Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 23: Bu Aisyah Pingsan Semua mata penumpang yang sedang lewat tertuju kepada Lala. Lama-lama, Lala merasa malu akibat sorot mata penumpang. Akhirnya dia bangkit dan berjalan gontai mengejar Rusly."Kalau mau berakting itu lihat situasi dan kondisi. Lagi pula aku heran melihat kamu. Baru saja bulan madu, kamu minta bulan madu lagi. Asal kamu tahu, cari uang itu susah!" amuk Rusly.Rusly merah padam kepada Lala akibat ulah nya yang tidak masuk akal. Ponselnya sudah padam akibat ulah Lala. Kini dia malah meminta bulan madu lagi bulan depan."Kamu cuek dan dingin. Kalau misalnya kamu tidak sanggup mengabulkan permintaanku. Bilang saja dengan jelas. Aku merasa dicuekin.""Sudah akh! Aku nggak mau berdebat dengan kamu. Aku menyesal menikah dengan kamu."Lala terkejut mendengar ucapan suaminya. Baru beberapa hari resmi menikah walaupun itu nikah sirih, Rusly sudah menyesal.****Rusly, Lala, aku dan Bi Ijah sedang sarapan pagi. Dari awal gerak gerik Lal
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 24: TeririsBu Aisyah sudah siuman, wajahnya kelihatan pucat."Nesya di mana?" ucapnya.Pandangannya masih kabur dan tidak jelas. Dia mencoba meraba kenapa pandangannya tidak jelas."Aku ada di sini, Bu."Aku mencoba memegang tangan Bu Aisyah."Aku kenapa Nesya?" tanya Bu Aisyah.Aku diam sejenak, berpikir apa yang harus kukatakan."Nesya ... Kamu di mana? Kenapa tidak menjawab pertanyaanku?" tanya Bu Aisyah kembali."Tadi pagi ibu pingsan di rumahku. Sekarang sudah ada di rumah sakit."Aku terpaksa berkata dengan jujur. Perlahan aku menatap wajah Bu Aisyah.Sementara Rusly, anak kandungnya tidak ada sama sekali peduli kepada Bu Aisyah. Dia lebih mementingkan Lala daripada ibu kandungnya sendiri."Ru-rusly ada di-di mana? Kenapa tidak ada suaranya?"Aku memejamkan mata menerima kenyataan yang ada. Kalau aku berkata jujur, takut Bu Aisyah nge-drop. Lebih baik aku mengalihkan pembicaraan.****Rusly dan Lala asyik bermesraan di kamar tamu. Sementar
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 25: Rusly Lahap Makan"Tanganku teriris pisau, Bu."Bu Aisyah bangkit lalu menghampiriku."Hati-hati, Nes!" ucap Bu Aisyah."Maaf, Bu. Aku tidak sengaja."Aku merasa bersalah dan langsung minta maaf. Padahal tidak ada sangkut pautnya dengan Bu Aisyah."Lah, kenapa kamu minta maaf segala? Sudah, nggak ada yang salah kok."Bu Aisyah mengambil kotak P3K di lemari. Tidak berapa lama, beliau datang dan membersihkan lukaku. Setelah jariku yang teroris pisau benar bersih dari darah segar, Bu Aisyah membalutnya dengan perban."Selagi ibu ada di sini, nggak usah kamu masak. Serahkan saja sama ibu."Bu Aisyah mengulum senyum simpul. Aku membalas senyumnya.'Andai saja Rusly sebaik Bu Aisyah, pasti rumah tangga ku tidak retak seperti ini.'****Semua makanan sudah tertata di atas meja. Aku dan Bu Aisyah sedang menunggu Rusly. Walaupun bagaimana, aku tetap mengizinkan mantan suamiku datang ke rumah demi membahagiakan ibu mertuaku. Aku dan Rusly sebenarnya be
