Home / Fantasi / Kaisar Dewa Regera / 3. Naga Api yang misterius

Share

3. Naga Api yang misterius

Author: Aldho Alfina
last update Last Updated: 2023-11-06 20:54:20

Tepat di tengah altar yang dikelilingi oleh kawah, Akara duduk bersila di sana. Energi bagaikan selendang sutra yang begitu lembut, mengalir dari sekitar gunung menuju ke tengah kawah. Seluruh energi itu berkumpul pada sebuah tungku Alkimia, berbentuk oval dengan ukiran dan ornamen yang indah menyelimutinya. Tungku yang terbuat dari kristal hitam keunguan itu berdiri di atas kobaran api hitam pekat layaknya bayangan yang bergejolak.

Pemuda berjaket hitam itu nampak begitu fokus mengendalikan aliran energi dan kobaran api dengan kedua tangannya yang menjulur ke depan. Tidak berselang lama, aliran energi yang tenang bagaikan selendang sutra menyebar, seakan ditahan agar tidak memasuki tungku. Beberapa saat kemudian, pilar energi mencuat dari tungku, menyeruak awan merah di atas sana, bahkan menghembuskan gelombang energi ke segala arah. Energi yang menggetarkan seluruh benda yang dilewatinya, disusul menyusutnya pilar energi dengan cepat, menyisakan lubang pada awan merah dan menampakkan langit yang gelap gulita.

Dengan otomatis bagian atas tungku Alkimia terbuka, menghembuskan asap putih yang membuat Akara tanpa sadar menghirup napas dalam-dalam, menikmati betapa harum aroma yang dikeluarkan. Beberapa titik cahaya terlihat dari dalam tungku yang masih diselimuti asap tipis, membuat Akara menepiskan tangannya pelan, membuat hembusan angin yang menyapu asap putih. Kini nampaklah dengan sempurna titik cahaya yang ternyata sebuah pil, berbentuk lingkaran sempurna dengan ukuran lebih kecil dari kelereng. Cincin energi menyelimuti masing-masing pil itu, layaknya cincin planet Saturnus yang bergerak cukup cepat.

Akara lalu mengibaskan tangannya kembali, membuat pil melayang ke arahnya dan menuju kotak kayu kecil di sampingnya. Saat itulah Komo mendekatinya. Makhluk seperti naga tanpa sayap yang seukuran kadal itu melompat di atas pangkuannya.

"Mama Rani ke mana?" ujar Akara dibarengi aliran energi yang melebur di udara karena kotak pil ditutup olehnya.

"Sedang pergi memeriksa sesuatu.... Kita berada di masa ribuan tahun lalu, bagaimana rencanamu kedepannya?" Komo melompat ke pundaknya, namun tuannya malah merebahkan tubuhnya dan membuat kadal itu terlempar. Tatapan Akara begitu tajam saat memandangi awan berlubang yang dibuatnya, lalu berkata dengan penuh semangat.

"Akan aku ubah masa depan yang tragis itu!" Ia menjulurkan tangannya ke atas dan segera diselimuti oleh kabut energi dingin. Es berwarna kebiruan terbentuk, menyebar hingga menyelimuti jari-jemari hingga lengannya dan membentuk seperti cakar naga. Ia lalu kembali berkata.

"Mama Rani adalah Ular Naga Api dan ayah Al memiliki kekuatan ruang waktu, namun energi dingin ini sudah ada dalam tubuhku sejak kecil. Energi ini juga beresonansi dengan Lina. Ntah apa yang sebenarnya terjadi dan apa perselisihan antara mama Rani dan Lina, tapi aku harus mencegahnya!"

"Hmph! Memangnya apa yang bisa kau ubah?" gumam Komo yang berjalan kembali mendekat, suaranya cukup lirih hingga tak terdengar jelas oleh tuannya.

"Ada apa Komo?" ucap Akara sembari bangkit dan duduk bersila.

