelalak. Apa-apaan itu?! Apa semengerikan ini pertarungan ranah Jiwa Suci?!Jgleng!... Suara dentuman sangat keras baru terdengar, kecepatan suara lebih lambat dibandingkan gelombang energi yang dihasilkannya. Sangat memekikkan telinga, hingga membuat mereka berlutut dan menutup telin
Alam bawah, di atas pohon Dewi Pengobatan. Gadis cantik berambut emas sedang memeriksa tanaman hebal yang ada di taman. Setiap langkahnya membuat pakaiannya yang lebih cocok disebut lingerie merumbai, memperlihatkan lekukan tubuh indahnya yang juga ikut berayun. Muncullah seorang gadis cantik berambut bob dan berpakaian maid yang langsung mendekatinya. "Nona Viona!" ucapnya lirih, tapi penuh ketegangan di wajahnya. Saat Viona menoleh, gadis maid segera mendekat dan berbisik kepadanya. "Komo menghilang, sudah kami telusuri di berbagai tempat tetap tidak menemukan keberadaannya."Matanya yang jernih dan begitu teduh jadi melebar, tapi tetap berusaha tenang dan berkata. "Tetap lakukan pencarian dan jangan sampai Lisa mengetahuinya!" "Baik nona!" Gadis itu langsung menunduk sebelum menghilang, meninggalkan hembusan angin yang menerpa tumbuhan di sekitarnya. Bukan angin kencang, tapi membuat tubuh Viona terhuyung. Untungnya muncul tanaman rambat yan
Pemuda bertanduk, Obelia, Arrak dan beberapa wanita malam pergi ke kota lain. Saat baru sampai dan kilauan energi belum sepenuhnya sirna dari altar teleportasi, mata mereka langsung melebar dan tanpa sadar memasang wajah kagum. Kota yang padat, dengan di kedua sisi di kejauhan ada deretan pilar putih raksasa yang melengkung. Bukan sembarang pilar, namun tulang rusuk dari makhluk raksasa. Tidak tau makhluk apa itu sebenarnya, tidak terlihat ujung tengkoraknya, bahkan tulang punggungnya berada di atas awan."Woah, tulang apa itu?" Pemuda itu tidak bisa menutupi kekagumannya. "Kota Leluhur Naga. Pengaruh Fraksi Cahaya Ilahi tidak mungkin ada di sini karena tempat ini adalah kota yang dihuni oleh para Draking," jelas Obelia. "Draking?" tanya Komo sambil menyapu pandangan ke sekelilingnya. "Seperti tuan muda Regera, evolusi dari para binatang sihir. Sebaiknya kita cari tempat terlebih dahulu," jelas Obelia dan mereka mulai turun dari altar teleportasi, tapi segera dicegat oleh seorang p
Arc Dewa PenempaTrailer secara garis besar dan terpotong-potong, alur cerita nanti tidak musti sama persis dengan ini. Hanya sebagai kerangka dan pedoman arah cerita mau ke mana.Aura ranah jiwanya telah hancur, hanya menyisakan aura naganya. Adlar menaruh penuh curiga kepada Akara, berusaha mengorek informasi dan memanfaatkannya. Di wilayah klan Vasto, Akara menghajar seorang pemuda klan Vasto yang ternyata kekasih dari seorang Zur Adlea (Keturunan ranah Dewa). Membuat Akara mendapatkan banyak masalah karena kelakuan gadis itu. Terlihat juga seorang Zurrark (Anak ranah Dewa) dari klan Sheva yang mendeteksi tubuh anaknya, seorang Zur yang Akara bunuh dalam perburuan sebelumnya. Saudari Adlea yang seperti kembarannya bernama Adlia, memiliki perasaan yang berbeda kepada Akara, ia terus mendekati Akara dengan rasa suka. Masalah merembet hingga nenek kedua gadis muncul, bersama beberapa Zurrark dari klan Vasto. Terjadilah pertandingan menempa melawan para Zur. Akara tidak bisa mengguna