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 25: Rusly Lahap Makan"Nggak pernah, makanya aku berpaling darinya."Aku merasa kesal dan kecewa mengizinkan Rusly masuk dan ikut makan. Niat hatiku mau mengukir bahagia, eh ternyata sebaliknya."Serius?!" tanya Bu Aisyah memancing."Ya, kenapa aku bohong. Bohong itu tidak baik dan sangat dilarang dalam agama."Rusly asal ngomong dan tidak menyaring ucapannya. Dia sangat lahap memakan masakanku."Lapar atau doyan semua lauk yang ada?" ucapku sambil menyindir.Aku meneguk air putih untuk menetralisir emsoiku yang sudah mulai mendidih tadi. Untung saja aku bisa mengontrolnya. Kalau tidak, semua hidangan bisa melayang dalam sekejap."Dua-duanya," jawab Rusly polos."Dasar manusia tidak tahu di untung. Sudah mempunyai istri cantik, pintar, sholeha, multitalent lagi. Kamu malah menyia-nyiakan Nesya."Rusly tidak peduli perkataan ibunya. Dia terus berusaha untuk menyantap hidangan yang kusajikan.Tidak berapa lama, Rusly selesai makan dengan lahap. Dia
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 26: TerkejutPlak!Sebuah tamparan melayang ke wajah Rusly. Tidak biasanya Bu Aisyah menggunakan tangan sewaktu anaknya kecil. Kali ini dia emosi dan tidak bisa mengontrol diri."Argh!" ucap Rusly merintih kesakitan. Seketika dia sadar, sorot matanya taja melihat ke arah ibunya."Kamu sudah gila, ya!" sindir Bu Aisyah sambil merapikan mukenanya. Dia merasa jijik melihat ulah anaknya."Ibu ... Kok bisa ...," ucap Rusly. Dia tidak melanjutkan pembicaraannya.Rusly mencoba mengingat apa yang terjadi. Dia melangkah menghampiri ibunya. Namun, ibunya mundur perlahan."Kamu jangan gila, Rusly! Kamu itu manusia. Jangan lebih rendah derajatnu daripada binatang!"Bu Aisyah mundur pelan-pelan. Dia tidak mau hal yang tidak diinginkan terjadi. Walaupun Rusly anak kandungnya, kalau sudah setan menguasai akal sehat anaknya. Bisa saja dia khilaf dan melampiaskan hasratnya kepada ibunya sendiri."Nesya ... Nesya ... Tolong ibu, Nak!"Bu Aisyah berteriak meminta
"Ya! Ini aku, Ririn!"Lala buang muka dan berpikir mencari cara agar Ririn mau menerima dirinya kembali."Tolong bantu aku, Rin," ucap Lala memelas.Lala selalu banyak cara agar dia.mendapat keuntungan sendiri. Dirinya sangat cocok disebut benalu."Minta tolong apa?!"Ririn menautkan alisnya satu ke atas. Dia berpikir manusia benalu seperti Lala tidak layak ditolong. Apalagi Lala sudah mengkhianatinya sekali."Aku tidak tahu harus tidur di mana malam ini. Rusly, Nesya dan Bu Aisyah mengusir aku dari rumahnya, Nesya.""Bagus itu."Lala heran mendengar jawaban Ririn. Dia mencoba mendekat lalu membuka pintu mobil."Aku masuk ya ke dalam mobil."Lala memberanikan diri membuka pintu mobil tanpa menunggu jawaban dari Ririn."Enak sekali kamu masuk. Nggak bisa!" amuk Ririn.Ririn menutup kembali jendela kaca mobil. Lala meringis kesakitan. Jari telunjuknya terhimpit kaca mobil."Argh ....!" teriak Lala dengan nada meninggi dari biasanya.Ririn mengukir senyum bahagia. Dia berhasil melukai ja
Pagi telah menyapa belahan bumi. Kali ini aku bangkit dari atas ranjang. Kuayunkan kaki menuju jendela lalu menyibak tirai. Kuregangkan tanganku ke atas sambil menguap. Angin segar masuk ke dalam kamarku."Nesya ...!"Aku terkejut mendengar suara itu. Seingatku tidak ada orang selain aku di rumah ini. Perlahan aku mencermati siapa pemilik suara itu."Nesya ...!" Suara itu terdengar kembali memanggil namaku. Suara itu tidak asing bagiku. 'Apa ibu mertua ada di sini?' tanyaku dalam hati."Mari sarapan, Nesy! Ibu sudah selesai masak.""Iya, Bu. Aku segera keluar dari kamar.Aku merasa bahagia seperti ini. Diriku dibuat bak permaisuri sama mertuaku. Setiap kali Bu Aisyah datang ke rumahku, aku tidak pernah masak pagi.Kubuka gagang pintu kamarku lalu melangkah keluar. Kuayunkan kakiku menuju dapur."Kamu kok langsung santap saja!" ucap Bu Aisyah kepada Rusly.Rusly berhenti mengunyah ikan mas arsik buatan ibu mertua. Aku merasa geli dan tertawa puas. Mantan suamiku diperlakukan ibu kandu