Komo lalu rebahan, melingkarkan tubuhnya di samping tuannya dan berkata. "Lisa, gadis yang kalian bicarakan kemarin, kau sering memuji kecantikannya, memangnya seperti apa dia?"

"Kau akan tau saat bertemu dengannya. Kalau mama Rani pernah bertemu dengannya, kemungkinan besar dia juga salah satu dari mereka." Akara tersenyum sambil menatap kekosongan, seakan membayangkan kecantikan yang mereka bicarakan.

"Tapi reaksinya?!" seru Komo membuat Akara menoleh dan menghela napas sebelum menjawab.

"Kita hanya berharap, semoga saja dugaan kita benar...."

Wush... Hembusan angin lembut membuat Akara menoleh ke samping, menemukan Rani yang muncul tiba-tiba dengan gaun apinya yang merumbai indah tersapu angin.

"Apa yang kamu buat?" Berbeda dengan terakhir kali, reaksinya kali ini kembali begitu ramah penuh keceriaan. Ia mengamati tungku Alkimia dan menoleh dengan cepat ke arah beberapa kotak kayu di samping Akara.

"Hanya memurnikan beberapa pil untuk mempercepat penyerapan energiku." Akara meraih salah satu kotak dan menunjukkan isinya. Aroma semerbak yang langsung menyebar membuat Rani seketika meraihnya dan menghirup aromanya lebih dekat.

"Wangi sekali! Boleh aku coba?!"

Akara hanya mengangguk dan Ratu Api itu langsung memasukkan pil dalam mulutnya. Beberapa saat setelah ia menelannya, energi meluap dari dalam tubuhnya layaknya hembusan angin yang membuat tubuhnya melayang di udara. Gaun api dan rambut hitamnya melambai-lambai, disusul kilatan listrik merah yang merambat perlahan ke atas, bagaikan ranting pohon yang memenuhi seluruh langit-langit kawah. Ujung aliran listrik tertahan di ketinggian yang sama, menyebar bagaikan benang rajut yang dengan cepat membentuk suatu aura. Aura Naga berwarna merah menyala, memiliki 5 lapisan cincin yang membentang menutupi kawah.

Akara dan Komo cukup kagum saat mengamati aura yang begitu indah, namun tiba-tiba.... Gleng!... Hantaman kuat terjadi saat aura Naga terbentuk sempurna, membuat Akara dan Komo tersungkur membentur lantai. Tekanan yang sangat kuat bahkan meruntuhkan bebatuan di lereng kawah, hingga membuat kawah magma yang bergejolak menjadi menyusut.

Rani kemudian membuka matanya, menemukan Akara dan Komo yang tertanam dalam batu altar. Ia langsung menutup aura Naganya dan tubuhnya turun secara perlahan sambil berkata.

"Ehehe maaf!" Ia terlihat begitu polos saat menyadari kesalahannya, tersenyum canggung sambil menggaruk pipinya menggunakan jari telunjuk.

Akara segera bangkit, meninggalkan lubang layaknya cetakan yang membentuk tubuh tengkurapnya. Akan tetapi, tubuhnya masih begitu letih dan memilih mengambruk di samping lubang. Ia terlentang dengan napas terengah-engah, lalu Ratu Api mendekat sambil meringis seperti bocah sambil berkata.

"Hehe, tidak apa-apa?"

Akara malah terkekeh, lalu mengacungkan jari jempol tanpa mengucap satu katapun.

Hari terus berganti, begitu lama waktu berlalu untuknya menyesuaikan diri dengan energi di alam itu. Pemuda itu masih mengenakan jaket hitamnya yang dipenuhi lubang, duduk bersila di tengah altar. Tungku Alkimia berada di depannya tanpa ada api yang menyala, sedangkan kotak pil sudah berserakan di sekitarnya. Energi yang mengalir juga mencangkup area yang lebih luas, bahkan alirannya jauh lebih besar daripada sebelumnya.