Sebuah ruangan yang terlihat seperti gua batu, duduklah pemuda di atas altar. Pemuda yang telah bertelanjang dada dengan bekas luka tebasan, dari pundak kanan hingga ke bawah dada kirinya. Ia menjulurkan satu tangannya, lalu menghentakkan jari-jarinya melebar. Muncullah api hitam yang menyelimuti tangannya, tapi segera menghilang saat ia mengibaskan tangannya pelan dan menyentuh bekas lukanya."Belum bisa hilang sepenuhnya, tapi untunglah apiku tidak terpengaruhi lagi," gumamnya. "Pria klan Vasto itu menyembuhkanmu, pasti ada sesuatu yang dia inginkan. Berhati-hatilah, aura ranahmu telah hancur, jika ada kesempatan langsung saja berteleport pulang." Serin masih tenang menasehatinya dan Akara berdiri sambil menjawab. "Baik mama!"Kilatan listrik merah tiba-tiba menyelimuti tubuhnya, dengan luapan energi yang tak terkendali. "Kenaikan aura naga?" Serin bertanya dengan ragu dan Akara segera mengangguk. Di atasnya muncul empat li
Magma menyelimuti dinding ruangan berbentuk kubah, seakan ada pembatas transparan hingga cairan panas itu tidak tumpah. Ruangan dengan sebuah ranjang, terlihat begitu terang karena magma merah yang terus bergejolak. Salah satu sisi magma bergerak, memberikan sebuah lorong kecil dan muncullah Adlar bersama Akara. "Ambillah!" Pria itu melemparkan lempengan kartu logam kepada Akara dan kembali berkata. "Kartu itu tidak hanya untuk masuk ke ruangan ini, tapi juga semua tempat di kota Laut Panas. Tidak ada yang bisa menyinggungmu jika menunjukkan kartu itu. Jika ingin lebih bersantai, pergilah ke atas." Ia menunjuk ke arah sebuah lubang tepat di atas kubah ruangan. "Baiklah!" jawab Akara sambil menyapu pandangan. Sedangkan Adlar mulai melangkah pergi, tapi segera terhenti dan berbalik sebelum berkata."Masih ada cincin seperti yang dimiliki wanita malam sebelumnya?"Tanpa basa-basi, Akara menjentikkan jarinya dan meluncurlah sebuah cincin yang langsu
Akara mengikuti Adlar, memasuki ruangan dengan altar batu yang sangat luas. Bukan sekedar ukiran batu, namun magma merah menyala mengalir di sela-selanya, membuatnya terlihat seperti lingkaran formasi yang menyala. Ia menyapu pedangan, melihat magma yang juga menyelimuti segala sisi dan akhirnya tertuju ke tengah altar, ada pancuran magma yang bertingkat seperti pagoda. "Jika tidak ada aura Alkemis, bagaimana cara kalian menempa?" Pria abu-abu bertubuh tinggi kurus mengibaskan tangannya, seketika pancuran magma berubah bentuk, menjadi sebuah tungku pembakaran. "Kami memanfaatkan altar. Aliran energi kita saat melakukan pembakaran akan ikut mengalir dengan magma. Aliran ini yang akan menjaga formasi tetap menyala," jawab Adlar sembari menunjuk magma yang mengalir di sekitarnya. "Oh?" Akara lalu berjalan ke samping dan menjulurkan tangannya. Ia merenggangkan jari-jarinya perlahan, namun bilah dimensi terbentuk sangat lebar. Altar rusak, membuat
Tempat yang abstrak, berlatar belakang cahaya berbagai warna dari awan panas Nebula di kegelapan angkasa, Dewa Penempa membungkukkan badannya di hadapan tiga gumpalan bercahaya. Dengan sopan dan waspada, ia menjelaskan tentang pemimpin Fraksi Cahaya Ilahi yang memojokkannya. "Jadi, apa maumu?" tanya salah satu leluhur. Sambil sedikit menunduk, Dewa Penempa menjawab dengan lembut. "Mohon maaf, Fraksi Cahaya Ilahi di mata warga sudah bisa dikatakan hancur, bahkan banyak masalah yang terus terjadi. Mungkin sudah seharusnya kepemimpinan Fraksi diganti.""Kondisikan klan Vasto, kami akan segera memanggilmu kembali!" ujar salah satu leluhur, dan Dewa Penempa segera melebur, digantikan dengan seorang pria bermahkota sayap emas. "Ronas memberi salam kepada leluhur!" Ia sedikit menunduk seperti yang dilakukan Dewa Penempa sebelumnya. "Ronas, tiga lentera jiwa tetua Fraksi telah padam, apa yang terjadi?!" Ronas menjawab dengan tenang.