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 27: Istri Kedua dan Ketiga datang"Yang jahat itu siapa?!"Aku berdiri dan langsung emosi melihat Rusly merah padam. Dia yang memulai memercikkan api. Kok dia pula yang naik pitam."Kamu kira aku tidak tahu. Aku yakin semua ini pasti akal-akalanmu, 'kan?! Kamu sengaja menyuruh ibuku datang agar dia melihat semuanya."Aku melirik ke arah Bu Aisyah. Aku mau melihat bagaimana responnya melihat kobaran api yang sedang menyala membakar kedua insan."Ee-eh ... Kamu jangan asal ceplas-ceplos. Aku sengaja datang kemari tanpa ada suruhan Nesya. Kamu tidak boleh berpikiran kotor!"Bu Aisyah mencoba mengusap dada Rusly. Dia menenangkan hati dan perasaan anaknya. Namun, Rusly mendorong ibunya jatuh tersungkur ke atas lantai."Ibu ...!" teriakku kencang.Aku berlari menolong ibu mertua, tapi usahaku sia-sia."Jangan sempat aku mengutuk kamu, Rusly!"Bu Aisyah menahan emosinya yang sudah mulai membara. Dia memegang dadanya sambil membaca istighfar berkali-kali.
"Apa?!" tanya Rusly tidak sabaran. "Jangan sesekali memberikan harapan palsu kepadaku," imbuhnya dengan menahan emosi."Siapa juga yang memberikan harapan palsu?" ucapku dengan sedikit menaikkan nada. Aku pergi melangkah. Walaupun sebenarnya aku sok jual mahal. Itu semua aku lakukan agar dia merasa sadar dan terpukul."Kamu mau ke mana?!" tanyanya mendongak. Fokusnya gagal mengirim doa. Dia bangkit lalu berlari mengejarku."Itu bukan urusanmu!" jawabku membentak. "Lepaskan tanganku!" jelasku kembali.Aku pergi begitu saja. Cuaca hari ini sangat panas sehingga aku takut hitam terbakar oleh sinar sang mentari."Lebih baik aku mati bunuh diri daripada lama-lama mati tersiksa untuk mendapatkan cinta dan kasihmu yang ke dua kali.""Silakan kalau kamu tidak punya iman dan Tuhan!" jawabku datar. Walaupun aku sudah jauh dari tempat dia berpijak.Argh!Rusly mengacak-acak rambutnya kembali. Lelah?! jelas dirinya pasti lelah. Kecewa?! Jelas sekali. Sudah berulang kali dia menelan kekecewaan. Na
Wajahnya Rusly berubah masam mendengar perkataanku. Aku tersenyum bahagia setelah dia berubah pias."Sungguh terlalu kamu, Nesya!" rutuknya tidak terima. Aku ini mantan suamimu dan akan menjadi suamimu lagi sebentar lagi," imbuhnya menjelaskan. Dia mengepalkan tangan hendak menamparku. Namun, tangannya hanya mengambang di udara."Kenapa tidak jadi memukulku!" bentakku dengan menatapnya menyalang. "Ayo pukul sebelum Pencipta Alam Semesta mengutuk kamu benar-benar seonggok bangkai," imbuhku kembali."Kalau bukan kamu itu perempuan yang hendak akan kuperjuangkan, tangan ini pasti sudah landing di wajahmu itu," jawab Rusly dengan nada kesal. Dia berkacak pinggang lalu membuang napas kasar. "Aku tidak habis pikir kamu bisa berkata seperti itu," jelasnya dengan memijit kening yang tidak gatal."Maaf aku harus pergi dari sini." Aku melangkah meninggalkan dia sendiri di plataran parkiran.Silakan!" balasnya dengan kesal. Sangking kesalnya, dia memukul udara begitu saja. Argh! Dia berpikir s