Di sisi lain alam roh api, ada sungai magma yang mengalir menuju ngarai dalam. Magma mengalir jatuh layaknya air terjun, menciptakan percikan api yang menyebar begitu magma menghantam dasar ngarai. Tepat di atas genangan magma, berdirilah sangkar dengan jeruji api, mengurung seekor iblis api di setiap sangkar yang tidak terhitung jumlahnya. Kebanyakan dari mereka duduk diam di tengah sangkar, namun ada juga yang agresif, terpancing oleh kekacauan di luar. Kekacauan yang melibatkan ribuan roh api, makhluk berwujud manusia yang abstrak itu saling menyerang dan memangsa satu sama lain.

Seperti prajurit yang diberi komando, tiba-tiba mereka serentak diam. Suara kekacauan yang memekikkan telinga telah berubah menjadi keheningan sempurna.

"Yang Mulia!" Para iblis api berlutut, menghadap ke arah yang sama, air terjun magma. Seseorang melayang, membelakangi gemerlap cahaya dari percikan magma. Gaun dan rambutnya berkobar begitu indah, sedangkan sorot matanya menyala merah yang menakutkan.

Penghuni salah satu sangkar berbeda dengan iblis api lainnya, ia memiliki tubuh manusia. Pemuda yang duduk jegang dengan sandaran jeruji api tanpa terbakar, mengenakan celana panjang dan kemeja hitam, dengan tidak adanya beberapa kancing bagain atas hingga dada bidangnya terlihat. Iris matanya berwarna hijau toska, dengan bagian luar yang pada umumnya putih, namun miliknya berwarna hitam pekat.

Related chapters

  • Kaisar Dewa Regera   4. Ritual di balik portal!

    Matahari telah tenggelam sepenuhnya di dalam cakrawala, namun masih menyisakan cahaya semburat merah yang mewarnai langit. Pantulannya cukup untuk memperlihatkan genangan darah yang sudah mulai mengering di tanah yang hancur. Daratan lapang yang cukup luas sudah tak karuan, mayat para prajurit berserakan dengan kondisi yang mengenaskan. Berbagai senjata tajam masih setia menemani pemiliknya, menjadi saksi bisu kengerian peperangan yang sebelumnya terjadi. Di antara lautan mayat, terlihat beberapa pergerakan. Bermodalkan obor untuk penerangan, mereka menarik pakaian dari salah satu mayat prajurit. Kain yang sudah berlumuran darah itu ia kepalkan di tangan, lalu mencelupkannya pada genangan darah di sekitarnya. Bagaikan kuas untuk melukis, ia menggunakan tanah layaknya kanvas. Simbol yang rumit terlukis satu persatu, berjejer di pinggir garis yang membentuk lingkaran sempurna. Kini giliran yang lainnya, ia berdiri di samping simbol, melakukan beberapa segel tangan dan memulai ritual.

    Last Updated : 2023-11-06
  • Kaisar Dewa Regera   5. Kemarahan Sang Naga

    Sangkar api yang sebelumnya dipenuhi oleh kekacaun dan suara bising, kini nampak tenang dan hanya terdengar suara gemuruh dari air terjun magma. Genangan magma mengalir cukup tenang, tanpa adanya riak yang begitu berarti. Tepat di ujung sangkar, pemuda bermata gelap duduk jegang dan bersandar pada jeruji api. Genangan magma tidak bisa menjangkaunya, seakan ada benteng transparan yang mengitarinya. Walau telah melewati pertarungan panjang semalaman, tidak ada luka sedikitpun di tubuhnya, bahkan kemeja hitamnya masih begitu rapi layaknya orang kantoran.Saat itulah wanita bergaun api muncul di atas sangkar dan menjentikkan jari lentiknya. Jeruji api memudar, melebur dengan udara terhembus angin lembut saat tubuhnya turun perlahan-lahan.Karena sandarannya menghilang, pemuda itu berdiri dan menatap kedatangan sang Naga api. Sebelum memijakkan kakinya di atas magma, Rani berkata dengan suara lembut nan tegasnya."Jika memperlihatkan kekuatanmu dari awal, dirimu tidak akan berada dalam ke