"Regera, kau telah mengalahkanku!" Luce kembali terkekeh, tapi ia segera tersedak saat bilah pedang kayu mengganjal mulutnya. Sebutir pil melesat begitu saja memasuki tenggorokannya. "Tidak perlu kau sembuhkan lukaku!" seru Luce saat ganjalan di mulutnya terlepas. Namun, ia segera menyadari bahwa itu bukanlah pil penyembuhan. Segel belenggu langsung menyala di jantungnya. Melihat Luce tidak menunjukkan tanda-tanda melawan, sepasang pedang kayu segera melebur di udara. Ia lalu berteleport menuju para Dewa lainnya berada, disusul oleh kilatan cahaya emas yang membawa Luce. Ternyata kegaduhan terjadi. Pria bertanduk ranting menyandera Luwang, padahal tubuhnya telah babak belur penuh luka bakar. Cakar tajam telah melingkar di leher pemuda Sheva bertanduk emas, untung ditahan oleh bilah cakar di lengannya. Tangan lain juga menahan lengan Dilvo satunya. Dewa lain nampak ragu untuk bertindak, dan kedatangan Akara menjadi harapan untuk mereka. Namun,
Cukup lama awan panas Nebula memenuhi domain, hingga akhirnya, luapan energi berhenti, bahkan malah kembali ke titik ledakan. Para Dewa hanya bisa menyapu pandangan penuh kebingungan, dan dalam hitungan detik, mereka dapat melihat kegelapan lagi. Awan panas Nebula telah sepenuhnya terhisap. Seketika para Dewa tertegun melihat apa yang menghisap semua itu. Sebuah lubang hitam raksasa, yang terlihat cahaya di pinggirnya dan menggaris, membelahnya. Itu cahaya energi yang terhisap dari kesepuluh esensi surgawi. Daya hisap yang luar biasa yang dapat menelan cahaya, tidak heran jika kesepuluh esensi mulai bergerak. Mereka terhisap, membuat Akara segera melempar dua butir pil ke mulutnya dan menyalakan seluruh auranya. Aura Naga sejati, ranah Jiwa Suci dan aura Alkemis tingkat delapan. Ia langsung melakukan segel tangan. Energi pelindung segera terbentuk di sekitar Esensi surgawi, menjadi sepuluh pilar yang puncaknya mengurung Esensi surgawi. Kesepuluh pilar juga segera saling terhubung d
"Sialan kau Dilvo! Berani-beraninya kau mengusik jasad ayahku!" Luwang sangat geram saat melihat tubuh Dewa bertanduk emas setengah sabit, yang tidak lain adalah leluhur Raja Sheva. Di samping leluhur, Sheva bertanduk ranting langsung terkekeh. "Majulah kalian semua!" Dewa Farz segera mendekati Luwang dan dengan tatapan masih tertuju pada lawan mereka, ia lalu berkata. "Kau lawan Dilvo, biar aku yang menahan leluhur Raja Sheva. Tidak perlu memaksakan diri, tahan saja sampai tuan Regera menjalankan rencananya!" Farz lalu menoleh ke arah dua Dewa Fraksi lainnya. "Jika dua Dewa Sheva lainnya tidak bergerak, kalian tidak perlu ikut campur!" "Baik Dewa Farz!"Ketegangan terjadi pada kedua belah pihak, bahkan belum sempat melesat, dimensi di sekitar mereka melebar, seakan ditarik dari kedua sisi. Dalam sekejap, mereka melesat dengan kecepatan cahaya. Memasuki lubang cacing dalam kekosongan. Pertarungan tidak terlihat dari luar, ta
Dalam dimensi yang hampa dan hanya mendapatkan cahaya dari bintang neutron, titik berkumpulnya kesepuluh energi esensi surgawi. Pusaran energi berwarna emas telah menyala di belakang Akara dan di atasnya, ada lingkaran dengan ukuran lebih besar, memiliki pola rumit berwarna hitam. Aura ranah Jiwa Suci, ditambah aura Naga sejati yang menggelegar, memutar pelan hingga dimensi seakan tertarik energinya.Namun, itu tidak sebanding dengan apa yang ada di depannya. Ia bagaikan sebuah titik kecil dibandingkan sosok Naga raksasa yang tubuhnya berselimutkan cahaya. Keempat kaki berototnya melebar, dengan cakar tajam yang mencengkram dimensi. Sayapnya membentang tak terkira, dengan lekukan-lekukan yang tak kalah tajamnya. Lehernya meliuk, menurunkan kepalanya yang garang dengan deretan gigi dan tanduk tajam. Tepat di atas tulang hidungnya, Luce duduk jegang dan bersandar penuh keangkuhan. Melihat kesepuluh Esensi surgawi dan domain yang sangat luas, Dewa