"Tolong bebaskan aku dari sini, Nesya!" rengek Lala ketika aku sedang membesuknya di kantor polisi. Aku merasa kasihan setelah melihat keadaannya. Padahal baru tiga hari dia dikurung penampilannya sudah tidak terurus laksana orang gila."Hukum tetap berlaku. Aku tidak akan mengeluarkanmu dari sini sebelum jatuh tempo." Aku harus berkata sejujurnya. Tidak ada manusia yang rela anaknya mati tanpa salah. Apalagi kepergian Dhea masih membekas di dalam ingatan. "Belum lagi bahtera rumah tangga yang selama ini aku idamkan hancur karena kedatanganku ke dalam istana surgaku," jelasku dengan nada datar. "Aku berkata jujur atas semua perbuatanku," serunya dengan mengeluarkan cairan bening dari sudut retinanya. "Aku tidak mau berakhir usiaku di sini, Nesya," imbuhnya menjelaskan dengan raut wajah menyesal. Suasana di ruang besuk hening. Hanya dentuman jarum jam dinding yang terdengar."Aku mohon, Nesya!" pintanya mengiba. Aku tidak merasa kasihan apa yang yang terjadi kepada dirinya. Selama in
Suasana mulai reda. Dia melihatku dengan sorot mata tajam. Namun, aku mencoba santai dan terus memperhatikan setiap gerak yang dia lakukan. Aku tidak boleh lengah apalagi jatuh ke dalam perangkapnya."Jangan kamu merasa menang dalam pergulatan ini!" ucapnya menyindir. Ekor retinanya terus memantau."Mau kalah, mau menang itu urusan Allah." Aku menjawab begitu saja. Kulirik ke arah sekitar tidak ada sama sekali yang mau melerai. Padahal sudah adu mulut dengan nada tinggi. Bahkan hampir saja jambak-jambakan. "Apa aku harus menguburmu hidup-hidup biar kamu tidak bisa lagi menggangguku?" imbuhku menyindirnya."Apa aku tidak salah dengar?!" jawabnya sinis. Dia merasa menang. Idenya kini muncul. "Buktinya saja, aku mampu mengirim Dhea ke alam kubur dalam durasi satu bulan."Deg!Hatiku merasa tersayat bahkan teriris."Apakah kamu tidak curiga atas kepergian buah hatimu dengan Rusly?"Aku berpikir sejenak. Dan ingin menjebaknya kembali."Aa-apa?" tanyaku terbata pura-pura. Aku merogoh ponsel
Hari terus berlalu. Aku merenungi nasib malang yang tidak pernah aku bayangkan. 'Apakah aku harus menerima Rusly kembali? Atau menjanda selamanya?'Tidak tahu harus berbuat apa. Aku semakin bingung dan frustasi. Aku memejamkan mata sejenak untuk sekedar menghilangkan rasa resah dan gelisah."Mau sampai kapan kamu menjanda, Nesya?" tanya Rusly setengah membentak. Pertanyaannya sangat tidak enak didengar telingaku. Aku hanya bisa diam dan membisu dikala pertanyaan saat itu terlontar dari tepi bibirnya.Sakit, perih dan bahkan ngilu begitu kentara ketika aku mengingat semua sifat buruk mantan suamiku.Daripada aku takut putus asa membuat otak tidak bisa mencerna mana yang baik dan mana yang buruk. Aku beranjak dari atas dipan lalu menaut wajah di depan cermin lemari hias."Aku butuh healing sepertinya," ucapku setelah melihat rias wajahku sudah pas dan netral. Aku mengambil nakas di atas nakas yang sedang di cas. Kucopot chatger-nya lalu memesan transportasi online dengan semangat. Ti
"Seharusnya kamu tidak berbuat seperti itu, Rusly!" sindirku dengan nada naik dua oktaf."Rasa empati dan simpatiku sudah hilang semenjak kamu bermesraan dengan pria lain dan disaksikan oleh kedua bola mataku!" kilahnya seolah mau menang sendiri. Aku saja muak mendengar ucapannya. Seolah-olah dirinya lah yang paling suci di atas muka bumi ini."Kalau kamu hilang rasa empati ataupun simpati. Kenapa masih berdiri di situ!" ejekku dengan melipat ke dua tangan lalu diletak sejajar dengan dada. "Bilang saja kamu masih kangen dan ingin berusaha agar kembali ke dalam pelukanmu," imbuhku menyindir.Kepalanya mulai nyut-nyutan dan tidak bisa diajak kompromi untuk mencari jawaban. 'Sial! Bisa saja dia mengetahui apa yang sedang aku alami,' ucapnya bermonolog."Kalau kamu memang tidak suka dan merasa jijik melihatku. Aku rasa kamu tidak akan kembali menemui ku laksana seperti sekarang ini," kilahku sembari mengejek dirinya.Aku memastikan kalau dirinya pasti sudah mati kutu. Buktinya saja, dia