    Last Updated : 2023-11-07
  • Kaisar Dewa Regera   6. Pertarungan vs Naga Api

    Akara yang sudah sangat lemas, ditambah dengan tekanan dari aura Naga yang begitu besar, membuat dirinya tersungkur memeluk lantai. Komo juga tidak jauh beda kondisinya, bahkan segera mengecil kembali. Akan tetapi, pemuda bernama Sin masih berdiri dengan tenang, ia tak bergeming sama sekali. Melirik Akara yang sudah tak berdaya, ia menyeringai dan menjentikkan jarinya. Sebuah portal muncul di lantai, tepat di bawah tubuh Akara dan menelannya beserta Komo. "Oii! blubp blubp blubp," teriakan Akara terdengar sekilas, disusul suara aneh seperti orang tenggelam.Rani yang masih duduk di singgasana seketika mencengkram erat sandarannya dan mengulurkan tangan lainnya ke depan. Ia mencengkram udara dan berkata."Kembalikan Regera!" Belenggu api di jantung Sin mulai mencengkram, namun … Crang!... Belenggu hancur, sontak membuat Rani berdiri. Naga api di atasnya seketika menyemburkan api, begitu besar bagaikan mesin roket hingga mencapai jauh di bawah gunung. Bisa dipastikan Sin tidak bisa ka

    Last Updated : 2023-12-01
  • Kaisar Dewa Regera   7. Naga Es dan Ular Naga Angin

    Kekaisaran Gletser AbadiSebuah tata surya dengan 3 planet yang tidak mendapatkan cahaya sedikitpun. Jika tata surya pada umumnya mengorbit pada suatu bintang (Matahari adalah nama sebuah bintang), Gletser Abadi mengelilingi sebuah lubang hitam kecil. Sebuah titik dengan gaya magnet yang sangat luar biasa, membuat ketiga planet tetap pada jalur orbitnya.Planet berwarna putih bersih, namun jika dilihat lebih dekat, itu bukan warna aslinya. Badai salju menyelimuti seluruh permukaan planet, dengan ketinggian ratusan meter dan dengan kecepatan angin ratusan kilometer per jam. Suhu dingin yang sangat ekstrim tanpa adanya cahaya, tidak mungkin ada kehidupan di permukaan planet. Namun jika masuk ke dalam planet yang sepenuhnya berupa gletser berwarna biru, dapat ditemukan sebuah gua raksasa. Pemukiman penduduk berada di sana, bangunan dan seluruh tempat terbuat dari Gletser es. Sama seperti di alam roh air, gletser es di sana bercahaya, menerangi seluruh sisi. Tidak ada tanah, namun tumbuh

    Last Updated : 2023-12-02
  • Kaisar Dewa Regera   8. Nyawa manusia tidaklah berharga

    Angkasa lepas yang seharusnya sunyi, sekarang begitu bising dengan dentuman keras tanpa henti. Robekan kehampaan seperti layar LCD yang dicakar cakar memenuhi angkasa, akibat kedua makhluk superior yang bertarung dengan sengit. Naga Es dan Ular Naga Angin saling mengejar, mengayunkan cakar, ekor dan sayap, bahkan menyemburkan kristal es dan bilah angin yang tajam. Kedua tubuh asli kedua Naga juga tidak jauh beda, mereka saling menyerang dan melesat ke arah planet Gletser Abadi. Badai salju yang menyelimuti planet telah berhamburan, tertiup menjauh hingga nampak permukaannya. Terlihat bukit-bukit rata yang diselimuti oleh salju, sedangkan pandangan langit di atasnya juga dipenuhi oleh robekan kehampaan. Seakan melukis udara dengan tinta hitam bercorak garis-garis yang tajam. Bagaikan 2 petir yang merambat di udara, keduanya melesat sangat cepat, dengan disusul ledakan saat kedua kilatan itu bertemu. Saat keduanya sibuk melayangkan serangan fisik, kristal es dan tebasan angin terus te

    Last Updated : 2023-12-02
  • Kaisar Dewa Regera   9. Portal!