Sebelum peperangan dengan Dewa klan Sheva, Dewa berpakaian emas mendatangi sebuah tempat yang dipenuhi reruntuhan melayang. Lempengan-lempengan batu beterbangan, tapi tak pernah sekalipun bertabrakan. Di wilayah yang terisolir dari reruntuhan melayang, ada sebuah portal. Bukan pusaran yang gelap, tapi pusaran putih keemasan penuh cahaya yang indah. Begitu memasukinya, ia langsung menyipitkan mata, tersorot oleh cahaya yang lebih terang. Saat mulai bisa beradaptasi, terlihatlah sebuah titik seperti matahari, tapi dengan luapan energi yang sangat dahsyat. "Inti Cahaya Primordial?!" gumamnya cukup terkejut, tapi segera menemukan keberadaan seseorang dalam kekosongan penuh cahaya itu. Pemuda tampan yang sedang bersila, dengan pakaian minim dari cahaya hingga tubuh atletisnya yang bersih terlihat. Namun, di antara keindahan itu, berserakan mayat yang tak terhitung jumlahnya. Aliran energi dari tubuh mereka keluar, menuju ke dalam tubuh Luce. Ia menghisap ene
"Maaf!" Ronas hanya bisa tertunduk merasa bersalah, lalu mulai menjelaskan keadaannya. Mendengar penjelasan panjang lebar, Serin segera menanggapi. "Keputusan di tangan anakku Regera!" "Anak?" Ronas malah merasa bingung dan Serin langsung menyadari bahwa pemimpin Fraksi telah termakan rumor. "Ronas, tidak mungkin kau mempercayai rumor 'kan?" "Itu... Lalu kenapa bisa memasuki peninggalan Dewa Penempa dan bagaimana dengan jiwanya?" Serin tersenyum penuh ketenangan sebelum berkata. "Tenang saja, pak tua itu bersama kami, hanya saja dia belum menyadari identitas asliku."...Deretan pilar-pilar besar yang berlapis emas, menjaga jalan konblok yang semakin naik seperti tangga raksasa. Di puncaknya, berdiri sepasang singgasana emas dengan latar birunya langit dan lautan awan di bawahnya. Dewa Penempa dan sang Maharani duduk di sana. Dewa Vasto bertubuh besar berotot dengan armor emas. Ada pula mahkota yang melayang di atasnya,
"Akara adalah anak kelima dari enam anak ayah, tapi maaf Mama Serin, sepertinya anak Akara akan menjadi cucu kalian yang pertama." Ia tersenyum penuh haru saat meraih potongan rambut tipis nan lembut dari dalam kotak. "Selamat untuk kalian, itu juga peringatan untukmu agar lebih berhati-hati kedepannya. Ada mereka yang menunggu kepulanganmu," nasihat wanita bertubuh mungil dari dalam dimensi, yang juga kebahagiaam turut terpancar di wajahnya....Saat pembicaraan Luwang dan Pemimpin Fraksi Cahaya Ilahi mulai tenang di dalam ruangan, muncul kilatan listrik yang mengantar pemuda berjubah hitam. "Tuan Regera!" Pemimpin Fraksi bangkit dari sofa, tapi kedua pria Sheva langsung melesat di depan Akara, melindunginya. "Siapa dia?" tanya Akara dan segera dihawab oleh Lumpang."Pemimpin Fraksi Cahaya Ilahi!"Pandangan Akara segera menelusuri tubuh kedua Dewa Fraksi, yang bukan bertubuh dari kelima ras Dewa, tapi layaknya manusia pad
Di dalam dimensi abstrak berwarna hitam bergaris putih-putih, Fraz, Dewa Fraksi dengan jubah putih berselimut perhiasan emas mendatangi pemimpin Fraksi Cahaya Ilahi. "Farz menghadap pemimpin!" Ia menelangkupkan tangan dan membungkuk ke arah lempengan emas yang melayang di atas sana. Walau tidak menunjukkan penampilannya, pemimpin Fraksi segera menjawab. "Farz, aku dengar kau berselisih dengan Raja Sheva, Dilvo.""Benar Yang Mulia! Mereka menyandera anak saya, Zurrark Fam. Mereka tertipu oleh taktik adu domba yang dilakukan Regera!""Kau sudah mendengar kabar tentang siapa sebenarnya Regera?"Dewa Farz nampak gugup dan mengangkat wajahnya, menatap lempengan emas yang berputar dan menjawab. "Saya belum bisa memastikannya, tapi informasi yang beredar sesuai dengan dugaan.""Lalu, kau ingin menyinggung dua kekuatan besar sekaligus?""Maaf Yang Mulia! Tapi setidaknya saya harus menyelamatkan anak saya!" Energi men