Setelah Pak Bambang merogoh dompet guna untuk mencari tahu identitas korban, aku masih terus terisak dan tidak sabar menunggu hasil yang sesungguhnya. Tidak butuh waktu lama, Pak Bambang sudah mendapat dompet. Dia berdiri tegak lalu membuka dompet yang baru saja dia temukan di dalam kantong celana. "Apakah nama suami ibu bernama Anton?" tanyanya dengan sedikit menatap ke arahku.Aku tidak terlalu menyimak apa yang ditanyakan beliau. "Bo-boleh diulangi lagi?" tanyaku ragu dengan wajah mendongak. "Apakah nama suami ibu Anton?" tanyanya ke dua kalinya dengan nada sedikit kesal.Setelah kupertajam pedengaranku, aku sudah mendapat jawaban pasti. "Be-berarti ii-ini bukan suami saya," jawabku terbata. Aku baru sadar sudah menangisi jasad pria lain. Bisa saja itu suami wanita lain yang sedang menunggu kehadirannya di tengah istana syurga yang dibangun bersama wanita yang tidak lain ibu dari buah hatinya."Kalau nama suami ibu bukan Anton, berarti jasad yang sudah engkau tangis bukan suami at
Dua hari setelah kejadian itu, aku selalu teringat kepada Rusly. Resah dan gelisah kini menghantui diriku. Habis main sosial media sambil rebahan aku bangkit lalu melangkah ke arah dapur. Lapar, tetapi tidak selera makan. Kembali lagi aku ayunkan telapak kaki ke arah teras sampai aku merasa bosan dan jenuh.Ponselku yang berdering tidak aku hiraukan sangking tidak enaknya perasaan dan badanku. 'Apakah Rusly sudah memeletku?' batinku sembari menautkan wajah di cermin. Aku memperhatikan pelan-pelan mukaku di kaca. Padahal kaca itu bukan cermin melainkan kaca jendela. 'Semoga saja tidak ada sangkut pautnya dengan Rusly.' Aku mencoba mengambil handuk yang di jemur di halaman belakang. Resah dan gelisah semakin tidak karuan membuatku ingin segera mandi.Setelah kuraih handuk. Kuayunkan langkah kaki menuju kamar. Di atas dipan layar ponselku sudah kedap-kedip dan nada dering sudah terdengar jelas. Segera aku meraih kotak persegi itu lalu lamat-lamat kuamati. 'Nomor baru memanggil,' ucapku
"Maaf kalau aku sudah lancang menggendongmu dan membawa dirimu ke rumah kontrakanku," Aku terbangun dan ternyata aku hanya mimpi. Andai saja semua itu benar, aku sudah tidak tahu harus berbuat apa. Kusapu pandangan ke arah sekitar. Senyum simpul lahir di sudut bibirnya, Rusly."Apa yang terjadi kepadaku?! Kenapa aku ada di sini?!" amukku seolah tidak terima kalau pria yang tidak mahram itu menyentuhku."Tadi kamu pingsan di pusaranya, Dhea. Untung saja kunci mobilku ketinggalan di sana tepat di batu nisannya, Dhea." Rusly mencoba menjelaskan dengan berkata jujur. Walaupun sebenarnya dia ragu dengan kejujurannya tidak kuterima."Pasti itu semua akal busukmu 'kan?!" sergahku tidak terima."Aa-aku berkata jujur! Aku tidak ada maksud jahat walaupun terlintas di dalam otakku ide jahat untuk menjebakmu," selanya dengan spontan. Dia terkejut kenapa bisa berkata seperti itu."Maksud ide jahat itu apa?!" tanyaku mengintrogasi. Aku mulai duduk dan menyandrkan tubuh ke tepi ranjang.Rusly mulai