    Friss yang sudah melesat dan hampir membelah tebalnya gletser es, tiba-tiba terhenti dan menoleh ke arah kerucut es raksasa yang dibuatnya. Ia terdiam seakan tidak yakin apa yang telah terjadi, benar seperti dugaannya, dinding es mulai retak. Dalam sekejap meledak, hancur berkeping-keping dan ledakan yang berupa amukan angin terus menyebar dengan cepat. Seakan sebuah balon yang terus membesar, menggerus gletser es yang menyelimuti planet, mencacah-cacah es layaknya sebuah agar-agar. …Gemuruh terdengar dari dalam planet, baik para warga yang terluka di pemukiman yang hancur tertimpa bongkahan es, maupun kedua belah pasukan di udara yang masih bertarung langsung mendongakkan kepalanya. Para pasukan berjubah yang sudah kelelahan, kini langsung terbelalak sangat ketakutan dan berteriak. "Tamat! Tamat sudah hidup kita!" Tepat saat itu langit seakan runtuh, menimpa mereka semua dalam sekejap. Angin telah mencacah semuanya.…Amukan angin meluas sangat cepat hingga dalam sekejap sudah me

    Last Updated : 2023-12-02
  • Kaisar Dewa Regera   10. Keberadaan Akara diketahui!

    Komo yang melihatnya langsung geleng-geleng heran dan berkata. "Beruntung kau bocah, waktu itu nona Lina saat bertemu denganmu tidak dalam kondisi prima!"Akara hanya tersenyum bangga, lalu kembali mengamati. Kepala Segoro mencair kembali, namun tubuhnya masih membeku."Kau dingin sekali, padahal sampai mengorbankan jutaan nyawa untuk memanggilku." Ia berkata sambil tersenyum penuh percaya diri. Akan tetapi, hal itu membuat Friss menatap tajam, bahkan seketika terbentuk cakar Naga dari kristal es di kedua tangannya. "Matamu buta?" ucapnya geram membuat Segoro tersenyum kecut dan bertanya. "Apa yang terjadi nona?""Zetes menyerangku, dia jadi budak para makhluk sialan itu!" Friss terlihat begitu geram, bahkan tanpa sadar energinya meluap, membuat serpihan es di sekitarnya jadi terselimuti oleh kristal es baru yang tajam. Melihat hal itu ia langsung menoleh ke arah dunia Gletser Abadi. Dari celah dunia yang terbuka, hawa dingin menyeruak masuk, membekukan pemukiman di pinggiran sana.

    Last Updated : 2023-12-02
  • Kaisar Dewa Regera   11. Kemunculan Ayah Al!

    Para warga Gletser Abadi tengah sibuk, gotong royong membersihkan bongkahan es yang menimpa tempat tinggalnya. Bukan menggunakan perkakas, namun menggunakan energi mereka sendiri. Bongkahan es tadi dicairkan, lalu kembali membentuk rumah yang juga dari kristal es. Friss, sang Ratu Gletser Abadi mengamati semua itu dari atas balkon istananya. Segoro dan Akara masih berada di sisinya, lalu muncullah seorang pasukan putih yang berlutut di belakangnya. "Yang Mulia!" suara seorang gadis dengan tegas terdengar, membuat mereka menoleh dan berbalik badan. "Aliran energi pada gletser telah menipis, bahkan sudah banyak tanaman yang layu!" lanjutnya melaporkan keadaan. Sang Ratu tidak menjawabnya, lalu menoleh ke arah pemuda berpakaian putih biru dan berkata. "Segoro, bisa membantuku menggeser dunia ini?""Tentu!" seru Segoro, namun segera mengerutkan keningnya. "Tapi maksudnya?""Planet ini telah kehilangan energinya, sekarang sudah lepas dari o

    Last Updated : 2023-12-03

Latest chapter

  • Kaisar Dewa Regera   133. Aliansi baru

    Tempat yang abstrak, berlatar belakang cahaya berbagai warna dari awan panas Nebula di kegelapan angkasa, Dewa Penempa membungkukkan badannya di hadapan tiga gumpalan bercahaya. Dengan sopan dan waspada, ia menjelaskan tentang pemimpin Fraksi Cahaya Ilahi yang memojokkannya. "Jadi, apa maumu?" tanya salah satu leluhur. Sambil sedikit menunduk, Dewa Penempa menjawab dengan lembut. "Mohon maaf, Fraksi Cahaya Ilahi di mata warga sudah bisa dikatakan hancur, bahkan banyak masalah yang terus terjadi. Mungkin sudah seharusnya kepemimpinan Fraksi diganti.""Kondisikan klan Vasto, kami akan segera memanggilmu kembali!" ujar salah satu leluhur, dan Dewa Penempa segera melebur, digantikan dengan seorang pria bermahkota sayap emas. "Ronas memberi salam kepada leluhur!" Ia sedikit menunduk seperti yang dilakukan Dewa Penempa sebelumnya. "Ronas, tiga lentera jiwa tetua Fraksi telah padam, apa yang terjadi?!" Ronas menjawab dengan tenang.

  • Kaisar Dewa Regera   132. Semua siasat

    "Regera, kau telah mengalahkanku!" Luce kembali terkekeh, tapi ia segera tersedak saat bilah pedang kayu mengganjal mulutnya. Sebutir pil melesat begitu saja memasuki tenggorokannya. "Tidak perlu kau sembuhkan lukaku!" seru Luce saat ganjalan di mulutnya terlepas. Namun, ia segera menyadari bahwa itu bukanlah pil penyembuhan. Segel belenggu langsung menyala di jantungnya. Melihat Luce tidak menunjukkan tanda-tanda melawan, sepasang pedang kayu segera melebur di udara. Ia lalu berteleport menuju para Dewa lainnya berada, disusul oleh kilatan cahaya emas yang membawa Luce. Ternyata kegaduhan terjadi. Pria bertanduk ranting menyandera Luwang, padahal tubuhnya telah babak belur penuh luka bakar. Cakar tajam telah melingkar di leher pemuda Sheva bertanduk emas, untung ditahan oleh bilah cakar di lengannya. Tangan lain juga menahan lengan Dilvo satunya. Dewa lain nampak ragu untuk bertindak, dan kedatangan Akara menjadi harapan untuk mereka. Namun,

  • Kaisar Dewa Regera   131. Kekalahan Luce?

    Cukup lama awan panas Nebula memenuhi domain, hingga akhirnya, luapan energi berhenti, bahkan malah kembali ke titik ledakan. Para Dewa hanya bisa menyapu pandangan penuh kebingungan, dan dalam hitungan detik, mereka dapat melihat kegelapan lagi. Awan panas Nebula telah sepenuhnya terhisap. Seketika para Dewa tertegun melihat apa yang menghisap semua itu. Sebuah lubang hitam raksasa, yang terlihat cahaya di pinggirnya dan menggaris, membelahnya. Itu cahaya energi yang terhisap dari kesepuluh esensi surgawi. Daya hisap yang luar biasa yang dapat menelan cahaya, tidak heran jika kesepuluh esensi mulai bergerak. Mereka terhisap, membuat Akara segera melempar dua butir pil ke mulutnya dan menyalakan seluruh auranya. Aura Naga sejati, ranah Jiwa Suci dan aura Alkemis tingkat delapan. Ia langsung melakukan segel tangan. Energi pelindung segera terbentuk di sekitar Esensi surgawi, menjadi sepuluh pilar yang puncaknya mengurung Esensi surgawi. Kesepuluh pilar juga segera saling terhubung d

  • Kaisar Dewa Regera   130. Supernova menelan lara Dewa

    "Sialan kau Dilvo! Berani-beraninya kau mengusik jasad ayahku!" Luwang sangat geram saat melihat tubuh Dewa bertanduk emas setengah sabit, yang tidak lain adalah leluhur Raja Sheva. Di samping leluhur, Sheva bertanduk ranting langsung terkekeh. "Majulah kalian semua!" Dewa Farz segera mendekati Luwang dan dengan tatapan masih tertuju pada lawan mereka, ia lalu berkata. "Kau lawan Dilvo, biar aku yang menahan leluhur Raja Sheva. Tidak perlu memaksakan diri, tahan saja sampai tuan Regera menjalankan rencananya!" Farz lalu menoleh ke arah dua Dewa Fraksi lainnya. "Jika dua Dewa Sheva lainnya tidak bergerak, kalian tidak perlu ikut campur!" "Baik Dewa Farz!"Ketegangan terjadi pada kedua belah pihak, bahkan belum sempat melesat, dimensi di sekitar mereka melebar, seakan ditarik dari kedua sisi. Dalam sekejap, mereka melesat dengan kecepatan cahaya. Memasuki lubang cacing dalam kekosongan. Pertarungan tidak terlihat dari luar, ta

  • Kaisar Dewa Regera   129. Akara vs Luce

    Dalam dimensi yang hampa dan hanya mendapatkan cahaya dari bintang neutron, titik berkumpulnya kesepuluh energi esensi surgawi. Pusaran energi berwarna emas telah menyala di belakang Akara dan di atasnya, ada lingkaran dengan ukuran lebih besar, memiliki pola rumit berwarna hitam. Aura ranah Jiwa Suci, ditambah aura Naga sejati yang menggelegar, memutar pelan hingga dimensi seakan tertarik energinya.Namun, itu tidak sebanding dengan apa yang ada di depannya. Ia bagaikan sebuah titik kecil dibandingkan sosok Naga raksasa yang tubuhnya berselimutkan cahaya. Keempat kaki berototnya melebar, dengan cakar tajam yang mencengkram dimensi. Sayapnya membentang tak terkira, dengan lekukan-lekukan yang tak kalah tajamnya. Lehernya meliuk, menurunkan kepalanya yang garang dengan deretan gigi dan tanduk tajam. Tepat di atas tulang hidungnya, Luce duduk jegang dan bersandar penuh keangkuhan. Melihat kesepuluh Esensi surgawi dan domain yang sangat luas, Dewa

  • Kaisar Dewa Regera   128. Inti Cahaya Primordial

    Sebelum peperangan dengan Dewa klan Sheva, Dewa berpakaian emas mendatangi sebuah tempat yang dipenuhi reruntuhan melayang. Lempengan-lempengan batu beterbangan, tapi tak pernah sekalipun bertabrakan. Di wilayah yang terisolir dari reruntuhan melayang, ada sebuah portal. Bukan pusaran yang gelap, tapi pusaran putih keemasan penuh cahaya yang indah. Begitu memasukinya, ia langsung menyipitkan mata, tersorot oleh cahaya yang lebih terang. Saat mulai bisa beradaptasi, terlihatlah sebuah titik seperti matahari, tapi dengan luapan energi yang sangat dahsyat. "Inti Cahaya Primordial?!" gumamnya cukup terkejut, tapi segera menemukan keberadaan seseorang dalam kekosongan penuh cahaya itu. Pemuda tampan yang sedang bersila, dengan pakaian minim dari cahaya hingga tubuh atletisnya yang bersih terlihat. Namun, di antara keindahan itu, berserakan mayat yang tak terhitung jumlahnya. Aliran energi dari tubuh mereka keluar, menuju ke dalam tubuh Luce. Ia menghisap ene

  • Kaisar Dewa Regera   127. Membersihkan klan Sheva

    "Maaf!" Ronas hanya bisa tertunduk merasa bersalah, lalu mulai menjelaskan keadaannya. Mendengar penjelasan panjang lebar, Serin segera menanggapi. "Keputusan di tangan anakku Regera!" "Anak?" Ronas malah merasa bingung dan Serin langsung menyadari bahwa pemimpin Fraksi telah termakan rumor. "Ronas, tidak mungkin kau mempercayai rumor 'kan?" "Itu... Lalu kenapa bisa memasuki peninggalan Dewa Penempa dan bagaimana dengan jiwanya?" Serin tersenyum penuh ketenangan sebelum berkata. "Tenang saja, pak tua itu bersama kami, hanya saja dia belum menyadari identitas asliku."...Deretan pilar-pilar besar yang berlapis emas, menjaga jalan konblok yang semakin naik seperti tangga raksasa. Di puncaknya, berdiri sepasang singgasana emas dengan latar birunya langit dan lautan awan di bawahnya. Dewa Penempa dan sang Maharani duduk di sana. Dewa Vasto bertubuh besar berotot dengan armor emas. Ada pula mahkota yang melayang di atasnya,

  • Kaisar Dewa Regera   126. Akara jadi ayah?

    "Akara adalah anak kelima dari enam anak ayah, tapi maaf Mama Serin, sepertinya anak Akara akan menjadi cucu kalian yang pertama." Ia tersenyum penuh haru saat meraih potongan rambut tipis nan lembut dari dalam kotak. "Selamat untuk kalian, itu juga peringatan untukmu agar lebih berhati-hati kedepannya. Ada mereka yang menunggu kepulanganmu," nasihat wanita bertubuh mungil dari dalam dimensi, yang juga kebahagiaam turut terpancar di wajahnya....Saat pembicaraan Luwang dan Pemimpin Fraksi Cahaya Ilahi mulai tenang di dalam ruangan, muncul kilatan listrik yang mengantar pemuda berjubah hitam. "Tuan Regera!" Pemimpin Fraksi bangkit dari sofa, tapi kedua pria Sheva langsung melesat di depan Akara, melindunginya. "Siapa dia?" tanya Akara dan segera dihawab oleh Lumpang."Pemimpin Fraksi Cahaya Ilahi!"Pandangan Akara segera menelusuri tubuh kedua Dewa Fraksi, yang bukan bertubuh dari kelima ras Dewa, tapi layaknya manusia pad

  • Kaisar Dewa Regera   125. Berita Mengejutkan

    Di dalam dimensi abstrak berwarna hitam bergaris putih-putih, Fraz, Dewa Fraksi dengan jubah putih berselimut perhiasan emas mendatangi pemimpin Fraksi Cahaya Ilahi. "Farz menghadap pemimpin!" Ia menelangkupkan tangan dan membungkuk ke arah lempengan emas yang melayang di atas sana. Walau tidak menunjukkan penampilannya, pemimpin Fraksi segera menjawab. "Farz, aku dengar kau berselisih dengan Raja Sheva, Dilvo.""Benar Yang Mulia! Mereka menyandera anak saya, Zurrark Fam. Mereka tertipu oleh taktik adu domba yang dilakukan Regera!""Kau sudah mendengar kabar tentang siapa sebenarnya Regera?"Dewa Farz nampak gugup dan mengangkat wajahnya, menatap lempengan emas yang berputar dan menjawab. "Saya belum bisa memastikannya, tapi informasi yang beredar sesuai dengan dugaan.""Lalu, kau ingin menyinggung dua kekuatan besar sekaligus?""Maaf Yang Mulia! Tapi setidaknya saya harus menyelamatkan anak saya!" Energi men

DMCA.com Protection Status